You Are My Soft Spot - Bab 249 Siapa Rekanmu? (3)

Silver Eagle memencet obat oles ke jari. Saat mau mengoleskannya ke punggung Angelina Lian, bel pintu berbunyi. Si wanita mendongak menatap pintu dan menyuruh was-was: “Cek tuh siapa yang datang.”

Silver Eagle mengernyitkan alis sambil bangkit berdiri dan berjalan ke pintu. Melalui lubang untuk melihat tamu, ia bisa melihat seorang pria berdiri di depan. Raut wajahnya seketika berubah. Ia pernah melihat pria ini, itu adalah Taylor Shen. Kalau sampai melihat dirinya di sini, Taylor Shen pasti bakal langsung paham soal fakta kejadian tujuh tahun lalu. Ia berlari kecil balik ke Angelina Lian, “Taylor Shen ada di depan. Aku tidak boleh sampai dilihat dia.”

“Apa?” tanya si wanita sambil refleks duduk. Merasakan punggungnya nyeri lagi, ia menggeretakkan gigi untuk menahan. Ia menyuruh, “Cepat cari tempat untuk sembunyi. Tidak, dia pasti datang kemari dengan membawa kecurigaan dan bakal menelusuri seluruh sudut apartemenku. Kamu keluar dari balkon coba.”

“Hei nona, ini kita di lantai dua puluh dua. Kamu menyuruhku keluar dari balkon biar aku mati ya?” protes Silver Eagle.

“Kalau kamu bertahan di sini pun, kamu kemungkinan bakal mati,” bujuk Angelina Lian. Silver Eagle melempar obat oles ke meja teh dan mengeluh: “Kok aku bisa suka dengan wanita yang seperti ini sih?”

Si pria kemudian berjalan cepat ke balkon. Dua balkon di sana bersampingan. Ia melompatinya hingga sampai ke area ruang terbuka apartemen. Selanjutnya, pria itu bersembunyi sambil berbaring. Setelah Silver Eagle pergi, Angelina Lian merapikan sedikit piyama tidurnya. Ia sengaja membuka kancing atas biar terlihat menggoda, lalu pergi membuka pintu.

Taylor Shen melihat Angelina Lian membuka pintu dengan mata mengantuk seolah dibangunkan di tengah tidur. Ia mengernyitkan alis, “Mengapa baru buka pintu sekarang?”

“Aku tadi tidur. Kakak Keempat, ada urusan apa kemari?” tanya Angelina Lian sambil menutupi mulut yang tengahmenguap dengan tangan. Ia benar-benar terlihat seperti baru bangun tidur!

Taylor Shen melangkah masuk. Sudut matanya menangkap sepasang sepatu kulit pria di lorong masuk. Ia tetap berjalan tanpa memedulikannya. Pria itu menatap seluruh sudut ruang tamu apartemen Angelina Lian dan berusaha mencari jejak mencurigakan.

Di ruang tamu ada sebuah sofa yang keren dan megah karya desainer Italia. Sofa itu murni terbuat dari kain berkualitas tinggi. Dengan adanya sofa itu, ruang tamu yang aslinya sudah sangat berkelas jadi terlihat makin berkelas. Di meja teh ada sebuah obat oles yang tutupnya terbuka, untung bau pahitnya tidak merusak suasana ruangan. Mata Taylor Shen tertuju pada karpet di sebelah meja teh. Di karpet area situ ada jejak kaki pria.

“Lagi ada tamu?”

Angelina Lian mengikuti Taylor Shen di belakang. Ia deg-degan melihat sang kakak menoleh ke sana kemari. Wanita itu menggeleng, “Tidak, aku sendirian kok.”

“Terus itu sepatu pria yang ada di lorong punya siapa?” tanya Taylor Shen sambil berbalik badan dan menatap Angelina Lian lekat-lekat. Ia tidak mau melewatkan satu ekspresi pun yang muncucl di wajahnya.

Yang ditatap jelas makin gugup. Untungnya dia langsung terpikir sebuah alasan, “Oh, itu aku taruh untuk membuat gentar pencuri. Beberapa hari lalu ada perampokan di kompleks apartemen ini. Aku agak cemas karena tinggal sendirian, jadi aku taruh itu deh.”

Taylor Shen sungguh tidak percaya dengan alasan absurd ini. Ia dalam hati berkata…… Lanjutkan, lanjutkan halusinasimu.

Angelina Lian tahu alasan ini tidak mudah dipercaya, namun memang itulah yang terpikir olehnya pertama kali. Demi mengalihkan topik, ia bertanya, “Kakak Keempat, kamu sudah makan malam belum? Kalau belum, kamu lagi mau makan apa? Yuk aku masakkan.”

Taylor Shen tidak meladeni pertanyaannya. Ia melangkah ke balkon dengan diiikuti si tuan rumah. Di balkon, Taylor Shen menatap Angelina Lian dan bertanya: “Tujuh tahun lalu, pada hari pernikahan aku dan Tiffany Song, kamu berdiri di bordes tangga lantai dua dan menarik istriku untuk bicara. Kalian bicara apa?”

Si adik terhenyak. Taylor Shen menanyakan tragedi lama, apa dia sudah menemukan sesuatu? Ia waktu itu sudah memastikan berulang kali tidak ada satu bukti pun tertinggal di rumah kediaman keluarga Shen sih. Wanita itu menanggapi, “Aku sama sekali tidak ingat. Itu sudah sangat lama, apalagi aku sesudahnya terbaring di ranjang pasien bertahun-tahun.”

“Yakin tidak ingat?” tanya Taylor Shen dengan senyuman kecut.

“Iya, sungguh,” jawab Angelina Lian.

Taylor Shen tersenyum dingin, “Sudah selama ini, kamu masih tetap mau pura-pura bodoh? Tiara, kamu tahu mengapa selama tujuh tahun lalu aku sedikit pun tidak mau mengunjungimu? Kamu pikir yang kamu lakukan itu sempurna dan tidak menyimpan sedikit pun jejak apa?”

“Apa?” Nada bicara Angelina Lian agak bergetar. Taylor Shen dalam hati puas karena sudah berhasil mendesaknya.

Taylor Shen menuturkan uraian dengan dingin, “Setelah kamar aku dan Tiffany Song ditaruh ular, aku menyuruh Christian untuk memasang beberpaa kamera CCTV di villa sembunyi-sembunyi. Ada sebagian kamera yang tersambung langsung ke pusat kendali kamera CCTV vila, ada pula yang diawasi sendiri oleh Christiian. Salah satu kamera di ruang tamu memotret dengan jelas pemandangan di bordes tangga lantai dua. Kamu bukan didorong Tiffany Song, kamu menjatuhkan dirimu sendiri.”

Sepasang kaki Angelina Lian langsung terasa lemas “ditembak” begini. Ia tidak bisa mendeskripsikan suasana hatinya sekarang, yang jelas ia panik. Wanita itu menggeleng, “Tidak, bukan begitu. Kakak Keempat, aku tidak menjatuhkan diri sama sekali, aku didorong Tiffany Song……”

“Sekarang kamu jatuh sendiri atau tidak sudah tidak penting lagi. Yang aku mau bicarakan adalah poin ini…… siapa rekanmu?” tanya Taylor Shen dengan keras biar sang lawan bicara makin gentar.

“Tidak ada rekan. Kakak Keempat, kamu kok menuduhku yang aneh-aneh sih? Setidak suka apa pun aku pada Kakak Ipar Keempat, aku juga tidak bakal mempertaruhkan nyawaku sendiri buat bercanda.” Angelina Lian akhirnya paham, Taylor Shen datang kemari untuk menginterogasi dirinya.

“Kamu memang tidak mempermainkan nyawamu sendiri. Kamu hanya ingin mencari cara buat memenjarakan Tiffany Song. Setelah dipenjara, kalian bia membawa dia pergi diam-diam. Betul kan?” desak Taylor Shen lagi. Hal-hal yang dulu tidak ia pahami kini sudah dia mengerti.

“Kakak Keempat, memang apa kebaikan yang aku terima kalau aku berbuat begini padamu? Aku adikmu, kalau kakak iparku dipenjara aku juga pasti bakalan sedih dan frustrasi. Aku sendiri pun jadi terbaring di ranjang selama tujuh tahun. Jadi, apa baiknya aku melakukan ini?” tanya Angelina Lian. Ia dalam hati marah-marah pada langit karena selalu tidak berpihak padanya. Kalau dia tidak terluka parah, kalau dia tidak terbaring di ranjang rumah sakit selama tujuh tahun, bagaimana mungkin dia melewatkan momen emas untuk masuk ke hati si pria?

Taylor Shen mengernyitkan alis. Waktu itu ia gagal menemukan motif Angelina Lian karena dia adalah Tiara. Dengan kata lain, ia tidak mencurigai Tiara karena dia tidak punya kepentingan untuk menyakiti Tiffany Song. Yang jadi masalah, bagaimana kalau dia bukan Tiara? Bukankah motifnya untuk menyakiti Tiffany Song langsung bisa ada?

Hati Taylor Shen berdesir. Ia mengamati wajah Angelina Lian. Meski sama-sama puny amata sipit, namun perawakannya tidak begitu mirip dengan dirinya dan Wayne Shen. Mengapa waktu itu dia bisa percaya wanita itu memang benar Tiara?

Sepertinya sejak sempat mengira Tiffany Song sebagai Tiara, Taylor Shen sudah memiliki semacam keyakinan yang salah nalar. Keyakinan itu adalah “asalkan bukan Vero He, siapa pun boleh saja jadi Tiara”. Waktu itu, ia membawa sampel rambut Vero He ke Amerika untuk dites. Tiffany Song memang bukan Tiara.

Setelah pengecekan itu, ia diberitahu Jordan Bo bahwa Karry Lian sudah menukar sampel rambut Stella Han sebelum ia bawa ke Amerika. Jadi, Karry Lian pasti tahu siapa sebenarnya yang merupakan Tiara.

Setelah salah mengira Tiffany Song sebagai Tiara, mereka lalu malah mengira Angelina Lian sebagai Tiara. Waktu itu Angelina Lian langsung kehilangan kendali emosi dan memeluk tangannya erat-erat. Ketika dicek di Amerika, hasil tes memang menunjukkan Angelina Lian adalah Tiara. Taylor Shen tidak merasa curiga sama sekali.

Selain dengan menjungkirbalikkan kesimpulan ini, ia tidak akan bisa memikirkan motif Angelina Lian menyakiti Tiffany Song.

Memikirkan ini, tatapan Taylor Shen makin lama jadi makin tajam. Ia buka suara lagi: “Tiara, ada sesuatu yang mungkin kamu sampai sekarang belum tahu. Kamera CCTV rumah kediaman keluarga Shen pernah diretas. Mungkin karena waktunya mepet, si peretas agak teledor dan membuat rekaman yang ditampilkan dua kamera CCTV punya jam yang tidak sinkron. Pada malam waktu Tiffany Song dibawa polisi, aku melihat sendiri penampilan si peretas itu. Nanti, saat aku sudah tahu motifmu, kamu tidak akan bisa melepaskan kaitan dirimu dengan orang itu. Semoga pada waktunya nanti kamu masih bisa berdiri di depanku dan terus bilang kamu tidak tahu menahu soal semua ini.”

Setelah kelar berucap, Taylor Shen berbalik badan dan berjalan ke pintu.

Angelina Lian terdiam di tempat. Sekujur tubuhnya terasa kaku, punggungnya berkeringat dingin. Taylor Shen sudah mulai curiga pada dirinya, ia harus apa? Bagaimana dia bisa memusnahkan kecurigaan ini sampai ke akar-akarnya?

Brak! Pintu ditutup. Sepasang kaki Angelina Lian seketika terasa lemas. Wanita itu terduduk lemah di lantai.

Taylor Shen berjalan keluar gedung apartemen. Sebelum masuk mobil, ia menoleh sekilas ke gedung yang barusan ia masuki. Matanya menyipit. Dari dulu ia tidak curiga Angelina Lian bukan Tiara, namun sekarang ia mau tidak mau dan suka tidak suka harus curiga.

Asal bisa membuktikan Angelina Lian bukan Tiara, semua masalah jadi jauh lebih terang. Kalau kejadian pengeditan rekaman kamera CCTV lalu plus semua yang terjadi belakangan ini benar-benar berhubungan dengan Angelina Lian, ia kira-kira harus memberikan hukuman apa ya yang pantas?

Taylor Shen berbalik badan lagi dan masuk mobil. Mobil sedetik kemudian meluncur keluar kompleks apartemen. Taylor Shen lalu merogoh ponselnya dan menelepon sebuah nomor. Setelah terdengar nada dering tiga kali, telepon di angkat dan di seberang terdengar komplain Shadow, “Tuan Muda Keempat Shen, menganggu orang tidur itu cari masalah loh.”

“Shadow, aku ingin meminta tolong sesuatu.”

“Belum cukup ya kamu merepotkanku? Cepat katakan, setelah kamu selesai bicara aku mau lanjut tidur,” balas Shadow tidak sabaran.

Taylor Shen melipat dahi tidak senang, namun tidak meladeni keluhannya. Ia langsung saja mengungkapkan permintaan: “Aku beri kamu waktu satu hari untuk mendapat sampel rambut Angelina Lian. Ingat, kerjakan dengan halus dan jangan sampai dia sadar rambutnya dicabut.”

“Tuan Muda Keempat Shen, tugas-tugas yang kamu berikan makin lama makin absurd. Kalau kamu mau sampel rambut dia, memang tidak bisa ya ajak dia tidur terus cabut sendiri? Mengapa harus minta aku yang diam-diam cabut sih?” Hati Shadow sangat tidak senang. Ia selalu saja disuruh mengerjakan hal-hal yang serba diam-diam. Kemampuan dia jauh lebih dari itu, mengapa tidak dikasih tugas yang lebih penting sih?

“……” Taylor Shen terdiam, lalu menambahkan: “Besok sore, beri sampel rambutnya padaku. Sudah ya.”

Sebelum Shadow keburu protes lagi, Taylor Shen sudah mematikan telepon. Pria yang diganggu saat tidur itu melempar ponsel ke sisi samping ranjang dan menjambak rambutnya sendiri. Ia lalu balik badan dan lanjut tidur.

Taylor Shen kembali melajukan mobil ke Sunshine City. Baru masuk parkiran dan belum berhenti, ia melihat sesosok bayangan kecil berlari kencang ke sebelah mobil. Itu bayangan Jacob Shen. Anak lucu itu bertanya: “Papa, papa, Peanut balik bareng kamu ya?”

Setelah Taylor Shen menghentikan mobil sepenuhnya dan sudah turun, Jacob Shen bahkan menengok isi mobil sekilas. Mengetahui sang papa pulang sendirian, anak itu cemberut dan bertanya dengan penuh rasa bersalah, “Papa, apa Peanut pergi gara-gara aku? Mengapa kamu seperti ini?”

Taylor Shen mengernyitkan alis melihat penampilan anaknya. Anak itu hanya pakai satu baju tipis dan bertelanjang kaki. Ia menggendongnya, “Pakaianmu hanya begini kok malah lari-lari keluar sih? Tidak takut dingin?”

Jacob Shen tidak gentar meski sekarang berada dalam posisi digendong. Anak itu bertanya lagi: “Papa, Peanut pasti pergi gara-gara aku ya? Papa, aku dan Peanut sangat akrab, jadi tolong kembalikan dia. Kamu tenang saja, saat kamu tua aku dan Peanut pasti akan berbakti padamu. Kamu tidak akan dimasukkan ke panti jompo.”

Pertanyaan dan pernyataan lugu itu dijawab pelukan yang dilepaskan Taylor Shen. Jacob Shen langsung terduduk di bawah. Ia menatap papanya dengan was-was, lalu bangkit berdiri dan kembali mengejar jawaban, “Papa, kamu belum jawab aku.”

Taylor Shen jadi pening dikejar-kejar begini. Ia membalas dingin, “Tutup mulut, sekali lagi bicara mau aku kirim balik ke Prancis?”

Jacob Shen menunduk karena takut dengan ancamannya. Anak itu segera menutup mulut dan membuat gerakan menarik resleting di sana seolah tengah mengunci mulut. Tetapi, diam itu tidak berlangsung lama. Tidak sampai lima detik kemudian, Jacob Shen kembali bertanya karena benar-benar ingin tahu: “Papa, Peanut masih akan kembali kan?”

Taylor Shen tidak menjawab dan melangkah ke vila begitu saja. Belum jauh ia melangkah, sudut matanya melihat Jacob Shen mengusap mata yang berkaca-kaca. Hatinya langsung iba. Ia akhirnya menjawab dengan satu kalimat pendek, “Dia akan kembali.”

Novel Terkait

Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Istri ke-7

Istri ke-7

Sweety Girl
Percintaan
5 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Mr Huo’s Sweetpie

Mr Huo’s Sweetpie

Ellya
Aristocratic
4 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu