You Are My Soft Spot - Bab 409 James He Yang Brengsek (1)

Erin perlahan berjalan kesana, berdiri dengan tegap di depan pria tersebut, mood dan ekspresi nya tidak stabil, tangannya memegang sepuntung rokok yang sudah terbakar setengah, jarinya yang panjang dan elegan diselimuti oleh asap putih. Dia tidak melihat Erin, namun melihat ke arah Marco Xu dan ibu nya pergi, matanya mendalam, tidak tahu sedang memikirkan apa.

Hati Erin tidak tenang, ia pun mengusap tangannya, dengan canggung berkata: “James, kenapa kamu datang?”

James menyimpan kembali pandangannya, melihat wanita yang tidak tenang di depannya, ujung bibirnya sedikit tersenyum, memancarkan sebuah kesepian yang mengejek, dengan skarkastik yang besar ia berkata: “Kenapa, aku tidak boleh datang?”

Dia sudah datang untuk sesaat, selesai bekerja ia pulang ke rumah, menghadapi 1 ruangan yang kosong, mood nya menjadi sangat kesal, duduk di ruang tamu dan merokok, dia semakin merindukan Erin. Dia tahu, Erin tidak pergi ke apartemen, ialah karena semalam Nyonya He tiba-tiba datang berkunjung, Erin pun merasa takut.

Dia berpikir, tidak apa-apa, Erin tidak datang ke rumah nya, maka ia saja yang pergi ke rumah Erin, lagi pula dia tidak sanggup berpisah dengan Erin.

Namun sampai di lantai bawah, dia malah ragu, awalnya ingin dengan tenang merokok 2 puntung rokok, lalu mengemudi mobil dan pulang, tidak disangka ketika pintu utama apartemen terbuka, dari dalam keluar 3 orang tersebut membuatnya terkejut.

Dia berdiri disana dan tidak bergerak, namun siapapun tidak menyadari keberadaan nya. Dia seperti diabaikan di luar dari dunia mereka, mendengar mereka berbincang dan bercanda berjalan di depan matanya, momen itu begitu menusuk matanya, untuk waktu yang sama hal itu juga menusuk hatinya.

Dia teringat akan 10 tahun yang lalu, dia dengan penuh rasa bahagia dan senang pergi ke sekolah militer mencari Erin, malah melihat Marco menggendongnya berjalan melewatinya, mereka tidak melihat James, saat itu, ia pun merasa dirinya seperti seorang badut.

Dia bergegas datang dari jauh, memandang malam itu sebagai sesuatu yang begitu penting dan tidak mau melepaskannya, namun Erin malah dari awal sudah melupakannya, bersama dengan pria lain. Dia mengira ialah sebuah malam yang sangat takjub, namun malah bukan apa-apa di dalam hati Erin.

Dia seperti tertampar, hatinya begitu susah menerimanya dan menderita.

James tidak mempedulikan Erin, langsung melangkahkan kaki panjangnya, berjalan menuju bawah apartemen. Erin melihat bayangan punggungnya, merasa sangat sakit kepala, hanya ketika ia marah, barulah bisa sedetik kemudian menjadi begitu dingin.

Berjalan masuk ke dalam apartemen, kedua orang itu tidak berbicara, aura James begitu dingin, sikap dingin yang menolak untuk berbincang. Erin dengan sendirinya mengikutinya dari belakang, jelas-jelas dirinya tidak melakukan kesalahan apapun, namun ia malah merasa tidak tenang.

Ingin menjelaskan , namun tidak tahu bagaimana menjelaskannya.

Di dalam lift, sebuah aura yang hening menutupi mereka berdua. Erin menundukkan kepala, melihat ujung kakinya sendiri. Setelah kekesalan dalam hati James sudah mulai stabil, ia mempunyai mood untuk memperhatikan Erin. Melihatnya menundukkan kepala, ada sedikit gaya intropeksi diri, dia dengan puas menundukkan kepala, tidak salah, tahu dirinya melakukan kesalahan, dan juga tahu berintropeksi diri, tidak bodoh hingga tak tertolong.

Erin tidak mengintropeksi diri, dia hanya sedang berpikir, mereka masih bisa berpura-pura baik-baik saja sampai kapan? Malam di atas meja makan, maksud yang terdapat dalam perkataan sang ibu, membuat urat nadinya tidak tahu kenapa menjadi tegang.

Meskipun dari awal hingga akhir ia tidak mengungkit tentang James, namun Erin bisa merasakan, ia sudah tahu, jika tidak maka tidak akan begitu semangat mendorongnya ke sisi Marco.

Jika ibu nya tahu ia dan James bersama, takutnya asalkan seorang pria, ia akan memberikan Erin pada orang tersebut, asalkan orang itu bukanlah James .

Tidak tahu kenapa, hatinya pun menjadi sedih. Ia tahu pemikiran ibunya, James adalah tuan, mereka adalah pembantu, ada perbedaan antara tuan dan pembantu, dia sama sekali tidak akan membiarkan Erin melewati garis itu, dengan begitu membuatnya sama sekali tidak berani untuk mengungkitnya.

Ibu tidak mengatakannya dengan jelas, adalah agar menyisakan kehormatannya yang terakhir bukan, ada kalanya ibunya, masih cukup pengertian dalam hal ini. Jika dia keras berpegang teguh pada pendiriannya, akan berakhir seperti apa?

“Ting” berbunyi, lift pun sudah tiba, James bersandar di dinding metal lift,tidak keluar, Erin mengangkat kepala melihatnya, masuk ke dalam pandangannya yang mendalam itu, hatinya pun tiba-tiba menjadi tegang, menjadi sedih.

Dia tercengang untuk sesaat, ketika pintu lift tertutup, dia menekan tombol buka dan keluar. James mengikutinya selangkah demi selangkah, Erin mengambil kunci pintu, James pun menempel ke badannya, dada yang tegap dan kuat menekan di balik punggungnya, telapak tangannya yang besar menggenggam tangannya yang sedang membuka pintu itu, pose nya terpancar ambigu.

“Erin, aku sangat marah!” Suara pria itu terpancar rasa dingin namun hangat di dalamnya, artinya ialah ingin Erin segera menenangkan perasaanya yang sedang marah itu.

Sebuah aroma tembakau yang segar itu menyelimuti Erin, Erin memejamkan matanya, perasaannya sangat berat, dia memasukkan kunci ke dalam lubang kunci, lalu memutarnya, pintu pun terbuka, dia tidak mengatakan apapun dan langsung keluar dari pelukan James, berjalan masuk ke dalam apartemen.

Tangan James membeku di ruang hampa, hanya dalam waktu 1 detik, ia pun menyimpannya kembali, dengan wajah yang datar berjalan masuk ke dalam. Di ruang pintu masuk,Erin sedang mengganti sandal, apartemennya tidak sebesar apartemen James, 2 orang berada di pintu masuk terasa begitu padat.

Dari belakang terdengar suara pintu anti-maling yang ditutup, jantung Erin tegang, baru saja mau pergi, pergelangan tangannya dipegang, suhu yang hangat serasa membekas di kulitnya, dia pun takut dan gemetar.

Masih belum sempat untuk menyimpan kembali tangannya, seketika aura pria yang dingin pun menyelimuti, detik berikutnya, dia dicium oleh James dengan kuat.

Awalnya bukan lah ciuman yang lembut dan penuh cinta, namun ialah sebuah ciuman yang penuh dengan rasa menyerang, seperti melepaskan juga seperti menguasai, lebih banyak, ialah sebuah gairah yang tidak bisa ditahan. Erin secara simbolis berusaha melepaskan diri, namun Tuhan tahu, seberapa besar Erin ingin menciumnya.

Berusaha melepaskan selama beberapa detik , Erin pun menjulurkan tangan merangkul lehernya, dengan hangat menciumnya, kedua orang itu membara, dengan sangat cepat suhu tubuh kedua orang itu juga naik, James melepaskannya dengan terengah-engah, menekan kening Erin, suaranya yang serak itu tersimpan sebuah gairah dan keinginan, “Boleh kah, Erin?”

Erin tersipu malu, sekujur tubuhnya sedikit gemetar karena nafas James yang panas itu, sepasang tangan Erin masih merangkul di lehernya, tersirat sebuah rasa ambigu yang tidak bisa dikatakan, bulu matanya perlahan pun gemetar , seperti seekor kupu-kupu yang nakal, terus bergetar dan masuk ke dalam hatinya.

Seketika James pun menjadi impulsif, menggendong Erin, lalu mencium nya dan tidak mempedulikan apapun. Dia mengakui bahwa dia sendiri tidak mempunyai rasa tenang, meskipun keuda orang sudah bercinta bersama, Erin mengelilingi, namun ia masih saja merasa tidak tenang.

Terutama ketika melihat Bibi Yun dan Marco yang sangat akrab itu, ia tahu, meskipun ia adalah tuan muda pertama Keluarga He, namun dalam hati Bibi Yun, dia juga bukan lah pilihan menantu idamannya.

Melihat mereka, dia bahkan mempunyai semacam ilusi, mereka adalah sekeluarga 3 orang yang biasa, pemikiran seperti ini, membuat dia merasa sangat cemburu.

Erin dicium olehnya hingga perasaannya menjadi kacau, ia merasakan malam ini James tidak bahagia, setiap kekuatannya tersirat rasa ganas, seperti sedang melepaskan sesuatu , perlahan, kekuatan fisiknya tidak bisa menahan lagi, membuka mulut mengigit bahu James.

James pun langsung berhenti tanpa tanda-tanda apapun, menundukkan mata melihat wanita yang bersandar di bahunya itu, dia sudah sepenuhnya menjadi miliknya, apa lagi yang membuat nya tidak tenang?

Dia mencium rambutnya yang basah karena keringat itu, suaranya yang serak tersembunyi sebuah magnet, ia berkata: “Erin, apakah kamu mencintai ku?”

“Cinta!” Erin tidak ragu, bahkan tidak malu.

Hati James bergetar, sekujur badannya dengan cepat dilewati oleh sebuah aliran listrik, tidak peduli kapan itu, kata-kata asmara Erin membuatnya sangat impulsif dan senang, berkata: “Katakan kamu mencintai ku.”

Erin tidak bersuara , bukan karena tidak ingin mengatakannya, namun karena diusik oleh James hingga tidak bisa bernafas.

“Katakan kamu mencintai ku.” James mendesak, gerakan nya pun menjadi tergesa-gesa.

Erin bersandar di bahunya, mengambil nafas, lalu dengan terpatah-patah mengatakan: “Aku mencintai mu, Kak James, aku mencintai mu.”

Mata James berbinar-binar, dia membungkukkan tubuhnya, mencari bibi Erin, sambil menciumnya sambil berkata dengan tidak jelas: “Aku juga mencintai mu, sangat sangat mencintai mu.........”

Ketika berakhir, James memeluk Erin bersandar di atas sofa, kedua orang itu telanjang, James takut ia kedinginan, pun mengambil mantel dan menutupi tubuh masing-masing. Erin bersandar di dadanya, badannya tegap dan kuat, ada 8 potong otot, terlihat sangat menarik.

Dia tamat dari sekolah militer, di pasukan militer sebagian besar ialah pria, oleh karena itu ia sering melihat pria berlari dengan dada yang telanjang, malah tidak ada 1 pun orang yang bisa membuat hatinya tergerak, ia menjulurkan tangan menyentuh bagian dadanya, nafas pria itu pun kembali terengah, tangan besarnya memegang jarinya, dengan wajah yang tersenyum, dan jahat dan menawan berkata: “Mau lagi?”

Menyadari ia salah paham, seketika Erin pun tersipu malu, ia menatap James, dengan marah berkata: “Kepala mu.” Sekarang punggung nya masih terasa pegal, apakah ada orang yang bisa terus bersenang dan tidak capek terhadap hal ini?

James tertawa dengan ringan, tidak tahu kenapa mood nya pun membaik, dia menjulurkan tangan mengelus rambut Erin yang basah karena keringat itu, mencium keningnya. Teringat akan masalah tadi, ia pun kembali bertanya, “Kenapa Marco bisa ada disini?”

Pertanyaan pria itu penuh dengan rasa sedih, dan juga terpancar rasa pura-pura dingin, pun tidak menginterogasi. Tadi di merokok di bawah, ekspresi wajahnya sangat masam, karena ini bukan, sekarang Erin sudah menyuapi nya hingga kenyang, kekesalan nya juga sudah hilang sebagian besar, pun merasa Marco hanyalah menantuan idaman Bibi Yun, namun yang benar-benar memiliki Erin bukan kah masih dia?

Namun fakta nya ialah begini, hatinya hanya merasa tidak senang, sangat tidak senang!

Erin melihat pria yang cemburu itu, ia pun penuh dengan kebahagiaan, “Ai ya, ada orang yang cemburu, kenapa bahkan saat ia cemburu saja masih begitu tampan, benar-benar tidak alami.”

James menatapnya, pun merasa terjebak di situasi yang memalukan , wajah tampan nya tersipu malu yang penuh dengan rasa curiga, “Cepat katakan, jujur dan lembut, orang yang tidak mengakui akan di hukum.”

Erin tertawa kecil, tertawa hingga seperti bunga yang bermekaran, seseorang yang sedang cemburu itu sangat lah imut, begitu imut hingga Erin tidak tahan untuk menggodanya, ia menggigit bibir bawah, dengan manja menatapnya, “Kamu mau begitu tegas pada ku, mengurungku kah? Atau mau memukulku?”

Pria itu tertawa hingga begitu jahat, sedikit menegakkan badan nya yang bagian atas, lalu memiringkan badan di samping telinga Erin dan berkata beberapa kata, telinga Erin langsung memanas, pipinya memanas, dia mendorong nya dengan kaki dan tangannya, sambil dibalut oleh mantel ia bangkit dari atas badannya, lompat dengan jauh, menatap pria yang penuh dengan senyuman itu, ia dengan malu dan kesal berkata : “Brengsek tua!”

“……”

Erin pergi mandi , melihat James hanya memakai celana dalam dan berjalan kesana-kemari di dapur, ia berdiri di pintu dapur, melihat ekspresi wajah pria yang ada di dalam itu, pun teringat akan perkataannya yang brengsek tadi, sekujur tubuhnya pun seperti dialiri listrik, ia dengan malu memindahkan garis pandangnya, cukup lama, barulah ia melangkah kaki masuk ke dalam.

James sedang memasak mie, mie yang berwarna putih berarak di dalam panci, muncul hawa panas yang padat, ia berkata: “Biar aku saja, kamu pergi mandi.”

James memberikan Erin sumpit yang ada di tangannya, malah tidak mendengar nya dan pergi mandi, namun memeluknya dari belakang , dengan sekuat tenaga bernafas, wanita yang baru saja mandi, aroma tubuhnya wangi dan manis, memeluknya dalam pelukan lembut, sangat nyaman.

Semakin ia melihatnya semakin dipenuhi dengan emosi, tubuh yang baru saja mendapatkan kepuasan itu, pun terasa pegal.

Erin mengambil sumpit mengaduk mie yang ada di dalam panci, tidak mempedulikan gerakan kecil sang pria, dia menaik-naikkan bahunya, dengan sedikit mengeluh berkata: “Sekujur tubuh bau keringat, cepat pergi mandi.”

Tidak tahu kata yang mana yang menyakiti harga diri yang tinggi pria itu, sumpit di tangan Erin menghilang tanpa jejak ,sebuah tangan yang besar menjulur dan menutup kompor, lalu Erin di tekan oleh pria tersebut di pantri dapur.

James kembali membebaskan energi berlebihan di tubuhnya, hatinya pun menjadi nyaman kembali, melihat wanita yang bersandar di bahunya sendiri, masalah emosional dalam hatinya pun menghilang, kelihatannya ketika berpikir sembarangan, sama sekali tidak ada cara untuk mengatur keadaan diri, sesuai dengan keinginan hatinya melakukannya sekali, sama sekali tidak ada masalah lagi.

James membungkukkan badan memungut bajunya yang ada di atas lantai, baju sudah kotor dan tidak bisa dipakai lagi, ia langsung menggendong Erin dalam pelukan dan masuk ke dalam kamar mandi, tidak lama terdengar suara Erin dari kamar mandi yang tidak bisa dibayangkan lagi, “James, kamu masih begini!”

……

Setelah 1 jam, Erin dengan kelelahan bersandar di sofa, melihat pria itu dengan kegirangan menyantap mie yang sudah mengembang itu. Ia mengakuinya, dia sangat nyaman sangat bahagia, namun melihat pria itu menyantap semangkok mie itu seakan-akan seperti rasa di restoran bintang 5, dia pun tidak tahan untuk menjulurkan kaki dan menendangnya.

James melihat, matanya yang sipit dan panjang dengan ragu melihatnya, seperti sedang bertanya apa yang sedang ia lakukan.

Erin dilihat oleh nya hingga rambutnya menjadi tegang, masih dengan enggan berkata: “Melihat mu tidak senang, ingin menendang mu bisa tidak.”

“Bisa, kamu tendang lah semau mu.” Tubuh pria itu sudah bahagia, berubah menjadi sangat mudah di kompromi, Erin memindahkan garis pandangannya, dengan berpura-pura dingin tidak mempedulikan nya. Tidak lama kemudian , dari telinganya pun terdengar suara yang mendengus, seperti sengaja menggodanya, mendengus dengan begitu senang.

Erin bersandar di sofa, tulangnya terpancar keindahan dan rasa malas, sebenarnya dalam hatinya sama sekali tidak sesantai yang ada di wajahnya, sekali berlanjut beberapa kali, James mau, Erin pun akan memberikannya. Ia tahu, dia sedang berusaha memanfaatkan waktu mendapatkannya, ingin membuat waktu berlalu lebih lambat sedikit, ingin bersama dengan nya lebih lama sedikit.

Namun ia juga mengerti 1 kebenaran, ada beberapa hal, seperti pasir yang ada di tangan, dia memegangnya semakin erat, maka akan bocor dengan semakin cepat, seperti perasaan antara ia dan James.

Novel Terkait

The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
Love In Sunset

Love In Sunset

Elina
Dikasihi
5 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
Cutie Mom

Cutie Mom

Alexia
CEO
5 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu