You Are My Soft Spot - Bab 71 Kesepakatan Setelah Menikah (2)

Tiffany Song jadi teringat kata-kata Stella Han: jangan terlalu mudah percaya pada orang yang tiba-tiba baik padamu. Sejak ia resmi mengajukan permohonan perceraian ke pengadilan, William Tang dan Jocelyn Yan terus muncul di hadapannya. Ia ragu, masa iya niat mereka tulus dan seratus persen ditujukan untuk memperbaiki semuanya?

“Ma, aku……”

“Tiffany Song, kita ini kan mertua dan menantu, kamu memang tega membiarkan hubungan kita berakhir?” ujar Jocelyn Yan dengan nada penuh keibuan sembari mengelus tangan Tiffany Song.

Tiffany Song memejamkan mata dalam-dalam. Dalam benaknya muncul beberapa ingatan: Jocelyn Yan menemaninya cek kesehatan hanya untuk mengetahui apakah ia ada disentuh orang lain ketika dibius obat semalam, percakapan Jocelyn Yan dengan Nelson Shen, dan perawakan Jocelyn Yan yang tiba-tiba tampil seperti ibu yang sangat menyayanginya. Ia akhirnya membuat keputusan. Ia akan memercayai Jocelyn Yan sekali lagi, tetapi bila hasil akhirnya sama seperti yang dulu-dulu, ia tidak akan pernah memberinya kesempatan lagi sama sekali! Ini kesempatan terakhir bagi Jocelyn Yan, ujarnya dalam hati.

“Baik!” Tiffany Song buka mata dan mengangguk.

William Tang melihatnya aneh. Tiffany Song kebetulan meluruskan kepalanya saat itu juga. Karena tidak berani menatap langsung ketulusan dalam mata Tiffany Song, William Tang buru-buru membuang wajah. Tiffany Song, demi membuatmu bertahan di sisiku, tidak peduli apakah kamu memakiku atau membenciku setengah mati, aku tidak akan dendam. Jangan salahkan aku karena memanfaatkan kelembutan hatimu, kamu sendirilah yang salah.

Mobil berhenti di depan pintu masuk tempat pameran mobil. Supir buru-buru membukakan pintu, Jocelyn Yan turun duluan. Ketika William Tang mau turun, tangannya tiba-tiba ditahan tangan seseorang. Ia kaget, dan begitu ia menoleh, ternyata tangan yang menahannya adalah tangan putih nan kecil milik Tiffany Song. Ia menatap wanita itu, “Ada apa?”

Tiffany Song menatapnya balik lekat-lekat, “William Tang, selama ini aku selalu memaafkanmu, tidak peduli seberapa banyak hal keterlaluan yang kamu lakukan padaku. Itu karena aku ingat, saat ayah dan ibuku menyerah padaku waktu itu, kedua tanganmu lah yang menyelamatkanku. William Tang, jangan biarkan aku menyesali pertahananku atas hubungan kita lima tahun ini, dan jangan biarkan aku kecewa padamu.”

Sekujur tubuh William Tang gemetar. Ia menatap sepasang mata indah Tiffany Song. Wanita ini tahu segalanya, tetapi terus memercayai dirinya dan menyerahkan segala hak membuat keputusan pada dirinya. Lima tahun ini, Tiffany Song jelas tahu ia punya wanita lain di luar, tetapi wanita ini tidak pernah menangis dan protes barang sekali pun di hadapannya. Ia jadi bebas melakukan apa saja. Kalau waktu itu wanita itu protes, apa mereka bakal bisa terus bertahan hingga hari ini?

“Tiffany Song, aku ini orangnya memang tega.” William Tang menarik tangannya lalu turun dari mobil.

Tiffany Song menatap bayangan tubuh William Tang dengan sedih dan kecewa. Jadi ia masih mau terus-terusan begini?

Pameran mobil kali ini sangat ramai. Harga mobil-mobil yang ikut serta dalam pameran ini semuanya di atas satu miliar lebih. Jocelyn Yan memegang brosur promosi sebuah jenis mobil, lalu bertanya pada Tiffany Song, “Tiffany Song, suka yang ini tidak? Model ini cukup cocok dipakai seorang wanita.”

Tiffany Song melihat harga yang tertera pada brosur itu. Ia menggeleng, “Ma, kita lihat-lihat saja ya.”

Jocelyn Yan mendengus kesal. Ia sungguh tidak paham dengan anak ini. Anak-anak lain sebelum bercerai pada buru-buru mengklaim semua harta milik suaminya, sementara anak ini malah tidak mau apa-apa. Anehnya, semakin banyak mereka berinteraksi, ia semakin tertarik dengan anak ini.

“Ya sudah, sekalian jalan-jalan,” ujar Jocelyn Yan sambil memegang pergelangan tangan Tiffany Song.

William Tang berjalan di belakang mereka berdua tanpa berbicara sepatah kata pun. Ia menyimpan kedua tangannya dalam kantong celananya, tetapi setiap kali melewati titik keramaian, ia akan dengan sigap mengulurkan tangannya untuk menjauhkan orang-orang dari mereka berdua.

Di tengah pameran mobil yang super ramai itu, nyaris tidak ada orang yang menyentuh Jocelyn Yan dan Tiffany Song.

Waktu menunjukkan hampir pukul lima setelah mereka selesai berkeliling. Jocelyn Yan ingin mengajak Tiffany Song makan malam, tetapi anak itu menggeleng: “Ma, teman sekamarku sendirian di apartemen. Aku berjanji malam ini menemaninya makan malam di apartemen.”

“Siapa nama teman sekamarmu? Kamu ajak dia ikut makan bareng kita saja.” Jocelyn Yan berusaha keras menahan Tiffany Song untuk terus berada di dekat William Tang selama mungkin. Ia memegang erat tangan anak itu.

Keputusan Tiffany Song tidak berubah, “Tidak perlu, dia tidak begitu terbiasa makan dengan orang yang lebih tua. Terima kasih atas hari ini, aku pergi dulu.”

“Tiffany Song, kami antar kamu pulang ya?” ujar Jocelyn Yan pasrah sambil tetap mengajukan permintaan lain.

“Tidak perlu, Ma, aku bisa naik MRT dan langsung tiba kok. Sampai ketemu lagi!” Tiffany Song berbalik badan lalu segera bercampur dengan kerumunan orang.

Melihat bayangan tubuh Tiffany Song yang semakin lama semakin tidak terlihat, Jocelyn Yan menoleh menatap William Tang yang berdiri di sebelah. Sembari memperhatikan William Tang, yang terus menatap arah Tiffany Song pergi, ia berujar: “Kalau kamu dari awal memperlakukannya dengan baik, ia pasti tidak akan seteguh ini menginginkan perceraian.”

Hingga bayangan Tiffany Song sudah sepenuhnya tidak terlihat lagi, William Tang baru menarik pandangannya. Ia berjalan ke tempat parkir tanpa berkata apa-apa.

Ia dan Jocelyn Yan kemudian masuk mobil. William Tang menyenderkan kepalanya di kursi. Ia sangat lelah. Ia kemudian memulai pembicaraan: “Mama, kamu tahu tidak barusan Tiffany Song bilang apa padaku? Dia jelas-jelas tahu aku sedang membuat perhitungan dengannya, tetapi ia bilang ia masih percaya padaku. Aku sungguh ingin mengakhiri ini semua.”

Mendengar ini, Jocelyn Yan jadi mengernyitkan alis. Ia menutup kaca pembatas penumpang dengan supir, lalu berbisik pelan: “William Tang, kamu sadar tidak kamu sedang ngomong apa? Lima tahun lalu, Paman Keempat-mu berhasil merebut Shen’s Corp dan ayahmu hanya dapat udara hampa. Kakek saat itu tidak menyalahkan Paman Keempat-mu sama sekali, bahkan malah melindunginya. Kakek kemarin memang tidak bilang apa-apa soal perceraiannya dengan Lindsey Song, tetapi dalam hatinya Kakek sangat kesal dan kecewa pada Paman Keempat. Kalau kamu bisa merebut hati Kakek, ia pasti akan memberikan saham yang ia miliki di Shen’s Corp padamu. Kalau sampai ia tahu kamu dan Tiffany Song ingin bercerai juga, jangan harap kamu bisa dapat saham itu.”

“Ma……”

“Anak baik, kamu sendiri bukannya juga sangat ingin bisa bersama-sama dengan Tiffany Song? Asalkan kalian belum bercerai, kemungkinan ini masih ada. Kalau kalian benar-benar bercerai, ia sungguh tidak akan kembali lagi padamu,” ujar Jocelyn Yan tegas.

William Tang memejamkan mata, lalu beberapa lama kemudian baru mengangguk setuju. Anggukan William Tang meredakan kekhawatiran Jocelyn Yan. Kalau ia bisa mendapat saham dari Kakek, ketika ia ingin mengusir Taylor Shen dari Kota Tong nanti, ia akan bisa mengusirnya semudah menjentikkan jari.

---------------

Sabtu malam, Shen's Corp tiba-tiba mengabarkan jadwal kompetisi terbuka perdana Winner Group dan Shine Group diubah menjadi Senin pagi pukul 10. Meski begitu, desain rancangan dan sampel bahan sudah harus disetor ke Shen's Corp pada Minggu. Tiffany Song sungguh kesal dengan perubahan ini, ia jadi terpaksa lembur hari Minggu.

Desain rancangan villa nomor satu hingga nomor lima sudah selesai dan sudah dibuatkan versi slide show-nya. Kini Tiffany Song hanya perlu memperhatikan apakah sampel bahan yang dipunyai sudah sesuai dengan apa yang tertulis di kertas rancangan. Kompetisi kali ini sangat penting baginya, jadi tidak boleh ada kekeliruan sedikit pun.

Sampel-sampel bahan ini Tiffany Song beli sendiri dari toko material beberapa hari terakhir. Ia mengeceknya satu per satu hingga tiga kali. Setelah memastikan semuanya benar, ia memasukkan sampel-sampel bahan itu dalam kardus, lalu menutup dan melabelinya rapat-rapat dan mengantarnya ke Shen's Corp.

Mungkin karena baru sekali berkompetisi dengan lawan kelas atas seperti Shine Group, Tiffany Song jadi sangat cemas. Ia masuk ke mobil yang dikirimkan kantor lalu mengantarkan sendiri sampel-sampel bahan itu ke kantor. Ia juga menyerahkan USB yang di dalamnya tersimpan desain rancangan pada penanggung jawab di Song's Corp.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam ketika ia menyelesaikan semua urusan terkair. Akhirnya ia bisa pulang juga. Tiffany Song menunggu lift turun, dan lift pun dengan cepat langsung sampai ke lantainya. Kedua pintu terbuka, dan Tiffany Song masuk tanpa menyadari ada orang lain di dalamnya. Wanits itu memencet tombol lantai 1, lalu diam menunggu.

Melihat Tiffany Song masuk, Taylor Shen, yang dari tadi berada di dalam lift itu, langsung was-was. Tiffany Song kok tidak sadar ia ada di dalam lift ya? Suasana lift jadi agak canggung. Taylor Shen sengaja berbatuk dua kali, tetapi Tiffany Song tidak memberi respon apa-apa.

Sebenarnya Tiffany Song tidak patut disalahkan atas hal ini. Ini pertama kalinya ia mengurusi proyek sebesar ini, dan yang dihadapinya adalah Shine Group, yang notabene lawan yang sangat kuat. Setelah menyerahkan desain rancangan, Tiffany Song pasti sibuk memikirkan apakah desain rancangannya akan berhasil menang atau tidak. Semakin dipikirkan ia pasti semakin khawatir, dan semakin khawatir berarti ia semakin tidak berkonsentrasi, sampai-sampai tidak menyadari kehadiran Taylor Shen di lift.

Lift sudah sampai di lantai satu, namun Tiffany Song belum juga menyadari kehadiran Taylor Shen. Melihatnya buru-buru berjalan keluar, Taylor Shen tidak bisa menahan diri lagi. Ia berkata datar: “Tiffany Song!”

Mendengar namanya disebut, Tiffany Song langsung menoleh. Begitu melihat Taylor Shen, ia langsung terkaget-kaget, “Eh, halo CEO Shen, kebetulan sekali berpapasan denganmu. Kamu akhir pekan lembur nih?”

Taylor Shen menjawab: “Iya lah, mana bisa aku seperti orang-orang yang makan kemudian jalan-jalan ke pameran mobil itu.”

“……” Tiffany Song tersindir. Ia kemudian menunjuk pintu utama kantor, “CEO Shen, aku pergi dulu ya, sampai ketemu lagi!”

“Memang aku suruh kamu pergi?” tanya Taylor Shen tidak senang. Tiffany Song selalu berperilaku seperti tikus yang berjumpa dengan kucing setiap kali bertemu dengannya. Yang wanita itu pikirkan hanya kabur, kabur, dan kabur, memangnya dia seseram apa sih?

Tiffany Song tersenyum datar, “Kamu memang masih ada urusan denganku?”

“Menemani klien makan bareng itu urusan bukan?” Taylor Shen ikut keluar lift.

Tiffany Song ragu-ragu, tetapi akhirnya memutuskan ikut Taylor Shen. Pria ini sering sekali membawa-bawa nama klien untuk memanfaatkan dirinya, jadi tidak peduli seberapa kuat keinginannya untuk kabur dari pria itu, ia pasti selalu gagal. Taylor Shen berjalan kea rah sisi jalan.

Tiffany Song mengikuti setiap langkahnya. Tiffany Song tidak bisa menebak apa yang kira-kira ingin dilakukan pria itu, jadi ia hanya mengikutinya saja.

Persis di seberang gedung Shen’s Corp ada sebuah mal kelas atas. Mal itu dipenuhi barang-barang mewah nan mahal. Tiffany Song mengikuti Taylor Shen tanpa berkata apa pun. Begitu mereka berjalan melewati sebuah toko permen, mata Tiffany Song terhenti pada lolipop yang dipajang di depan toko. Matanya berbinar-binar seperti orang terpesona.

Melihat Tiffany Song berhenti mengikuti langkahnya, Taylor Shen menoleh. Wanita itu nampaknya sedang mengamati sesuatu di dalam toko permen. Ia menghampirinya, lalu begitu mengikuti arah pandangannya, ia menyadari Tiffany Song sedang memperhatikan lolipop yang bentuknya unik. Ia bertanya, “Kamu suka lollipop?”

Tiffany Song buru-buru membuang pandangannya dari lolipop itu lalu berkata canggung, “Tidak suka, aku pun bukan anak kecil lagi.”

Dari ekspresi Tiffany Song, Taylor Shen tahu wanita itu hanya di mulutnya saja bilang tidak suka. Sungguh wanita yang di mulutnya bilang iya tetapi di hatinya bilang tidak. Ia merespon: “Kalau tidak suka ngapain dilihat coba? Ayo jalan.”

Tiffany Song mengiyakan, lalu kembali berjalan di belakagn Taylor Shen. Baru tiga langkah, Tiffany Song kembali menoleh ke arah lolipop itu seolah tidak rela berpisah.

Taylor Shen pura-pura tidak lihat. Tiffany Song menarik pandangannya. Ia sebenarnya sangat suka lolipop. Waktu kecil dulu, setiap pulang kerja, ayah pasti selalu membawakan Lindsey Song sebatang lolipop. Ia tidak dibelikan dan hanya bisa melihat Tiffany Song menjilat-jilat lolipopnya dengan lezat.

Gigi Lindsey Song kemudian jadi rusak akibat terlalu sering makan lolipop. Ia tiap hari mengeluh sakit gigi. Tiffany Song merasa senang di atas penderitaannya. Untung ia tidak makan lolipop, jadi giginya tidak rusak dan penampilannya tidak jadi jelek. Meski berpikir begitu, ia sebenarnya dalam hati masih sangat ingin mencoba lolipop yang ayah bawakan pulang barang untuk sekali, tidak peduli apakah giginya akan rusak atau tidak.

Taylor Shen membawa Tiffany Song mengelilingi mal itu beberapa kali. Tiffany Song jadi pusing sendiri, dan Taylor Shen nampaknya masih belum menemukan juga restoran mana yang ingin dipilih. Ia tidak bisa menahan diri lagi, “Taylor Shen, kamu ini bisa memilih tidak sih? Di sini kan ada banyak restoran, tinggal pilih salah satu saja pasti bisa kenyang kok. Sudahlah jangan jalan lagi, oke?”

Taylor Shen memasukan satu tangannya dalam kantong celana seperti sudah puas mengisengi Tiffany Song. Ia kemudian berkata: “Kamu bisa pergi sekarang.”

Tiffany Song tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Dengan mata membelalak, ia bertanya kaget, “Kamu bukannya mau makan denganku?”

“Aku tidak lapar lagi sekarang, kamu pergi saja sana.” Pria itu kemudian berbalik badan dan berjalan ke arah jalan yang mereka lalui ketika datang ke mal tadi.

Novel Terkait

My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
3 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
3 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Mbak, Kamu Sungguh Cantik

Tere Liye
18+
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Wanita Pengganti Idaman William

Wanita Pengganti Idaman William

Jeanne
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu