You Are My Soft Spot - Bab 417 Aku Bakal Baik Padamu (3)

Wajah Erin memerah karena malu. Ia ingin bilang bahwa yang berisik adalah tangannya yang terus gerak-gerak, namun tidak enak hati. Wanita itu menyuruh: “Kamu tunggu di samping saja, kalau tidak sampai besok pun aku belum kelar baca berkas."

James He memeluk Erin dengan semakin kencang, “Tidak mau, aku maunya peluk kamu.”

“James He!” teriak si wanita. Ia agak mengantuk sehabis makan. Ketika ia kesulitan buat mengumpulkan kesadaran untuk baca berkas, James He malah mengganggunya tanpa henti. Jelaslah ia jadi kesulitan fokus……

“Hadir!” jawab James He sigap. Melihat sofa di sebelah, matanya berbinar: “Bagaimana kalau kamu bacanya di sofa? Aku lama-lama pegal memangkumu begini.”

Tahu tidak bakal mampu menolak, Erin dengan patuh membawa berkas ke sofa. Ia dalam hati berpikir, ruangan Vero He ini lengkap sekali ya sampai sofanya saja sangat nyaman……

James He duduk di sofa dan menyuruh Erin duduk dalam dekapannya. Dengan setengah bersadar di sofa, ia memeluk pinggang si wanita dan menaruh dagu di bahunya. Melihat berkas yang lagi dibaca Erin, si pria bertanya: “Ada urusan apa mengecek catatan gudang?”

Yang ditanya menjelaskan insiden barang imitasi tadi, lalu James He mengernyitkan alis: “Mungkin karena beberapa hari ini kamu dan Vero He tidak mengantor, ada orang-orang iseng yang berbuat nakal. Kalau catatan gudang tidak ada masalah, berarti yang di gerailah yang ditukar oleh mereka. Coba kamu cek kamera CCTV gerai tersebut.”

“Kita tidak boleh terlalu blak-blakan mengurusi ini. Kalau orang-orang tahu Parkway Plaza menjual produk imitasi, nama baik kita akan sangat terganggu. Jadi, aku memutuskan untuk membacanya diam-diam begini, meski durasi penyelesaian masalahnya jadi agak lamban sih,” tutur Erin.

“Memang cek gudang dulu, baru kemudian cek gerai. Kalau barang imitasinya masuk bukan dari jalur gudang, berarti ada kemungkinan staf gerai yang berbuat iseng. Kalau asal barang itu sudah jelas, mencari pelakunya tidak bakal sulit kok,” balas James He lagi.

Erin mengangguk dan lanjut baca berkas-berkas lain. Si pria awalnya hanya memeluk saja, tetapi makin lama makin bergairah melihat wajah Erin yang serius. Tangan dan kakinya pun jadi gerak-gerak.

Waktu si wanita menyadari tingkah si pria, pakaiannya sudah nyaris diturunkan habis. Dengan wajah merah, Erin menurunkan tangan James He dengan risih. Ia menatap wajah tampannya dan menggerutu: “Kamu…… Ugh……”

Akhir-akhirnya, Erin bersandar di bahu James He dengan terengah-engah. Di tengah rasa lemasnya, Erin berpikir ia benar-benar tidak bisa berharap untuk kelar baca berkas hari ini. Haduh!

James He senyum-senyum sendiri karena bangga “serangan mendadak”-nya sukses. Ia memasangkan pakaian-pakaian Erin, lalu membaringkannya di sofa. Setelah itu, pria itu menaikkan resleting dan memakai ikat pinggang. Ia kemudian membopong Erin masuk lift dan turun ke lantai parkiran.

……

Meski sedang sibuk, Marco Xu tetap meluangkan waktu buat datang ke rumah sakit karena ditelepon Bibi Yun. Melihatnya bawa seplastik suplemen, si bibi menegur: “Kok bawa barang lagi? Aku sudah bilang jangan bawa apa pun lagi, kok tidak mau dengar sih?”

Marco Xu tertawa: “Masak aku menjengukmu dengan tangan kosong? Barang-barang ini murah kok, yang lebih penting adalah kesehatanmu cepat pulih.”

Responnya ini membuat Bibi Yun berbunga-bunga dan makin menyenanginya. Kalau saja Erin suka pria ini, mereka pasti bakal jadi sepasang suami istri yang serasi. Tiba-tiba teringat Erin, wajah Bibi Yun berubah jadi sedih.

Si pria menarik kursi ke sebelah ranjang si wanita. Ia lalu bertanya: “Kok Erin tidak kelihatan?”

“Dia lagi kerja. Marco Xu, tante ingin mengajakmu bicara sesuatu, entahlah ini pantas atau tidak,” mulai Bibi Yun ragu-ragu.

Kalau seseorang sudah bicara begini, biasanya orang itu bakal bilang yang pahit-pahit. Meski begitu, Marco Xu tetap menanggapinya dengan senyum lebar: “Silahkan.”

“Baik, tante akan bicara blak-blakan ya.” Bibi Yun terdiam sejenak, lalu bertutur: “Kamu dan Erin adalah teman satu sekolah, juga teman satu pasukan. Tante mau tanya, apa kamu ada perasaan cinta padanya?”

Marco Xu jadi canggung sendiri ditanya begini. Ia tidak menjawab langsung: “Tante, Erin adalah anak yang cantik dan hebat, siapa pun tidak bakal bisa mengabaikan pesonanya. Sayang, hatinya sudah dimiliki seseorang. Kita kadang memang tidak bisa memperoleh yang kita inginkan.”

Bibi Yun “menembak” langsung: “Berarti, kamu sejujurnya ada perasaan pada Erin kan?”

Si pria belum menjawab, si wanita sudah bicara lagi: “Aku dengar karir ketentaraanmu di tempat yang lama sangat prospektif, tapi kamu meninggalkannya demi dimutasi ke Kota Tong. Itu pasti biar bisa lebih dekat dengan Erin kan? Marco Xu, aku sudah menyukaimu dari dulu. Erin pasti akan bahagia kalau berpasangan denganmu.”

Marco Xu menunduk dengan gelisah. Ia tidak bisa memendam rasa cintanya pada Erin begitu saja. Di hatinya, ia juga merasa ia lebih cocok dengan si wanita daripada James He. Meski begitu, Ketua Tim He adalah orang yang sangat ia hormati, jadi ia tidak boleh kelewat ngotot. Si pria berkata dengan lapang dada: “Tante, kita tidak bisa selalu keras kepala, itu akan menyakiti hati kita sendiri dan hati orang lain. Aku hanya berharap Erin bahagia. Soal yang memberikan kebahagiaan itu adalah diriku atau Ketua Tim He, aku tidak peduli.”

Kebesaran hati Marco Xu ini membuat Bibi Yun makin iba padanya. Ia bahkan berpikir, bila Tuan Muda tidak keras kepala, Erin dan Marco Xu dari jauh-jauh hari pasti sudah bahagia bersama. Si bibi dalam hati juga menegur Tuan Muda, mengapa kamu ngotot sih?

“Marco Xu, kalau aku bisa memasangkanmu dengan Erin, kamu bersedia?” tanya Bibi Yun.

Si pria mengamati si bibi lekat-lekat. Ia entah mengapa memiliki firasat yang ganjil. Saat ini, Bibi Yun seperti lagi menyodorkan apel beracun dan bertanya apakah dia mau mencoba atau tidak. Ia lalu teringat kejadian di taman bunga beberapa waktu lalu. James He tiba-tiba muncul entah dari mana dan membawa Erin pergi……

Ia pun bertanya: “Kamu punya cara apa?”

“Erin adalah putriku, aku paham dia luar dan dalam. Asal kamu bersedia, kamu tunggu saja perencanaanku dengan sabar. Kalau sudah bisa dilakukan, aku bakal meneleponmu.” Bibi Yun tersenyum lebar, namun Marco Xu tetap berfirasat tidak baik. Ia akhirnya mengangguk saja, “Baik, aku menunggu kabar baik darimu.”

Sekeluarnya dari rumah sakit, Marco Xu merinding sendiri begitu teringat senyuman Bibi Yun tadi. Ah, mungkin si bibi hanya ingin mengusahakan kedekatan mereka tanpa berpikiran macam-macam! Terpikirkan soal ini, ia jadi ingin menelepon Erin.

Orang seberang baru mengangkat setelah deringan ketiga. Yang mengangkatnya adalah suara pria, “Dia lagi tidur, ada urusan kah?”

Meski terpisah jarak, Marco Xu bisa merasakan suasana bermusuhan yang ditebar James He. Bibirnya menegang. Dari yang awalnya ingin menyuruh Erin memperhatikan suasana hati mamanya, ia kini tidak sanggup berujar apa-apa dan memilih mematikan telepon.

Setelah telepon mati, James He menurunkan ponsel Erin dari telinga. Ia menatap sekilas nama yang terpampang dalam panggilan barusan, lalu menoleh ke wanitanya yang lagi tertidur lelap di kursi penumpang depan. Pria itu tersenyum penuh kemenangan. Marco Xu, aku tidak bakal beri kamu kesempatan untuk menggali pojok tembokku!

Si pria menyalakan mobil lagi dan melajukannya ke kompleks apartemen.

Setelah memarkirkan mobil, James He turun dan melangkah ke pintu penumpang depan. Ia membuka pintunya, mengambil tas Erin, kemudian membopong si wanita.

Di tengah perjalanan menuju unit apartemen, Erin tiba-tiba terbangun. Ia melihat dirinya berada dalam posisi terlentang, lalu menoleh ke pria yang lagi membopongnya. Wanita itu bertanya dengan nada mengantuk: “Sudah sampai rumah?”

“Sudah. Tidurlah, biar aku bopong kamu.” James He senang mendengar Erin menyebut kata rumah. Benar Erin, ini adalah rumah kita berdua!

Si wanita memejamkan mata dan melanjutkan tidur. Melihat kepatuhan Erin, James He tersenyum sambil terus membopong. Setibanya di apartemen, ia menidurkan Erin di ranjang kamar tidur utama. Ia lalu mengamatinya lekat-lekat. Tubuh Erin sepertinya lebih berisi, ia merasa dia lebih berat sekarang……

James He bergegas ke kamar mandi dan keluar dengan sebaskom air panas. Ia membasuh wajah dan tangan Erin, kemudian memasangkan selimut buatnya. Setelah merapikan selimut, pria itu kembali lagi ke kamar mandi.

Ponsel James He berdering sehabis ia mandi. Ia mengernyitkan alis begitu melihat identitas peneleponnya, lalu menoleh ke Erin yang ada di atas kasur. Si pria membawa ponselnya ke ruang buku dan baru mengangkat: “Bagaimana kemajuan urusan itu?”

“Internal Geng Qing sangat kacau, perpecahan terjadi di mana-mana. Orang utusan kita sudah menyelinap ke dalamnya. Setelah bukti kejahatan ditemukan, kita bisa tangkap mereka semua,” lapor orang seberang.

“Terus Rodrigo Xi ada kabar apa?”

“Rodrigo Xi menonton dari pinggir. Ia kelihatannya benar-benar tidak mau ikut campur.”

“Tetap waspada tiap saat. Meski aku dan Rodrigo Xi sudah punya kesepakatan, tapi orang itu dari dulu licik dan berpotensi besar melanggar janji. Bukti kejahatan harus sesegera mungkin ditemukan.” James He melipat dahi. Waktu mengganggu markas-markas beberapa geng narkoba, ia sempat terluka parah. Sekarang, geng-geng kecil yang belum diganggu saling bergabung membentuk Geng Qing.

Soal wanita yang Rodrigo Xi minta bantu carikan, James He sudah punya gambarannya. Meski begitu, ia tidak tahu pria itu akan memilih keuntungan pribadi atau wanita. Jadi, di masa-masa genting begini, ia tidak boleh lengah sama sekali.

“Baik, aku paham perintahmu.”

James He mematikan telepon dan berdiri di samping jendela. Ia memikirkan sesuatu sambil mengamati cahaya malam. Kalau ia mau menghancurkan ladang narkoba ini, lawannya bisa jadi bakal mencak-mencak dan balas dendam. Ia kelihatannya harus terus berjaga di sebelah Erin dan para anggota keluarga. Selain itu, ia juga harus menambah jumlah pengawal pribadi demi meningkatkan keselematan mereka semua.

Raut James He sangat serius dan tegang. Ia berdiam sebentar di sana, lalu berbalik badan dan kembali ke ruang tidur utama.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
4 tahun yang lalu
King Of Red Sea

King Of Red Sea

Hideo Takashi
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu