You Are My Soft Spot - Bab 213 Lain Kali Tidak Usah Pakai Lipstick Lagi, Tidak Enak (1)

Begitu keluar lift, Vero He langsung menjumpai Rolls-Royce yang menarik perhatian mata. Taylor Shen bersandar di samping pintu mobil dengan mengenakan kemeja putih dan jas hitam. Di bawah kaki dia, ada beberapa puntung rokok. Ketika menghampirinya, Vero He bisa mencium bau rokok yang sangat kental.

Ia ingat dulu Taylor Shen tidak merokok separah ini. Lagipula, dia ini juga baru menunggu beberapa menit.

Vero He berdiri di hadapannya dan sengaja mengendus-ngendus. Ia menunduk menghitung jumlah batang rokok yang berserakan, “Satu, dua, tiga empat…… tujuh, delapan. Delapan batang rokok. Kamu anggap paru-parumu itu cerobong asap ya?”

Si pria mengamati Vero He dengan serius. Hari ini, wanita itu mengenakan dress putih yang disandingkan dengan jaket pendek dan sepatu hak tinggi. Rambutnya dikuncir di belakang dengan rapi. Di bawah cahaya lampu parkiran bawah tanah, Vero He terlihat berkilau.

Tubuh Taylor Shen berasa seperti didorong oleh tangan yang sangat kuat. Ia menegakkan posisi berdiri, lalu mengulurkan tangan dan menahan kepala belakang Vero He. Karena kaget, si wanita maju-maju beberapa langkah dan tubuh mereka berdua pun menempel.

Suara sepatu hak tinggi Vero He saat maju-maju terdengar bagai genderang dimulainya adegan mesra ini……

Bau tubuh pria yang menyegarkan langsung memenuhi rongga dada Vero He. Sekujur tubuh wanita itu kaku, namun ia tetap berusaha mendorong Taylor Shen biar menjauh. Sayang, tubuh si pria sama sekali tidak bergerak. Dorongan Vero He menguat karena kesal. Tetapi, tidak peduli seberapa keras ia mendorong, Taylor Shen tetapi tidak bergerak sama sekali. Pria itu pada akhirnya melepaskan tangan Vero He dari tubuhnya dan meleluknya.

“Kamu!” Vero He mendongak menatap si pria. Suara nafas mereka terdengar seperti sedang berlomba.

Ekspresi Taylor Shen sangat santai seolah memeluk Vero He begini adalah suatu hal yang normal. Detak jantung Vero He makin lama makin cepat. Ketika ia ingin meneriaki pria itu untuk melepaskannya, Taylor Shen tiba-tiba menunduk dan menempelkan bibirnya ke pipi dia. Vero He tidak keburu menghindar.

Otak si wanita berdengung dengan hebatnya. Usaha dia untuk melepaskan diri jadi semakin gencar.

Sedetik kemudian, Vero He bisa merasakan dirinya sudah dibuat bersandar di pintu mobil oleh Taylor Shen. Rasa benturannya ke pintu mobil sakit sekali sampai matanya berair.

Si pria menunduk menatapnya. Kulit putih bersih, mata bagai permata, pipi kemerahan, dan rambut panjang yang diikat hingga memperlihatkan leher yang sempurna……

Vero He tidak bisa melihat gerakan Taylor Shen dengan jelas. Ia tiba-tiba merasa kepala belakangnya di tahan, lalu bibirnya bertempelan dengan sesuatu yang hangat-hangat. Ketika ia menyadari benda apa itu, matanya langsung membelalak.

Dari jarak yang sangat dekat, Vero He bisa melihat wajah tampan Taylor Shen. Mata si pria, yang tidak ditutup, menunjukkan berbagai macam ekspresi. Ekspresi menahan diri, ekspresi bertahan, dan ekspresi ingin memiki.

Kekuatan tempelan bibir Taylor Shen di bibirnya makin lama makin kuat. Berselang beberapa saat, bagai tidak puas dengan ciuman yang datar begini, ia mulai menggigit bibir Vero He supaya ciuman mereka makin panas.

Si wanita bisa merasakan gelora nafsu dalam diri Taylor Shen yang semakin panas. Suhu bibir si pria makin lama juga makin tinggi. Bibir Vero He kini penuh bau tembakau dari rokok yang dihabiskan Taylor Shen barusan. Bau itu membuat orang merasa terbang ke angkasa jauh.

Vero He membuka mata rapat-rapat. Ia tidak mau memejamkannya sedikit pun, juga tidak mau ikut terpengaruh dengan skill ciuman yang tengah dipertontonkan Taylor Shen. Tiba-tiba, dari kejauhan, ia bisa melihat ada orang tengah memotret mereka secara sembunyi-sembunyi di balik mobil sebelah.

Vero He menatap pria di depannya lagi dan menurunkan tangan yang ia pakai untuk mendorongnya. Kemudian, wanita itu memperbaiki sedikit posisi leher Taylor Shen. Ia mulai membalas ciuman si pria.

Taylor Shen bisa merasakan setiap gerakan yang dilakukan Vero He. Sudut matanya juga menangkap sosok yang barusan memotret, tetapi ia tidak memedulikannya. Vero He akhirnya sudah membalas ciumannya, masak ia mau berhenti di sini? Sekarang, kalau pun ada pisau menempel di lehernya, ia tetap tidak akan menghentikan ciuman ini.

Ketika mulai kekurangan oksigen, keduanya baru melepaskan ciuman itu. Vero He melihat ke arah pemotret barusan dan menemukan si wartawan sudah pergi. Ia mendongak menatap Taylor Shen. Kemeja si pria agak berantakan, di kerahnya juga ada satu cap bibir yang sengaja Vero He berikan.

Kalau mau memancing saingan cinta, apa lagi cara yang lebih efektif dibanding berciuman dengan pria yang diperebutkan dan diliput wartawan?

Taylor Shen berusaha menstabilkan nafas. Tatapannya pada Vero he persis seperti tatapan seekor harimau yang tidak sabar memasukkan rusa buruannya ke dalam perut. Pria itu lalu menjilat-jilat sudut bibirnya dengan alis terangkat, “Lain kali tidak usah pakai lipstick lagi, rasanya tidak enak.”

“……” Vero He risih dengan kata-katanya. Sudah memaksa ciuman, masih bilang rasa bibirnya tidak enak pula. Ia mengeluarkan lipstik dari tas dan bertanya: “Cari sana yang rasanya enak, ngapain cium aku yang tidak enak?”

Wanita itu memiringkan badan ke spion untuk memperbaiki dandanan. Tiba-tiba, satu detik kemudian, lipstik yang ia pegang direbut. Ia menatap si perebut dengan marah, “Taylor Shen, kembalikan lipstikku. Aku belum selesai memakainya, kamu mau aku tampil begini?”

Taylor Shen menatap bibir merah Vero he dengan tajam. Ia memegang pinggang wanita itu, lalu berujar pelan dan serak, “Aku bertanggungjawab menghapuskan yang sudah kamu oleskan!”

Taylor Shen kembali menempelkan bibir ke bibir Vero He sebelum wanita itu keburu mengelak. Kali ini, ia benar-benar menghapuskan olesan lipstik pada bibir si wanita sampai bersih.

Setengah jam kemudian, Rolls-Royce melaju keluar dari parkiran bawah tanah. Vero He gigit-gigit bibir menahan kesal di kursi penumpang. Ia menoleh menatap pria di sebelah yang suasana hatinya kini jadi sangat baik. Ia mengulurkan tangan, “Kembalikan lipstikku. Itu lipstick yang paling aku suka.”

Taylor Shen menunduk menatap tangan kecil Vero He. Ia mengenggam tangan itu dan menempelkannya ke paha. Dengan tegas, ia memerintah: “Kedepannya, akulah lipstikmu. Kapan kamu mau pakai, kamu boleh langsung pakai.”

Suhu paha Taylor Shen yang hangat sepertinya mengagetkan Vero He. Ketika si wanita mau melepaskan tangannya dari situ, ia segera menahan tangan itu dan menempelkannya lebih kencang lagi. Vero He memaki: “Tidak tahu diri, dasar brengsek!”

Bukannya marah, Taylor Shen malah tertawa terbahak-bahak. Vero He menatapnya dengan gusar. Ia barusan memaki, mengapa malah ketawa-ketawa sih? Apa yang lucu memang? Orang ini makin lama sungguh makin sulit dimengerti.

Saat baru keluar dari lift dan menjumpai Taylor Shen bersandar di sisi mobil, ia melihatnya sebagai sosok anjing tanpa pemilik yang mengibakan. Ternyata, pria itu ingin mencari simpatinya. Taylor Shen bukan anjing yang tidak dirawat pemilik, melainkan serigala ganas yang pura-pura baik.

Taylor Shen menoleh ke arahnya. Melihat bibir Vero He merah sekaligus bengkak, ia seketika teringat sensasi berciuman barusan. Energinya pun langsugn berlipat ganda. Ia mengelus pelan punggung tangan Vero He: “Kita ke mana?”

“Pergi makan, aku lapar gara-gara dicium!” Vero He memandangi lampu-lampu jalan di depan. Di parkiran barusan, orang-orang yang lalu lalang pasti melihat adegan mereka. Beruntung Taylor Shen menghalanginya, kalau tidak ia pasti tidak akan berani muncul ke kantor lagi.

Si pria tertawa renyah dan membujuk, “Pulang ke rumahku, nanti aku masakkan. Oke?”

Vero He memutar bola mata. Kalau ikut ke rumah Taylor Shen, yang dimakan pasti dirinya sendiri dan bukan makanan. Ia tidak sebodoh itu menyerahkan diri pada mangsa. Ia menolak, “Tidak mau, aku tidak percaya kemampuan masakmu. Aku mau makan makanan western.”

Pria yang hasratnya sudah dipuaskan kali ini menurut pada Vero He. Ia mengangguk, “Kalau begitu ke Tower Howey. Di sana letak restoran western paling autentik.”

Si wanita mengernyitkan alis, “Aku tidak jadi mau makan western deh. Aku ingin makan mie tarik.”

Taylor Shen menuruti saja, “Oke, boleh. Kamu ada preferensi restoran mie tariknya tidak? Kalau tidak ada, ayo ikut aku ke rumah. Nanti aku masakkan khusus.”

Vero He menatap gusar, “Taylor Shen, kamu ngebet sekali aku ikut ke rumahmu ya?”

“Itu rumah kita,” balas Taylor Shen sambil membuang nafas panjang.

Vero He sengaja tidak membalas lagi. Melihat ada minimarket dua puluh empat jam di depan, ia buru-buru menyuruh Taylor Shen menghentikan moibl. Si pria berhenti dan menengok ke sisi jalan. Selain sebuah minimarket, ia tidak melihat restoran apa pun. Pria itu lantas bertanya, “Bukannya mau makan mie lamian?”

“Iya, turunlah.” Vero He melepas sabuk pengaman dan berjalan cepat memasuki minimarket.

Taylor Shen mematikan mobil dan ikut turun. Vero He sudah mengambil dua mie instan dan bersiap mulai memasaknya di meja panjang. Taylor Shen menyipitkan mata dengan heran dan menghampiri: “Cuma makan ini?”

“Iyalah, kamu ambil saja dua sosis sebagai tambahan. Sana ambil, mengapa berdiri saja?” suruh Vero He melihat Taylor Shen diam saja.

Taylor Shen menuruti perintahnya dan kembali dengan dua stik sosis. Vero He sudah menuang air panas ke dalam gelas dan menaruh bumbu. Si pria mengamati dari samping, “Jangan sering-sering makan makanan sampah begini. Tidak baik untuk tubuh.”

“Sekali lagi kamu merusak nafsu makanku, aku marah!” Vero he menatanya kesal. Ia mengambil dua stik sosis yang Taylor Shen bawa, memotongnya kecil-kecil, dan membagi rata potongan di tiap gelas.

Taylor Shen menyadari pola makan Vero He tidak sesuai aturan. Saat mereka pergi waktu itu saja, dia menjadikan durian sebagai pengganti makanan berat. Pantas saja saat dipeluk tadi tubuhnya sangat kurus, kurus sampai hanya tersisa tulang.

Tidak lama kemudian, mie instan siap disantap. Vero He duduk di kursi makan, lalu menoleh ke Taylor Shen yang larut dalam pikiran: “Makanlah, habis makan temani aku pergi ke suatu tempat.”

Si pria ikutan duduk. Melihat Vero He mulai menggerakan garpu, ia ikutan. Mungkin karena mie instan ini dibuat si wanita, ia tidak merasa tidak enak. Vero He tersenyum melihat Taylor Shen makan dengan lahap, “Enak kan?”

“Iya, lumayan,” si pria mengangguk. Dalam beberapa menit, mangkuk mie sudah kosong-melompong.

Vero He makan dengan perlahana karena takut terciprat kuah mie. Sebentar lagi ia mau pergi ke suatu tempat, jadi tidak boleh kena kotoran sedikit pun. Pakaiannya ini sudah ia pilihkan secara selektif, jadi memang harus dijaga baik-baik.

Melihat si wanita makan dengan anggun, Taylor Shen mengenang: “Aku ingat kamu dulu makan mie tidak seperti ini.”

“Terus seperti apa?”

“Makannnya…… Suara mengunyah dan menghirupnya sangat berisik,” jawab Taylor Shen. Ia ingat Vero He pernah bilang, “Semakin berisik suara makannya, berarti rasa makanannya semakin enak.”

“Si wanita menaruh alat makannya dan mengelap mulut dengan tisu, “Dulu adalah dulu, sekarang adalah sekarang. Setiap orang pasti mengalami perubahan. Aku sudah kenyang, sana kamu bayar.”

Taylor Shen bangkit berdiri dan membayar. Vero He menunggu si pria di depan pintu. Taylor Shen kembali dengan membawa sekotak susu. Ia menyerahkan kotak susu yang bungkusnya hangat itu ke si wanita dan bilang: “Minum susu sedikit biar pedasnya hilang.”

Vero He menunduk menatap kotak susu dengan tersentuh. Ia lalu buru-buru mengalihkan pandangan dan baru sadar agak jauh di depan ada sebuah mobil derek. Yang mengejutkan, mobil yang diderek mobil derek itu adalah Rolls-Royce milik pria yang tengah menemaninya ini. Ia panik, “Yah, Taylor Shen, mobilmu diderek.”

Taylor Shen melangkah cepat ke sana dengan disusul Vero He. Melihat mobil melaju semakin jauh, Vero He bertanya: “Jadi sekarang Rolls-Royce pun berani diderek?”

Si pria membuang nafas panjang, “Di sana memang tidak boleh parkir sih.”

“……” Vero He meminum susunya dan tidak bicara lagi. Mobil sudah dibawa pergi, bagaimana bisa bertemu dengan Angelian Lian? Tetapi, teringat wartawan yang memotretnya di parkiran tadi, ia tersenyum dingin.

Taylor Shen merogoh ponsel dan berucap: “Aku telepon Budi dulu untuk jemput kemari.”

Ketika Taylor Shen menelepon, Vero He pergi ke sisi jalan raya dan melambaikan tangan untuk memanggil taksi. Saat Taylor Shen kesampaian mengejar, wanita itu sudah duduk di dalam. Vero He membuka kaca, lalu berujar pada Taylor Shen yang keheranan tiba-tiba ditinggal: “Sudah kamu tunggu Budi saja. Aku jalan dulu.”

Novel Terkait

Hidden Son-in-Law

Hidden Son-in-Law

Andy Lee
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu Luar Biasa Bangkrut

Menantu
4 tahun yang lalu
The True Identity of My Hubby

The True Identity of My Hubby

Sweety Girl
Misteri
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
4 tahun yang lalu