You Are My Soft Spot - Bab 212 Tanpa Kamu, Aku Hidup Segan Mati Tak Mau (2)

Erin kembali fokus dan memulai laporan. Vero He mendengarkan sambil menyalakan komputer. Setelah si asisten kelar melapor, ia berkata: “Revisi sedikit jadwal sore, aku mau pergi ke He’s Corp. Satu lagi, kartu belanja yang aku minta Departemen Perencanaan desain sudah kelar?”

Desain kartu belanja harus dibuat semenarik dan sebagus mungkin agar bisa memancing minat konsumsi konsumen. Oleh karena itu, tahap desain ini merupakan tahap yang cukup vital.

“Sudah, sudah diberikan ke aku. Sebentar aku ambil.” Erin keluar, lalu kembali lagi dengan cepat. Ia menaruh beberapa kartu di meja bosnya. Vero He menunduk mengamati tiap-tiap kartu, lalu akhirnya menjatuhkan pilihan ke kartu yang berwarna pink rada gelap: “Yang ini.”

Kartu model ini, sekali pun di dalamnya sudah tidak ada uang, pasti tidak akan rela dia buang. Ia akan menjadikannya hiasan di dompet.

Erin merapikan kembali kartu-kartu. Ia menatap bosnya tanpa berkata-kata. Si bos, yang awalnya sudah sibuk menatap layar lagi, jadi balas menatapnya: “Ada apa melihatku begitu? Ada sesuatu yang ingin dikatakan?”

Erin tidak ingin merusak suasana hati Vero He yang baik, namun hal ini wajib ia laporkan, “Aku dengar kabar dari rumah sakit sana, katanya pemulihan Nona Lian kurang lebih sudah selesai. Ia sudah bisa turun dari ranjang dan jalan. Sepertinya kehidupannya bedrest-nya selama tujuh tahun tidak membuatnya kehilangan apa-apa tuh.”

Vero He memicingkan mata: “Bagiamana tidak kehilangan apa-apa? Ia kehilangan tujuh tahun masa muda.”

Hingga detik ini, Vero He masih ingat betul kata-kata yang diucapkan Angelina Lian padanya sebelum jatuh dari tangga. Ia bilang, jatuhnya dirinya dari tangga akan jadi pemutus hubungan dirinya dan Taylor Shen, lalu mereka pun tidak akan bisa bahagia bersama lagi.

Angelina Lian memang berhasil mencapai tujuannya. Sekarang, tiap kali berhadapan dengan Taylor Shen, Vero He tidak pernah bisa menunjukkan rasa cinta seperti dulu lagi.

Ia ingat juga ia sempat bertanya padanya, mengapa dia begitu percaya diri bisa menjadi penghadang hubungan mereka?

Si licik tersenyum jahat: “Karena aku adiknya, karena aku pernah menolongnya, ia tidak akan membiarkan siapa pun melukaiku, termasuk dirinya sendiri.”

Membayangkan senyuman Angelina Lian itu membuat bulu kuduk Vero He bergidik. Angelina Lian sudah menukar tujuh tahun masa bedrest-nya dengan kesempatan untuk memisahkan mereka. Pada hari pertama ketika ia pulih, Vero He akan mengantarkan “hadiah besar” padanya. Ia ingin menghancurkan sendiri imajinasi yang keterlaluan dari wanita itu.

“Nona He, selanjutnya kamu mau bagaimana?” Erin mengamati raut Vero He yang tengah memikirkan sesuatu. Entah mengapa, ia punya firasat buruk. Ia merasa Angelina Lian akan segera ditimpa kesialan.

Vero He menatap asistennya, “Apa, memang mau ikutan?”

“Heh, mana berani aku? Nanti kakiku malah dipatahkan tuan muda lagi.” Erin menunjukkan raut bersemangat. Vero He ingin menghabis pesaing cintanya…… Eh, bukan, ini hitungannya belum sampai cinta. Ah, sudahlah, pokoknya Angelina Lian juga sangat tertarik pada Taylor Shen. Apa yang akan ia lakukan ya kira-kira?

“Tidak dipatahkan juga kamu tidak akan punya kesempatan, kecuali kalau kamu berubah jadi pria,” balas Vero He dengan senyum lebar.

Erin berpikir sejenak, lalu akhirnya paham apa yang dimaksudnya. Ia jadi geli sendiri, “Nona He, ajak aku lah. Aku pasti bisa berkontribusi dalam bentuk membantumu menghabisi si pesaing cinta.”

“Pesaing cinta?” Tatapan Vero He menunjukkan ketidaksenangan. Ia sepertinya gusar Angelina Lian dijuluki begitu.

Erin menutup mulut dengan canggung dan buru-buru pamit “Anu, aku ingat ada telepon yang belum aku laksanakan. Aku telepon dulu deh.”

Vero He mengamati bayangan tubuh Erin yang pergi dengan cepat. Ia lalu memundurkan kursinya, mengambil sebuah kunci, lalu membuka laci paling bawah. Ketika ia membukanya, di dalam terlihat sebuah map coklat. Wanita itu mengamatinya beberapa saat, lalu akhirnya membukanya dan mengeluarkan kertas A4 dari dalam.

Bagian paling atas kertas A4 bertuliskan “Laporan Hasil Tes DNA”. Ia lalu membaca tulisan di paling bawah, yakni “hubungan ayah dan anak dinyatakan nnihil”. Tes ini sudah ia lakukan dari jauh-jauh dan hasilnya disimpan sampai menunggu Angelina Lian bangun.

Waktu itu, Angelina Lian melakukan sebuah kelicikan yang sampai sekarang Vero He masih tidak pahami triknya. Saat itu, Taylor Shen membawa sendiri sampel rambut Angelina Lian ke Amerika Serikat untuk diadakan tes DNA. Yang melakukan tesnya adalah teman Taylor Shen sendiri, jadi hasilnya tidak mungkin dipermainkan.

Sejak melihat hasil itu, Vero He tidak ragu sama sekali soal status Angelina Lian sebagai adik Taylor Shen.

Keraguan baru muncul ketika Angelina Lian sengaja menjatuhkan diri dari tangga untuk memfitnahnya. Ambisi untuk memiliki macam itu sama sekali bukan jenis perasaan yang akan ditunjukkan seorang adik pada kakaknya. Jadi, adik atau bukan?

Vero He lalu berpikir keras mencari tahu apa ada celah yang sudah dimainkan orang. Hasil tes DNA yang Taylor Shen lakukan tidak mungkin salah, berarti kekeliruannya ada di sampel yang diambil. Dengan kata lain, keluarga Lian tahu siapa yang merupakan Tiara yang sesungguhnya, jadi mereka menukar sampelnya.

Si wanita menyimpan kembali laporan tes DNA ke dalam map coklat, menyimpannya di laci, dan mengunci. Ia tidak boleh menggunakan senjata ini terlalu dini. Ia harus menganggu-ganggu Angelina Lian sedikit demi sedikit sampai dia tiap hari tidak tenang, dengan harapan pada akhirnya dia mau bercerita yang sebenarnya.

Kalau ia menggunakan senjata ini terlalu cepat, penderitaan Angelina Lian akan terjadi secara instan, bukan secara lambat dan berkelanjutan seperti penderitaannya.

Vero He mengambil ponsel dari meja kerja. Ia berjalan ke sisi jendela. Bangunan kantornya ini terlihat seperti batu quartz yang potongan-potongannya tidak beraturan. Bukannya membuat gedung jadi terlihat aneh, keteraturan ini malah membuatnya terlihat makin atraktif. Setiap kali berdiri di tempat ini, semua kegundahan dan kegelisahan Vero He lenyap seketika.

Si wanita menunduk menatap ponsel. Ponsel itu tidak menyimpan nomor si dia, tetapi ia ingat betul nomor teleponnya. Nomor itu tidak pernah berubah dari dulu, makanya setelah nyaris tujuh tahun berlalu pun ia tetap bisa ingat.

Pertunjukkan malam ini kalau Taylor Shen tidak ikut mana seru?

Telepon langsung diangkat pada bunyi pertama. Dari seberang, terdengar suara serak, “Tiffany Song?”

Vero He refleks mengernyitkan alis. Ia tidak senang Taylor Shen memanggilnya begini karena itu membuatnya teringat dirinya versi lama. Ia membalas, “Tuan Shen, halo, malam ini ada waktu?”

“Ada!” Jawaban Taylor Shen sangat cepat seolah tidak dipertimbangkan dulu. Kalau sudah menyangkut Vero He, semua urusan bisa dimundurkan.

Si penelepon tersenyum tipis, “Kalau begitu bisa temani aku pergi ke suatu tempat?”

Si pria tanpa ragu menjawab: “Tidak peduli kamu mau gunting gunung atau bakar laut, asal kamu minta aku temani, aku pasti akan mengiyakan tanpa ragu.”

“Mabuk ah kamu, mana mungkin aku mengajakmu gunting gunung atau bakar laut? Kalau begitu nanti setelah jam pulang kerja, saling kontak lagi ya?” Nada bicara Vero He rileks seperti tidak ingat yang terjadi di antara mereka berdua kemarin.

“Nanti aku jemput kamu,” tutup Taylor Shen.

“Oke!”

Telepon sudah dimatikan, Taylor Shen tetap memegangi ponselnya tanpa bergerak. Semua orang yang ada di ruang rapat mengamatinya bingung. Ia terlihat seperti sedang menekan kegembiraan yang membuncah-buncah.

Ini pertama kalinya Vero He berinisiatif menelepon sejak mereka bereuni. Selain itu, ini juga pertama kalinya ia diajak bertemu langsung oleh si wanita. Sekarang masih pagi, namun ia sudah tidak sabar menunggu malam tiba biar bisa bertemu pujaan hati.

Kemarin, ketika mereka berhadap-hadapan, ia bisa merasakan aura kebencian yang sangat kuat darinya. Ia pikir Vero He akan pergi dan kabur sejauh mungkin, ternyata masih saja meneleponnya.

“CEO Shen?” Christian dengn sopan menyadarkan bosnya yang sudah termenung cukup lama. Tanpa bertanya, ia sudah tahu barusan itu telepon dari siapa. Di dunia ini, hanya ada si orang itu yang bisa membuat Taylor Shen berubah drastis sampai aneh-aneh.

Si bos keluar dari lamunan. Menyadari dirinya ditatap semua orang, Taylor Shen meletakkan ponsel di meja dan berkata datar: “Lanjutkan rapat.”

Manajer yang barusan lagi berbicara melanjutkan laporannya, namun satu kata pun tidak masuk ke telinga Taylor Shen. Semua yang ada di otaknya sekarang adalah Tiffany Song. Ia teringat kepiluannya, air matanya, juga rasa sakitnya.

Tujuh tahun, apa saja yang ia lewatkan selama periode ini?

……

Di dalam rumah sakit anak terbaik di Kota Jiangning, Jennifer Li duduk di kursi panjang sambil menggendong Adam Song. Sementara itu, Wayne Shen mengantri di depan untuk mengambil nomor antrian. Mereka sebenarnya bisa pergi ke rumah sakit privat Denis Lu untuk mengecek kondisi kesehatan si bayi, namun Jennifer Li tidak enak merepotkan dia. Lagipula, ia tidak ingin dilihat orang-orang pergi bersama Wayne Shen.

Si pria tidak memaksa dan menemaninya ke rumah sakit anak ini. Ia sebenarnya punya kenalan yang bisa dikontak dan mampu memberi akses konsultasi medis langsung tanpa mengantri, namun ia tidak mau kebersamaan ini berakhir cepat.

Mengambil nomor bagi Wayne Shen juga sebuah kesenangan. Hatinya berbunga-bunga karena pergi keluar dengan Jennifer Li dan Adam Song bagai jadi ayah.

Seusai mengantri, Wayne Shen menyimpan kertas nomor di kantong jas. Ia mengulurkan kedua tangan dan mengambil alih Adam Song dari pelukan si wanita. Bayi ini hari ini berusia genap dua bulan dan datang ke rumah sakit untuk menjalani pengecekan rutin. Adam Song belakangan sangat aktif. Tangannya langsung memukul-mukul ketika sudah malas digendong. Ia juga cepat bosan naik kereta bayi.

Wayne Shen memanjakannya dan mengelus-elus pantat Adam Song. Selama dipeluk, si anak tidak diam. Matanya terus bergerak ke segala arah seolah sangat penasaran dengan dunia yang macam-macam ini.

Jennifer Li mau menggendong Adam Song lagi, namun Wayne Shen tidak mengizinkan, “Kamu perhatikan langkah saja, jalan hati-hati.”

Si wanita menurun dan fokus mengamati depan lorong jalan. Tiba-tiba, di benaknya muncul adegan yang sangat familiar. Itu adegan saat ia dan Patrick Song bertemu untuk pertama kali. Pertemuan ini terjadi di rumah sakit juga. Kala itu, Jennifer Li tidak sengaja menubruk pria itu dan mencium dadanya.

Ia jadi tercengang mengingat ini.

Wayne Shen beberapa langkah kemudian menyadari Jennifer Li tertinggal di belakang. Ia berbalik badan dan melihat si wanita berdiri diam di tengah lorong jalan. Sinar matahari yang menembus jendela jatuh ke badannya, ia terlihat gelisah.

Wayne Shen tidak tahu apa yang dipikirkan Jennifer Li, namun dadanya merasa sakit. Ia terus mengingatkan dirinya sendiri: Tidak apa-apa, tidak apa-apa. Wayne Shen, ia cepat atau lambat akan lupa!

“Jennifer Li, ayo jangan melamun,” ujar Wayne Shen dengan tersenyum. Ia sengaja memanggil dengan suara keras. Tidak disangka, Adam Song yang ada di pelukannya ikut kaget dan cemberut seperti mau menangis. Ia buru-buru menepuk-nepuk bokongnya lagi biar tenang.

Si wanita bangkit dari lamunan. Ia mengamati gerakan menepuk Wayne Shen yang makin lama makin terampil, lalu menyusulnya dengan langkah cepat. Ketika mau mengambil Adam Song, si pria lagi-lagi melarang: “Ayo jalan.”

Ini kedua kalinya Adam Song menjalani pemeriksaan kesehatan. Giliran mereka langsung datang sesaat setelah menunggu. Semua aspek Adam Song diukur, mulai dari tinggi badan, berat badan, ukuran lingkar kepala, ukuran lingkar dada, dan tentu “burung”-nya. Seusai pengecekan, dokter mengatakan kondisi anak mereka sangat baik dan tidak ada masalah.

Mereka lalu berjalan keluar rumah sakit. Adam Song sepertinya kelelahan sekali sampai mendengkur di pelukan Wayne Shen.

Si pria menoleh ke si wanita, “Jennifer Li, pulang sekarang?”

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Lelaki Greget

Lelaki Greget

Rudy Gold
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
After The End

After The End

Selena Bee
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu