You Are My Soft Spot - Bab 346 Berduka Karena Tidak Juga Mau Melepas (2)

Jordan Bo naik ke lantai atas untuk segera mengurusi “keperluan darurat” ini. Sementara itu, Stella Han duduk termenung di lantai bawah. Bagian tubuhnya yang terkena cambuk tadi masih terasa agak perih. Memikirkan ini, pikirannya jadi mengembara ke hal-hal lain.

Stella Han baru terbangun dari lamunan saat Bibi Liu mengabarkan makan siang sudah siap. Ia bangkit berdiri dan bergegas ke ruang makan.

Jordan Bo turun dari lantai atas dengan pakaian yang sudah berganti. Pria itu kali ini mengenakan kaos polo dengan corak biru dan putih. Untuk bawahan, ia mengenakan celana santai berwarna abu-abu. Pria itu terlihat sangat santai dan sangat kalem.

Stelka Han menggumam pelan, “Monster yang sok berpakaian bagai manusia!”

Meski bicara si wanita sangat pelan, Jordan Bo tetap bisa mengetahui apa yang dia pikirkan dari tatapan matanya. Sembari mulai memegang sumpit, ia berujar dengan senyuman: “Stella Han, wajahmu setebal itu ya? Tidak malu mengamati seorang pria?”

“……” Stella Han menarik pandangan. Sudah lah, melihat Jordan Bo lama-lama bisa membuat matanya rusak!

Jordan Bo mulai menyantap makanan tanpa menanggapi apa-apa lagi. Stella Han semalam tidak makan, jadi pagi tadi sangat kelaparan. Ia sebenarnya ingin memakan pangsit buatan Bibi Liu yang belum habis. Sayang, belum keburu memenuhi keinginannya, ia sudah dibopong Jordan Bo ke kamar untuk “dihukum”.

Tadi pagi sudah lapar, habis “dihukum” ia jelas makin lapar. Wanita itu pun jadinya makan dengan sangat lahap sekarang.

Seusai makan, tanpa pamitan satu kata pun, Jordan Bo langsung pergi ke mobil dan melajukannya keluar vila. Dari ruang tamu, Stella Han mengamati mobil mewah milik suaminya lenyap di belokan ujung jalan. Ia dalam hati berteriak kegirangan, akhirnya Jordan Bo pergi juga!

Tidak ada si pria di vila, nafasnya bisa jauh lebih lancar.

Kebahagiaan ini ironisnya tidak berlangsung lama. Tidak sampai satu menit kemudian, si wanita kembali teringat tatapan terluka Ned Guo. Senyum yang terpampang di bibirnya perlahan berubah jadi datar. Sambil duduk di sofa, ia tanpa sadar mengelus-elus cincin yang dikenakan. Hatinya sangat pedih.

……

Meski Jordan Bo sudah berusaha mencegah penyebaran kabar soal dia dan Stella Han, namun kabar itu tetap menyebar saking absurdnya tindakan mereka. Lebih-lebih, kabar itu juga sampai markas militer. Tuan Besar Bo langsung terpancing emosi saat mendengar.

Walau emosi, si pria tua tidak mau menyalahkan Stella Han. Ia paham betul karakter Jordan Bo yang ngotot dan beringas. Jadi, dia yakin bahwa yang memulai semua pasti Jordan Bo.

Stella Han itu anak yang sangat patuh, mana mungkin dia melakukan hal begini coba?

Yang ia cemaskan dari peristiwa ini adalah cicitnya, yang mana berada di dalam perut Stella Han. Mereka berdua melakukan ini, kalau cicitnya sampai kenapa-kenapa bagaimana? Terpikir soal cicit, ia jadi tidak tahan untuk tinggal diam saja. Tuan Besar Bo menelepon Jordan Bo dan diangkat, namun di tengah-tengah percakapan teleponnya dimatikan begitu saja. Emosinya pun jadi makin panas.

Tuan Besar Bo menyuruh orang untuk menyiapkan mobil. Ia ingin pergi ke Halley City untuk mengecek seberapa parah Stella Han “dibegitukan”. Apa cicitnya baik-baik saja?

Di tengah perjalanan, ia menelepon teman lamanya di markas militer. Ia bilang Stella Han mau mengunjunginya untuk mengecek kandungan. Sembari mengabari, si pria tua juga mengingatkan berulang-ulang bahwa semua ini harus dilakukan sembunyi-sembunyi.

Tuan Besar Bo mematikan telepon sembari membuang nafas pasrah. Jordan Bo dan Stella Han sudah sebesar ini, kok bisa-bisanya masih membuat dia pusing? Entahlah dia masih cukup kuat untuk melihat kelahirannya cicitnya atau tidak……

Sekitar satu jam kemudian, mobil memasuki Halley City. Saat keluar dari rumah keluarga dulu, Jordan Bo memang sengaja mencari daerah yang jauh dari markas militer. Sebabnya, ia tidak ingin terus diganggu oleh para anggota keluarga senior. Saking jauhnya Halley City, Tuan Besar Bo dulu bahkan sering mengatai vila ini sebagai “vila yang berada di tengah gunung dan hutan”.

Di peta, Halley City sebenarnya lebih dekat dengan pusat kota daripada markas militer. Masalahnya, kalau dari markas militer mau pergi ke Halley City, si penegemudi harus mengitari jalan tol lingkar dalam dulu. Ini membuat waktu perjalanan berubah jadi hitungan jam, bukan hitungan menit lagi.

Setibanya di Halley City, Tuan Besar Bo sangat terganggu dengan suara yang sangat kencang dari dalam. Jendela agak bergoyang, tanah yang dipijak juga bahkan terasa sedikit bergetar.

Apa mereka tidak cemas cicitnya ketakutan dengan suara sebesar ini ya?

Si pria tua melangkah cepat ke bangunan utama dengan bantuan tongkat jalan. Setibanya di depan pintu vila, ia melihat Stella Han tengah berdiri di atas sofa dan menatap layar televisi. Dia mengenakan pakaian olahraga yang serba ketat, sementara keringat mengucur deras membasahi pakaian itu.

Tuan Besar Bo seketika terdiam di tempat. Lagi hamil begini, Stella Han kok bisa-bisanya melakukan olahraga berat?

Si pria tua merasa tekanan darah tingginya kambuh lagi. Ia melanjutkan langkah dengan lebih cepat dari yang tadi. Di dalam, pria itu berteriak: “Kamu sedang apa?”

Saking besarnya suara televisi, Stella Han baru menyadari kehadiran Tuan Besar Bo ketika si pria tua sudah berdiri di dekatnya. Ia ketakutan setengah mati dan langsung turun dari sofa. Dengan senyuman canggung, si wanita bertanya: “Kakek, ada apa datang kemari?”

Tuan Besar Bo hanya bisa melihat gerakan bibir Stella Han tanpa bisa mendengar suaranya. Ia menyuruh dengan suara lantang: “Matikan televisi!”

Yang disuruh buru-buru memenuhi perintah itu. Ruang tamu seketika langsung hening. Saking heningnya, Stella Han lama-lama jadi merasa tidak nyaman dengan atmosfer ruangan. Ia bertanya, lagi-lagi dengan senyum canggung: “Kakek, ada keperluan apa?”

Tuan Besar Bo mendeham dingin. Rautnya sekarang sangat mirip dengan raut seseorang, siapa lagi kalau bukan Jordan Bo. Alicia Bo pernah bercerita, saat Jordan Bo lahir, kedua orangtuanya sibuk mencari dan mengembangkan usaha. Berhubung mereka tidak punya waktu mengurusnya, Jordan Bo jadinya dibesarkan oleh Tuan Besar Bo.

Keluarga Bo punya sebuah komitmen, yakni dari setiap generasi harus ada anggota keluarga yang masuk militer. Tuan Besar Bo adalah seorang pensiunan tentara. Setelah pensiun, memanfaatkan kenalan keluarga Bo yang sangat banyak di berbagai sektor, ia masuk dunia bisnis.

Sebelum melahirkan Jordan Bo, orangtua Jordan Bo sudah berjanji pada Tuan Besar Bo untuk menjamin anaknya meneruskan tradisi masuk kententaraan. Dengan kata lain, jalan hidup Jordan Bo sebenarnya sudah ditentukan sebelum dirinya hadir ke dunia.

Dalam perjalanannya, Jordan Bo tumbuh besar dengan sikap yang gigih dan tekun. Bukankah ini sifat yang memang sangat diperlukan di dunia ketentaraan? Dikirim Tuan Besar Bo ke sekolah tentara, Jordan Bo selalu mencatatkan nilai yang menganggumkan. Dikirim untuk berlatih bersama pasukan tentara khusus, ia juga tidak pernah mengecewakan Tuan Besar Bo satu kali pun.

Saat Jordan Bo lagi berkembang dengan sepesat-pesatnya, Bretta Lin tiba-tiba muncul dan merusak semua harapan Tuan Besar Bo. Si pria tua melihat sendiri Jordan Bo memutuskan beralih profesi. Dibujuk sampai sedemikian rupa, keputusan itu sedikit pun tidak bisa ia ubah.

Perubahan yang drastis ini membuat Tuan Besar Bo sangat menyesal. Ia seharusnya tidak mengirim Jordan Bo berlatih dengan pasukan khusus, dengan begitu dia tidak akan bertemu Bretta Lin. Kalau tidak ada si wanita sialan itu, keluarga Bo tidak akan kehilangan satu tentara hebat.

Tuan Besar Bo terus menyesali ini setiap harinya. Dengan sekejap, dia jadi terlihat belasan tahun lebih tua karena banyak pikiran.

Stella Han tidak berani berbicara, bahkan juga tidak berani membuang nafas. Ia bisa merasakan tatapan Tuan Besar Bo bolak-balik diarahkan ke perut kecilnya. Ia dan Jordan Bo sudah menikah satu bulanan, jadi anak yang ia klaim ada di perutnya seharusnya sudah berusia dua bulanan. Satu bulan lagi dia sudah harus terlihat hamil, entah dengan cara apa.

Si pria tua berjalan melewati Stella Han dan duduk di sofa. Ia mengetuk-ngetukkan tongkatnya di lantai sambil menyuruh datar: “Duduk.”

Stella Han duduk dengan gemetar di sofa depan Tuan Besar Bo. Ia tidak berani menatap matanya, juga tidak tahu harus bicara apa kalau ditanya sesuatu. Ia dari awal tidak mau mendustai Tuan Besar Bo dan para anggota keluarga lain, namun Jordan Bo terus memotong kata-katanya tiap ia mau jujur. Suaminya itu ingin kabar bohong bahwa dia hamil terus eksis!

Stella Han pikir, kalau pun kebohongan ini mau terus dipertahankan, tidak lama lagi realitas akan membongkar sendiri dustanya. Dengan posisi duduk yang kaku, ia memanggil: “Kakek……”

Tuan Besar Bo berbatuk untuk melegakan tenggorokan. Wajahnay terlihat agak canggung, jarang-jarang ia seperti ini. Ia gugup karena merasa hal tentang hubungan suami-istri begini tidak layak disinggung oleh dirinya. Pria itu pun bertanya hati-hati, “Stella Han, Jordan Bo kadang memang suka keterlaluan dalam bertindak. Apa kamu terluka?”

Stella Han menatap Tuan Besar Bo dengan wajah penuh kebingungan: “Kakek, aku kurang paham maksudmu.”

Si pria tua menggerak-gerakkan mulut, namun tidak jadi bicara. Berselang beberapa saat, ia baru menjelaskan: “Aku lagi bicara insiden yang baru-baru ini terjadi. Kabar soal insiden itu sudah tersebar kemana-mana, dasar Jordan Bo anak rese! Tunggu dia kembali, aku pasti akan menceramahinya. Perutmu tidak apa-apa kan?”

Insiden yang baru-baru ini terjadi…… Setelah memikirkan kata-kata ini beberapa kali, Stella Han baru paham insiden apa yang Tuan Besar Bo maksud. Gila, insiden ini baru terjadi kemarin pagi, bisa-bisanya sudah sampai ke markas militer hingga Tuan Besar Bo tahu! Dunia sekarang sepertinya memang sudah tidak mengenal batas dan tembok lagi.

Stella Han tidak tahu cerita versi apa yang didengar Tuan Besar Bo. Tetapi, mendengar pembukaannya tadi, ia merasa si pria tua datang untuk memberi perhatian dan bukan untuk menegur. Ia pun merasa agak tenang. Si wanita menggeleng, “Tidak apa-apa kok. Memang kakek pikir apa yang terjadi dengan perutku?”

Si pria tua menonjok perut kecil Stella Han: “Maksudku anak dalam perutmu.”

“Anak?” Si wanita mengelus perutnya dengan wajah yang tiba-tiba memucat. Bagaimana ini, apa dia sekarang harus mengaku pada Tuan Besar Bo? Tetapi, kalau ia mengaku dan jadinya dimarahi habis-habisan, ia harus bagaimana?

Jordan Bo pernah bilang, kakek sekarang sudah sangat tua dan sangat ingin momong cicit. Kalau dia mengaku sebenarnya tidak hamil, lalu kakek kaget dan kenapa-kenapa…… Bukannya dia bakal disalah-salahkan?

Memikirkan ini, Stella Han jadi merasa duduknya makin tidak nyaman. Kursi yang ia duduki rasa-rasanya seperti dipasangi puluhan jaruman. Melihat tatapan Tuan Besar Bo yang penuh perhatian dan kasih sayang, ia benar-benar tidak tega berbohong. Tepat saat ia ingin mengutarakan yang sebenarnya, Tuan Besar Bo bicara duluan: “Jordan Bo membuatmu keguguran ya?”

Si wanita tidak tahu harus menjawab bagaimana. Ia sudah terjebak oleh bualan yang keluar dari mulut suaminya sendiri. Ia saja tidak hamil, bagaimana bisa keguguran?

Melihat Stella Han yang memucat dan tidak berani bicara, Tuan Besar Bo dalam hati sudah meyakini si wanita benar-benar keguguran. Ia menepuk pahanya dengan kencang, lalu bangkit berdiri dengan beringas. Gerakan yang serba buru-buru dan emosional ini membuat badannya bergetar.

Melihat Tuan Besar Bo begitu, Stella Han segera menghampirinya dan memegangi tangannya, “Kakek, kamu kenapa?”

Diperlakukan begini oleh Stella Han, raut wajah si pria tua melembut. Tatapannya kini dipenuhi rasas bersalah. Ia menepuk-nepuk tangan si wanita, lalu memegangnya erat-erat. Tuan Besar Bo menahan rasa sakitnya sendiri, sebab yang harus dikasihani sekarang adalah Stella Han dan bukan dirinya. Ia berujar dengan nada kebapakan: “Stella Han, ya sudahlah kalau keguguran, kita hanya bisa bikin lagi. Jangan bersedih, nanti kamu malah jatuh sakit.”

Setelah berucap begini, Tuan Besar Bo membayangkan tindakan beringas yang Jordan Bo lakukan pada Stella Han sampai keguguran. Ia menggeretakkan gigi dan berkata: “Jordan Bo sungguh tidak tahu diri. Nanti biar aku beresi dia biar selamanya ingat tindakannya itu salah!

Melihat Tuan Besar Bo marah untuk sesuatu yang sebenarnya mengada-ngada, Stella Han jadi serba salah. Ia ingin jujur bahwa ia tidak hamil, namun juga takut. Ini mau bagaimana selanjutnya, apakah kebohongan ini harus dipertahankan?

Stella Han dalam hati menimbang-nimbang diri. Ia berkesimpulan dirinya harus jujur sekarang, sebab berbohong pada orang tua sama sekali tidak benar. Meski mereka baru bertemu beberapa kali, Tuan Besar Bo sudah memperlakukannya seperti cucu sendiri. Masak ia mau terus membohongi orang yang sudah begitu baik pada dirinya?

Setelah dia jujur, Tuan Besar Bo mungkin selama jangka waktu tertentu tidak akan bisa memaafkan dia. Tetapi, seiuring berjalannya waktu, ia yakin pria tua itu bakal memaafkannya atas nilai kejujuran yang sudah dia pegang teguh.

Stella Han tiba-tiba berlutut di hadapan Tuan Besar Bo. Saking terkejutnya, pria itu sampai mundur satu langkah dan buru-buru menahannya berdiri, “Eh, kamu ini melakukan apa? Cepat berdiri. Aku tahu kamu sedih karena keguguran, namun ini bukan salahmu. Ayo berdiri.”

Semakin Tuan Besar Bo berusaha menenangkan, Stella Han malah mera semakin tidak tenang. Ia menunduk dan berkata blak-blakan dengan rada bersalah: “Kakek, maaf aku sudah berbohong. Aku tidak pernah hamil!”

Tuan Besar Bo mengernyitkan alis dan menatap Stella Han dengan setengah tidak percaya, “Apa kamu bilang?”

Si wanita mendongak dan memperjelas: “Kakek, aku tidak pernah hamil. Aku tidak bermaksud membohongimu, aku hanya……” Stella Han tidak berani menyebut nama Jordan Bo. Sebabnya, setiap kali pria itu memotong kata-katanya, ia sendiri patuh dan berhenti bicara. Jadi, dia juga punya salah!

Tuan Besar Bo mundur dua langkah dan duduk terbujur di sofa. Ia mengamati Stella Han dengan wajah datar. Pria tua itu menyipitkan mata dan bertanya: “Mengapa mengaku? Mengapa tidak melanjutkan sandiwaramu berdasarkan kata-kataku saja?”

Stella Han kembali mendongak, kali ini dengan terkejut. Ia seketika tersadar pria tua di hadapannya ini tadi berusaha memancingnya untuk lanjut berbohong. Entahlah apa yang terjadi kalau ia mengikuti pancingan itu dan bilang dirinya mengalami keguguran.

Si wanita jadi berkeringat dingin sendiri memikirkan ini.

Pada akhirnya, orang tua memang orang yang paling berpengalaman dan paling pandai membaca tingkah orang lain. Stella Han sangat bersyukur tidak mengikuti pancingannya tadi……

Si wanita buka suara lagi: “Papaku dari kecil mengajarkan untuk hidup jujur. Kalau mau orang lain jujur padaku, aku harus jujur dulu pada mereka. Aku salah karena sudah melanggar ajaran ini. Sekalinya salah, aku harus berani mengaku dan berani memperbaiki. Aku tidak ingin papaku kecewa.”

Tuan Besar Bo mengamati mata Stella Han yang kini berbinar. Di tengah dunia yang penuh kemunafikan ini, Stella Han ternyata masih bisa menjunjung tinggi kejujuran. Si pria tua sangat kagum dengan sikapnya ini. Tuan Besar Bo dari dulu tidak pernah memiliki pikiran negatif apa pun soal Stella Han, ia sangat percaya dengan selera cucunya.

Sejelek-jeleknya wanita yang dipilih Jordan Bo, wanita itu pastilah masih tergolong di atas rata-rata!

Berbekal sikap ini, Tuan Besar Bo bahkan tidak pernah menyuruh orang untuk menelusuri latar belakang Stella Han. Ia langsung mempersilahkannya masuk keluarga Bo dengan tangan terbuka. Keputusan ini diambil bukan tanpa gangguan. Ada orang-orang yang berusaha menggoyahkan keputusannya, namun ia akhirnya tetap memutuskan bahwa dia percaya seratus persen pada Stella Han.

Waktu Stella Han datang ke rumah keluarga Bo dengan mengenakan pakaian berpinggang ketat dan sepatu hak tinggi, Tuan Besar Bo sempat curiga dengan kabar kehamilannya. Katanya hamil, kok bisa-bisanya pakai dua barang ini? Meski begitu, dia tidak enak hati bertanya. Alasan pertamanya, dia harus berlaku sebagai kakek yang bijak. Alasan keduanya, kalau pun dia bertanya, Jordan Bo sangat mungkin tidak akan jujur.

Barusan, ia sebenarnya punya maksud untuk menelusuri kecurigaannya ini. Kalau Stella Han mengikuti alur pembicaraan yang ia mau dan mengaku keguguran, ia pasti bakal menceramahi wanita itu dan Jordan Bo.

Sekarang, ia sama sekali tidak menduga bahwa ia akan tersentuh dengan kejujuran Stella Han. Berani melakukan, berani bertanggung jawab. Tindakan ksatria ini sudah cukup untuk menjelaskan bahwa Stella Han memang benar-benar anak baik. Ia mencoba memberi respon keras: “Stella Han, jadi kamu dari awal berbohong pada kami hanya biar diterima jadi anggota keluarga? Berani sekali kamu jadi orang, aku pun kamu berani tipu?”

Stella Han terkejut dan gemetar. Ia sekarang harus bagaimana? Berhubung sudah mengakui kebohongan, apa ia sekarang harus minta dimaafkan? Tidak, ia masih punya penjelasan lainnya. Ia pun menyampaikan penjelasan itu: “Kakek, aku tidak pernah sengaja membohongimu. Kalau pun aku melakukannya, kebohongan itu didasari niat yang baik.”

“Kamu mau terus membela diri?” tanya Tuan Besar Bo dengan diikuti dehaman dingin.

Novel Terkait

Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Dewa Perang Greget

Dewa Perang Greget

Budi Ma
Pertikaian
3 tahun yang lalu
CEO Daddy

CEO Daddy

Tanto
Direktur
4 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu