You Are My Soft Spot - Bab 399 Jadi Wanitanya (1)

Kronologis awalnya, Erin lagi mengantar Marco Xu ke depan hotel karena pria itu ada urusan mendadak. Berhubung cuaca lagi dingin-dinginnya, di depan hotel ada tumpukan salju yang sangat tebal. Karena agak buru-buru melangkah, Erin tidak sengaja menginjak bagian salju yang licin dan tubuhnya pun terjungkal ke belakang.

Meski punya tubuh yang lincah dan sigap, si wanita kali ini tidak bisa menahan diri untuk tidak terjungkal.

Beruntung, Marco Xu melihat kejadian itu. Pria itu segera mengulurkan tangan, menahan pinggang Erin, dan menarik tubuhnya. Ketika tubuhnya ditarik, Erin tidak bisa menghindarkan diri dari dekapan Marco Xu. Penciuman si wanita langsung dipenuhi aroma tubuh pria yang sangat kuat. Kaget dengan posisinya ini, Erin segera mengangkat tangan untuk mendorong si pria.

Marco Xu tidak melepaskan dekapannya pada Erin. Pria itu meledek sambil tertawa: “Aku tahu kamu tidak rela berpisah, tapi tidak perlu memelukku erat begini lah. Meski aku cukup menikmatinya, aku merasa janggal karena kamu jarang seramah ini.”

Erin jadi malu, “Kakak Senior Xu, aku……”

Belum kelar dirinya berbicara, Erin melihat tatapan mata Marco Xu pada dirinya tiba-tiba berubah signifikan. Ia menoleh ke belakang dan langsung menemukan sederet mobil sedan yang terparkir di pinggir jalan entah dari kapan. Di depan deretan mobil sedan, ada sebuah mobil Jeep yang dari dalamnya keluar dua orang pria tinggi besar.

Di sebelah mobil, kedua pria itu berdiri tenang seperti sepasang dewa yang habis turun dari langit.

Berhubung jarak kedua pria dengan dirinya agak jauh, Erin tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Meski begitu, ia bisa merasakan bahwa tatapan tajam salah satu pria, siapa lagi kalau bukan James He, terarah ke tangannya yang menempel di dada Marco Xu. Seperti terciprat air panas ketika memasak, Erin buru-buru menurunkan tangannya dari situ.

Sementara itu, Marco Xu juga melepaskan pinggang Erin dan memasukkan kedua tangannya ke saku celana tentara. Ia mengamati lekat-lekat kedua pria yang kini berjalan ke arahnya.

Langkah James He dan Taylor Shen tidak begitu cepat, namun mereka hanya butuh kurang dari tiga detik untuk tiba di hadapan Marco Xu dan Erin. James He menatap si wanita sekilas dengan raut marah yang dipendam, lalu mengalihkan pandangan ke Marco Xu. Ia tersenyum tipis: “Letnan Satu Xu, lama tidak perjumpa!”

Marco Xu menegakkan posisi berdiri dan memberi hormat pada James He. Meski pria di hadapannya ini sudah keluar dari ketentaraan, Marco Xu tetap menganggapnya sebagai seorang tentara pasukan khusus yang sangat bertalenta. Lebih dari itu, ia juga mengidolakannya!

“Ketua Tim He!”

James He memberi hormat balik, lalu kedua pria sama-sama menurunkan tangan. James He kembali menatap Erin, namun yang ditatap membuang muka ke arah lain karena gentar bertatap-tatapan.

Sudut bibir James He sedikit terangkat ketika melihat pipi Erin yang kemerahan. Terbayang bahwa ini disebabkan karena pelukannya barusan pada Marco Xu, tatapan si pria jadi agak muram, bahkan kemarahannya yang daritadi ditahan agak terekspresikan keluar. Pria itu berujar, “Dua hari ini Erin dan adikku pasti banyak merepotkan Letnan Satu Xu ya? Terima kasih banyak, nanti aku traktir makan sebagai wujud balasan.”

Marco Xu menyadari maksud implisit yang terkandung dalam perkataan James He. Wow, idolanya ini memasukkan Erin sebagai bagian dari tanggung jawabnya! Ia membalas dengan basa-basi: “Ketua Tim He bercanda ah. Erin adalah adik kelasku, jadi jelaslah aku harus memberi pelayanan terbaik kalau dia datang ke Kota A.”

“Ingin memberi yang terbaik atau tidak itu kamu yang tentukan, sementara mau membalas terima kasih atau tidak itu aku yang tentukan. Ini kamu mau pergi ya? Maaf, kami hanya bisa mengantar sampai sini.” James He bicara dengan dahi yang sedikit terlipat, namun kata-kata yang diucapkannya terdengar sangat ramah dan bersahabat.

Erin mendongak ke James He, namun kembali membuang muka begitu melihat tatapan dinginnya. Sambil tidak menatap lawan bicaranya, si wanita berujar pada Marco Xu: “Kakak Senior Xu, biar aku antar kamu ke mobil!”

“Memang dia tidak tahu jalan sampai perlu diantar kamu?” Emosinya makin terpancing, sikap James He jadi makin tegas: “Cuaca sangat dingin. Erin pergi masuk kamar sekarang, Letnas Satu Xu biar aku yang antar.”

Setelah bertutur begini, James He langsung berbalik badan dan berjalan ke mobil Jeep tentara yang diparkir tidak jauh dari mereka.

Marco Xu menatap bayangan tubuh James He untuk beberapa saat, lalu menioleh ke Erin. Ia baru menyadari wanita di sebelahnya juga lagi menatap bayangan tubuh yang sama. Si pria berujar pelan: “Erin, anak yang tidak sengaja keguguran waktu itu……”

“Anak dia, tetapi dia tidak tahu. Kakak Senior Xu, mohon jaga rahasia. Aku tidak mau dia tahu,” tutur Erin jujur. Marco Xu sudah membantunya melewati periode kelam itu, jadi ia tidak mau menyembunyikan apa pun pada yang bersangkutan.

Marco Xu mengangguk, “Baik Erin, aku paham. Setelah tugas kelar, aku akan kemari lagi.”

“Terima kasih, tapi……”

“Sudah, jangan bicara lagi. Aku jalan dulu.” Marco Xu berbalik tangan dan melambaikan tangan pada Erin dalam posisi membelakanginya. Ia lalu melangkah cepat ke mobil Jeep tentara-nya. Bukannya menuruti perintah James He untuk segera masuk kamar, Erin terus mengamati bayangan tubuh si pria dengan lekat.

Pada pintu supir Jeep tentara, James He bersandar sembari merokok. Jujur saja, James He agak tertegun melihat pakaian tentara yang lagi dipakainya. Dalam hati kecil semua pria ada impian untuk masuk ketentaraan, begitu pun dengan dirinya……

Dulu, James He masuk sekolah militer dengan melewati berbagai kesulitan. Kalau waktu itu ia tidak tahu mamanya masih hidup dan sudah menikah dengan seorang tentara berjabatan tinggi, ia pasti tidak akan keluar dari ketentaraan dan masuk dunia bisnis.

Sikap James He saat itu sungguh keras. Ia bersumpah tidak akan mau bertemu dengan mamanya dan suami barunya itu seumur hidup. Sekarang, melihat pakaian hijau-hijau Marco Xu, si pria rupanya masih terpikat.

Marco Xu tiba di depan James He. Pria di hadapannya ini mengenakan jas hitam dengan luaran mantel hitam, jadi auranya lumayan antimidatif. Kalau saja masih jadi tentara aktif, James He pasti sekarang sudah jadi kapten atau bahkan kolonel.

Marco Xu sangat menghormati James He, namun mereka berdua sekarang berada di sisi berlawanan karena seorang wanita. Ia mulai bicara soal itu, “Ketua Tim He, aku suka Erin. Aku berencana mendekatinya.”

Kegiatan merokok James He terhenti karena batuk yang diakibatkan oleh asap rokok yang terhembuskan dalam mulut. Melihat reaksi si pria terhadap perkataannya itu, Marco Xu tersenyum tipis. Gila, ambisi pria yang sangat intimidatif ini buat memiliki Erin sangat kuat! Ia bisa membacanya baik dari perkataannya mau pun dari gayanya.

Kalau James He tidak peduli dengan kata-katanya tadi, tidaklah mungkin dia bakal berbatuk begini. Benar kan?

Setelah batuknya berhenti, James He menatap Marco Xu dan bertanya: “Barusan kamu bilang apa?”

“Aku suka Erin, aku ingin mendekatinya. Kami dulu bersekolah di tempat yang sama empat tahun, juga jadi rekan setim selama empat tahun. Aku yakin mendekatinya tidak akan sulit.” Marco Xu adalah orang yang blak-blakan dan tidak tertarik main “sembunyi-sembunyian”. Ia tidak masalah jujur soal ini di hadapan pesaing cintanya sendiri.

Yang diberi tahu mengernyitkan alis. Di matanya, Marco Xu adalah orang yang cukup punya pesona, jadi dia adalah pesaing cinta yang tidak boleh dipandang remeh. James He lalu bertanya: “Mengapa kamu harus lapor ke aku bahwa kamu suka dia?”

“Sebagai sesama lelaki, aku merasa terancam dengan tatapanmu pada Erin. Aku ingin mengejar Erin bukan untuk berkompetisi denganmu, melainkan…… Kalau kamu tidak bisa memberikan Erin kehidupan yang bahagia, mohon beri aku kesempatan untuk melakukannya,” jawab Marco Xu.

James He merasa sedikit terancam. Yang dikatakan Marco Xu benar, pria mana pun pasti bisa menyadari bahwa tatapannya pada Erin penuh perasaan mendalam. Usia mereka sepadan, lalu Marco Xu juga sangat mempesona. Wanita mana pun pasti tidak kuasa untuk menolak didekatinya.

James He menanggapi sinis: “Letnan Satu Xu, kamu sudah salah menyukai wanita. Kalau pun kamu mau lomba mendapatkan Erin denganku, aku berani taruhan kamu seratus persen akan kalah!”

Pria itu lalu membuang puntung rokok dan mematikannya dengan cara menginjak seperti mau menginjak gelora cinta lawannya pada Erin. Ia menegakkan tubuh dan berjalan sambil menyinggung bahu kanan Marco Xu: “Apa Erin ada memberitahumu bahwa dia sekarang wanitaku?”

“……” Marco Xu mengamati bayangan tubuh James He yang menjauh dengan cepat. Ia baru menarik pandangan dan masuk ke mobil cukup lama setelah kepergiannya.

Erin masih berdiri di depan hotel dan di antara tumpukan salju. Dari sebelahnya, Taylor Shen berjalan masuk hotel dan naik ke lantai atas. Erin tahu ia dan Vero He tidak akan bisa menyembunyikan kepergian mereka ke Kota A dari kedua pria, hanya saja ia tidak menyangka mereka bakal menyusul secepat ini.

Di tengah ke-termenung-annya, Erin sudah disamperi oleh James He. Si pria berdiri di depan si wanita dan mengernyitkan alis melihat pipinya yang memerah karena kedinginan. Pria itu memerintah dengan tatapan marah dan nada bicara dingin: “Naik!”

Sembari menyinggung bahu Erin sekilas, James He melangkah memasuki hotel.

Erin menoleh menatap bayangan tubuh James He. Tahu bakal dapat hukuman, si wanita menyusul dengan hati kacau. Di tempat terpencil macam Kota Kecil Luoshan ini, fasilitas hotel luar biasa terbatas. Bahkan, meski merupakan hotel terbaik di sini, hotel tempat keempat orang menginap hanya punya kasur pemanas tanpa ada alat pemanas udara.

Di lorong jalan, James He menghentikan langkah dan menoleh ke Erin yang ada sedikit di belakangnya, “Kamarmu yang mana?”

Erin terdiam. Setelah ditanya untuk kedua kalinya, wanita itu baru membawa si pria ke kamarnya. Tanpa minta izin atau apa, James He mengambil kunci di tangan Erin, membuka pintu, dan masuk.

Hawa hangat kama langsung tercampur dengan hawa dingin yang James He bawa dari luar. Ketika si pria melepaskan mantelnya, serbuk-serbuk yang ada pada mantel itu jatuh ke lantai dan berubah jadi genangan air. Si pria lalu menyodorkan jaket tersebut pada si wanita.

Erin gigit-gigit bibir dengan canggung, namun akhirnya tetap menghampiri James He, menerima sodorannya, dan menggantungkan mantel ke lemari pada sisi tembok. Ketika menggantungkannya, merasakan kehangatan tubuh James He yang masih tertinggal di sana, Erin meremasnya sedikit seperti ingin memindahkan kehangatan itu ke telapak tangan.

Kelar dengan urusan mantel, James He duduk di kasur pemanas. Ia menyapukan pandangan ke seluruh sudut kamar. Selain sebuah meja, dua buah kursi, dan satu buah kasur, kamar ini tidak memiliki apa-apa lagi, bahkan kamar mandi juga tidak. Kemarin sudah khawatir semalaman dan hari ini menjalani perjalanan panjang, James He merasa sangat kelelahan. Ia lantas meminta sesuatu pada Erin: “Sana ambilkan sebaskom air hangat buatku.”

Yang disuruh mendongak menatapnya. Awalnya ingin menyuruh si pria melakukannya sendiri, Erin pada akhirnya dengan patuh mengambil sebuah baskom dari meja dan mengisinya dengan air hangat di ujung lorong jalan.

Tidak lama kemudian, Erin kembali dengan barang yang diminta. Ia menaruh baskom di meja, lalu berujar pada pria yang lagi duduk di kasur pemanas sambil main ponsel: “Air hangat sudah diambilkan.”

James He mendeham tanda iya sambil tetap sibuk dengan ponsel, sementara Erin berdiri di sebelahnya. Kesepian dalam kamar sudah membuat si wanita agak tegang, lalu ketegangan ini diperkuat oleh keberadaan James He di dekatnya.

Berselang beberapa saat, James He menaruh ponsel, bangkit berdiri, dan berjalan ke meja. Di sebelah meja, si pria membuka kancing jasnya dan menyerahkannya pada Erin.

Si wanita menggantungkan jas itu di sebelah mantel. Ketika ia berbalik badan, ia melihat James He sudah menggulung lengan kemejanya ke lengan atas dan lagi membasuh muka dengan cara menyipratkan air. Erin berdiri di sebelahnya sambil mengamati cipratan yang berulang-ulang. Tangan James He sangat berisi, di pinggangnya juga tidak ada sedikit pun lemak berlebih.

Setelah membasuh wajah dengan air, James He mengambil cairan cuci muka yang ada di balkon dan mengeluarkannya sedikit ke telapak tangan. Ia membuat gelembung-gelembung dari cairan yang ada di tangannya itu, lalu mengoleskannya ke wajah.

Erin ternganga melihat kelakuannya. Wanita itu berujar hati-hati: “Itu punyaku……”

Seolah tidak mendengar apa-apa, James He tetap mengoleskan cairan cuci muka di wajahnya beberapa kali dan kemudian membilasnya dengan air. Yang ia lakukan selanjutnya adalah mengambil sebuah handuk warna biru langit buat membilas air di wajah. Erin kembali mengingatkan, “Itu handukku……”

James He risih dengan sikap Erin yang dianggapnya pelit. Hanya meminta sedikit cairan cuci muka dan pinjam handuknya saja, ia sudah bawel begini! Tanpa memedulikan peringatannya, James He lanjut mengelap wajah dengan handuk saja. Tidak hanya sampai situ, si pria juga memakai krim pelembut wajah si wanita.

“……” Erin seratus persen kehabisan kata.

Selesai berurusan dengan wajah, James He berjalan kembali ke kasur pemanas dan melepas sepatu, lalu naik ke kasur itu dan baring sambil selimutan. Melihat tingkah James He yang ingin tidur di sini, Erin segera menghampirinya dan bertutur tidak senang: “James He, kamu tidak bisa tidur di sini.”

Si pria menaruh kedua tangan di belakang bantal kepala, kemudian bertanya santai: “Mengapa aku tidak bisa tidur di sini?”

“Ini kamarku,” jawab Erin dengan penekanan pada setiap kata.

“Aku tidak bilang ini kamarmu.”

Novel Terkait

Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu
Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
4 tahun yang lalu