You Are My Soft Spot - Bab 209 Aku Priamu (3)

Wayne Shen sadar Jennifer Li menurutinya karena paksaan, bukan atas kesadaran sendiri. Ia mengambilkan bantal dan menaruhnya di belakang kepala si wanita. Angin luar berhembus menghasilkan suara desisan. Kamar sangat tenang, tenang sampai mereka berdua bisa saling mendengarkan suara nafas satu sama lain.

“Kakak Keempat-ku sudah kembali.” Wayne Shen asal mencari topik pembicaraan.

Jennifer Li mendongak menatapnya. Ia tahu kematian Tiffany Song tujuh tahun yang lalu memberikan pukulan yang amat berat bagi Taylor Shen. Si pria lalu migrasi ke Prancis dan tidak balik sama sekali. Beberapa hari belakangan, dia akhirnya pulang juga untuk pertama kali.

“Sudah tahu,” angguk Jennifer Li. Keheningan kembali tercipta di tengah mereka.

Wayne Shen menengok ke jendela dan mengamati cahaya lampu yang terhalang tirai. Ia mengajak berbincang lagi: “Ada satu hal yang kamu pasti tidak tahu, Kakak Ipar Keempat ternyata masih hidup.”

“Apa?” Jennifer Li langsung mengubah posisi dari berbaring jadi duduk. Ia menatap Wayne Shen dengan terkejut. Kakak Song masih hidup? Bagaimana mungkin?

“Dia masih hidup, hanya berganti nama saja. Namanya sekarang Vero He.” Wayne Shen biasanya pelit bicara. Ia tidak senang membicangkan hal-hal yang tidak penting. Malam ini adalah pengecualian. Ia harus terus mencari topik biar mereka bisa terus berbincang.

Sebelum bercerai dengan Patrick Song, Jennifer Li pernah mendengar nama ini dari dia. Pria itu bilang Vero He adalah pengusaha mal yang misterius dan terus mencetak rekor penjualan. Ia menjawab pelan, “Oh, ternyata dia.”

“Iya. Namanya dua tahun ini sangat populer di Kota Tong, tetapi kami hanya sekadar tahu namanya saja dan tidak menghubungkannya dengan Kakak Ipar Keempat,” balas Wayne Shen dengan ditutup desahan pasrah.

“Iya lah, siapa yang menyangka orang yang dikira sudah meninggal ternyata masih hidup? Oh iya, akankah dia dan Kakak Keempat balikan?” tanya Jennifer Li. Ia ingat waktu mereka pergi ke White Horse Temple, keduanya dapat kartu nasib yang buruk.

Ketika kartu nasibnya menjadi kenyataan, ia sungguh takut kartu nasib Kakak Song juga akan terwujud. Kartu nasib Kakak Song adalah tentang kematian. Kalau tidak mengalami kematian, paling ringan adalah mengalami luka berat.

Saat dapat kabar Kakak Song meninggal, ia tidak percaya kekhawatirannya sungguhan terjadi.

Sekarang, ketika dia kembali, akankah mereka kembali bersatu?

Wayne Shen menggeleng, “Aku tidak tahu. Kakak Ipar Keempat dari dulu tinggal di Kota Tong, tetapi menjumpai satu pun sahabat pun tidak mau. Ia sepertinya tidak bisa memaafkan pengabaian Kakak Keempat padanya sehabis pesta pernikahan lalu.”

Jennifer Li memikirkan Tiffany Song, lalu memikirkan dirinya sendiri. Ia menenangkan sang mantan: “Jangan khawatir. Kalau memang jodoh, mereka pasti akan bersatu!”

Wayne Shen menatapnya heran, lalu mengangguk kencang: “Benar. Kalau jodoh, semua pasti akan ada jalannya!”

Wajah Jennifer Li memerah karena kata-katanya sendiri. Kata-katanya itu juga bisa diaplikasikan dalam hubungan ia dan Wayne Shen. Kalau mereka jodoh, mereka pada akhirnya pasti akan bersatu. Ia pun segera mengakhiri pembicaraan sebelum kelepasan bicara lagi: “Aku tidur ya.”

Wayne Shen tersenyum menatap wanita yang sudah terbaring dan memejamkan mata. Tatapannya perlahan melembut. Jennifer Li, apa kita masih bisa kembali bersatu? Harus masih bisa!

……

Fabio Jin melajukan mobil ke sebuah restoran Meksiko. Ia turun dari mobil dan memutari bagian depan mobil dengan maksud membukakan pintu Vero He. Wanita itu ternyata sudah turun duluan, rencananya gagal. Ia mengingatkan: “Lain kali tunggu aku bukakan ya.”

Vero He membalas dengan senyum. Fabio Jin menyerahkan kunci mobil ke petugas valet, lalu masuk ke restoran dengan si wanita. Pengunjung restoran cukup ramai. Fabio Jin mencari tempat yang pemandangan luarnya paling bagus, lalu membukakan kursi untuk Vero He. Ia lalu duduk di kursinya sendiri.

Pelayan mengantarkan dua buku menu untuk masing-masing dari mereka. Vero He tidak begitu paham soal makanan Meksiko. Ia pernah melihat sekali sebuah makanan bernama taquito di televisi, kelihatannya enak. Wanita itu menutup buku menu dan berujar pada pelayan: “Aku pesan satu porsi taquito saja.”

Fabio Jin memesan beberapa menu, lalu mengembalikan buku menu pada pelayan. Pria itu kemudian meledek Vero He: “Kamu sudah sangat kurus loh. Kalau diet terus, lama-lama badanmu bisa melayang ditiup angin.”

Yang diledek berbisik pelan sambil senyum-senyum: “Aku sebenarnya tidak mengerti nama-nama makanan di menunya. Hanya saja, aku tidak ingin terlihat norak, jadi ya sudahlah pesan yang pernah dengar saja.”

Fabio Jin nyaris terbahak. Wanita ini sungguh menarik! Ia mengikuti gaya bisikannya: “Aku sendiri juga tidak terlalu mengerti.”

Keduanya tertawa dan suasana jadi semakin santai. Fabio Jin orang yang humoris dan berpengetahuan luas. Ia sangat pandai mengalirkan topik pembicaraan, jadi tidak muncul kecanggungan antara mereka berdua. Vero He merasa sangat nyaman. Ia tidak setegang seperti saat pertemuan pertama mereka.

Pelayan dengan segera menyajikan makanan. Vero He tadi belum makan malam, jadi ia sekarang benar-benar lapar. Fabio Jin kebetulan paham soal taquito, jadi ia menjelaskan saus-saus apa saja yang ada di piring Vero He.

“Cepat makan taquito yang kamu pesan. Nanti-nanti kalau ada kesempatan, kita jalan-jalan ke Meksiko untuk merasakan langsung budaya lokalnya.” Fabio He berhenti berbicara dan mempersilahkan Vero He makan.

Si wanita mencocol taquito-nya ke saus guacamole. Taquito renyah bercampur dengan saus sedap…… Ia sungguh menikmati rasa makanan yang baru pertama kali dicoba itu. Ia mengangguk, “Enak nih, kamu cobain deh.”

Fabio Jin tersenyum tipis dan mengambil taquito sebelah sesuai suruhannya. Ia melahap taquito itu dengan lahap. Ia pernah mencoba makanan ini sekali dan tidak begitu cocok, namun entah mengapa kali ini ia merasa sangat enak.

Ia melirik Vero He. Dalam hati ia bilang, memang benar kata orang, makan dengan siapa itu lebih penting daripada makan apa.

Taylor Shen daritadi duduk di dalam taksi yang terparkir di luar. Melihat Vero He dan Fabio Jin berbincang hangat di dalam, hatinya terbakar api cemburu.

Sejak James He bertemu dengannya, ia tahu ia harus melalui jalan yang panjang dan melelahkan kalau mau kembali bersatu dengan si istri. Ia tidak peduli dengan tantangan yang melintang di depan. Asalkan bisa kembali bersatu dengannya, kalau pun harus memperjuangkan maafnya selama seumur hidup, ia akan melakukannya.

Tetapi sekarang muncul satu pria lagi. Pria ini terlihat sangat gentle dan elegan, ia pasti dari kaum bangsawan. Siapa pria ini? Ia muncul dari mana dan apa hubungannya dengan Vero He?

Dilihat dari tatapan, ia merasa si pria sangat menikmati Vero He. Menikmatinya itu bukan menikmati yang polos, melainkan menikmati model pria menikmati pacarnya. Ia langsung merasa terancam dengan kehadiran orang ini.

Yang di dalam makan sambil ketawa-ketiwi, sementara yang diluar cemburu sampai mau meledak. Taylor Shen hanya bisa duduk di dalam taksi sambil terus mengamati.

Dua jam kemudian, Fabio Jin dan Vero He keluar dari restoran. Angin di luar meniup rambut panjang si wanita kesana-kemari. Dengan penuh perhatian, Fabio Jin melepas jaketnya dan memberikannya ke Vero He: “Angin kencang, jangan sampai kamu flu.”

Si wanita terenyuh dengan perhatian ini. Fabio Jin hanya pakai kemeja tipis, namun tetap rela melepas jaket demi dia. Ia menolak: “Aku tidak kedinginan. Kamu saja yang pakai, biar kamu tidak flu.”

“Aku pria!” Mobil beberapa saat kemudian sudah disetir petugas valet ke hadapan mereka. Fabio Jin membukakan kursi penumpang depan dan mempersilahkan Vero He masuk.

Yang dipersilahkan tidak punya pilihan lain selain menurut. Ia tahu niat Fabio Jin murni menunjukkan sikap gentle dan tidak macam-macam, jadi ya sudahlah biarkan. Si pria menutup pintu dan bergegas ke pintu sopir. Ketika ia mau masuk, gerakannya tiba-tiba terhenti. Di sisi jalan raya, ia melihat sebuah taksi yang penumpangnya tengah mengamati mereka. Ia tersenyum kecut dan mengangguk-angguk ke taksi itu, lalu masuk mobil.

Vero He menyadari gerakannya. Ia ikut menengok ke arah yang ditatap Fabio Jin. Yang ia lihat hanya sebuah taksi yang perlahan bergerak. Ia bertanya heran: “Orang kenal?”

“Iya, hitungannya kenal,” jawab Fabio Jin sambil mulai melajukan mobil.

Empat puluh menit berselang, mobil berhenti di luar rumah kediaman keluarga He. Fabio Jin melongok sekilas vila di dalam yang lampunya menyala terang, lalu berkata: “Sudah terlalu malam, aku perkenalkan diri secara resminya lain hari saja ya.”

Vero He kaget mendengar kata “perkenalkan diri secara resmi”. Ia membalas: “Tidak perlu. Papa masih di ibukota dan tidak pulang-pulang, kakakku juga sibuk terus entah ke mana. Kamu tidak perlu kenalan resmi begitu.”

Fabio He menyadari kekagetan Vero He, mungkin pendekatannya terlalu terburu-buru. Ia tersenyum lebar: “James He sedang sibuk apa aku tahu sih. Masuklah, cepat istirahat.”

Vero He bisa memahami kata-katanya. Fabio Jin adalah salah satu pemegang saham He’s Corp, juga merupakan kakak kelas kakak. Apa yang kakak lakukan sudah barang tentu ia ketahui dengan jelas. Vero He menaruh jaket si pria di kursi, lalu menyudahi: “Ya sudah…… Sampai ketemu.”

Tanpa menunggu Fabio Jin membukakan pintu, ia langsung turun dari mobil. Kaca dari pintu yang barusan ia buka lalu diturunkan. Ia melihat Fabio Jin memandanginya dari dalam mobil sambil berseru: “Aku tunggu kamu masuk.”

Fabio Jin menggeleng sambil tertawa melihat tatapan canggung Vero He. Ia jadinya tidak memaksakan diri untuk terus berjaga dan melajukan mobil pergi. Setelah mobil sudah jauh, Vero He membuang nafas panjang. Sepanjang kencan tadi, meski atmosfernya santai, namun dominasi Fabio Jin sangat terlihat. Ia model orang yang tidak bisa dijadikan teman biasa.

Tetapi kalau tidak bisa dijadikan teman biasa, mau dijadikan apa? Dijadikan pria yang dijodohkan dengannya? Ia garuk-garuk kepala dan agak menyesal sudah mengiyakan tawaran kakak untuk dijadawalkan kencan. Hubungannya dengan Taylor Shen belum diputus total, kini sudah datang satu pria baru.

Tiba-tiba di depan Vero He muncul bayangan hitam tinggi besar. Ia terkejut setengah mati. Bayangan pria itu membelakangi cahaya jadi tidak terlihat jelas, tetapi ia sudah bisa menebak identitasnya. Ia mengernyitkan alis, “Mengapa kamu ada di sini?”

“Dia siapa?” Bibir Taylor Shen datar dan tegang. Ketika si pria misterius mengangguk padanya tadi, ia bisa merasakan provokasi yang tersirat di gesturnya. Pria itu pasti dari awal sudah sadar dengan keberadaannya di luar restoran.

Vero He menjawab datar: “Pria yang dijodohkan denganku, Fabio Jin.”

Pria yang dijodohkan denganku…… Taylor Shen sepertinya pernah mendengar kata-kata ini, tetapi lupa siapa pengucapnya. Ia mengernyitkan alis, kata “pria yang dijodohkan denganku” berulang-ulang terputar di telinganya. Pria itu memaki, “Aku tidak mengizinkan!”

Vero He tertawa bak menonton komedi, “Tuan Shen, memang kamu siapa sampai berhak tidak mengizinkan?”

“Aku priamu!” Kata-kata ini keluar dari gigi Taylor Shen yang bergemeretak. Itu tandanya ia sudah benar-benar marah. Ia daritadi kedinginan di dalam taksi menatapi mereka berbincang hangat di dalam. Kejadian macam ini sungguh tidak boleh terulang lagi. Vero He adalah wanitanya, cuma ia yang punya hak untuk menemaninya jalan. Pria-pria lain jangan mimpi!

“Tuan Shen, kalau kamu masih mengantuk, silahkan pulang ke rumahmu dan lanjut tidur. Aku mau tidur, selamat tinggal.” Vero He melambaikan tangan dan berjalan membelok. Ketika mereka berpapasan, pergelangan tangan si wanita ditahan olehnya.

Genggaman Taylor Shen sangat kuat seolah ingin menghancurkan tulang tangannya. Vero He mengernyitkan alis dan menatapnya kesal. Ketika melihat tatapan mata Taylor Shen yang penuh kemarahan, ia tersadar sudah membuatnya murka. Ia tidak takut dan balas murka, “Kamu……”

Sedtik kemudian, Vero He sudah dibawa Taylor Shen ke bawah pohon di dekat mereka. Ia memberikan ciuman yang sangat agresif sebagai hukuman berat. Kepala Vero He berdengung pusing. Kepeningan ini diperparah dengan bau tubuh Taylor Shen yang terus merasuki rongga hidung karena si pria tidak berhenti menciuminya. Wanita itu membuka mata dan mengamati mata Taylor Shen. Tatapan si pria penuh nafsu dan keserakahan seolah ingin menjadikannya properti pribadi.

Novel Terkait

Untouchable Love

Untouchable Love

Devil Buddy
CEO
5 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Mr CEO's Seducing His Wife

Mr CEO's Seducing His Wife

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Seorang CEO Arogan

Cinta Seorang CEO Arogan

Medelline
CEO
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Husband Deeply Love

Husband Deeply Love

Naomi
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu