You Are My Soft Spot - Bab 263 Aku Berterima Kasih Padamu, Namun Tidak Bisa Mencintaimu (1)

Meski sudah meninggalkan dunia militer bertahun-tahun, James He masih mengingat jelas semua pengalaman dan pembelajaran yang pernah diperoleh. Perkara mencekik leher orang itu hal sangat mudah buatnya. Hari ini, ia marah besar bukan hanya karena khawatir keselamatan Vero He dan Erin, tetapi karena Erin-nya sendiri juga bertindak kelewat batas.

Dada James He naik dan turun dengan cepat seperti gunung yang tengah bersiap menumpahkan bebatuan dan magma. Ketika Erin berjalan masuk tadi, wanita itu di matanya bukan lagi seorang wanita, tetapi seorang bawahan yang sempat dipecat dan akhirnya direkrut lagi atas dasar kasihan.

James He menatap Erin dengan mata berapi-api. Melihat ketakutan luar biasa di mata Erin, ia melepaskan tahanannya. Pria itu lalu menendang sofa bergaya Eropa yang ada di ruang buku. Prak! Ruang buku lalu kembali hening.

Selama tiga detik kemudian, tidak ada orang yang berani bergerak, bahkan menarik nafas pun tidak. Erin, yang akhirnya dilepaskan juga dari cekikan, terbatuk-batuk. Selain tenggorokan sakit, perasaannnya juga perih. Mata si wanita sudah berkaca-kaca, namun air matanya terus ditahan biar tidak menetes.

Kemurkaan James He ternyata lebih menyeramkan dari yang ia bayangkan.

Vero He ketakutan sampai diam dan tidak tahu harus berbuat apa. Ia sebelumnya tidak pernah melihat James He marah besar begini. Selama ini, di hadapan dirinya, si kakak selalu tampil elegan dan dewasa. Gila, ternyata kalau marah bisa sampai cekik orang!

Vero He menghampiri Erin dan mengelus-elus punggungnya: “Erin, baik-baik saja kan kamu?”

Si asisten menggeleng.

Vero He agak kurang sreg dengan kelakuan kakaknya barusan. Mencekik leher apa tidak berlebihan? Ia protes pada James He: “Kakak, kok kamu tidak bisa membedakan siapa yang salah dan siapa yang benar? Erin itu aku yang paksa, kalau kamu mau marah marahlah ke aku.”

Melihat Erin berbatuk-batuk terus tanpa henti, James He dalam hati merasa agak bersalah. Tetapi, rasa bersalah itu hanya muncul sangat sebentar dan kembali hilang. Pria itu merapikan dasi dan berkacak pinggang, lalu menjawab dingin: “Dia harus bersyukur dia seorang perempuan, kalau tidak aku tidak hanya akan mencekiknya. Kamu, Vero He, jangan buru-buru menuntut keadilan. Aku akan buat kamu menebus kesalahanmu ini pelan-pelan.”

Vro He gigit-gigit bibir. Meski tahu malam ini juga bakal kena omelan, wanita itu tetap melawan: “Orang yang main tangan buat menyelesaikan masalah itu pengecut.”

“……” James He menarik nafas panjang biar tidak semakin terpancing emosi, apalagi Vero He adalah adiknya sendiri. Untuk sementara waktu dia belum mau ribut dengan Vero He, sebab Erin harus diurus duluan. Ia pun menoleh ke si bawahan dan bertanya: “Erin, tanya pada dirimu sendiri, mala mini kamu berbuat salah apa?”

Erin sudah bisa menenangkan batuk dan perasaan. Ia melepaskan tangan Vero He dari punggung, menegakkan posisi berdiri, dan membuat pengakuan: “Tuan Muda, aku mengaku salah. Aku harusnya tidak membiarkan Nona He cari masalah. Nanti balik aku bakal tulis surat penyesalan dan refleksi.”

James He tidak langsung percaya dengan ketulusan pengakuan Erin. Mulutnya bisa saja bilang salah, tetapi hatinya tidak senang ditegur. Dari dulu Erin memang begini, ditegur sebentar nanti detik berikutnya pasti sudah lupa! Otaknya lemah sekali, gila!

“Jadi kamu pikir kamu salah di membiarkan Nona He cari masalah?” tanya James He dengan alis terangkat.

Si bawahan menatap si atasan dengan semakin dalam seolah menunggu kata-kata berikutnya. Benar saja, James He berucap lagi: “Pengakuanmu sebenarnya tidak keliru, hanya kurang lengkap saja. Kamu salah di membiarkan Nona He cari masalah, padahal kamu tidak punya kemampuan untuk melindunginya dalam situasi begitu. Yang terjadi malah ini sudah kamu pertimbangan? Konsekuensinya sudah kamu pertimbangkan? Misal-misal ini sebuah jebakan, jadi kamu mau menyodorkan Vero He ke musuh dengan tanganmu sendiri? Kalau Taylor Shen tidak kebetulan melihat kalian dan mengikuti, kamu tahu keluarga He bakal kehilangan satu anak perempuan tidak?”

Setiap pertanyaan sama sekali tidak berlebihan. Erin memang tidak menyangka dirinya bakal diserang peretas, juga tidak menyangka Nona He bakal tidak sengaja menekan tombol lapor polisi. Seperti yang ditanyakan James He, bagaimana kalau ini semua jebakan? Mereka pasti detik ini sudah kehilangan Vero He.

Waktu sangat terbatas, dia juga tidak berpikir matang. Di semua langkah, ia melakukan kesalahan yang mendasar. Wanita itu gigit-gigit bibir tanpa bisa mendebat satu kata pun.

Vero He terkejut mendengar pertanyaan James He yang bertubi-tubi. Kakaknya marah sebesar ini sepenuhnya karena mengkhawatirkan dirinya. Bagi dia Erin tidak bersalah, hanya kena imbas dari kesalahan dirinya sendiri saja. Ia buru-buru mengklarifikasi: “Erin bukan tidak punya kontribusi apa-apa kok. Dia sudah mengalihkan perhatian polisi dan memberiku waktu untuk kabur.”

Erin terlambat datang ketika mau menarik Vero He keluar. Ini kesalahan yang bisa berujung terenggutnya nyawa. Untung saja Erin itu perempuan, jadi cuma ditegur dengan keras tanpa kehilangan sesuatu apa pun. Kalau dia laki-laki, sudah berbujur di lantai tanpa bisa berdiri lagi pasti!

Mendengar Vero He membela Erin, bukannya jadi lebih tenang, James He malah makin kesal.

Si pria melangkah maju satu langkah. Gertakan sepatunya ke tanah terdengar jelas sekali. Pria itu lalu menyapukan pandangan ke kedua wanita dengan dingin. Yang dapat giliran ditatap terakhir adalah Erin. Tanpa melepaskan tatapan satu detik pun, James He menyindir, “Sebagai seorang lulusan sekolah ketentaraan, bodoh sampai masuk jaring jebakan masih mau disebut kontribusi?”

“……”

Erin hening.

Ia jadi teringat memori masa kecil. Setiap dia membuat suatu kekacauan, James He bakal menjewer kupingnya sambil membereskan kekecauan yang ia sebabkan. Pria itu juga sering bertanya satu pertanyaan. Pertanyaan itu adalah “mengapa tidak kabur dan malah menunggu ketahuan orang lain?”

Waktu itu, Erin juga tidak tahu mengapa dirinya tidak kabur. Ada sebuah dorongan aneh dalam dirinya yang menyebabkan dia tidak melakukan itu……

Semalam ia sebenarnya bisa kabur dan sembunyi, tetapi ia malah masuk ke jaring musuh dengan cara yang sangat bodoh. Ini karena dia tahu betapa pentingnya Vero He bagi James He. Si atasan prianya itu rela menikah demi menghilangkan kekhawatiran Vero He, juga rela bercerai demi menghindarkannya dari bahaya.

Erin memandang dirinya boleh berkorban dan bahkan masuk penjara, tetapi Vero He tidak boleh!

Tidak mendapatkan jawaban apa pun, James He kembali melontarkan pertanyan: “Erin, ngambek kamu hah?”

“Tidak, tidak berani!” jawab Erin dengan tertunduk. Berjarak sangat dekat dengan James He membuat dirinya merasa sangat terintimidasi. Ia pun akhirnya jadi gugup sendiri.

James He tertawa dingin, “Tidak berani? Jadi yakin tidak ngambek nih ya? Baik, sekarang aku tanya pertanyaan lain. Kalau aku dan Tuan Shen tidak kemari malam ini, kamu berencana mengeluarkan kalian berdua dari situasi ini dengan cara apa?”

Erin gigit-gigit bibir. Ia tidak tahu jawabannya, sama kasusnya seperti dia tidak tahu bakal diserang peretas.

Vero He daritadi ingin meredakan situasi, tetapi tidak terpikir harus berucap apa. Kalau ia salah bicara, ia takut kakak malah bakal makin maram. Tatapannya beralih ke sofa dan pria yang duduk di atasnya. Pria itu daritadi mengamati mereka bertiga dalam diam.

Eh, kok jadi dia malah berharap Taylor Shen bisa ikutan! Kekacauan malam ini kan bisa jadi ada campur tangannya.

“Tidak bisa jawab? Ya sudah aku bicara lagi.” kata James He. Pria itu melanjutkan: “Kamu dengan entengnya membiarkan Vero He masuk ke kekacauan. Waktu Vero He mengelabui buntutan kalian lalu, aku sudah mengingatkanmu sesuatu. Kamu ingat apa itu? Aku waktu itu bilang, kalau kamu tidak merasa mampu, hubungi aku. Barusan mengapa kamu tidak melakukan itu coba?”

Erin lama-kelamaan jadi tidak segelisah tadi. Setiap kata-kata James He kini bisa ia serap dan simpan ke otak dengan lebih baik. Meski sudah agak baikan, wanita itu masih tetap belum berani bicara sepatah kata pun.

Suasana dalam ruang buku sangat tegang. Vero He akhirnya terpikir bisa mengatakan apa untuk meredakan ketegangan. Dengan senyum yang dipaksakan, wanita itu berujar: “Kakak, bukannya aku sekarang tidak apa-apa? Lagipula diserang oleh peretas juga bukan maunya Erin kan?”

“Bukan maunya? Perlindungan ditingkatkan sampai level sepuluh ke atas itu artinya tidak bisa diretas dalam dua menit saja. Kalian ini diretas, masih berani main 007 seperti James Bond?” sindir James He.

“……”

Vero He diam dan tidak berani menanggapi lagi. Tuh kan, baru ia bicara dua kali saja kakak kelihatannya sudah makin marah.

Kemarahan di rongga dada James He belum padam juga meski sudah usai memarahi Erin. Ia kini menatap Vero He. Biasanya dia tidak berani bicara yang keras-keras pada adiknya ini, tetapi sekarang dia tidak memedulikan apa pun. Pria itu berucap, “Sekarang giliran aku tanyai kamu. Ada kekacauan besar begini, kamu ngapain menyelinap masuk kantor polisi?”

Sepasang mata Vero He langsung beralih ke Taylor Shen. Tatapan yang terkandung di matanya terlihat seperti campuran sikap risih dan sikap menuduh. Vero He membalas, “Boleh kamu suruh dia keluar dulu?”

Seperti habis menyantap wasabi, ubun-ubun Taylor Shen langsung terasa panas. Pria itu refleks bangkit berdiri dan menatap Vero He dengan muram. Sejak ia menemukan kembali dirinya, wanita itu sering sekali bersikap ganjil di depannya. Sekarang, dia bahkan diusir!

“Pembicaraan apa yang aku tidak boleh dengar?” Kalau ini bukan di rumah kediaman keluarga He, Taylor Shen mungkin sudah menggebrak meja sekencang-kencangnya.

Vero He tidak berniat menjawab. Taylor Shen mengepalkan kedua tangan dan menggeretakkan gigi: “Tiffany Song, tega sekali kamu!”

Setelah protes, Taylor Shen langsung melangkah keluar dengan cepat.

Brak! Taylor Shen menutup pintu dengan membantingnya. Ruang buku kembali sepi. James He menatap Vero He dengan tatapan yang menyiratkan ketidaksenangan atas tindakannya barusan. Pria itu melanjutkan pembicaraan, “Taylor Shen sudah keluar. Bisa bicara sekarang kamu?”

Vero He mengeluarkan sebuah berkas dari kantong, lalu menyodorkannya pada James He. Itu data personalia para personel kantor polisi. Sambil membacanya secara sekilas, si kakak bertanya: “Hanya untuk mengambil ini?”

“Iya.” Vero He bercerita, “Kakak, ingat tidak tujuh tahun lalu, setelah kamu pulang dari menjengukku di penjara, Stella Han datang? Kami waktu itu berbincang di ruang interogasi, lalu ada seorang polisi wanita masuk mengantar air. Setelah minum air itu dan balik ke sel, aku tertidur dalam kondisi kepala sangat berat. Waktu terbangun, aku sudah diculik.”

“Kamu curiga air yang diberikan polisi wanita ini bermasalah?” Jalan berpikir James He sangat bersih dan teratur, jadi dia langsung paham maksud Vero He.

“Iya. Aku awalnya tidak pernah memikirkan ini. Beberapa hari lalu, waktu pergi dengan Erin ke kantor polisi, aku kembali menjumpainya. Ia sangat panik begitu melihat wajahku, jadi aku pun merasa curiga. Sebelum pergi, ia bahkan memanggilku “Nyonya Shen”. Aku yakin dia orang yang bermasalah,” jawab Vero He.

“Terus?”

“Lihat foto dia di sistem personalia kantor polisi. Fotonya hitam putih, tanda dia sudah mati. Dua hari lalu dia masih hidup-hidup saja, tetapi di sistem dia disebut meninggal sewaktu bertugas. Aku yakin ada sesuatu di balik ini semua. Ia pasti dibunuh oleh orang karena orang itu takut aku bisa membongkar realitas penculikanku tujuh tahun lalu.”

Setelah kelar membaca berkas, James He teringat pengusiran Taylor Shen barusan. Ia menanyakan soal itu: “Mengapa Taylor Shen tidak boleh tahu soal ini?”

“Aku curiga dia punya hubungan dengan semua ini.” Vero He sangat percaya dengan James He. Ia tidak pernah terpikir untuk menyembunyikan apa pun darinya.

James He mengernyitkan alis dan menoleh ke Erin sekilas. Ia bertanya lagi: “Mengapa kamu curiga dengannya?”

“Aku awalnya hanya bercerita soal ini ke Taylor Shen, bahkan ke Erin saja tidak. Pada malam waktu aku bercerita, dia pura-pura tidur dan tidak dengar. Setelah aku cerita itu, aku yakin dia diam-diam pasti menyuruh orang untuk menghabisi polisi wanita ini. Terus, hari di kantor kepala penjaga hari ini, aku mendengar kepala penjaga teleponan dengan dia. Mereka ada berujar kata-kata macam “habisi sampai bersih” dan “jemput dia”. Tidak lama kemudian, aku melihat Taylor Shen muncul di hadapanku. Kalau pun ini kebetulan saja, kebetulannya itu sangat memancing kecurigaan,” urai Vero He.

James he seketika paham maksud kata-kata yang Taylor Shen ucapkan di lantai bawah. Tingkat kepercayaan antara Taylor Shen dan James He sangat rendah. Kalau ada satu orang luar yang mengatakan sesuatu yang aneh-aneh, kepercayaan itu bisa bergoyang kencang.

Tujuh tahun…… Dalam tujuh tahun, celah kepercayaan di antara mereka terbuka lebar.

“Vero He, di hatimu, Taylor Shen itu orang yang bagaimana?” Si kakak menggiring pemikiran si adik dari pinggir. Ia tidak mau langsung membela Taylor Shen karena pasti bakal direspon negatif. Hatinya paham betul semua ini adalah jebakan yang dirancang dengan sangat rapi. Peretas menyerang Erin biar bisa menimbulkan kesalahpahaman antara si asisten dan Vero He.

Novel Terkait

More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
My Tough Bodyguard

My Tough Bodyguard

Crystal Song
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu