You Are My Soft Spot - Bab 274 Kamu Tidak Mau Aku, Aku Pun Tidak Mau Kamu (3)

Hati Vero He terasa seperti tiba-tiba ditusuk panah. Ia dengan lembut mengulurkan tangan dan mengelus kepala Jacob Shen biar kemarahannya mereda. Tanpa disangka, dalam keadaan masih sangat marah, anak itu menahan tangan Vero He dan menggigit pergelangannya kencang.

Vero He jelas merasakan sakit, namun tidak menarik tangannya dan membiarkan Jacob Shen melampiaskan kemarahan. Waktu itu pura-pura tidak meladeninya, anak ini sebenarnya berharap dia bujuk baik-baik. Pada akhirnya, ketika dia benar-benar pergi, Jacob Shen malah menyangka dia tidak mau dirinya lagi dan memendam kemarahan beberapa hari ini.

Mulut Jacob Shen mulai merasakan amis darah. Ia sebenarnya agak bingung mengapa Vero He diam saja dan tidak melawan. Setelah merasa puas, anak itu melepaskan tangan si wanita dan melihat dua baris cap gigi yang berisi darah di sana. Ia mendadak panik sendiri.

Vero He menunduk melihat dua baris cap gigi itu juga. Ia agak kaget, namun melihat wajah Jacob Shen yang panik dan merasa bersalah, wajahnya tersenyum dengan lembut biar anak itu merasa baikan: “Apa ini? Hadiah dari kamu buat aku?”

Tadi masih dipenuhi kemarahan, sekarang Jacob Shen dipenuhi rasa bersalah. Ia dalam hati menebak-nebak apa hukuman yang akan dia dapatkan kalau Vero He melapor pada papa. Anak itu bertanya hati-hati, “Sakit atau tidak sakit?”

“Sakit sih, tapi ini hadiah dari kamu jadi aku harus terima, ya kan?” ujar Vero He santai biar Jacob Shen tidak merasa bersalah.

Si anak tidak tahu harus berucap apa lagi. Ia mengangkat tangan si wanita dan meniupkan lukanya. Angin sejuk yang bertiup dari mulut Jacob Shen sedikit banyak membuat luka Vero He terasa baikan. Bukan cuma luka di tangannya, melainkan luka di hatinya juga. Setelah merasa cukup, Vero He menarik tangan dan bertanya: “Sekarang sudah bisa pergi denganku?”

“Kamu masih bakal tidak menginginkanku lagi tidak?” tanya Jacob Shen khawatir. Waktu itu papa membawanya pergi, Vero He tidak membujuknya untuk tinggal. Kali ini ia menggigitnya, mungkinkah Vero He bakal menganggapnya sebagai anak yang kasar dan tidak mau main lagi dengannya?

Hati Vero He sakit mendengar ini. Ia mendekatkan badan ke Jacob Shen dan memeluknya. Luka di tangannya mengenai tangan Jacob Shen ketika mengenai itu. Rasanya perih sekali, namun ia tetapi lanjut memeluknya, “Bagaimana mungkin aku tidak menginginkanmu lagi? Jangan pikir macam-macam, oke?”

“Tetapi aku tadi gigit kamu.” Jaocb Shen tidak paham mengapa Vero He tidak memedulikan ujung mantel bulu biru mudanya yang kena darah. Jelas-jelas nanti bisa sulit dibersihkan, mengapa tidak dilepas sekarang?

“Aku anggapp itu hadiah dari kamu, jadi jangan merasa bersalah ya?” bujuk si wanita masih dalam posisi memeluk. Baginya, hati Jacob Shen sangat lemah. Anak ini selalu menyelesaikan masalah dengan kekerasan, pasti itu ada kaitan dengan masa kecilnya yang tidak didampingi seorang ibu.

“Kamu benar-benar menganggapnya sebuah hadiah?” tanya Jacob Shen sambil menunjuk luka Vero He.

“Iya lah. Selain Jacob Shen, siapa lagi yang bisa beri aku hadiah begini? Hadiah ini akan buat aku ingat kamu seumur hidup,” jawab si wanita berusaha menghibur.

Suasana hati Jacob Shen seketika langsung membaik karena daritadi tidak dimarahi sama sekali. Ia mengangkat tangan Vero He yang satunya lagi dan berujar penuh semangat: “Ya sudah aku gigit tangan yang satunya lagi juga deh, biar seimbang.”

“……” Vero He tidak menyangka dengan ide si anak. Dikira ini lagi main beli satu gratis satu ya?

“Aku antar kamu ke klinik untuk balut luka. Wajah setampan wajahmu tidak layak luka-luka begini, jelek.” Vero He menarik tangan dan menyentuh-nyentuh hidung Jacob Shen. Si anak langsung malu dan berbalik badan dengan risih, “Ih, jangan pegang hidungku ah!”

Tanpa memedulikan luka di tangan, Vero He membawa Jacob Shen ke klinik sekolah untuk diobati lukanya. Dokter yang sedang berjaga kebetulan kenal dengan si anak. Dokter itu menyambut, “Jacob Shen, hari ini bertengkar lagi dengan teman?”

Jacob Shen mendongak pada Vero He sekilas. Si wanita menggandengnya masuk dan tersenyum pada dokter: “Tolong dokter urus dan balut lukanya ya.”

“Aku tidak mau diurus dia. Dia bodoh, tiap dia urus lukaku rasanya perih sekali,” tolak Jacob Shen mentah-mentah tanpa takut membuat dokter marah. Vero He langsung berkeringat dingin dan buru-buru minta maaf pada dokter itu.

Si dokter santai saja. Dia membuka kotak obat dan mempersilahkan Vero He membasuh luka Jaocb Shen sendiri, mungkin dengan begitu si anak bisa lebih menerima. Dokter itu kemudian menoleh ke Jacob Shen yang duduk di seberang dengan tenang. Anak ini biasanya tidak pernah bisa diam, jadi ia merasa momen ini sangat menarik. Si dokter tidak tahan untuk tidak meledek, “Jacob Shen, ini pacar papamu ya?”

Jaocb Shen sangat nakal. Si dokter tahu anak ini selalu bertengkar dengan alasan yang sama, yakni temannya mengejek duluan bahwa dia tidak punya mama. Itulah mengapa dia bertanya Vero He ini siapa dari papanya, siapa tahu kekasih baru.

Jacob Shen menjawab dengan mata membelalak, “Bukan urusanmu!”

Anak itu lalu menatap Vero He dengan tidak tenang. Peanut adalah miliknya dan buka milik papa, namun ia tidak berani mengucapkan itu terang-terangan. Kalau sampai ia kelepasan bilang itu, Peanut pasti bakal kabur ketakutan. Ia dari dulu bertekad untuk makan banyak biar cepat besar. Setelah sudah besar seperti papa, ia mau menikahi Peanut.

Si dokter merasa canggung dijudesi Jacob Shen untuk kedua kalinya. Tidak mau kena yang ketiga kali, ia berbalik badan dan pergi keluar. Toh si wanita yang menemani Jacob Shen juga bisa mengurusi luka-luka dia sendiri, begitu pikirnya.

Melihat si dokter pergi, Vero He mengambil antiseptik dan mengoleskannya dengan kapas ke luka di wajah Jacob Shen. Obat yang awalnya berwarna merah jadi kehijau-hijauan begitu mengenai luka-luka itu. Ia tidak tahan mau tertawa, namun berusaha menahannya karena takut membuat marah anak yang kebanggaan dirinya tinggi sekali ini, “Sakit tidak? Mau aku tiupi?”

Tanpa menunggu jawaban, Vero He langsung meniup-niup saja. Luka Jacob Shen jadi berasa jauh lebih sejuk. Sambil dioleskan obat dan ditiupi lagi, Jacob Shen bertanya sesuatu yang muncul di benaknya barusan: “Peanut, apa kau suka papamu?”

Gerakan Vero He seketika berhenti. Ia bertanya bingung, “Mengapa kamu bertanya begitu?”

“Papaku luar biasa, juga sangat jantan. Kalau aku tumbuh besar seperti papaku, kamu bakal suka aku tidak?” ujar Jacob Shen hati-hati. Di mata anak itu, Taylor Shen adalah sosok idaman yang ia jadikan panutan.

Vero He mengelus-elus kepala Jacob Shen. Rambut anak itu lembut sekali dan sensasi mengelusnya sangat enak. Ia tersenyum dan menjawab: “Kamu yang sekarang aku sudah suka kok, tidak perlu tunggu tumbuh besar seperti papa.”

Jacob Shen menunduk malu-malu kucing. Ini Peanut lagi menyatakan cinta padanya ya? Wah, berbahagia sekali dirinya!

Setelah kelar mengurusi luka Jacob Shen, kini tiba giliran Vero He untuk mengurusi lukanya sendiri. Bekas gigi sedalam ini membuktikan Jacob Shen menggigit dengan kencang sekali tanpa rasa kasihan.

Ketika ia mengambil kapas, Jacob Shen menarik kapas itu dan berujar: “Biar aku yang beri obat.”

Vero He tersenyum melihat tingkah lucunya. Ia mengamati Jacob Shen menuang antiseptik ke kapas dan mengoleskan kapas itu dengan hati-hati ke luka dirinya. Merasa perih dengan obat yang mengenai luka, Vero He refleks menarik tangan. Ia lalu tanpa sengaja melihat mulut Jacob Shen tengah membulat karena daritadi meniupi lukanya.

Hati Vero He seketika terenyuh. Setelah kelar diberi obat, Vero He bertanya sambil merapikan barang-barang: “Jacob Shen, mau makan malam apa? Ayo kita beli yang kamu mau.”

“Aku ingin makan pizza.”

“Baiklah, ayo makan pizza.” Vero He menggandeng Jacob Shen keluar klinik sekolah. Ia berucap terima kasih pada dokter yang daritadi menunggui di luar, lalu mengajak Erin untuk jalan ke mobil.

Ketiganya baru masuk mobil, ponsel Vero He berdering. Ia tersenyum melihat identitas si penelepon, lalu mengangkatnya, “Halo?”

“Sudah pulang kantor kamu?” tanya pria di seberang datar.

“Sudah, telat kamu bertanyanya.” Suasana hati Vero He sedang super baik seolah semua angin gelap beberapa hari ini lenyap.

“Sekarang kamu di mana? Biar aku jemput kamu.” Mendengar nada bicara Vero He yang riang, Taylor Shen ikut senyum sendiri.

“Aku lagi bawa Jacob Shen pergi makan pizza. Kami mau pergi ke Pizza Hut yang di seberang Century Plaza, kalau bisa datang datanglah.” Melihat mobil sudah berbelok, Vero He sekalian melaporkan lokasi restoran yang mereka sebentar lagi akan singgahi.

“Kebetulan aku di sekitar situ. Aku segera ke sana, tunggu aku ya. Muah!” kata Taylor Shen dengan diakhiri kecupan.

Wajah Vero He memerah. Ia mendeham mengiyakan, lalu mematikan telepon. Mobil memasuki parkiran. Berhubung hari ini hari Jumat, restoran cukup padat oleh keluarga yang makan bersama.

Saking padatnya, mereka harus mengantri dulu baru bisa mendapat tempat duduk. Saat mereka baru dapat meja dan mau melihat-lihat menu, Taylor Shen akhirnya tiba. Setibanya di sana, Taylor Shen langsung menjadi pusat perhatian para pengunjung restoran beserta pelayannya. Ia melewati mereka semua dengan gesit, lalu duduk di sebelah Vero He.

Para wanita yang mengamatinya langsung kecewa. Yah, ternyata hatinya sudah dimiliki wanita lain. Sayang sekali!

“Papa!” teriak Jacob Shen pelan. Sekalinya datang, mata Taylor Shen langsung terus tertuju pada Peanut. Kalau dia tidak memanggilnya, ia khawatir dia tidak bakal menyadari kehadirannya.

Taylor Shen menoleh ke Jacob Shen. Melihat wajahnya ditempeli plester medis, ia bertanya dengan alis terangkat, “Ada apa ini dengan mukamu? Bertengkar lagi dengan teman?”

“Temanku dulu yang memaki aku, baru aku memukulnya,” jawab si anak membela diri.

Si ayah seketika terpancing emosi. Baru mau menegurnya, Vero He sudah menarik kerah bajunya. Ketika menoleh mencari tahu apa gerangan yang terjadi, ia menjumpai si wanita tengah menggeleng padanya. Taylor Shen pun menahan diri dan tidak jadi memarahi Jaocb Shen.

Erin duduk di sebelah dengan agak canggung. Ini makan malam satu keluarga, keberadaannya sebagai orang luar jelas tidak dibutuhkan. Wanita itu memutuskan pamit: “Nona He, berhubung CEO Shen sudah datang, aku pulang dulu ya.”

“Makan dululah baru pulang, sekarang pun belum malam kok,” tahan Vero He.

“Tidak deh, aku masih harus melaporkan beberapa hal pada Tuan Muda. Selamat makan kalian, aku jalan dulu.” Erin bangkit berdiri dan berjalan pergi. Tidak seperti wanita pada umumnya, Erin tidak suka memakai tas. Ia merasa gerakannya jadi tidak nyaman kalau pakai itu.

Vero He tidak menahannya lagi dan membiarkan dia pergi.

Taylor Shen, Vero He, dan Jacob Shen duduk di satu sofa yang sama. Melihat Erin pergi dan sofa yang depan kosong, Jacob Shen menyuruh: “Papa, kamu duduk di seberang saja. Di sini sempit.”

“……” Taylor Shen menatap Jacob Shen kesal. Ketika bangkit berdiri, ia ternyata sekalian menggandeng tangan Vero He dan mengajaknya pindah bareng.

Jacob Shen tercengang melihat tindakan ayahnya. Anak itu lalu mau ikutan pindah juga. Taylor Shen jelas tidak mengizinkan sebab tidak ada bedanya jika mereka bertiga sama-sama pindah. Ia sendiri juga jadi tidak bisa berduaan dengan Vero He, bukankah begitu? Si ayah pun menegur anaknya: “Kalau tidak duduk diam, tidak usah makan di sini. Makan di rumah saja!”

Ancaman khas orangtua ini jelas membuat Jacob Shen langsung diam. Meski diam, anak itu menatap Taylor Shen dengan tidak senang seolah ingin mengekspresikan suasana hatinya yang belum bisa menerima. Jacob Shen kemudian bertanya, “Peanut, bisa duduk di sini denganku? Aku takut makan sendirian.”

“Tadi saat memukul teman kok tidak takut?” tanya Taylor Shen dingin. Wajah Jacob Shen langsung memerah. Ia tidak bisa membalas apa-apa selain membuang muka ke jendela.

Melihat perselisihan di antara keduanya, Vero He berujar pada Taylor Shen: “Hush, jangan begitu dengannya. Biarlah aku ke sana menemani dia.”

Ketika si wanita bangkit berdiri, Taylor Shen menahan pinggangnya dan menyuruhnya kembali duduk. Tangan itu kemudian tidak dilepas lagi. Si pria berujar tegas: “Biar dia duduk sendiri.”

Jari-jari Taylor Shen ditekan-tekan kecil di pinggang Vero He seperti tenagh meledeknya. Wajah wanita itu seketika jadi merah karena malu. Takut terlihat Jacob Shen, ia segera berusaha menyingkirkan tangan Taylor Shen dengan tangannya sendiri. Yang terjadi berikutnya adalah…… Taylor Shen malah menggenggam tangannya erat dengan jari-jari yang ditekan.

“……”

Novel Terkait

Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
3 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
3 tahun yang lalu
Thick Wallet

Thick Wallet

Tessa
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
3 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu