You Are My Soft Spot - Bab 278 Apa Kamu Bakal Selingkuh? (2)

Fabio Jin terdiam di tempat mengamati bayangan tubuh yang menjauh. Hatinya tiba-tiba merasa bersalah, semua ini ada campur tangan kesalahannya. Tadi sore, ia sempat bercerita tentang pertemuan mereka pada James He ketika berpapasan di kantor. James He bertanya siapa yang merencanakan, lalu dirinya dengan lantang menjawab, “Vero He yang jadwalkan.”

Setelah menjawab begitu, Fabio Jin sempat merasa wajah James He jadi tidak beres, namun tidak berpikiran macam-macam. Sekarang, kalau dipikir-pikir, saat itu James He pasti sudah menebak siapa wanita yang dijadwalkan bertemu dengannya oleh Vero He. Haduh!

……

Taylor Shen tiba di Sunshine City nyaris pukul sembilan malam. Saat menukar sepatu di lorong jalan, ia menyadari ada sepasang sepatu wanita di sana. Hatinya langsung gembira. Dasar wanita itu, bilangnya mau bermalam di rumah kediaman keluarga He, eh tahunya tanpa dijemput malah balik sendiri kemari.

Kejutan ini membuat Taylor Shen jadi sangat rileks. Setelah berganti sepatu, ia masuk ke ruang tamu dan memerintah, “Bibi Lan, tolong seduhkan kopi buatku.”

Bibi Lan ada di dapur. Mendengar suara mesin mobil di pekarangan tadi, ia sudah langsung tahu Taylor Shen pulang. Wanita itu segera mengambil kopi yang sudah disiapkan dan memberikannya pada wanita di sebelahnya: “Kamu antar kopi ke Tuan. Jangan bicara macam-macam, langsung balik dapur setelah antar.”

Wanita yang disuruh itu mengangguk patuh. Setibanya di runag tamu, ia melihat seorang pria tampan yang tengah menonton berita ekonomi. Dengan gugup, ia menundukkan kepala dan menaruh kopi di meja teh dengan sopan: “Tuan, selamat menikmati kopimu.”

Tiba-tiba mendengar suara yang tidak familiar, Taylor Shen refleks memindahkan mata dari layar televisi ke wajah si pemilik suara. Ia juga tanpa sadar memanggil, “Tiffany Song……”

Ketika sepasang matanya sudah fokus ke objek yang baru, Taylor Shen baru menyadari wanita di depannya itu hanya mirip dengan Tiffany Song. Itu bukan Tiffany Song yang sebenarnya!

Si pria mengernyitkan alis. Penghuni rumah bertambah satu orang, mengapa dia tidak diberi tahu apa-apa? Ia bertanya, “Kamu siapa? Bagaimana bisa kamu ada di sini? Bibi Lan!”

Mendengar pertanyaan Taylor Shen dari ruang tamu, Bibi Lan berjalan cepat menghampirinya. Melihat raut wajah bosnya yang tidak senang, ia segera memberi penjelasan: “Tuan, dia keponakanku. Rumahnya rusak diterjang banjir satu mingguan lalu. Ia punya banyak tanggungan dan harus memperbaiki rumah, jadi datang ke Kota Tong untuk bekerja. Berhubung tidak punya uang untuk sewa tempat tinggal, dia izin menetap di sini beberapa hari.”

Setelah mendapat penjelasan dari Bibi Lan, Taylor Shen kembali mengamati wanita itu. Dilihat sekilas, dia benar-benar punya sedikit kemiripan dengan Tiffany Song. Tetapi, kalau dilihat dengan seksama, sebenarnya tidak ada kemiripan sama sekali.

Takut menatap langsung Taylor Shen, si wanita terus mengarahkan mata ke lantai dengan canggung. Jantungnya berdebar kencang karena takut dimarahi atau bahkan diusir.

Bibi Lan sudah bekerja bertahun-tahun di Sunshine City. Ia seorang pekerja yang setia dan rajin. Keponakannya ingin tinggal di sini beberapa hari, Taylor Shen sedikit pun tidak tega untuk menolak. Pria itu kembali menatap televisi sambil berkata: “Tidak masalah, tetapi ingat dia hanya boleh beraktivitas di lantai satu. Dia tidak boleh naik ke lantai dua.”

Bibi Lan tidak menyangka bosnya setuju. Dengan senang, ia mengangguk, “Baik, aku tidak akan mengizinkan dia naik ke lantai dua dan mengganggu Tuan serta Nyonya.”

“Ya sudah, sana pergi.” Taylor Shen tidak menatap wanita itu lagi.

“Luna Bai, ucapkan terima kasih pada Tuan,” kata Bibi Lan pada si wanita.

Luna Bai menatap Taylor Shen malu-malu: “Terima kasih Tuan!”

Si bibi menarik Luna Bai kembali ke dapur. Di sana, ia menegaskan lagi pesan si tuan, “Aku tidak menyangka Tuan bisa dibujuk semudah ini. Aku sangat lega ketika dia bilang boleh-boleh saja kamu tinggal di sini. Kamu ingat ya, kamu tidak boleh naik ke lantai dua. Paham?”

“Paham. Terima kasih Bibi Lan. Aku tidak akan pernah melupakan jasamu seumur hidup.” Saking bersyukurnya, Luna Bai bahkan terpikir untuk bersuju di depan Bibi Lan.

Bibi Lan membuang nafas panjang, “Dasar, berlebihan sekali. Aku merasa senang kok bisa mempertemukan kamu dan anakmu lagi. Tetapi, untuk sementara waktu kamu jadi pembantu rumah tangga yang polos ya. Setelah Tuan Muda Kecil mulai terbiasa dengan kamu, barulah kamu boleh mengungkit soal dia pada Tuan Muda.”

“Iya,” angguk Luna Bai patuh.

“Satu lagi hal yang harus diingat baik-baik, jangan buru-buru mendekati Tuan Muda Kecil karena itu akan memancing kecurigaan Tuan dan Nyonya. Terus, jangan juga bicara apa pun pada Tuan Muda Kecil. Anak itu dibesarkan oleh Tuan Muda, jadi dia punya perasaan yang mendalam padanya. Sekalinya motifmu datang kemari ketahuan olehnya, kamu pasti bakal ditendang keluar dan tidak boleh datang lagi. Mengerti kamu?” tambah Bibi Lan begitu teringat ini.

Luna Bai mengangguk lagi. Melihat si wanita lama-lama jadi gugup karena terus diberi pesan, ia tidak menambahkan wejangan lagi. Ia mengajaknya pergi: “Ayo ikut, aku bawa kamu kamu ke kamar yang sudah disiapkan.”

Luna Bai mengikuti Bibi Lan berjalan keluar dapur. Ketika mereka melewati ruang tamu, Taylor Shen sudah tidak ada di sana lagi. Wanita itu melirik sekilas segelas kopi yang tidak disentuh sama sekali oleh si pria. Ia mengernyitkan alis, namun dengan segera mendatarkan kembali wajah. Mereka pun terus berjalan hingga kamar asisten rumah.

Taylor Shen melewati kamar tidur anak ketika ingin kembali ke kamar. Langkahnya terhenti sejenak. Ia membuka pintu pelan-pelan, lalu menjumpai hanya dua lampu meja yang menyala di dalam.

Ia menghampiri ranjang dengan berjinjit. Jacob Shen tidur di sana dengan air liur yang menetes membasahi bantal guling.

“……”

Si ayah mengamati si anak sejenak, merapikan spreinya, dan kembali ke kamar tidurnya.

Sehabis mandi, Taylor Shen kembali teringat ciuman di telepon tadi siang. Tubuhnya tergerak untuk melakukan sesuatu. Tanpa memedulikan air di rambut yang masih terus menetes, ia duduk di sisi ranjang, mengambil ponsel, dan menelepon Vero He.

Nada sambung berbunyi beberapa kali, namun telepon tidak juga diangkat. Si pria pun mengernyitkan alis. Setiap kali Vero He tidak langsung mengangkat telepon, hatinya pasti langsung terakhir. Ia pun mengambil jam tangan yang ditaruh di kepala ranjang. Ini jam tangan baru yang punya satu fungsi spesial, yakni bisa mengecek keberadaan Vero He kapan pun dan di mana pun.

Setelah Taylor Shen menekan sebuah tombol, permukaan jam berubah jadi sebuah komputer super mini yang langsung menelusuri keberadaan Vero He. Keberadaan si wanita bisa dideteksi dari kalung yang ia berikan padanya. Teknologi yang ada di kalung itu lebih canggih daripada kalung yang pernah diberikan James He.

Kalau yang diberikan James He, Vero He harus menekan sebuah tombol untuk menyetujui permintaan pelacakan lokasi. Kalau yang diberikan Taylor Shen ini, sistem bisa langsung bekerja tanpa ada persetujuan.

Sepuluh detik kemudian, jam sudah menampilkan lokasi Vero He. Melihat wanitanya berada di rumah kediaman keluarga He, Taylor Shen membuang nafas lega. Untung dia tidak kenapa-kenapa! Pria itu mengambil ponsel lagi dan kembali menelepon Vero He. Setelah nada dering tiga kali, orang yang ditelepon akhirnya mengangkat.

“Lagi apa? Mengapa baru angkat telepon sekarang?” tanya Taylor Shen dengan agak kesal.

Vero He menjawab dengan masih mengenakan handuk kimono: “Aku tadi habis mandi. Ada urusan apa meneleponku?”

“Kangen kamu,” jawab si pria. Membayangkan wanita itu biasanya ada di kamar tempat dirinya berada sekarang ini, Taylor Shen jadi tambah kangen lagi.

Telinga Vero He memerah karena tersipu. Ia meledek: “Kita berpisah belum sampai dua puluh empat jam loh.”

“Bagiku, satu detik berpisah denganmu saja rasanya sudah seperti bertahun-tahun. Kamu kangen aku tidak?” gombal Taylor Shen. Si pria sungguh ingin punya sayap biar bisa langsung mendatangi Vero He saat ini juga. Kalau pun hanya bisa melihatnya hanya untuk sekejap mata, ia akan tetap merasa sangat senang daripada tidak melihatnya sama sekali.

Vero He gigit-gigit bibir dengan hati terenyuh. Ia membalas dengan senyum: “Mana mungkin seberlebihan itu?”

“Sungguh! Bagaimana kalau aku sekarang ke sana dan jemput kamu? Aku ingin membuktikan rasa rinduku.” Berucap begini, Taylor Shen merasa cara ini boleh juga. Ia pun langsung bergegas ke ruang pakaian.

Di sana, Taylor Shen mengambil sebuah kemeja, sebuah celana santai, dan sebuah mantel berwarna gelap. Ia kemudian balik ke kamar tidur lagi.

“Tidak usah, sudah malam. Jangan kemari kamu, cepatlah tidur.” Suasana hati si wanita hari ini tidak begitu baik, jadi ia agak malas bertemu si pria. Perselingkuhan kakak benar-benar sudah membuat suasana hatinya jadi gelap.

Ditolak mentah-mentah oleh Vero He, Taylor Shen tetap bertekad untuk pergi ke rumah kediaman keluarga He. Ia mematikan telepon, berganti pakaian, dan mengambil mobil. Berhubung pukul setengah sepuluh lebih jalanan sangat sepi, pria itu jadi bisa mengemudi dengan kencang. Setengah perjalanan berlalu, ia memutuskan mampir ke sebuah toko bunga untuk membeli sebuket bunga bagi Vero He.

Setelah bunga dibungkus, si pria melihat-lihat toko sebelah dan menemukan sebuah boneka. Ketika mengambilnya, entah apa yang tidak sengaja kesentuh, boneka tiba-tiba menyanyikan sebuah lagu anak-anak. Tubuh boneka itu juga bergerak-gerak sepanjang lagu diputar. Taylor Shen merasa si boneka sangat lucu dan memeluknya erat-erat.

Salah satu petugas toko melihat tingkah si pria tinggi besar yang memeluk boneka. Ia pun bercerita soal boneka ini pada si pria: “Tuan, boneka yang ini bisa merekam suara. Kamu bisa menyampaikan pesan apa pun pada penerima boneka melalui dia.”

Taylor Shen mengangguk paham. Ketika mengalihkan pandangan dari boneka, matanya melihat sebuah keranjang bayi biru berukuran kecil. Di ujung-ujung keranjang itu, ada tiga balon terpasang dengan warna berbeda-beda. Si pria menaruh boneka di keranjang, lalu…… dia merasa keduanya sangat serasi!

Terbayang nada bicara Vero He di telepon tadi, ia merasa suasana hati si wanita tidak begitu baik. Kalau diberi bunga dan boneka, kira-kira akan baikan tidak ya?

Taylor Shen memutuskan membeli boneka beserta keranjang bayi tadi. Ia keluar dengan satu tangan memegang buket bunga dan satu tangan lagi memegang keranjang bayi berisikan boneka. Di dalam mobil, pria itu menaruh semuanya di kursi penumpang depan dan melanjutkan perjalanan ke rumah kediaman keluarga He.

Setengah jam kemudian, mobil Taylor Shen berhenti di depan tempat tujuan. Sembari membawa barang-barang yang tadi dibeli, ia melangkah ke pos satpam dan menyuruh salah satu penjaga di sana menyerahkan semuanya untuk Vero He. Yang disuruh mengangguk patuh dan segera menjalankan perintah.

Di ruang tamu, si penjaga bertemu Bibi Yun dan menyuruh si bibi untuk memberikannya pada Vero He. Ketika Bibi Yun bertanya dari siapa semuanya, pria itu hanya bilang, “Nanti Nona He juga tahu sendiri.”

Bibi Lan membawa hadiah-hadiah itu ke lantai atas. Ia mengetuk pintu kamar tidur si bos, lalu melangkah masuk.

Vero He daritadi tengah membaca buku, namun satu kata pun tidak masuk ke otaknya karena sedang kacau. Melihat kedatangan Bibi Yun, ia jadi teringat soal Erin yang dibawa pergi oleh kakak dan belum balik juga sampai sekarang. Ia seketika canggung sendiri.

“Nona He, satpam memberikanmu ini. Katanya sih kamu pasti tahu sendiri siapa yang beri,” tutur Bibi Lan sambil menyodorkan keranjang bayi beserta boneka di dalamnya pada Vero He. Wanita itu lalu menaruh buket bunga ke kepala ranjang.

Si wanita melihat-lihat dua barang yang diterimanya tiba-tiba begini. Ia lalu mengangkat boneka yang ada di dalam keranjang dan menggendongnya. Sama seperti Taylor Shen tadi, ia tidak sengaja menekan sebuah tombol. Boneka pun mengeluarkan suara nyaring sambil bergerak-gerak bagai bayi yang berusaha menari.

“Di dalam kolam, ada seekor kodok yang melompat kesana-kemari tiap saat. Tatapannya yang tampan mengalahkan tatapan semua kodok yang ada di sana. Akan ada satu hari di mana dia bakal dicium oleh seorang putri kerajaan.”

Melihat tarian boneka yang lucu, suasana hati Vero He jadi jauh lebih membaik.

Bibi Lan berdiri di sebelah dan berkomentar: “Hadiah ini unik sekali, entah siapa yang seniat ini mengirimkan hadiah buatmu malam-malam.”

Novel Terkait

Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Kembali Dari Kematian

Kembali Dari Kematian

Yeon Kyeong
Terlahir Kembali
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu