You Are My Soft Spot - Bab 410 Aku Bawa Kamu Pergi (1)

Erin dalam hati berpikir, mama masih keras kepala seperti dulu. Kalau tidak keras kepala, mana mungkin dia bakal menyuruh Marco Xu, yang baru ditemuinya sekali, untuk makan dengannya? Oh iya, ini juga menyiratkan bahwa mama sudah tahu hubungannya dengan James He.

Seusai makan, suasana hati Erin tidak begitu bagus dan Marco Xu pun menyadari ini. Sembari menemaninya berjalan santai, si pria bertanya: “Kamu lagi memusingkan sesuatu?”

Erin menghentikan langkah di bawah sebuah tiang listrik. Saking dinginnya udara malam, tiap hembusan udara yang keluar dari hidung membentuk uap tipis. Si wanita mendongak menatap pria berpakaian tentara di sebelahnya. Ada beberapa hal yang tidak bisa ia ucapkan depan mama, namun bisa dibicarakan dengan Marco Xu, “Kakak Senior Xu, aku cinta James He. Kalau aku tidak bisa berpasangan dengannya, aku memilih menyendiri seumur hidup.”

Senyum di wajah Marco Xu perlahan menghilang. Ia melihat keseriusan dalam wajah Erin, juga melihat sikap keras kepala yang kuat. Sikap kedua ini bisa merugikan diri si wanita sendiri nanti-nanti, jadi ia merasa iba karenanya. Si pria merespon, “Tidak apa-apa, aku dari dulu tidak pernah mempersalahkan ini.”

Bibir Erin bergerak-gerak. Ketika ia ingin menanggapi lagi, Marco Xu sudah bicara lagi duluan: “Erin, kamu di hatiku masih merupakan gadis muda sepuluh tahun yang lalu. Tidak peduli kamu mencintai siapa dan ingin berpasangan dengan siapa, perasaanku padamu tidak akan berubah. Kalau kamu merasa terganggu dengan perasaanku ini, aku bisa menjauh.”

Erin termenung menatap Marco Xu. Kalau tidak ada James He di dunia ini, ia pasti juga sudah jatuh cinta pada Marco Xi yang sangat menarik! Si wanita menunduk sambil kembali berjalan, “Kakak Senior Xu, carilah seorang wanita dan berpasanganlah dengannya.”

Marco Xu mengiringi langkah Erin dengan kedua tangan di saku. Ia menganggap kata-kata Erin barusan tidak ada. Erin punya sikap kerasnya sendiri, jadi ia juga boleh punya dong? Sikap kerasnya adalah...... sebelum melihat Erin bahagia, ia tidak akan pergi memperjuangkan kebahagiaannya sendiri.

Apartemen Erin tidak jauh dari sini. Marco Xu hanya mengantar Erin sampai lantai satu, sebab si wanita sudah berjanji pada James He untuk tidak melakukan hal-hal yang bisa membuatnya cemburu.

Si pria tidak mempermasalahkan alasannya itu. Selama makan malam barusan, ia sendiri merasa Erin sudah mau mem-blacklist-nya seumur hidup. Haduh, sudah tau yang Erin inginkan adalah dia segera pergi dari hidupnya, namun ia malah egois dan terus memperjuangkan perasannya sendiri.

Setelah Erin naik, Marco Xu pergi merokok di bawah sebuah pohon. Saat ia lagi menghisap batang rokok yang ketiga, sebuah mobil Jeep mendekat dan berhenti di depannya. Pria dalam mobil itu menatapnya lekat-lekat. Tatapan kedua orang pun saling bertemu di tengah udara hampa. Suasananya jelas tegang, sebab mereka kan menganggap satu sama lain sebagai pesaing cinta......

Di gerai Starbucks dekat kompleks apartemen, James He dan Marco Xu duduk berhadap-hadapan. Di depan tiap pria, ada segelas kopi yang mengeluarkan uap hangat. Aromanya sangat menenangkan, namun tidak mampu meredakan rasa gugup dalam hati masing-masing.

“Dengar-dengar kamu berencana menggoyang tembokku?” Nada bicara James He sangat tidak ramah. Habis ditolak calon mertuanya sendiri, suasana hatinya jelaslah sangat kacau! Bahkan, suasana hatinya itu jatuh ke titik terbawah yang dulu belum pernah dilalui. Saat melihat musuh cintanya berada di lantai satu apartemen Erin tadi, emosinya makin memuncak.

Marco Xu menatap lawan bicaranya dengan santai. Merasa mulutnya agak asam, ia meraba-raba saku untuk mengeluarkan kotak rokok, namun langsung teringat larangan merokok di tempat umum begini. Dengan pasrah, di pria menggantikan keinginan merokoknya dengan menyeruput kopi. Akibat rasa pahit memasuki rongga-rongga giginya, ia refleks mengernyitkan alis. Marco Xu menaruh gelas kopinya di meja tanpa menyentuhnya lagi sedikit pun.

“Tembokmu tidak kuat. Aku hanya perlu menunggu tembok itu runtuh dengan sendirinya.” Dua kalimat Marco Xu ini membuat urat-urat di jidat James He menegang. Tangannya, yang lagi ditaruh di atas kedua lutut, ikut mengepal. Ia sungguh ingin mencabik-cabik wajah Marco Xu yang sok kalem ini! Si pria bertanya, “Jadi, kamu berharap hubunganku dan Erin berakhir?”

“Tidak bisa dibilang begitu sih. Prinsipku adalah aku berharap kamu bisa memberikan kebahagiaan untuk Erin. Kalau pada akhirnya kamu tidak bisa, aku siap menggantikanmu," tutur yang ditanya dengan nada menantang.

Mereka adalah dua pemuda yang sama-sama bisa dibilang sempurna dalam segala hal, sementara Erin adalah bunga cantik yang habis kena hujan dan di kelopaknya masih ada tetesan air. Selama sepuluh tahun kenal Erin, Marco Xu juga pernah terpikir untuk "mencabutnya" dan merawatnya, jadi ia sama sekali tidak merasa perlu menyembunyikan perasaannya pada si wanita.

James He menyeruput kopi. Kopinya terlalu panas dan kena ke sariawan, jadi ia kesakitan sampai ingin meringkuk. Sungguh hari yang menyebalkan, urusan ini dan itu tidak ada yang berjalan lancar!

James He menaruh kopinya di meja dan berujar dingin: “Ya sudah, tunggu saja yang sabar. Tembokku ini tidak bakal runtuh sampai umurmu habis.” Kelar bicara begini, si pria bangkit berdiri dan bergegas pergi. Marco Xu mengamati bayangan tubuhnya sambil menggeleng lemah. Musuh sudah makin dekat, wajarlah James He jadi marah-marah begini. Hahaha!

Sejujurnya, Marco Xu juga iri dengan James He. Ia iri pria itu bisa mendapatkam cinta seorang wanita dengan mendalam selama sepuluh tahun. Erin dari dulu tidak pernah menyebut namanya, namun terkadang menatap ke arah Kota Tong sambil menunjukkan ekspresi sedih. Marco Xu waktu itu dalam hati paham, di Kota Tong pasti ada seseorang yang telah mengambil hati Erin.

Mungkin kenyataan ini lah yang membuat Marco Xu jadi terpancing untuk memperjuangkan cintanya pada Erin dengan lebih serius. Sayang, ia terlambat dan akhirnya berada di posisi yang inferior!

James He pergi ke bawah apartemen Erin. Ia mendongak menatap sinar lampu yang tersibak dari celah tirai unit apartemen wanitanya. Terbayang tingkah Erin yang terus-menerus menolak dirinya, tidak peduli seberapa kuat tenaganya untuk berusaha, ia merasa sedikit tidak berdaya.

Si pria jadi risih dan malas bertemu Erin. Ia merogoh ponsel dan menelepon nomornya. Si wanita, yang lagi duduk termenung di sofa, segera bergegas mengambil ponselnya yang berdering. Ketika diangkat, ia mendengar James He bilang, “Aku malam ini balik ke apartemenku sendiri.”

“Baik," kata si pria sambil menyandarkan diri di pohon. James He bicara lagi: “Nanti malam aku menghadiri perjamuan bisnis, lalu sesudahnya langsung balik ke apartemenku tanpa mampir ke kamu. Kamu tidurlah lebih awal.”

“Oh, oke.” Mendengar nada bicara James He sangat berat bak orang kelelahan, Erin bertanya: “Sangat kelelahan ya?”

“Menghidupi keluarga jelas lelah lah. Erin, aku cinta kamu!” James He tiba-tiba mengalihkan topik. Ia bukan pria yang senang bilang mengungkapkan perasaan cinta, namun ia tidak pernah bisa menahan diri untuk mengatakannya tiap berinteraksi dengan si wanita. Ia ingin Erin tahu seberapa besar cintanya pada dia. Ia cinta dia sampai rela mati buatnya!

Hari ini hari yang terasa melelahkan buat Erin. Mendengar ucapan cinta James He, air matanya tiba-tiba mengalir keluar sendiri. Ia buru-buru mengangkat punggung tangan dan membasuhnya bagai ketakutan dilihat si pria. Dengan senyum dipaksakan, Erin berkata lirih: “James He, aku juga cinta kamu!”

Setelah telepon berakhir, Erin melipat kedua tangan sembari menunduk. Ia lalu lanjut menangis tanpa mengeluarkan suara. Ketika ponselnya kembali berdering, ia buru-buru mengelap air mata. Melihat nama yang tertera di layar, ia untuk pertama kalinya merasa tidak ingin mengangkat teleponnya.

Berselang beberapa saat, Erin memutuskan untuk tetap angkat, “Ma, ada urusan apa?”

“Kalau tidak ada urusan apa-apa memang tidak boleh meneleponmu?” tanya Bibi Yun tidak senang. Omongannya tidak dapat balasan, si bibi membuang nafas pasrah, “Erin, bagaimana hubunganmu dengan Marco Xu? Aku rasa pemuda ini cukup oke. Kalian sudah kenal sepuluh tahun, ia sangat perhatian padamu, ia punya kepribadian yang baik, dan status sosial kalian setara. Aku bisa melihat dengan jelas dia mencintaimu. Kalau kamu menikah dengannya, kamu pasti akan bahagia.”

“Ma.” Erin memotong bicara mamanya yang panjang lebar, lalu meminta: “Hubunganku dengan Kakak Senior Xu sebatas teman saja. Lain kali jangan begini lagi ah, canggung tahu.”

“Canggung apa coba? Semalam aku lihat kalian sangat cocok kok. Erin, usiamu sudah mau tiga puluh tahun. Mama bukannya ingin mengejar-ngejar kamu, tetapi kamu sudah seharsunya membuat perencanaan buat masa depan. Marco Xu pemuda yang baik, aku juga lumayan suka dia……”

“Ya sudah, kamu berpasangan saja dengannya,” jawab si anak sinis. Meski merupakan wanita yang tomboi, Erin tetap bisa melihat niat Marco Xu mendekatinya. Ia terus menghindar sebab tahu dirinya tidak akan bisa membalas rasa cintanya itu.

Ia sendiri terus menghindar, mamanya malah macam-macam dan membuat hubungan mereka jadi cangguh. Ia benar-benar tidak menginginkan ini, juga tidak senang dengannya!

“Erin!” bentak si mama. “Aku lagi bicara baik-baik denganmu, mengapa kamu malah berlelucon? Saat aku masih bicara baik-baik, cepatlah berpasangan dengan Marco Xu dan jangan impikan yang tidak-tidak.”

Erin juga marah, bahkan merasa dia sudah seperti bukan anak kandungnya. Bukankah ada yang bilang, di mata setiap orangtua, pria mana pun tidak cocok dengan putrinya? Dalam kasusnya ini, mengapa mama terus memaksa dirinya berpasangan dengan Marco Xu sih?

“Hubunganku dengan Kakak Senior Xu murni teman, kami tidak mungkin bisa bersama. Mohon mama jangan terus mengharapkan ini,” tegas Erin sambil menahan emosi.

“Terus kamu mau berpasangan dengan siapa? Tuan Muda kah? Erin, kamu sadar tidak kamu berasal dari status sosial rendah? Jadi nyonya di keluarga He hanya mimpi buatmu. Kalau sampai aku lihat kamu dan Tuan Muda benar-benar berpasangan, aku bersumpah tidak akan merestui kalian,” kata Bibi Yun dengan nada bicara meninggi.

Erin mengencangkan pegangannya pada ponsel hingga urat-urat di punggung tangannya terlihat semua. Untuk kesekian kalinya, ia berusaha menjelaskan lagi, “Ma, aku sangat mencintainya. Selain dengan dia, aku tidak mau menikah dengan siapa-siapa. Mohon jangan pisahkan kamu.”

Di seberang sana, Bibi Yun sangat terkejut. Berselang agak lama, ia baru merespon dengan ketus: “Kamu jadi biksu wanita saja deh, aku lebih rela kamu begitu.”

“……” Erin sungguh putus asa, bagaimana bisa mama bicara begini? Ia mengangkat ponsel ke atas dan melemparkannya ke tembok seberang. Air mata lagi-lagi mengalir keluar dari kedua matanya. Si wanita menangis tersedu sambil sesekali terisak.

……

Sariawan James He makin lama makin parah. Waktu bangun pagi, bibirnya terasa perih sekali sampai menyentuhnya saja ia tidak berani. Ketika sikat giginya tidak sengaja mengenai titik sariawan, si pria kesakitan sampai matanya berkaca-kaca.

Sehabis sikat gigi, James He menaruh gelas dan sikat gigi ke tempat semula. Melihat sikat giginya dan sikat gigi Erin bersentuhan, raut wajahnya menjadi muram. Tanpa sarapan terlebih dahulu, James He pergi berangkat ke kantor.

Saking parahnya sariawan yang diderita, James He malas berbicara. Waktu datang ke ruangannya untuk mengantar berkas dan melaporkan jadwal hari ini, Thomas Ji menyadari bosnya langsung mengernyitkan alis hanya dengan sekali membuka mulut. Ia bertanya: “CEO He, kamu sariawan parah ya?”

James He mengangguk tanpa berkata apa-apa. Si asisten langsung menawarkan solusi: “Aku punya obat yang sangat ampuh mengatasi sariawan. Tunggu sebentar, biar aku belikan.”

Thomas Ji keluar sebentar, lalu kembali sambil membawa sebotol obat semprot dan menyodorkannya pada James He. Si bos mengamatinya sejenak, lalu menunjukkan gestur yang menyuruh si asisten buat menaruh obatnya di meja. Ia masih malas bicara……

Thomas Ji jadi merasa canggung. Ia tidak tahu sikap diam bosnya murni disebabkan karena sariawan atau dia ada salah menjalankan tugas. Ketika keluar dari ruang kerja James He, Thomas Ji terpikir sesuatu. Ia berpikir keras, siapa orang yang paling ingin ditemui pria saat sakit?

Sudah menemukan jawabannya, Thomas Ji buru-buru menelepon Erin. Yang ditelepon hari ini tidak begitu punya semangat untuk beraktivitas, bahkan dia salah mengirimkan beberapa dokumen daritadi. Dia pikir, kalau terus seperti ini, dia bisa mati berdiri!

Sekembalinya ke ruang kerja, Erin mengangkat telepon dari Thomas Ji. Si pria mengabarkan padanya bahwa James He sakit parah. Teringat peringatan mamanya semalam, Erin gigit-gigit bibir dan bertanya: “Dia belum berobat ke rumah sakit?”

“Sepertinya belum. Nona Erin jenguklah kemari, bukankah ada kalimat yang bilang kehadiran wanita yang dicintai adalah obat terbaik buat pria yang lagi sakit? Setelah nona kemari, CEO He pasti langsung baik-baik saja.” Tujuan Thomas Ji menelepon Erin memang untuk memanggilnya datang ke He’s Corp.

Sudah bekerja sepuluh tahun buat James He, Thomas Ji mengenal bosnya itu luar dan dalam. Dua hari terakhir, si bos terlihat lagi banyak pikiran. Saat rapat dan inspeksi, James He bahkan bengong karena larut dalam pkirannya sendiri. Terus, sekembalinya ke kantor kemarin sore, wajahnya juga sangat muram. Orang yang tidak kenal dengannya pasti bakal mengira James He lagi berkonflik dengan Nona Erin.

Erin awalnya ingin datang, tetapi penuturan Thomas Ji membuatnya berubah pikiran: “Sekretaris Ji, aku tidak bisa karena lumayan sibuk. Sudah dulu ya.”

Thomas Ji menatap layar ponselnya yang mati sambil berpikir apakah ia ada mengucapkan kata-kata yang keliru. Wajahnya terlihat tidak berdaya. Ah, gagal total rencana barusan!

Tidak lama kemudian, Vero He masuk ke ruang kerja Erin dan bertanya: “Erin, mengapa kamu menangis?”

Si wanita refleks mengelus mata sebelah kanan. Menyadari dirinya sungguh-sungguh menangis, Erin segera mengambil tisu dan membasuh air matanya. Ia kemudian beralibi: “Barusan teringat sebuah film romantis yang kutonton semalam. Aku pikirkan setiap adegannya, lalu tanpa sadar aku menangis.”

“Reaksimu lama sekali ya, nonton filmnya kemarin tapi nangisnya baru hari ini. Kalau sutradaranya tahu, ia pasti bakal tertawa terbahak-bahak.” Si calon pengantin baru mempercayai alibi asistennya. Ia lalu bersandar di sisi meja kerja Erin dan berujar: “Aku mau pergi bulan madu setelah acara pernikahan, jadi nanti perusahaan kuserahkan dulu ke kamu.”

Bagian putih mata Erin penuh garis-garis merah, sementara kelopak bawah matanya berwarna kehitaman karena semalam kurang tidur. Wanita itu mengangguk, “Nona He, nikmatilah bulan madumu! Aku akan menjalankan perusahaan dengan sebaik mungkin.”

“Terima kasih banyak,” angguk Vero He balik. Mereka berdua berbincang hal lain sebentar, lalu Vero He berbalik badan dan melangkah ke arah pintu. Baru mau membuka pintu, ia teringat sesuatu dan menoleh ke si asisten: “Erin, yang kubilang di mobil malam itu sungguhan. Perkara Bibi Yun, kalau ada urusan yang butuh aku, aku pasti bakal membantumu.”

Erin terhenyak, kemudian buru-buru mengangguk. Melihat responnya, Vero He membuang nafas pasrah dan lanjut berjalan keluar.

Ketika sore harinya melewati gedung He’s Corp, Erin teringat telepon dari Thomas Ji tadi pagi. Sebagai seorang pacar, ketika James He lagi sakit, ia tidak sanggup untuk tidak berbuat apa-apa. Si wanita pun melajukan mobil ke parkiran He’s Corp. Sehabis memarkirkan mobil, Erin pergi ke apotik seberang buat beli obat. Ketika sudah berada di dalam apotik, si wanita terdiam kebingungan. Ia tidak tahu James He sakit apa, bagaimana dia bisa membelikannya obat?

Erin tidak punya pilihan lain selain berbalik badan dan berjalan keluar apotik. Melihat toko dessert di sebelah, ia tiba-tiba jadi ingin makan es krim meski musim sendiri sudah cukup dingin. Erin membungkus beberapa porsi es krim dari toko itu, lalu menentengnya ke gedung He’s Corp.

Novel Terkait

Someday Unexpected Love

Someday Unexpected Love

Alexander
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Innocent Kid

Innocent Kid

Fella
Anak Lucu
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Suami Misterius

Suami Misterius

Laura
Paman
4 tahun yang lalu
Love And Pain, Me And Her

Love And Pain, Me And Her

Judika Denada
Karir
4 tahun yang lalu
Revenge, I’m Coming!

Revenge, I’m Coming!

Lucy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
4 tahun yang lalu