You Are My Soft Spot - Bab 282 Kembalinya Hantu (3)

Saat sekretaris wanita sibuk menuang air, sekretaris pria memanggil pengawal-pengawal pribadi. Setelah mereka mengecek segala sisi ruangan dan melapor tidak menemukan apa pun yang ganjil, Erin melambaikan tangan tanda menyuruh mereka keluar. Ruang kerja Vero He kembali hening. Bukannya malah semakin tenang karena sudah ditemani orang, Erin menyadari bosnya malah makin gelisah. Ia memegang tangannya dengan semakin erat.

Sekretaris wanita datang dengan membawa segelas air dan menyodorkannya pada Erin. Si asisten menerima sodoran itu dan memberikannya pada Vero He: “Nona He, minum air dulu biar lebih tenang. Jangan takut, kami semua ada di sini untuk menemanimu.”

Pandangan Vero He yang kabur perlahan kembali fokus. Ia menerima gelas itu dan menegaknya dengan perlahan. Air hangat yang masuk ke tenggorokannya membuat perutnya jadi lebih hangat. Setelah beberapa tegakan, suasana hati si wanita perlahan bisa kembali dikendalikan.

Menunggu bosnya sudah mulai membaik, Erin memberi kode mata pada sekretaris wanita untuk menyuruhnya keluar. Setelah pintu ruang kerja ditutup, si asisten bertanya: “Nona He, tadi apa yang terjadi?”

Vero He menoleh ke sebuket bunga mawar yang tergeletak di meja kerja. Ia teringat lagi dengan aliran darah yang mengalir keluar dari sepasang mata pria dalam layar komputer. Dengan jantung yang berdebar dan pandangan yang masih trauma, ia menjawab pelan: “Ada orang mengirimkan bunga buatku.”

“Bunga?” Erin ikut mengarahkan pandangan ke arah yang ditatap Vero He. Ia baru sadar ada sebuket bunga mawar di sana, mungkin diantarkan waktu dia tidak ada di kantor tadi. Wanita itu berjalan ke sisi meja kerja, mengambil buket bunga, dan mengeceknya dengan seksama. Tidak menemukan apa-apa di sana, dia keluar dari ruang kerja Vero He sambil membawa benda itu dan menyuruh sekretaris wanita membuangnya. Erin tidak lupa berpesan, lain kali tidak peduli siapa pun yang mengirimkan bunga, asal bunganya warna merah maka jangan sampai masuk ke ruang kerja Vero He.

Bosnya itu sangat takut warna merah. Hanya sangat sedikit orang yang tahu soal ini.

Buket bunga sudah dibawa keluar oleh Erin, kembalinya suasana hati Vero He ke kondisi stabil jadi lebih cepoat. Erin kembali ke ruang kerja bosnya itu untuk memastikan lagi kondisinya dan mengecek meja kerjanya lagi. Ketika mengecek sana-sini, ia menemukan sebuah kartu ucapan yang tergeletak di lantai. Tidak ada nama pengirim pada kartu itu, yang ada hanya sebuah pesan berbunyi “aku kembali!”.

Erin mengernyitkan alis, siapa yang mengirim bunga tadi?

Si asisten lalu mengamati layar komputer yang pecah dan memiliki lubang besar di tengah. Bisa disimpulkan, sebelum Vero He kehilangan kendali, dia pasti sedang mengoperasikan komputer.

Erin menghampiri Vero He dan bertanya: “Selain bunga dan kartu ucapan, ada apa lagi?”

Si bos mengambil kartu ucapan yang ada di tangannya dan membalikkan ke satu sisi yang lain. Si asisten melihat simbol topeng putih di sisi itu, lalu melafalkan satu kalimat di atasnya: “Kembalinya Hantu the Phantom of the Opera, 18 Juli di Rumah Opera Kota Tong.”

Ia menyipitkan mata. Waktu menonton “the Phantom of the Opera” bersama James He, film itu berakhir dengan lenyapnya Hantu di istana bawah tanah. Sekarang, opera yang disebut di kartu ucapan berjudul “Kembalinya Hantu the Phantom of the Opera”...... Apa artinya?

Apa ini berarti orang jahat yang pernah membuat semua kekacauan dulu akan kembali?

Vero He bercerita pelan: “Aku tadi mengecek situs resminya, lalu dikagetkan oleh video promosinya.”

“Video apa?” tanya Erin. Gigi si bos masih bergemeretak, itu tandanya ketakutannya belum lenyap sempurna. Melihat situasi ini, Erin tidak bertanya lagi. Apa “Kembalinya Hantu the Phantom of the Opera” adalah sebuah film horor sampai bosnya ketakutan begini?

“Sudah sudah, yang penting kamu tidak kenapa-kenapa. Jangan takut,” tutur Erin sembari merangkul bahu bosnya.

Yang dirangkul mengangguk, “Iya. Keluarlah kamu, biar aku menenangkan diri sendiri.”

Melihat bibir pucatrnya, Erin memberi tawaran, “Nona He, kamu baru keluar dari rumah sakit. Apa mau aku antar pulang untuk istirahat?”

“Tidak perlu. Aku mau tetap di sini, ada banyak pekerjaan yang sudah tertunda,” tawar Vero He sembari menggeleng.

Erin tahu membujuknya akan sulit kalau sudah urusan pekerjaan. Ia menyudahi: “Kalau begitu aku akan panggil orang untuk membersihkan semua kekacauan tadi. Kalau ada apa-apa panggil aku, aku berjaga di luar.”

Vero He masih duduk sembari memeluk kedua lutut. Sepertinya, posisi duduk ini bisa memberi rasa tenang padanya. Erin sendiri juga memerhatikan bosnya suka menampilkan gestur ini tanpa sadar ketika kaget atau gelisah.

Ia sungguh khawatir. Sederet masalah yang terus muncul lama-lama bisa membuat bosnya gila.

Setelah beberapa saat, si asisten keluar sembari membawa kartu ucapan. Ia kembali ke ruang kerjanya sendiri dan memanggil bawahan untuk membersihkan ruang kerja Vero He. Sekretaris wanita lalu menghampirinya dan berbisik pelan, “Erin, CEO He kenapa? Dua hari ini aku merasa dia berubah jadi orang lain.”

Ditanya begitu, Erin memberi peringatan dengan nada datar: “Privasi CEO He tidak boleh ditanya-tanya sembarangan, paham kamu?”

Raut wajah sekretaris wanita langsung berubah. Tanpa berani bertanya lagi, ia kembali ke mejanya dan lanjut bekerja.

Erin mengetikkan “Kembalinya Hantu the Phantom of the Opera” di kolom pencari, lalu mengklik situs resminya. Sama seperti Vero He tadi, sebuah topeng putih muncul di layar dan mengarahkan situs ke laman promosi yang menyeramkan.

Ia membaca penjelasan tentang opera itu dengan detail. Terlepas dari ceritanya yang tidak sama dengan edisi sebelumnya, topik utamanya masih tentang cinta-cintaan. Para pemeran mengenakan kostum-kostum yang aneh dan berlebihan dengan wajah ditutupi topeng. Foto-fotonya sih bagus dan profesional......

Erin meng-scroll layar ke bagian bawah. Lagu “the Phantom of the Opera” perlahan terdengar dan membuatnya takut. Ia menenangkan diri, lalu melihat seorang pria bertopeng dengan jas dan sayap hitam muncul di belakang. Ia entah mengapa merasa familiar dengan topeng dan tatapan si pria.

Ia baru ingat, topeng si pria sama persis dengan topeng yang dikenakan Nona He waktu menghadiri acara talkshow di televisi. Semua ini kebetulan saja atau sengaja direncanakan?

Selanjutnya, darah mengalir keluar dari sepasang mata Hantu. Karena sudah mengantisipasi hal yang macam-macam sebelumnya, Erin tidak sepanik Vero He. Takut sih takut, tetapi dia bisa menahan dirinya untuk terus mengamati gambar di layar dengan harapan bisa menemukan sesuatu darinya.

Si wanita mengelus dada. Pantas saja Nona He tadi ketakutan, ini memang sangat seram. Ketika lagu mencapai puncak, ia mendengar sebuah suara, “I came back!”

“Gila, orang sinting!” makin si asisten. Ia kemudain teringat kata-kata yang tadi ada di kartu ucapan. Ia mengangkatnya dan membacanya berulang-ulang dalam hati.

Aku kembali!

Apa semua ini mengisyaratkan kembalinya seseorang ke Kota Tong? Siapa orang itu? Apa tujuannya membuat semua ketakutan ini?

Delapan belas Januari, masih setengah bulan lagi. Ia sungguh penasaran siapa orang sinting yang merancang semua ini!

Si wanita mengepalkan tangan dengan geram. Ia lalu mengambil ponsel dan menelepon sebuah nomor. Dengan suara dingin, ia berucap: “Aku ingin bertemu denganmu!”

……

Vero He sudah kembali tenang. Setelah ruangannya dibersihkan dan dirapikan, pegawai dari Departemen Personalia memasangkan komputer baru di ruang kerjanya. Si wanita lalu berusaha keras untuk fokus mengurusi urusan perusahaan.

Sore hari, Vero He melakukan inspeksi mal. Raut wajahnya tidak begitu baik karena pengalaman traumatis hari ini. Ketika menginspeksi lantai satu, ia berpapasan dengan seorang nyonya. Si nyonya menyadari kehadirannya, namun Vero He sendiri tidak karena terus menatap lurus. Nyonya itu menyapa, “Nona He, lama tidak berjumpa!”

Yang disapa menghentikan langkah dan menoleh. Para pekerja yang berjalan di sekitarnya segera menyingkir untuk memberinya jalan dan pandangan yang lebih luas pada yang memanggil. Matanya lalu menangkap sosok si nyonya. Nyonya itu mengenakan pakaian tradisional Tiongkok dengan mantel coklat muda terkenal sebagai luaran. Selain itu, sebagai aksesoris, sang nyonya juga mengenakan topi dan sarung tangan.

Di sebelah nyonya, ada seorang asisten rumah yang membawakan beberapa plastik belanjaan yang memiliki logo merek-merek terkenal. Jelas sekali, nyonya ini bukan nyonya yang biasa dan umum.

Vero He menatap wajah yang agak familiar itu, namun tidak langsung mengingat dia siapa. Ketika sudah berhadap-hadapan, ia bertanya ramah, “Kamu siapa ya?”

“Aku Nancy Xu. Waktu mobilku mogok malam-malam, kamu mengantarku pulang ke Vila Brittany. Masih ingat?” ujar Nyonya Xu sambil menutupi perasaan kecewanya karena Vero He tidak ingat dengan dia. Sejak pertemuan mereka itu, ia terus menanti Vero He menghubunginya dan mengajaknya bertemu. Sayang, harapan itu tidak juga bersambut.

Nancy Xu sebenarnya tiap hari datang ke Parkway Plaza dengan harapan bisa berpapasan dengan Vero He. Sayang, ia selalu gagal menjalankan rencananya. Hari ini ketika akhirnya bertemu, si wanita muda tanpa disangka malah lupa dengannya......

Ah, akhirnya Vero He ingat juga. Ini Nyonya Xu yang dikenalkan Ketua Organisasi padanya. Ia menanggapi dengan perasaan agak bersalah: “Maaf, belakangan aku sangat sibuk jadi banyak yang terlupakan. Kok kamu bisa ada di sini?”

“Jalan-jalan saja.” Nyonya Xu berkomentar lembut, “Raut wajahmu tidak begitu baik. Orang muda harus bisa mengontrol ambisi, kerja dan istirahat harus seimbang. Kalau nanti sakit, kamu pasti bakal menyesal karena uang tidak bisa membeli kembali kesehatan.”

“Terima kasih atas nasihatnya.” Vero He sama sekali tidak risih dengan komentar Nancy Xu. Meski ini baru kedua kalinya mereka berjumpa, kehangatan yang terpancar dari sosok si wanita membuatnya merasa seperti mereka sudah berkenalan lama.

Nyonya Xu tersenyum mendengar jawabannya yang patuh. Ia lalu menatap beberapa pekerja yang ada di belakang Vero He dan bertanya: “Aku menganggu kamu kerja tidak nih?”

Yang ditanya menggeleng dan menyuruh para pekerjanya balik duluan ke kantor. Ia lalu bertanya pada Nyonya Xu: “Nyonya baru mulai jalan-jalan atau sudah kelar?”

“Nyonya sudah……” Belum selesai asisten rumah Nyonya Xu menjawab, si nyonya sudah memotong kata-katanya dengan tidak senang, “Baru sampai, ini sudah beli beberapa mantel sih. Dengar-dengar kamu simbol fashion di Kota Tong. Kalau tidak merepotkan, bolehkah kamu temani aku keliling dan memilihkan pakaian-pakaian yang cocok? Dengan bantuanmu, gaya berpakaianku pas ikut acara-acara pasti tidak bakal dikomentari orang lagi.”

Mempertimbangkan identitasnya yang sangat berkelas, Vero He menanggapi: “Yang berani mengomentari gaya berpakaianmu pasti matanya rabun tuh. Nyonya adalah salah satu orang dengan pesona paling kuat yang pernah aku temui.”

Meski hanya basa-basi, kata-kata ini terdengar menggembirakan di telinga Nyonya Xu. Wanita itu menggandeng tangan si wanita muda dan mengajak: “Yuk temani aku keliling, nanti malam aku traktir.”

Vero He menunduk melihat tangan mereka yang berangkulan. Ia dalam hati sangat terkejut. Bertahun-tahun ini ia sudah bertemu dengan banyak wanita paruh baya yang cocok untuk diangapnya sebagai ibu, namun tidak ada satu pun di antara mereka yang pernah menggandeng tangannya. Sekarang, dengan gestur begini, mereka terlihat seperti sepasang ibu dan putrinya yang sangat serasi.

Ia baru bertemu dengan Nyonya Xu sebanyak dua kali, namun ia merasa sangat cocok dan dekat dengannya. Kata-katanya terasa seperti angin musim semi yang sejuk, tingkah lakunya juga sangat keibuan.

Nancy Xu terperangah melihat tundukan Vero He. Ia jadi punya firasat tidak enak, apa tindakannya ini terlalu terburu-buru dan malah membuat si wanita muda tidak senang? Si wanita paruh baya buru-buru menambahkan: “Maaf Nona He, tiap melihatmu aku selalu teringat putriku sendiri. Karena teringat dia, aku jadi tidak tahan untuk tidak dekat-dekat denganmu. Kalau kamu keberatan, aku minta maaf dan tarik lagi ajakan itu.”

Novel Terkait

Air Mata Cinta

Air Mata Cinta

Bella Ciao
Keburu Nikah
5 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
5 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Superhero

My Superhero

Jessi
Kejam
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
4 tahun yang lalu