My Superhero - Bab 59 Itu Karena Kamu Terlalu Meremehkan Pesonamu Sendiri (2)

Saya hanya termenung memandang ke arah dia.

Dia mengunakan pakaian tidur yang sama dengan saya, membuat kaki yang panjang dan kuat terlihat, rambunya terlihat basah, ada beberapa tetasan air jatuh meluncur dari atas kepala, dan jatuh menetes ke dadanya.

Yang seperti itu tidak tahu kenapa membuat orang tertarik.

Saya tidak berani untuk melihatnya lagi, dengan segera saya menarik lagi tatapan mataku.

Dia berjalan mendekatiku, tiba-tiba menarik saya ke pangkuannya, mengunakan handuk yang berada di tangan saya, mengatakan: Waktu malam hari rambut harus di lap sampai kering, jika tidak hari berikutnya kamu akan sakit kepala.

Yang membuat saya terkejut.

Dia... Dia ternyata memeluk saya...

Saya merasakan otot-otot yang kencang di kakinya, dan dadanya yang lebar dan padat. Orang itu sungguh membuatku terpana, mulutnya mengatakan sesuatu tanpa pandang bulu, kejadian disana membuat kepala saya kosong.

Sudut bibirnya naik dengan senyuman yang lembut, dengan lembut menggoskok rambutku.

Saya tidak dapat menahannya lagi lalu secara diam-diam menilai dirinya.

Di tengah dagunya terdapat garis yang lembut, hidungnya yang mancung, alisnya sungguh elegan.... tidak ada yang terlihat jelek.

Tidak terasa saya sudah mulai menyukainya.

Menunggunya selesai mengkeringkan rambut saya, saya seperti baru tersadar dari mimpi, menarik lengan bajunya, berkata: Saya... Saya juga ingin membantumu mengeringkan rambut...

Dia terpaku menatap saya.

Saya merasa sedikit malu, tetapi saya masih harus mengumpulkan keberanian untuk menatap matanya.

Di dalam matanya terlihat lebih gelap, dan sepertinya tidak ada penolakan, memberikan saya satu buah handuk yang kering.

Saya dari atas pahanya berpindah, berlutut di atas sofa, membantunya menggeringkan rambut.

Tangannya memeluk pinggang saya dengan erat, menjaga saya agar tidak terjatuh dari atas sofa.

Gerakan ini 100 persen terlihat mesra, rasa panas di wajah saya belum menghilang.

Akhirnya sudah selesai, saya menghela nafas yang panjang merasa legah, dengan cepat melompat turun dari sofa.

Siapa yang tahu tangannya yang panjang, lagi-lagi membawa saya kembali ke atas sofa.

Dengan suara yang rendah mengatakan: Jangan nanti kamu jatuh.

Saya menyilangkan jari tanganku, dan memberikan pernyataan palsu: Rambut kita sudah kering... Kamu... Kamu tidak kembali ke kamarmu?

Mendengarkan kata-kata itu, dia menaikan tatapan matanya, tatapan bola matanya hanya terus menatap mataku, tidak bergerak kemanapun.

Saya mengigit bibir: Saya... Saya sudah mau tidur...

Cahaya di matanya perlahan berubah menjadi gelap, di bawah sinar lampu terlihat cahaya yang padam .

Beberapa detik kemudian, tiba-tiba dia mengangkat saya mengarah ke arah ranjang.

Saya secara tidak sadar memegang pakaiannya.

Dia menempatkanku di atas tempat tidur, lalu melepas sendal naik ke atas tempat tidur, tubuhnya menimpa di atas tubuhku, mengatakan: ayo kita tidur bersama.

Suaranya terdengar serak, terdengar sangat rancu.

Saya dengan besar membuka mata.

Dan dia menambahkan : Dan untuk seterusnya kita selalu tidur bersama.

Saya hanya terdiam tidak dapat berkata apa-apa lagi.

Dia menjulurkan jari-jari tangannya yang panjang melewati daun telingga saya, Dia terlihat seperti tersenyum tetapi tidak tersenyum lalu melihat wajah saya: Kenapa, apakah ada masalah?

Kita berdua menempel sangat erat, nafas pria itu berhembus terasa sangat panas di depan wajahku. Saya mencoba untuk mendorongnya, tetapi dia tidak bergerak sedikitpun.

Setelah menunggu lama, saya baru bisa kembali berbicara, dan saya berkata: Kamu... Bukannya kamu menghindari saya... kemarin malam bukannya kamu tidak pulang ke rumah...

Setelah selesai bicara, dia baru menyadari nada bicaranya sendiri membawa perasaan sedih, dan perasaan itu tidak tau dari mana asalnya.

Pria itu memegang wajahnya dengan kedua tangannya, melihat dia sebentar, perlahan mengeluarkan nafas yang berat, dan mengatakan: Dasar anak bodoh, saya melakukan ini demi kebaikanmu, kamu masih mau menyalahkanku.

Saya masih tidak mengerti.

Dia menjawabnya dengan perasaan yang sangat dalam: Kemarin memang benar saya sengaja menghindarimu... Lihat kamu buat saya jadi begini, bagaimana mungkin saya berani menyentuhmu.

Saya menggerutkan alis, saya masih tidak mengerti perkataannya.

Bibirnya terlihat selintas mengelurkan senyuman pahit, dengan suara serak kerongkongan mengatakan: Ini di karenakan kamu terlalu meremehkan pesona dirimu sendiri... Kemarin saya memaksa diri saya sendiri jadi tidak menyentuhmu, karena saya takut hari ini kamu tidak dapat turun dari ranjang lagi...

Saya tercengang menghadap ke arah dia.

Jadi, dia... takut tidak dapat mengendalikan diri sendiri, baru dengan gigih menjaga jarak denganku, bukan berencana untuk menjauhi diriku selamanya?

Saya tidak tahu harus bagaimana percaya kepadanya...

Dia menempel ke bagian bibirku, dengan suara yang berbisik, berkata: Sayang, saya selalu menyuruhmu untuk memakai obat itu, harusnya kamu hari ini lebih baikan, iya kan?

Saya membuka lebar bundaran mata saya.

Dia ini... apakah dia mau melanjutkan apa yang di lakukannya hari itu?

Saya tidak mengerti jalan pikirannya dan hanya bisa menatap matanya.

Dia meninggalkan kecupan di tengah alis saya, bibirnya bergerak ke bawah, lalu jatuh di pipi dan sudut bibir saya. Dengan suara rendah tertawa, dan berkata: Sepertinya saya sudah boleh mulai makan.

Saya masih belum tersadar dari tercengang, dia sudah mulai membuka kancing baju saya.

Selanjutnya dia menyerang dan mengambil daerah kekuasaan.

Saya hanya dapat memejamkan mata, dengan lembut memeluk lehernya, menerima dia tanpa pembatasan.

Terakhir kali karena minum obat itu, kepala saya menjadi pusing, dan semua yang dirasakan diterima dengan tidak terlalu jelas.

Kali ini berbeda, semua indra perasaku seperti bekerja dua kali lipat dari biasanya.

Dahinya yang berkeringat, nafas yang terdengar begitu berat, lengan yang begitu kuat melilit pinggangku, pinggang dan pantat yang kuat... selalu mengingatkan saya, bahwa dia sedang berada di dalam tubuhku...

Saya tidak dapat menahan diri, saya hanya dapat mengikuti gerakannya saja, setiap gerakannya membuat saya berteriak tanpa henti.

Saya tidak tahu kapan ini akan berakhir, sekitar dua, atau tiga kali. Akhirnya dia melepaskanku, membawa saya ke dalam kamar mandi.

Saya menunggu dia, dan terburu-buru memanggil dia paman.

Lagi-lagi dia memegang pinggangku, di dalam bak mandi kami melakukannya satu kali lagi.

Setelah selesai, tenggorokan saya seperti berasap, tangan dan kaki serasa mau lepas, terakhir saya tidak dapat bergerak lagi, hanya dapat tidur di dalam pelukannya.

Sebelum saya tertidur, saya berpikir sembarangan, yang dia katakan memang benar, jika kemarin dia menyentuhku, hari ini saya pasti tidak dapat bergerak lagi.

Yang pasti setelah lewat malam ini, besok pagi saya pasti tidak akan bisa turun dari kasur ini...

Tengah malam saya terbangun karena haus, sembarangan meraba untuk mencari air.

Baru saja bergerak sedikit, orang yang sebelah terbangun.

Dia memeluk saya kembali, memangil saya dengan suara yang kecil: Viona?

Saya dengan suara yang mendengus berkata: Haus...

Saya hanya mengatakan satu kata, dan di sebelah bibir saya tiba-tiba ada sebuah cangkir.

Saya meneguk setengah isi dari cangkir tersebut, dan menghela nafas karena puas. Lalu melanjutkan tidur di pelukan pria itu.

...

Keesokan harinya saya terbangun, saya merasa seluruh tubuh saya remuk seperti telah di lindas oleh mobil, hanya dengan sedikit gerakan seluruh tubuh saya terasa sakit.

Matahari bersinar di waktu yang tepat, menembus masuk ke dalam ruangan melalui tirai putih, dan cahayanya memenuhi ruangan ini.

Chris sudah bangun dari tadi, sedang duduk di atas kasur membaca sebuah dokumen.

Dia tersenyum dan menyentuh wajahku. Berkata: Apakah kamu baik-baik saja?

Saya membenamkan wajah saya di perutnya, dan tidak mengatakan apapun.

Sepertinya dia sudah mengetahuinya bahwa saya malu, menekan daun telingaku, tertawa dengan suara rendah : Saya yang tidak baik, tidak seharusnya selalu menginginkanmu.

……Ini terdengar terlalu lucu, dan lagi yang di katakannya bukan seperti pernyataan untuk meminta maaf.

Saya hanya bisa mengunakan kepala untuk memukul perutnya, dengan gerakan ini saya menyatakan protes tanpa mengatakan apapun.

Dia hanya terkekeh dan memeluk tubuhku, hangat terasa ciuman di wajahku: Siang hari ini saya tidak pergi kemanapun, saya akan menemanimu istirahat, menurutmu bagaimana?

Saya mencium bau aroma mint di tubuhnya, dan seketika seluruh tubuh ini malas untuk bergerak, lalu mengangukan kepala.

Dia mencium saya lagi sampai saya tersadar sepenuhnya, baru dia mengelus kepalaku, dan mengatakan: Kamu pasti lapar, Saya akan pergi mengambilkan sarapan ke sini.

Saya mengelurkan suara “hem”.

Dia berjalan sampai ke pintu keluar, mendadak kembali lagi, dan mengatakan : Sayang, ingat untuk menggunakan obat.

Saya : ...

Novel Terkait

Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
My Secret Love

My Secret Love

Fang Fang
Romantis
5 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu