You Are My Soft Spot - Bab 220 Taylor Shen, Aku Benci Kamu

Kamar hotel sunyi senyap. Fabio Jin menunduk menatap wanita dalam pelukannya tertidur lelap, lalu sudut matanya tidak sengaja menangkap kaki kotor dia. Ia menaruh bantal sofa untuk mengganjal kepala Vero He, lalu pergi ke kamar mandi.

Berselang beberapa saat, ia kembali dengan baskom berisi air hangat. Pria itu berjongkok di hadapan Vero He, lalu mengangkat kakinya masuk baskom. Kehangatan yang tiba-tiba muncul membuat si wanita gerak-gerak seolah tidurnya terganggu. Setelah memastikan Vero He hanya mengubah posisi tidur dan tidak terbangun, ia membuang nafas lega.

Beberapa menit berlalu, Fabio Jin merasa kaki Vero He sudah kembali bersih lagi. Kakinya putih dan mulus sampai ia tidak tahan untuk tidak mengelusnya sebentar. Si pria kemudian membasuh kaki Vero He hingga kering, lalu membopongnya ke kamar tidur.

Tidur wanita itu lelap sekali, sedikit pun terbangun bahkan tidak. Fabio Jin membaringkan Vero He di kasur dengan bantal sebagai sandaran kepala. Ia menyadari mulut si wanita sedang menggumamkan sesuatu, entah apa kata-katanya.

Fabio Jin mendekatnya telinganya ke mulut Vero He, lalu baru paham apa yang ia gumamkan. Sekujur tubuhnya kaku dan wajahnya jadi muram. Setelah satu menit berlalu, ia memberikan kecupan di jidatnya dan berujar lembut, “Vero He, istirahat baik-baik.”

Pintu kamar ditutup dan Vero He pun sendirian. Masih dalam keadaan mengingau, bibir wanita itu melontarkan sebuah kalimat, “Taylor Shen, aku benci kamu……”

Langit sudah gelap ketika Vero He bangun. Kamar sangat hening, bahkan bila ada jarum jatuh di sana suaranya pun bakal terdengar. Si wanita duduk, matanya perlahan beradaptasi dengan kegelapan di sana.

Vero He mencoba mengingat-ingat semua yang terjadi tadi sore. Ia emosional setelah melihat isi laporan penyelidikan, lalu berucap sesuatu dengan Taylor Shen. Teringat wajah lawan bicara yang langsung pucat, ia menjambak rambut kesal. Ia seharusnya tidak mengatakan itu.

Itu rahasia terbesarnya. Semua yang berhubungan dengan Anna pasti akan menimbulkan kepedihan di hati, sayangnya ia malah mengungkapkannya.

Vero He menarik nafas panjang. Ia belum membuat Taylor Shen kehilangan segalanya, lantas mengapa memberitahunya soal Anna sekarang? Untuk menenangkan pikiran, Vero He turun dari ranjang dan berjalan ke sisi jendela dengan kaki telanjang. Dari sana ia bisa melihat pemandangan malam yang indah dan penuh lampu, sayang suasana hatinya tidak terlalu membaik.

Tik! Terdengar suara pintu dibuka. Vero He bergegas ke sana dan menjumpai bayangan pria tinggi besar tengah berjalan di lorong jalan. Sedetik kemudian, kamar hotel langsung terang benderang.

Vero He mengedip-ngedipkan mata karena kesilauan.

Fabio Jin masuk dengan tangan membawa bungkusan makanan. Melihat Vero He berdiri di sisi jendela, ia bertanya lembut: “Sudah bangun?”

Setelah bisa beradaptasi dengan penerangan kamar, Vero He akhirnya bisa melihat dengan jelas sosok pria tampan yang datang. Ia langsung agak canggung. Ini bukan pertama kalinya Fabio Jin melihatnya menangis hebat. Penampilannya saat menangis di depannya pasti sangat jelek!

Si pria menaruh makananan di meja teh dan mengamati wajah si wanita yang canggung. Ia dalam hati menebak, Vero He pasti tidak enak hati karena sudah menangis hebat di depannya. Ketika menunduk, ia baru sadar Vero He tidak memakai sendal kamar. Pria itu menegur: “Turun dari ranjang kok tidak pakai sendal?”

Sambil mengambilkan sendalnya, Fabio Jin berkomentar lagi, “Dokter-dokter saja bilang kunci dari tetap sehat saat udara dingin ada di kaki. Jaga baik-baik kakimu, maka kamu tidak akan mudah sakit dalam situasi begini.”

Vero He jadi merasa makin canggung. Tadi Taylor Shen dia tegur saat tidak pakai sendal, mengapa sekarang dirinya melakukannya juga? Mendengar ocehan Fabio Jin, ia baru merasa kakinya dingin dan hidungnya gatal. Ia tiba-tiba bersin sekali.

Fabio Jin meledek: “Tuh kan, baru aku bilang, kamu sudah langsung pilek. Pakai sendalmu.”

Si pria berjalan menghampiri Vero He, lalu menaruh sendal di depannya. Selama si wanita memakai sepatu, Fabio Jin terus menahan bahunya biar tidak kehilangan keseimbangan. Setelah selesai, dia baru melepaskan tangan dan berkata: “Ini aku pesankan makanan. Makanlah sedikit, seusai makan aku antar kamu pulang.”

Vero He melihat wajah Fabio Jin. Ini pria yang sangat gentle. Ia tidak merasa diberi tekanan apa-apa, malahan jadi sangat rileks dan santai. Ia mengangguk, “Terima kasih, lagi-lagi aku menganggu kamu kerja.”

“Tidak usah sungkan seperti sama orang luar. Sebuah kehormatan besar bagiku bisa melayani wanita!” jawab Fabio Jin dengan mengedipkan sebelah mata.

Vero He terhibur dengan ledekannya. Ia berjalan ke sofaf dan duduk, lalu Fabio Jin membukakan makanannya. Makanan yang dibawakan ternyata dimsum Hongkong. Ada dimsum kulit pangsit, ada pula ceker ayam. Semuanya harum.

Vero He bertanya heran, “Bagaimana kamu tahu aku suka ini?”

“Hati kita kan terhubung,” ledek Fabio Jin lagi. Melihat lawan bicaranya terhenyak, ia memberi jawaban jujur: “Tidak bercanda lagi ah. Waktu itu aku pernah ke restoran Hongkong dengan James He, terus dia bilang kamu suka makan dimsum. Berhubung suasana hatimu tidak baik, aku sengaja membelikan dimsum biar baikan.”

“Terima kasih.” Vero He tidak menyangka Fabio Jin seperhatian ini padanya.

“Cara terima kasihnya adalah menghabiskan semua yang aku beli ini. Kamu kurus begitu, aku jadi takut kamu bisa tertiup angin.” Fabio Jin mengambil piring kecil dan menaruh sepotong dimsum kulit pangsit di situ, “Makanlah.”

Vero He mengangguk lalu makan dengan lahap. Setelah ini si pria akan mengantarnya balik ke rumah kediaman keluarga He, jadi keduanya pun bergegas keluar hotel. Angin luar berhembus cukup kencang sampai rambut Vero He tertiup-tiup.

Si pria gentle melepaskan mantel dan memberikannya ke Vero He. Melihat James He sendiri hanya pakai satu kemeja biru, ia menolak pemberiannya, “Aku tidak kedinginan. Kamu pakai saja, jangan sampai flu.”

Fabio Jin mengambil mantel itu lagi dan sekalian memakaikannya di tubuh Vero He. Ia lalu tertawa, “Jangan menolak aku, aku pria, aku tidak butuh.”

Vero He membuang nafas terpaksa. Ya sudah lah, ini pria ciri khasnya memang gentle kan? Petugas parkir dengan segera memindahkan mobil Fabio Jin ke lobi. Si pria membukakan pintu untuk Vero He lalu baru masuk ke kursi supir.

Mobil melaju meninggalkan hotel. Tanpa disadari, di balik taman depan hotel ada seorang pria misterius yang tersembunyi. Pria itu menunduk dan mengecek hasil fotonya sekali lagi. Foto yang bagus! Ia pun mengangguk puas dan bergegas pergi.

……

Fabio Jin menyetir mobil masuk rumah kediaman keluarga He. Vero He menatapnya heran. Dulu-dulu hanya diantar sampai ke depan, kok tumben hari ini sampai masuk? Ada urusan atau bagaimana?

Setelah menghentikan mobil, Fabio Jin tersenyum tipis: “Mengapa melihatku begini? Aku jadi merasa tidak disambut nih.”

Vero He membuang muka dan membalas: “Ih apaan sih, ayo masuk dan duduk sebentar.”

“Baiklah, sesuai permintaan.” Fabio JIn mematikan mobil, turun, dan berjalan masuk vila bersama Vero He. Para anggota keluarga He semua ada di rumah. Melihat keduanya berjalan masuk, wajah Felix He langsung senang. Ia berdiri dan menyambut, “Eh Fabio Jin datang, ayo duduk. Sudah makan malam kalian?”

“Sudah, tadi baru saja makan. Maaf tiba-tiba datang tanpa mengabarkan begini, Paman,” ujar James He.

“Tidak masalah, keluarga He dan keluarga Jin kan teman dekat. Kalian memang harus sering-sering jalan bareng begini biar makin saling dekat. Vero He, kamu juga duduk yuk di sini.” Faelix He buru-buru menghentikan putrinya sebelum duluan naik ke lantai atas.

Mata Vero He masih agak sembab. Ia terus menunduk biar Felix He tidak menyadarinya. Sayangnya si ayah juga tahu, tetapi memilih berpura-pura tidak lihat dan fokus menyambut Fabio Jin.

Vero He duduk di sebelah James He. Fabio Jin beramah-tamah dengan semua anggota keluarga, lalu duduk di sofa tunggal. Melihat penampilan Fabio Jin yang cukup menarik, Nyonya He dalam hati tidak begitu senang. Sebentar lagi Angela He sudah tiga puluh tahun, tetapi belum ada pasangan baru juga. Ia gusar, yang urusan perjodohannya sangat diperhatikan oleh Felix He kok hanya Vero He sih?

Meski begitu, ia tidak bisa marah-marah dan hanya bisa menyuruh Angela He lebih aktif lagi mencari pasangan. Tahu sendiri, putrinya ini tidak mudah menunjukkan kesukaannya di depan umum. Duduk di mana pun Angela He merasa tidak nyaman, melihat siapa pun juga begitu. Haduh, memang ribet anak ini!

James He melihat Vero He yang terus menunduk. Belakangan ia sepertinya sedang banyak masalah, hatinya selalu iba setiap kali Vero He pulang dengan mata sembab. Lima tahun ini, adiknya itu tidak pernah menangis di hadapan mereka. Sejak Taylor Shen kembali, frekuensi menangisnya semakin lama semakin banyak, terus selalu pura-pura tidak terjadi apa-apa pula.

“Fabio Jin, jawab pertanyaanku yang jujur ya. Menurutmu, Vero He bagaimana?” Lama bekerja di institusi kehakiman, Felix He biasanya bukan orang yang blak-blakan begini. Kali ini ia tidak peduli langsung “menembak” pertanyaan, sebab ia tidak mau Vero He terus-terusan menangis lagi. Kalau ada pria yang bisa menjaga putrinya, bukankah itu sangat melegakan?

Fabio Jin menenegok ke Vero He, lalu kembali menatap Felixx he. Ia tahu ada maksud implisit dari kata-kata si pria tua. Ia menjawab serius: “Paman He, Vero He adalah wanita modern yang keras hati dan pemberani. Aku sangat kagum dengannya.”

Pfftt! Angela He tidak bisa menahan tawa melihat tampang Fabio Jin yang sangat serius. Jawabannya juga terdengar lucu.

Pandangan semua orang beralih ke Angela He. Ia tertawa lagi: “Eh, jangan lihat aku dong. Fabio Jin, lanjutkan pidatomu.”

Fabio Jin jadi garuk-garuk hidung yang sebenarnya tidak gatal karena merasa canggung. Ketika menyadari di wajah Vero He muncul senyuman tipis, ia langsung tidak gugup dan gelisah lagi. Ia menatap lagi Felix He dan melanjutkan: “Paman He, di antara pria-pria yang mengejar Vero He, aku memang bukan yang paling top, tetapi aku jamin aku adalah yang paling sayang dan protektif dengannya. Akon mohon kesempatan darimu untuk mencintainya dengan lebih serius lagi.”

Si wanita tercengang dengan lanjutan jawabannya. Ia bisa merasakan Fabio Jin tertarik padanya, namun tidak menyangka dia akan tiba-tiba menyatakan cinta begini. Wanita itu bangkit berdiri, “Tuan He……”

“Vero He, aku tahu ini sangat tiba-tiba, tetapi cinta memang tidak rasional kan? Aku suka kamu, aku percaya rasa suka ini cepat atau lambat akan berubah jadi cinta yang terus mengisi hari-hariku. Sekarang, di hadapan keluargamu, aku dengan tulus memohon kesempatan untuk mencintaimu dengan lebih serius. Bersediakah kamu?” Fabio Jin menatap Vero He lekat-lekat serta menantikan jawabannya.

Vero He berpikir semuanya terlalu cepat. Mereka belum berkenalan sampai sebulan, frekuensi pertemuannya juga belum melebihi jumlah jari dua buah tangan. Baginya, cinta macam ini sangat konyol.

Novel Terkait

Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu