You Are My Soft Spot - Bab 298 Tiffany Song Ke Mana? (3)

Javier Liao sebenarnya ingin memberitahukan realitas tragedi tujuh tahun lalu pada publik, namun tidak berani membahayakan nyawa istri dan anaknya. Kalau sampai dia berani bongkar rahasia itu, ia sama saja menggali kuburan buat orang-orang yang paling dicintainya.

Mendengar suara sirene, Vero He menoleh mencari sumber suara dan melihat sebuah mobil polisi melaju keluar kompleks pengadilan. Sebenarnya apa realitas tragedi waktu itu? Apa dia masih harus melanjutkan penyelidikannya?

Erin bergegas mengambil mobil, sementara Stella Han menunggu di tempat bersama Taylor Shen dan Vero He. Ia tidak ingin cepat-cepat bertemu Jordan Bo, jadi ia memutuskan jadi “nyamuk” mereka.

Erin juga membeli tiket pertunjukkan ini. Kebetulan, kursi yang dia pilih dan kursi yang Taylor Shen pilih saling bersambungan.

Opera dimulai pukul tujuh. Berhubung sekarang masih cukup dini, mereka memutuskan untuk cari makan dulu. Taylor Shen merupakan salah satu dari beberapa pemilik sebuah restoran di seberang rumah opera, jadi mereka pergi ke sana.

Berhubung merupakan salah satu pemiliknya, Taylor Shen memiliki ruang makan privat di sini. Si pria menyerahkan buku menu kepada ketiga wanita dan mempersilahkan mereka memesan. Ponsel Erin tiba-tiba berdering. Setelah mengecek identitas peneleponnnya, ia menatap Vero He dengan agak khawatir dan bergegas keluar untuk mengangkatnya.

Telepon itu datang dari James He. Si pria mengingatkannya bahwa malam ini mereka mau menonton pertunjukkan.

Erin mematikan telepon, kemudian kembali ke ruang privat. Makanan yang sudah dipesan Vero He dan Stella Han tidak lama kemudian datang. Rasa restoran ini sangat khas. Dengar-dengar, buat restoran ini, Taylor Shen membayar mahal seorang koki yang pernah bekerja lama di Hong Kong.

Waktu masih cukup dini seusai kelar makan, jadi mereka berjalan ke rumah opera dengan berjalan kaki. Di depan bangunan megah itu, mereka menjumpai James He.

James He belakangan ini pergi dinas ke beberapa kota. Baru mendarat di bandara, ia langsung datang ke rumah opera. Raut kelelahan tidak bisa disembunyikan dari wajahnya. Sepasang mata pria itu juga memiliki banyak urat merah.

Vero He melambaikan tangan pada James He dan berlari kecil untuk menghampirinya: “Kakak, kamu bukannya lagi di luar kota?”

Yang dihampiri tersenyum datar. Ia menoleh ke tiga orang lain di belakang Vero He, lalu kembali menatap adiknya itu. Dengan serak, ia menjawab, “Tadi baru balik. Kalian kemari buat menonton opera?”

“Iya, aku tertarik. Kalau ketertarikan ini tidak kupenuhi, aku takut aku tidak bisa tidur. Kamu baru balik dari luar kota pasti lelah ya? Pulang sajalah, aku bisa suruh Erin antar kamu.” Vero He iba dengan James He. Setiap akhir tahun tiba, dia harus terbang ke banyak kota untuk menginspeksi perusahaan.

Si kakak menggeleng, “Tidak apa-apa, tidak begitu lelah kok. Opera sudah mau mulai nih, masuk yuk.”

Di gerbang sudah berjubel banyak orang. Wajah mereka menampilkan rasa penasaran yang sangat mendalam terhadap opera ini. Berhubung James He tidak bersedia pulang, Vero He tidak bersikeras membujuknya. Mereka bertiga pergi ke tempat pemeriksaan tiket. Setelah tiket diperiksa, Stella Han dan Erin pergi membeli popcorn dan minuman.

Habis mereka berdua kembali, mereka lanjut jalan lagi ke rumah opera. Karena tiket keempatnya adalah tiket VVIP, mereka mendapat tempat duduk yang letaknya sangat puas. Bukan hanya itu, ada pula panitia yang secara khusus mengantarkan mereka ke tempat duduk.

Vero He awalnya ingin duduk di tengah, tetapi pada akhirnya tempat itu diberikan pada Stella Han karena dialah satu-satunya yang datang tidak dengan pria. Di sebelah kiri Stella Han ada James He dan Erin, sementara di sebelah kanannya ada Taylor Shen dan Vero He.

Tepat pukul tujuh, pertunjukkan opera dimulai. Dibandingkan “the Phantom of the Opera”, kostum dan desain panggung “Kembalinya Hantu the Phantom of the Opera” jauh lebih memukau.

Opera ini total memakan dana sekitar seratus miliar rupiah, namun hanya terdiri dari tiga sesi. Dengan begitu, harga tiketnya yang sangat mahal bisa dimengerti. Alur cerita opera sama persis dengan alur yang Taylor Shen sempat baca. Para penonton dibuat terkagum-kagum dengan naik dan turunnya cerita.

Pada salah satu adegan, sebuah vila mewah dibakar api yang sangat besar, lalu pemilik wanita vila itu diselamatkan orang melalui jalur bawah tanah. Vero He membelalakkan mata menatap api besar yang berkobar di panggung. Bulu kuduknya semua berdiri.

“Kembalinya Hantu the Phantom of the Opera” bukan tentang cinta-cintaan, melainkan tentang ketragisan dan horror. Melihat vila yang dibakar dan seorang anak laki-laki yang berdiri di depannya dengan tubuh gemetar, ia menoleh ke Taylor Shen karena teringat sesuatu.

Tujuh tahun lalu, waktu menyelidiki kebakaran hebat yang melanda rumah kediaman keluarga Shen, Vero He menemukan fakta bahwa Taylor Shen lah yang menyebabkan kobaran api. Tuan Besar Shen bahkan juga mengakui hal ini. Di kemudian hari, demi melindungi Taylor Shen, Tuan Besar Shen memaksanya pergi ke luar negeri.

Sekujur tubuh Vero He kini gemetar. Adegan-adegan lanjutan sehabis adegan tadi tidak mampu ia tonton dengan fokus.

Taylor Shen menyadari keganjilan yang terjadi dengan Vero He. Ia menoleh menatapnya dan melihat jidatnya sudah penuh dengan keringat dingin. Si pria pun menggandeng tangan si wanita. Menyadari bahwa tangannya dingin, ia bertanya khawatir: “Tiffany Song, kamu kenapa? Kok tanganmu dingin begini?”

Vero He terhenyak menatap wajah Taylor Shen yang makin tampan saat kena cahaya merah dari panggung. Wanita itu menggeleng, “Tidak, aku tidak apa-apa.”

Si pria tidak menerima jawabannya begitu saja, “Kamu tidak enak badan ya? Sudahlah tidak usah menonton lagi, kita pulang saja.”

Vero He melepaskan tangannya dari tangan Taylor Shen. Ia menjawab sembari gigit-gigit bibir: “Aku sungguh tidak apa-apa. Ayo nonton saja.”

Semua cerita selanjutnya berkaitan dengan kebakaran vila. Semua orang dicurigai sebagai otak di balik insiden kebakaran, sementara aktor laki-laki utama jadi gila karena kehilangan kekasih. Ketika pelaku utama diselidiki lebih lanjut, semua orang merasa gelisah. Pemeran utama laki-laki sendiri dalam hati sudah menebak kira-kira siapa pelakunya.

Saat pemeran utama laki-laki hidup menyendiri, ia baru menemukan fakta bahwa pembakar vila adalah putranya sendiri. Ia marah besar dan mengusir anak itu keluar dari rumah biar hidup sendiri. Bertahun-tahun kemudian, si anak kembali untuk merebut semua kekayaan keluarga. Ia menghancurkan keluarganya sendiri menggunakan “senjata” berupa cintanya dengan seorang wanita sebatang kara.

Kejutan tiba-tiba muncul di tengah drama. Ketika para penonton mengira si pria benar-benar mencintai si wanita sebatang kara, ia ternyata sama sekali tidak mencintainya dan hanya menggunakannya sebagai alat belaka. Begitu tahu si wanita sudah menyelidiki tragedi kebakarannya, si pria merancang jebakan buatnya pada hari pernikahan mereka. Si wanita mati dalam sebuah insiden ledakan. Menjelang detik-detik kematiannya, wanita itu bersumpah akan mencari si pria buat balas dendam. Semua lampu panggung mati, lalu di tengah kegelapan terdengar suara dingin si wanita sebatang kara, “Aku kembali, masih ingat aku?”

Pada adegan penutup ini, tidak ada seorang pun sadar Vero He menghilang. Mata Taylor Shen terus terpaku ke panggung. Separuh akhir alur cerita berubah drastis dari naskah yang dia baca. Ia hanya pernah membaca soal insiden kebakaran, namun tidak pernah membaca soal insiden balas dendam begini. Dalam hatinya, ia merasa alur cerita opera berhubungan dengan dirinya. Ketika ia menoleh ke Vero He, ia baru menyadari wanita kesayangannya itu sudah tidak kelihatan.

Di bawah pantulan cahaya lampu panggung yang kembali dihidupkan, Taylor Shen bangkit berdiri dan berkata panik: “Tiffany Song hilang.”

James He, Erin, dan Stella Han relfeks ikut berdiri. Mereka mengamati kursi bekas Vero He yang kini kosong melompong. Penonton-penonton di sekitar mereka juga merasa sangat kaget. Barusan mereka sepenuhnya berkonsentrasi pada opera, tidak ada yang tahu kapan Vero He menghilang.

“Kok bisa tiba-tiba hilang? Ke toilet tidak?” James He melangkah menghampiri kursi bekas Vero He. Raut wajahnya sangat ketakutan.

Ada begitu banyak orang di sini, bagaimana bisa Vero He menghilang begitu saja?

“Dia tidak keluar dari sisiku. Kalau dia keluar, aku pasti bakal tahu dan bakal menemaninya,” tutur Taylor Shen. Pria itu memang duduk di kursi yang paling dekat pintu keluar.

Stella Han dan Erin saling bertatap-tatapan dengan gelisah. Si asisten lalu berinisiatif untuk menghubungi ponsel bosnya itu.

Pada momen ini, orang-orang sudah berjalan keluar rumah opera sembari mendiskusikan pertunjukkan yang baru ditonton. Banyak dari mereka beranggapan suara wanita pada adegan terakhir sangat menakutkan.

Suara itu melengking dan tajam, siapa pun yang mendengar pasti bakal bergidik.

Sewaktu Erin menelepon Vero He, James He mendengar suara panggilan yang sangat familiar. Ia menunduk mencari sumber suara dan menemukan sebuah ponsel di sebelah kaki Taylor Shen, lalu mengambil ponsel itu. Ketakutannya langsung mencapai titik puncak. Ponsel saja tidak dibawa, sebenarnya ke manakah perginya Vero He?

Erin mematikan telepon dengan raut wajah yang berubah drastis. Ia berujar: “Nona He juga tidak keluar dari area kami. Meski kita fokus menonton drama, kita pasti tetap bakal tahu kalau ada orang yang keluar masuk. Ini jalannya sempit begini kok.”

Stella Han ngeleng-geleng. Sekujur tubuhnya merinding, entah ini pengaruh opera barusan atau karena hilangnya Vero He. Ia bertanya-tanya, “Tiffany Song ke mana? Kok bisa menghilang sekejap begini?”

Mereka bertiga semuanya orang dewasa, masak tidak ada yang tahu ke mana Vero He pergi? Ini sungguh menakutkan dan diluar nalar.

James He mengepalkan tangan dengan kencang seperti ingin meremas ponsel Vero He. Wajahnya juga mengeras. Ia sama sekali tidak menyangka musuh bakal membawa pergi adiknya dengan memanfaatkan opera ini.

Yang jadi pertanyaan, bagaimana bisa mereka membawa pergi Vero He tanpa satu jejak pun?

Saking frustrasi dan bingungnya, Taylor Shen menendang kursi yang berada paling dekat dengannya. Ia lalu berkacak pinggang dan bertanya-tanya seperti Stella Han, “Tiffany Song sebenarnya ke mana? Aku yakin sekali dia tidak keluar.”

James He menatap kursi Vero He dengan wajah memuram. Ia melipat dahi. Kalau tidak ada yang melihat Vero He pergi, maka yang bermasalah pasti kursi yang didudukinya. Bukankah begitu?

“Erin, telepon para pengawal pribadi dan suruh mereka semua masuk. Kalau pun harus tempat pertunjukkan ini harus dihancurkan buat mencari dia, lakukan saja tanpa ragu.” James He tidak bisa berdamai dengan keteledorannya. Mereka sudah sangat hati-hati dan waspada, namun pada akhirnya tetap masuk dalam jebakan musuh.

Taylor Shen menoleh ke sisi tengah panggung. Semua pemeran opera sudaha kembali ke belakang panggung. Dengan mata yang memendam kemarahan, pria itu menelepon seseorang, “Ned Guo, lenyapkan Digital World Corp dari Kota Tong, terserah pakai cara apa! Terus, para pemeran opera malam ini tidak boleh ada yang keluar duluan satu orang pun.”

Taylor Shen ingin menginterogasi setiap pemeran sampai berhasil menemukan Vero He. Ia sudah pernah melakukan kesalahan tujuh tahun lalu, masak sekarang melakukannya lagi?

Si pria merasa ia tidak seharusnya membawa Vero He menonton opera malam ini. Ketidakhati-hatiannya sudah memberikan musuh kesempatan buat menyerang.

Tiffany Song sebenarnya pergi ke mana? Kali ini, apa dia harus kembali menunggu tujuh tahun baru bisa kembali berjumpa dengannya?

Memikirkan ini, Taylor Shen jadi semakin tidak tenang sekaligus semakin murka. Ia tidak mau membiarkan dirinya kembali menunggu tujuh tahun, sungguh tidak bakal! Pria itu kembali merogoh ponsel dan menelepon berbagai nomor tanpa henti demi merencanakan pencarian kembali Vero He. Hanya dengan membuat dirinya sibuk, Taylor Shen baru bisa mencegah dirinya menggila. Andai dia menggila, satu rumah opera ini bisa langsung dibuat rata dengan tanah!

Novel Terkait

Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
5 tahun yang lalu
Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu