You Are My Soft Spot - Bab 297 Foto Sepasang Ibu dan Anak (3)

Luna Bai tidak meladeni permintaannya sama sekali. Ia jelas tidak boleh membiarkan Vero He berhasil mengejarnya. Terkadang, daya imajinasi orang memang sangat luar biasa. Hanya dengan bingkai foto dan simpul merah yang ia tidak sengaja ditunjukkan, Vero He sudah bisa berpikir sangat jauh.

Selanjutnya, yang harus ia hilangkan adalah menghilang sepenuhnya dari hadapan Taylor Shen, Vero Hen, dan lain-lain. Mereka tidak boleh menemukannya.

Melihat mobi sudah semakin jauh, Vero He yang sudah terengah-engah memutuskan berhenti. Dia akhirnya hanya bisa mengamati Audi hitam yang ditumpangi Luna Bai lenyap ditelan ujung jalan.

Si wanita tertunduk kelelahan sembari memegangi kedua lutut. Tenggorokannya terasa panas, kepalanya juga agak pusing.

Luna Bai, Bibi Lan, Jacob Shen, apa hubungan di antara mereka? Terus, bingkai foto dan simpul merah itu maksudnya apa? Mengapa semua ini begitu membingungkan?

Kepala pengawal pribadi melihat Vero He berdiri di sisi jalan dengan posisi tertunduk. Ia memberi kode mata pada pengawal pribadi yang menyetir, lalu mobil pun ditepikan. Ia turun dari mobil dan menghampiri bosnya: “Nona He, di luar dingin. Mohon masuk vila lagi.”

Vero He menoleh menatap kepala pengawal pribadi. Ia menyuruh: “Telusuri di mana wanita barusan tinggal. Aku ingin tahu.”

“Baik, aku akan menugaskan orang-orangku.”

Vero He menatap kabut-kabut tipis yang ada di kejauhan. Kemunculan Luna Bai tidak mungkin hanya sebuah kebetulan. Kalau mau mengetahui apa yang ada di balik ini semua, ia sepertinya harus menginterogasi Bibi Lan. Wanita itu pun memutuskan kembali ke vila. Baru dia sampai pekarangan bunga, pintu vila terbuka dan Taylor Shen berlari keluar tanpa mengenakan alas kaki apa pun.

Begitu melihat Vero He, mata Taylor Shen langsung berbinar. Si pria menyambar si wanita dengan memeluknya, lalu bertanya khawatir: “Kamu lari kemana? Aku tadi tidak bisa menemukanmu.”

Vero He merasa tulang-tulangnya mau remuk saking kencangnya pelukan Taylor Shen. Ia bertanya keheranan: “Eh, kamu kenapa?”

Sepasang tangan Taylor Shen mengapit Vero He dnengan kencang. Mata pria itu menyiratkan ketakutan dan kekhawatiran yang luar biasa. Dia mimpi Vero He diculik seseorang, lalu dirinya tidak bisa menemukannya lagi di mana pun.

Sewaktu terbangun, menyadari Vero He tidak ada di ranjang, Taylor Shen langsung ketakutan setengah mati. Tanpa memakai alas kaki apa pun, dia langsung berlari ke lantai bawah dan keluar vila.

“Tiffany Song, lain kali kamu tidak boleh pergi tanpa pamit. Aku sungguh takut, takut tidak bisa melihatmu lagi.” Sekujur tubuh Taylor Sheen agak gemetar. Sungguh, ia tidak mau kembali merasakan hari-hari yang terasa kosong dan menyedihkan karena tidak ada Vero He!

Si wanita membuang nafas pasrah sembari menepuk-nepuk punggung si pria. Ia berusaha menenangkan, “Aku tidak akan pergi tanpa pamit. Kamu jangan khawatir.”

Sembari menenangkan, Vero He merasa situasi ini juga agak unik. Biasa kan wanita yang takut ditinggalkan prianya, kok mereka ini bisa-bisanya bertukar peran ya?

Vero He menunduk dan menjumpai sepasang kaki Taylor Shen yang memerah karena kedinginan. Di sela-sela jari kaki itu ada juga kotoran-kotoran. Ia bertanya dengan setengah meledek: “Kok tidak pakai sepatu? Sudah usia segini, masak tidak tahu kalau keluar harus pakai alas kaki sih? Ayo masuk.”

Sudah lebih tenang, Taylor Shen perlahan melepaskan tangannya dari Vero He. Ia mengamati wanita di hadapannya ini lekat-lekat. Entah mengapa, semakin bahagia dirinya, ia malah semakin merasa tidak tenang. Ia takut semua yang ia alami saat ini hanya mimpi yang berkepanjangan. Ia takut suatu hari nanti ia terbangun di kamar tidurnya di Prancis dalam kesendirian.

“Tiffany Song, janji padaku kamu tidak akan pergi lagi. Aku sungguh takut,” mohon si pria.

Vero He jadi merasa agak bersalah. Gila, lihatlah apa yang sudah dia perbuat pada Taylor Shen! Ia ingat, waktu mereka berjumpa pertama kali, Taylor Shen adalah pria yang sangat percaya diri. Tidak ada hal yang tidak bisa didapatkan olehnya, kecuali hal yang sebenarnya dia sendiri tidak mau.

Sekarang, hanya karena Vero He bangun pagi dan tidak ada di sisinya, Taylor Shen langsung ketakutan seperti dirinya wafat saja.

Apakah ini berkaitan dengan semakin dekatnya peringatan tanggal pernikahan mereka tujuh tahun lalu?

“Taylor Shen, jangan bilang begitu terus ah. Aku akan terus ada di sisimu, aku tidak mungkin pergi darimu.” Vero He lama-lama jadi risih. Dulu yang suka stres dirinya sendiri, sekarang malah Taylor Shen. Haduh!

Senyuman nakal terlintas di bibir Taylor Shen. Pria itu berkata: “Kamu bilang kamu tidak akan pergi dariku. Kalau begitu, mulai sekarang kamu harus ikut aku ke mana pun aku pergi.”

“Tetapi sehari-hari aku kan mau kerja?” tanya si wanita bingung. Jangan-jangan Taylor Shen tadi pura-pura ketakutan hanya biar bisa menjebak dirinya nih?

“Kamu bisa suruh orang untuk mengantarkan berkas yang kamu perlukan ke Shen’s Corp. Kalau tidak, aku juga bisa kerja di ruang kerjamu. Intinya aku tidak mau terpisah denganmu, terserah kamu mau mengaturnya bagaimana,” cetus Taylor Shen tanpa maksud bercanda sedikit pun.

Vero He mengenryitkan alis, “Itu berkas-berkas kan semuanya rahasia perusahaan. Kalau dibawa kesana-kemari terus bocor bagaimana?”

Vero He merasa dia sepertinya sudah memandang kekhawatiran Taylor Shen tadi dengan terlalu sederhana. Pria ini sepertinya sudah merencanakan sesuatu yang lain……

Wajah Taylor Shen memuram, “Tidak mungkin. Eh, atau kamu khawatir bocor ke aku? Kita ini pasangan, apa-apaan coba takut rahasia perusahaanmu bocor pada pasanganmu sendiri? Atau kamu menganggap aku sebagai orang luar nih?”

“Taylor Shen, stop. Urusan kita akhir tahun banyak. Kalau kamu mau macam-macam begini, beban kerja orang-orang bakal makin banyak, khususnya si Christian,” bilang si wanita.

“Kamu pedulinya sama dia?” tanya si pria tidak senang.

“Bukan begitu. Aku hanya merasa rencanamu ini terlalu tidak berdasar. Di sekitarku ada pengawal-pengawal pribadi, aku tidak bakal kenapa-kenapa. Kamu……”

“Aku tidak peduli!” potong Taylor Shen. Ia sendiri juga tidak tahu mengapa dirinya semakin sering didera kekhawatiran ketika peringatan hari pernikahan mereka semakin dekat. Taylor Shen tahu Vero He selalu didampingi oleh pengawal pribadi, namun kekhawatirannya tetap saja muncul melulu! Entahlah dirinya ini sebenarnya kenapa……

“Tiffany Song, kamu tidak usah kerja lagi saja deh! Kamu tiap hari bersantai di kantorku saja!”

“Stop, diam. Ayo masuk vila, kasihan kakimu,” kata Vero He sembari menarik Taylor Shen. Kehebohan si pria sudah membuat dia lupa dengan Luna Bai.

Begitu masuk vila, si wanita mencarikan sendal dan menyuruh Taylor Shen memakainya. Ia lalu menngajaknya masuk ke kamar, lalu bergegas ke kamar mandi. Dengan pancuran air hangat, Vero He membersihkan kaki Taylor Shen yang sebelumnya ia suruh duduk di sisi bathtub.

Taylor Shen mengamati setiap gerakan Vero He. Ia merasa hangat diperhatikan begini, rasanya mereka seperti sepasang suami istri yang sudah menikah puluhan tahun. Kalau diingat-ingat, Vero He sepertinya belum pernah mencucikan kaki dia sebelumnya.

Kelar mencuci dan mematikan pancuran, Vero He mengelap kaki Taylor Shen dengan handuk dan memasangkan sendal kembali. Iseng, Taylor Shen melepaskan sendal itu dan menaruh kakinya di atas paha Vero He.

Wajah si wanita memerah. Sembari menyingkirkan kaki si pria dengan kesal, ia berkata: “Taylor Shen, serius sedikit ah.”

Taylor Shen kembali memasukkan kedua kakinya ke sendal. Ketika bangkit berdiri untuk menaruh handuk bekas ke kamar mandi, hidung Vero He nyaris saja menyundul dada si pria. Ia refleks mundur selangkah, sementara Taylor Shen ikutan refleks menahan pinggangnya karena takut dia kehilangan keseimbangan, “Tiffany Song, aku tidak mau terpisah denganmu. Pilihannya dua, aku yang ikut ke kantormu atau kamu yang ikut ke kantorku. Kamu pilih yang mana?”

Vero He menatapnya dengan alis terangkat, “Taylor Shen, kamu tahu tidak kamu sekarang mirip apa?”

“Apa?”

“Bayi yang selalu minta disusui.”

Mendengar jawaban ini, Taylor Shen menatap lekat-lekat dada Vero He. Ia tersenyum nakal dan menanggapi: “Aku memang bayi yang senang disusui, susunya ya susu kamu.”

“……” Sadar dirinya bakal selalu kalah dari Taylor Shen dalam hal ledek-ledekan begini, Vero He tidak meladeninya lagi dan bergeas keluar kamar mandi.

Si pria mengikuti dari belakang. Sembari berjalan, ia bertanya, “Barusan kamu lari keluar buat apa? Aku mencarimu ke semua sudut vila sampai kehabisan tenaga.”

Taylor Shen pada momen ini terkesan bukan seperti pria yang sudah mau empat puluh tahun, melainkan seperti anak usia empat tahun yang habis ditinggal mamanya. Sembari melangkah keluar dari ruang tidur utama, yang ditanya menjawab: “Hanya ingin jalan-jalan saja di depan.”

Untung Taylor Shen bertanya ini, Vero He jadinya ingat lagi soal Luna Bai. Ia mendongak menatap si pria dengan ekspresi seperti lagi berpikir.

Taylor Shen canggung ditatap begini, “Mengapa menatapku seperti ini?”

“Taylor Shen, apa kamu tidak merasa heran dengan kemunculan Luna Bai di Sunshine City yang tiba-tiba?” Vero He yakin Luna Bai sadar dia mengejar mobil yang ditumpanginya. Kalau sadar, mengapa dia tetap kabur ya? Dia sebenarnya ingin menyembunyikan apa?

Taylor Shen mengernyitkan alis: “Aku sudah mengusir dia, memang dia balik lagi? Dia ada bicara macam-macam dengan kamu ya pasti?”

“Taylor Shen, mengapa kamu langsung gelisah begini?” tanya Vero He tiba-tiba. Ia tidak menganggap momen gelisah ini sebagai sesuatu yang asal lewat.

“Kalau dia bicara hal-hal yang bisa mempengaruhi hubungan kita, bagaimana aku tidak gelisah? Tiffany Song, kamu hari ini agak aneh. Sebenarnya kamu kenapa?” Si pria hanya pernah berinteraksi beberapa kali dengan Luna Bai. Setiap berinteraksi dengannya, ia selalu khawatir wanita itu bakal cerita yang macam-macam ke Vero He dan memicu kecurigaannya.

Vero He menyadari pertanyaannya barusan agak berlebihan. Ia tidak punya bukti apa-apa, pikirannya juga lagi kacau, jadi sebaiknya dia tidak berpikir yang macam-macam dulu. Wanita itu pun menggeleng, “Tidak ada apa-apa. Sana sarapan, setelah sarapan berangkat kerja.”

Taylor Shen mengikuti Vero He. Ia merasa ada sesuatu yang mengganjal di pikiran wanita itu, tetapi jelas ia tidak bisa mengetahuinya karena si wanita tidak mau cerita. Si Luna Bai itu, kalau ia tahu kehadirannya bakal membuat masalah, ia pasti tidak akan mengizinkannya tinggal di Sunshine City hanya karena merasa tidak enak pada Bibi Lan.

Keduanya turun ke lantai bawah. Dari depan pintu dapur, Bibi Lan mengamati mereka berdua dengan raut cemas. Vero He menyapukan pandangannya sekilas, lalu berkata: “Aku saja yang siapkan sarapan.”

Melihat kecemasan pada wajah si Bibi Lan, Vero He makin yakin wanita itu menyembunyikan sesuatu darinya. Apa sebenarnya sesuatu itu? Mengapa semakin memikirkan itu dirinya semakin tidak tenang?

Sekelarnya Taylor Shen sarapan, Budi sudah kembali dari sekolah Jacob Shen dan siap mengantar mereka berdua ke kantor. Sepanjang perjalanan, Vero He terus memikirkan soal Luna Bai. Sementara itu, Taylor Shen sempat menelepon Christian dan menyuruh asistennya itu memindahkan semua berkas penting ke Parkway Plaza.

Vero He pikir kata-kata Taylor Shen hanya bercanda, eh nyatanya sungguhan! Ia benar-benar tidak tahu harus berkomentar apa. Berselang beberapa saat, si wanita memulai pembicaraan: “Taylor Shen, ada suatu film yang aku rasa patut kamu jadikan pelajaran. Entah kamu pernnah menontonnya atau tidak.”

“Coba ceritakan isi filmnya,” jawab Taylor Shen sembari memainkan jari Vero He.

“Ada dua orang yang sangat saling cinta sampai ingin terus bertempelan. Suatu hari, mereka dikunci di suatu ruangan untuk membuktikan betapa dalam perasaan masing-masing. Mereka berdua awalnya sangat gembira bisa terus bersama. Mereka bermain, bernyanyi, dan melakukan banyak aktivitas lain dengan bahagia. Semakin lama, karena terus berdekatan, semua kelemahan masing-masing perlahan terungkap. Keduanya pun jadi saling risih dan tidak saling mencintai lagi. Akhir-akhirnya, mereka meminta ruangan kembali dibuka. Yang dimintai tolong tidak memberi mereka kesempatan untuk keluar, melainkan memberikan sebuah senjata. Salah satu dari mereka diminta menembak salah satu yang lainnya, lalu penembakan itu benar-benar terjadi tanpa pikir panjang……” Cerita si wanita terhenti di sini.

Si pria menjawab dengan dahi terlipat, “Kamu tenang saja. Aku tidak bakal menguncimu, kamu masih punya ruang privat kok. Aku juga tidak bakal meninggalkanmu karena kekurangan apa pun, sebab setiap kekuranganmu merupakan kelebihan di mataku.”

“……” Vero He.

Novel Terkait

Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Chasing Your Heart

Chasing Your Heart

Yany
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Aku bukan menantu sampah

Aku bukan menantu sampah

Stiw boy
Menantu
4 tahun yang lalu
The Sixth Sense

The Sixth Sense

Alexander
Adventure
4 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
1001Malam bersama pramugari cantik

1001Malam bersama pramugari cantik

andrian wijaya
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu