You Are My Soft Spot - Bab 38 Menguasai Ranjangnya

Tiba-tiba terdengar sebuah suara handphone yang terbanting di telinganya, tangan Tiffany yang sedang memegang handphone itu pun terjatuh tak bertenaga, sekujur tubuhnya terasa kosong dan hampa. Setelah waktu berlalu sekian lama, barulah ia menyeret tubuhnya yang lemah tak bertenaga itu kembali ke ruang rawat.

Ia berjalan ke samping ranjang, tak tahu sejak kapan pria yang terbaring di atas ranjang itu terbangun, matanya yang indah itu memandang ke arah Tiffany. Tiffany tersenyum dengan terpaksa, katanya, "Paman Keempat Kakak Ipar, bagaimana kau sekarang? Apa kau kupanggilkan dokter?"

Baru saja Tiffany membalikkan badannya, Taylor pun memegang tangannya, di saat sakit seperti ini pun, tangan Taylor masih bertenaga, Tiffany melihat ke arahnya, lalu tersenyum kecut, "Aku sangat lelah, apa kau tak bisa membiarkanku menyendiri sejenak?"

Taylor menatap mata Tiffany sejenak, lalu melepaskan genggaman tangannya perlahan-lahan, suaranya terdengar sangat serak, "Berdiamlah di sini saja, jangan pergi dari pandanganku, aku tidak akan mengganggumu."

Tiffany tak punya tenaga lagi untuk berjalan jauh, ia duduk di kursi dengan punggungnya menghadap ke arah Taylor, mengingat ucapan Wiliiam tadi, hidungnya terasa sakit, air matanya mengalir deras, begitu tak berdaya dan putus asa.

Taylor melihat air mata yang mulai menggenang di atas lantai, tangisan tanpa suara Tiffany jauh lebih membuatnya sedih daripada menangis menjerit-jerit. Pasti ia sudah sungguh amat sangat kesakitan, sehingga menangis pun tak bersuara. Dan sedalam apa rasa sakit di hatinya sekarang, sedalam apa pula rasa cinta dirinya pada pria yang membuatnya terluka itu.

Ini pertama kalinya seumur hidup Taylor secemburu ini pada seorang pria.

Ia menegakkan tubuhnya perlahan-lahan, lalu berjongkok di belakang Tiffany, ia mengulurkan tangannya yang tidak dipasangi selang infus, lalu mendekap Tiffany dalam pelukannya. Tiffany terkejut, baru saja ia mau melawan, Taylor pun menghentikannya dan berkata, "Menangislah, kupinjamkan dadaku sebentar untukmu."

Tiffany menangis lagi.

Seisi ruangan itu sangat sunyi, terkadang terdengar suara isakan Tiffany yang pelan, seperti seekor macan kecil yang terluka. Taylir menutup matanya, ia tak bisa menahan rasa sakit yang begitu dalam di hatinya. Tiffany, apa aku yang datang terlalu terlambat?

Setelah menangis beberapa saat, Tiffany pun tertidur dalam dekapan Taylor. Taylor mencabut selang infusnya, lalu menggendong Tiffany dan menidurkannya di atas ranjang. Tiffany menggesek-gesekkan kepalanya pada bantal, namun tidak terbangun.

Taylor duduk di sebelah ranjang, melihat mata Tiffany yang membengkak karena menangis, hatinya terasa seperti tersayat-sayat.

Keesokan harinya, Tiffany membuka matanya, yang pertama kali ia lihat adalah langit-langit kamar yang sangat putih, aroma antiseptik yang kuat tercium di hidungnya, Tiffany mulai sadar perlahan-lahan, tiba-tiba ia teringat pada sesuatu, lalu langsung menegakkan tubuhnya.

Taylor sedang duduk di sofa sambil membaca koran, melihat Tiffany terbangun, Taylor pun melipat korannya dan meletakkannya di atas meja, lalu berjalan ke samping ranjang dan mengusap-usap kepala Tiffany, dengan lembut ia berkata, "Cuci muka sana, setelah itu kita kembali ke Kota Tong."

Tiffany sedikit bingung, semalaman ia menguasai ranjang rawat Taylor, kalau begitu tadi malam ia tidur di mana? Ia melihat ke arah sofa yang rapi itu, lalu berlari ke kamar mandi. Ia melihat dirinya sendiri dari kaca cermin, kedua matanya merah, kelihatannya sangat melas.

Ia membuka keran air di wastafel, lalu menyiram-nyiramkan air di wajahnya.

Setelah mencuci muka dan keluar dari kamar mandi, ia melihat Taylor baru saja kembali dari luar, Taylor meletakkan sarapan pagi yang baru saja ia beli di atas meja, "Sarapan pagi Kota C sangat khas lho, ayo makan."

Tiffany berjalan ke arahnya perlahan-perlahan, dengan penuh perasaan bersalah, ia berkata, "Paman Keempat Kakak Ipar, kau itu pasien, tapi malah kau yang merawatku, rasanya tidak enak sekali."

"Bukahkah memang seharusnya pria merawat wanita?"

Tiffany tak bisa membawanya, ia duduk di sofa, Taylor memberinya sepasang sumpit, Tiffany pun makan tanpa bersuara. Melihat Tiffany yang tampak tak punya nafsu makan sama sekali, Taylor pun tahu kalau Tiffany masih sedih, oleh karena itu ia juga tidak memaksanya makan lebih banyak lagi.

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
4 tahun yang lalu
Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Excellent Love

Excellent Love

RYE
CEO
4 tahun yang lalu