You Are My Soft Spot - Bab 275 Dibawa Pergi Pria Liar (2)

Vero He perlahan mengulurkan tangan dan mengusap kerutan itu. Ia bergumam: “Kita benar-benar menua dalam sekejap. Taylor Shen, mengapa kamu bersikeras mau sama aku? Kalau bersama wanita lain, kamu bisa jauh lebih santai.”

Si pria daritadi sebenarnya sudah terbangun sejak Vero He mengambil ponsel. Mendengar kata-katanya ini, ia perlahan membuka mata yang tatapannya bersinar-sinar. Ia lalu membalas, “Vero He, kita berdua sudah menua. Ayo kita punya anak, kalau menunggu lagi bisa-bisa sudah tidak bagus kualitas selnya.”

Si wanita terhenyak. Pasti semalam Taylor Shen ingin menuturkan ajakan ini, tetapi gagal karena dia tidak memberi tanggapan. Melihat harapan besar yang ada di ekspresi si pria, ia mengangguk, “Baik.”

“Jadi kamu mau?” Taylor Shen terhenyak dan memastikan yang dia dengar barusan tidak keliru.

Vero He dalam hati kaget juga dengan jawabannya sendiri. Mengiyakan sesantai ini mungkinkah akan jadi bumerang di kemudian hari? Ia mendudukkan diri dan menutupi tubuh serta luka di tangan dengan selimut. Wanita itu menjawab: “TIdak ada pengulangan. Kalau tidak dengar, ya sudah anggap aku tidak bilang apa-apa.”

Taylor Shen menelan ludah dan kembali menarik tubuh Vero He untuk menempel ke tubuhnya. Binar di matanya menjadi semakin terang karena membayangkan perut si wanita yang membesar, “Wah, kamu sungguh setuju?”

Vero He merasa tidak nyaman. Ia memindahkan pandangan ke kiri dan ke kanan, yang penting tidak ke Taylor Shen.

Si pria memeluk Vero He dengan sangat ceria, “Tiffany Song, aku gembira sekali.”

Melihat ekspresi ceria Taylor Shen, keraguan di hati Vero He lenyap. Ia memeluk pria itu perlahan-lahan, “Taylor Shen, aku setuju untuk punya anak denganmu. Namun, aku punya dua syarat.”

“Ada sepuluh ribu syarat pun akan aku penuhi,” jamin si pria. Di usia empat puluh ini, akhirnya dia bisa punya anak yang keluar dari rahim wanita yang dicintainya. Ini sebuah mimpi yang sudah ia miliki seumur hidup. Tanpa disangka-sangka, mimpi itu terpenuhi secara tiba-tiba!

Si wanita tersenyum dan menyampaikan syarat pertama: “Tidak sebanyak itu kok, hanya dua saja. Yang pertama, tidak peduli apa yang terjadi, kamu tidak boleh melepaskanku dan meninggalkanku lagi.”

Syarat ini berkaitan dengan luka hatinya. Sekali pun Taylor Shen tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, luka ini sudah menjadi luka paling parah yang pernah ia alami. Vero He bahkan selalu kesulitan keluar dari bayang-bayang luka itu.

Taylor Shen melepaskan Vero He, mengangkat tangan kiri, dan bertutur lantang: “Aku bersumpah pada langit tidak akan meninggalkanmu lagi. Kalau aku meninggalkan kamu dan anak kita, biarlah aku menderita di setiap kehidupan berikutnya.”

Vero He segera menurunkan tangannya dan protes: “Ngapain bersumpah pada langit? Kalau nanti benar-benar kejadian bagaimana?”

“Kalau kejadian beneran ya itu balasan langit padaku karena meninggalkan kalian. Aku siap menanggungnya,” jawab Taylor Shen sungguh-sungguh. Melihat ekspresi kaget si wanita, dia tersadar sumpahnya itu agak berlebihan. Untuk kembali merilekskan situasi, ia bertanya: “Terus syarat kedua?”

“Kamu harus terus baik pada Jacob Shen, bahkan lebih baik daripada ke anak kandung kita.” Sebelum punya anak, Vero He ingin memastikan kedudukan Jacob Shen di rumah ini. Ia dari dulu selalu menolak ajakan punya anak karena dua alasan. Yang pertama adalah bayang-bayang luka di hatinya, yang kedua adalah Jacob Shen.

Raut Taylor Shen jadi ragu-ragu, “Tiffany Song, itu bakal tidak adil untuk anak kandung kita. Dia buah hati kita, bagaimana bisa aku lebih baik pada anak angkat daripada anak kandung?”

Hati Vero He tersentuh, namun ia tetap harus membela kepentingan Jacob Shen: “Aku sebelumnya pernah bilang, berhubung kamu sudah mengadopsinya, maka kamu harus memperlakukan Jacob Shen seperti anak kandung. Kalau kamu tidak sepakat dengan syarat ini, ya aku tidak setuju punya anak denganmu.”

Vero He pernah merasakan sendiri bedanya jadi anak kandung dan anak angkat. Kalau Taylor Shen tidak bersedia memenuhi syarat keduanya ini, ia lebih memilih tidak punya anak kandung dengannya.

Si pria bertanya tidak berdaya, “Jelas-jelas kamu tahu aku tidak bisa melakukannya, mengapa kamu mempersulit aku?”

Si wanita diam saja. Menyadari permintaan itu sudah bulat dan tidak bisa diganggu gugat, Taylor Shen akhirnya mengangguk: “Baiklah, aku setuju!”

Vero He tersenyum sambil merangkul lagi leher Taylor Shen. Ia berujar manja: “Yey, kamu memang yang terbaik.”

Dipeluk Vero He dengan penuh inisiatif, reaksi Taylor Shen sangat besar. Ia memegang pinggang si wanita dan menekannya ke ranjang, “Tahu aku harus berkorban sebesar apa untuk syarat kedua? Dasar kamu nih, aku sudah berkorban, kamu berkorban yuk sekarang.”

Yang ditanya refleks mendorong dada si penanya seraya memohon, “Tidak mau, pinggangku lagi pegal.”

“Kamu baring dan nikmati saja, biar aku yang bergerak-gerak!”

“……”

Setelah kelar melakukan “itu”, Taylor Shen menggendong Vero He ke kamar mandi. Berhubung bathtub penuh air panas, kamar mandi sudah agak beruap begitu mereka masuk. Si pria duduk di belakang si wanita, membiarkannya bersandar pada dadanya, dan memandikannya.

Dengan malas, Vero He diam saja dan membiarkan Taylor Shen menggerak-gerakkan anggota tubuhnya. Ketika pergelangan tangannya tidak sengaja menyentuh air panas, ia meringis sampai menarik tangan itu keluar. Meski gerakannya berlangsung sangat cepat, Taylor Shen menyadari gerakan itu. Si pria mengangkat pergelangan tangan si wanita dan melihat ada plester medis di sana.

Taylor Shen mengernyitkan alis dan melepaskan plester medis dengan hati-hati. Ia menjumpai dua baris bekas gigitan gigi yang kedalamannya tidak beraturan. Ia pun bertanya khawatir, “Siapa yang gigit?”

Vero He ingin melepaskan tangannya dari tangan Taylor Shen, namun si pria mengeratkan pegangan. Ekspresinya tidak senang, ia pasti khawatir dengan luka ini. Si wanita mencoba menenangkan: “Tidak sakit kok.”

Dari hasil pengamatan sekilas, Taylor Shen menebak gigitan ini bukan gigitan orang dewasa. Satu-satunya kemungkinan adalah…… “Jacob Shen pasti ya?”

Vero He tidak menyangka Taylor Shen langsung benar ketika pertama kali menebak. Dengan senyum yang disengaja, ia berkata: “Ini hadiah yang dia berikan padaku. Jangan marahi dia.”

Wajah Taylor Shen bertambah muram. Ia sendiri tidak pernah tega menyakiti Vero He, tetapi anaknya malah bisa-bisanya gigit tangan dia. Kekesalan ini semakin bertambah karena si wanita melindungi Jacob Shen. Anak itu kelihatannya berada di paling bawah piramida makanan, tetapi nyatanya malah di atas. Taylor Shen protes: “Kamu nih ya. Semakin dibiarkan, dia lama-lama bisa kencing di atas kepalaku kali.”

“……” Jidat Vero He berkeringat, “Tidak mungkin separah itu. Biarlah, dia masih belum paham apa yang dia lakukan.”

Taylor Shen kembali menatap luka di pergelangan tangan Vero He, “Sudah kasih vaksin rabies belum?”

Si wanita mengepalkan tangan seolah mau menonjok, “Bicaralah yang benar. Itu anakmu sendiri.”

Taylor Shen mendekatkan mata ke luka Vero He yang sudah memutih. Entahlah seberapa besar tenaga yang Jacob Shen keluarkan untuk meninggalkan bekas gigitan sedalam ini. Anehnya, semalam dia bahkan tidak menyadarinya sama sekali.

“Tidak sakit kok, sungguh,” ulang Vero He untuk meyakinkan.

Taylor Shen meniup-niup pergelangan tangan Vero He. Si wanita tersentuh dengan tindakan yang sangat simpatik ini. Hati rasanya lega dan nyaman sekali diperlakukan begini.

Si pria lalu melepaskan tangan Vero He, mengingatkannya untuk tidak menyentuh air, dan bangkit berdiri. Pancuran air mulai menyala dan Vero He melihat apa yang tidak seharusnya dia lihat ketika mendongak melihatnya. Wanita iut buru-buru menunduk dengan telinga yang sangat merah.

Tanpa mengenakan sendal kamar, Taylor Shen berjalan keluar dengan memakai handuk. Tidak lama kemudian, ia berjalan masuk kamar mandi lagi sambil membawa kotak obat. Kotak itu ia letakkan di lantai samping bathtub, sementara dirinya duduk di bathtub. Ia mengeluarkan obat merah, mengoleskannya pada luka Vero He, lalu memperban tangannya dengan gulungan perban. Dia baru puas menggulung setelah perban sudah cukup tebal.

Vero He pasrah sekaligus tersentuh melihat pergelangan tangannya dibalut perban tebal seperti orang path tangan. Ternyata, luka sekecil ini adalah luka besar dan parah di mata Taylor Shen.

Seusai memandikan Vero He, Taylor Shen mengelapkan air di sekujur tubuhnya dan mengambilkan pakaian untuk dia pakai. Pria itu lalu membopong wanitanya kembali ke ranjang. Pagi-pagi sudah diajak “begituan”, Vero He lapar sampai perutnya berbunyi. Mendengar bunyi itu, Taylor Shen buru-buru mengenakan pakaian rumah dan turun ke lantai bawah untuk mengambilkan makanan.

Taylor Shen baru membuka pintu, Jacob Shen sudah menyelinap dari celahnya dan jatuh di dalam kamar. Melihat wajah papanya, ia buru-buru bangkit berdiri. Begitu sudut matanya menemui Vero He yang tidur di ranjang papa, si anak langsung terdiam kaku seperti mendapat serangan yang luar biasa besar.

Taylor Shen mengernyitkan alis. Seperti gagak yang menggit itik, Taylor Shen membawa Jacob Shen keluar dengan cara menarik pakaiannya dari atas. Pintu perlahan ditutup dan Jacob Shen pun tidak bisa melihat Vero He lagi. Anak itu marah-marah, “Papa, kamu merebut wanitaku!”

Raut wajah Taylor Shen langsung berubah murka. Ia menatap anaknya lekat-lekat dengan suara yang lebih menakutkan dari sambaran petir di tengah hujan besar, “Ini anak kebanyakan nonton sinetron! Lain kali tidak boleh lagi! Apa-apaan bilang dia wanitamu, dia milikku!”

Mata Jacob Shen memerah. Ia menatap papanya dengan memaksakan diri biar tidak terlihat takut, “Aku kenal Peanut duluan. Dia milikku, aku tidak mengizinkannmu merebutnya!”

“Jacob Shen, kamu mau didaftarkan ke sekolah asrama ya? Atau mau dibelikan tiket balik Prancis?” ancam Taylor Shen. Dia sejujurnya malas berdebat dengan anak kecil yang polos dan tidak tahu apa-apa begini, jadi dia pun langsung mengeluarkan “senjata andalan”.

Jacob Shen menghentak-hentakkan kaki sambil menangis, “Aku benci papa! Aku mau jadi Ultraman dan rebut Peanut kembali!”

“……” Takut tangisan Jacob Shen mengganggu Vero He yang ada di dalam kamar, Taylor Shen kembali menarik pakaian si anak dari atas dan membawanya ke lantai bawah.

Suara tangis di luar semakin menjauh, Vero He mendudukkan diri di ranjang dengan hati kacau. Anak single parent pada dasarnya memang sangat sensitif pada ayah atau ibunya. Dengan kekerasan yang dilakukan Taylor Shen, Jacob Shen pasti jadi makin antipati dan tidak tenang.

Memikirkan ini, Vero He melepas selimut dan turun dari ranjang. Karena sepasang kakinya lemas, ia mau tidak mau berjalan sambil memapah diri ke tembok. Sehabis dia ganti baju, Taylor Shen masuk sambil membawa semangkuk sarapan.

Melihat Vero He keluar dari ruang pakaian, Taylor Shen bertanya, “Bukannya kamu bilang sangat kelelahan? Kok sudah bangun?”

Vero He tidak berani bertanya terlalu eksplisit. Ia bertanya dengan hati-hati saja: “Aku tadi dengar Jacob Shen menangis. Kamu memang bicara apa dengannya?”

“Dia melihatmu tidur di ranjangku, terus tiba-tiba marah-marah. Biarlah dia begitu, sebentar lagi juga baik sendiri lagi.” Taylor Shen tidak membantah bahwa ia juga kasihan pada Jacob Shen karena terus dikasari. Meski begitu, berhubung anak itu anak laki-laki, dia merasa oke-oke saja untuk mendidiknya dengan keras.

Vero He dalam hat berpikir, cepat atau lambat Jacob Shen pasti akan memergoki mereka tidur bareng, mandi bareng, dan melakukan kegiatan-kegiatan suami istri lainnya. Hubungan mereka memang tidak boleh disembunyikan selamanya dari anak itu, tetapi hubungan itu harus diperjelas dulu karena sekarang semuanya masih abu-abu.

“Biar aku ke bawah dan menemaninya.” Vero He berbalik badan dan berjalan ke pintu. Baru jalan dua langkah, pinggangnya sudah ditahan oleh Taylor Shen. Pria itu mendekapnya dan berkata datar: “Tadi kamu bilang lapar, makan dululah. Biarlah dia marah-marah dulu.”

Taylor Shen menahan Vero He dengan kencang sekali, lalu akhirnya membawanya ke meja kaca bundar dan menyuruhnya duduk di kursi sana. Sambil tetap memegangi pinggang si wanita, si pria menyuruh, “Makanlah. Setelah makan baru turun.”

Jari-jari Taylor Shen bergerak di perut Vero He seperti berharap “benih” yang tadi ia masukkan ke perutnya sudah tumbuh.

Gerakan Taylor Shen ini sungguh mengganggu. Sekuat apa pun Vero He berusaha melepaskan diri, hasilnya nihil saja. Dengan canggung, wanita itu bertanya: “Taylor Shen, bagaimana bisa aku makan dalam posisi begini?”

“Ya dibisa-bisakan. Aku senang memelukmu,” respon Taylor Shen asal.

Vero He akhirnya pasrah saja. Mie wonton dengan sup kaldu ayam yang dibuatkan Bibi Lan terlihat sangat enak. Sekali mencium baunya, nafsu makan si wanita langsung membara. Berhubung sudah lapar sekali dan ingin segera bisa menemui Jacob Shen, ia pun mulai makan tanpa memedulikan keisengan Taylor Shen yang masih berlangsung.

Melihat Vero He makan dengan lahap, Taylor Shen memegang dagu si wanita, mendekatkan bibir ke bibirnya, dan memindahkan mie wonton yang lagi dikunyah olehnya ke mulutnya sendiri. Ia baru melepaskannya dan mengunyah mie “hasil curian”: “Enak.”

“……” Vero He memberi tawaran: “Bagaimana kalau kamu duluan yang makan ini? Aku bisa minta Bibi Lan untuk buatkan satu lagi.”

“Aku tidak lapar,” geleng si pria.

Novel Terkait

Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
Craving For Your Love

Craving For Your Love

Elsa
Aristocratic
3 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu