You Are My Soft Spot - Bab 97 Akhirnya Kamu Datang, Untung Aku Bertahan (1)

Seusai makan, Taylor Shen langsung berjalan naik ke kamar. Wayne Shen menyadari ada yang tidak beres dengannya, jadi ia menyuruh Jennifer Li duluan masuk kamar. Ia kemudian menghampiri saudaranya itu dan mengikutinya naik ke lantai atas. Angela He sebenarnya ingin menemani Taylor Shen, tetapi begitu teringkat sikap dingin Taylor Shen padanya sebelum makan, wanita itu menahan niatnya.

Jocelyn Yan menatap Taylor Shen dan Wayne Shen beriringan naik ke lantai atas. Ia kemudian menoleh ke Jennifer Li dan Angela He yang duduk di sofa. Ia terpikir sesuatu. Ia menghampiri kedua wanita itu dan duduk di sebelah Angela He.

“Jennifer Li, Angela He, ini pertama kalinya kalian datang ke sini. Semoga kalian tidak memasukkan ke hati ketidaknyamanan-ketidaknyamanan yang terjadi hari ini. Memang hari ini suasana hati semuanya sedang kurang bagus,” ujar Jocelyn Yan ramah.

Jennifer Li dan Angela He langsung menolak permintaan maafnya dengan sopan. Mereka bilang mereka tidak ada perasaan tidak nyaman sekali selama di rumah ini. Ketiganya kemudian mulai berbincang santai.

Sebelum datang ke sini, Jennifer Li sempat diperingatkan Wayne Shen untuk tidak mudah terenyuh dengan keramahan Jocelyn Yan. Wayne Shen bilang, wanita ini lah orang yang paling licik di rumah. Mungkin karena selisih umur terlalu jauh, tidak ada topik yang nyambung antara Jennifer Li dan Jocelyn Yan. Wanita itu tidak lama kemudian pun memohon pamit untuk naik ke kamar.

Jocelyn Yan buru-buru memanggil asisten rumah tangga untuk mengantar Jennifer Li naik ke kamar. Dengan matanya, ia secara sembunyi-sembunyi memberi kode pada asisten itu. Asisten itu langsung sadar dengan maksudnya dan mengantar Jennifer Li naik ke kamar tamu lantai lima.

Jocelyn Yan memegang tangan Angela He, lalu berbicara ramah: “Angela He, aku bisa melihat kamu sangat suka dengan Taylor Shen. Taylor Shen dari kecil dikirim Kakek Shen ke luar negeri. Ia kepribadiannya sangat dingin, jadi kalau ia bersikap dingin padamu, jangan dimasukkan ke hati ya.”

Angela He masih sangat muda, pengalaman hidupnya belum banyak. Kata-kata Jocelyn Yan ini berhasil mengetuk luka yang ia rasakan di hatinya. Raut wajahnya berubah, dan ia bertutur: “Kakak, aku rasa Kakak Taylor Shen sedikit pun tidak suka denganmu.”

“Kok bisa berpikir begitu?” tanya Jocelyn Yan terkejut. Ia melanjutkan kalimatnya: “Kepribadian Taylor Shen sangat dingin. Ia tidak seperti kalian para wanita yang selalu bercerita tentang apa saja sepanjang hari. Kalau ia tidak suka denganmu, ia tidak mungkin membiarkanmu tetap ada di sini. Percaya dengan Kakak, Taylor Shen pasti punya kesan positif tentangmu.”

Angela He mengangkat wajah. Tatapan wanita itu menyimpan sejuta pertanyaan, “Benarkah, Kakak? Jadi Taylor Shen bisa cinta denganku?”

“Iya dong. Parasmu cantik, kepribadianmu polos dan lucu, semua pria pasti tertarik denganmu. Taylor Shen baru bercerai. Ia mungkin masih dalam kondisi sakit hati, jadi kamu harus terus memberi perhatian padanya dan menggugah hatinya. Ia pasti bisa mencintaimu,” urai Jocelyn Yan.

Angela Han mengangguk-angguk: “Tante, kalau begitu aku harus bagaimana biar dia bisa cinta aku?”

“Laki-laki kan……” Jocelyn Yan menengok ke segala arah untuk memastikan hanya ada mereka berdua di situ, lalu membisikan beberapa kalimat persis di samping telinga Angela He. Wajah Angela He langsung merah, ia menatap Jocelyn Yan dengan setengah tidak percaya, “Tante, ini sungguh akan berhasil?”

“Percayalah dengan Tante. Taylor Shen malam ini pasti akan datang ke kamarmu. Kamu jangan berbicara, pria tidak suka wanita yang banyak bicara di atas ranjang.” Melihat ekspresi Angela Han, Jocelyn Yan dalam hati merasa puas. Tetapi, begitu teringat Kakek Shen, ia memutuskan menginstruksikan Angela He beberapa kalimat lagi, baru kemudian berbalik badan dan pergi.

…..

Di dalam kamar, Taylor Shen berdiri di sisi jendela. Di tangannya, ia memegang sebuah gantungan berbentuk hati yang rusak terbakar. Gantungan itu buatan mamanya. Ia, Wayne Shen, dan Tiara masing-masing punya satu, dan di gantungan mereka masing-masing tertulis nama mereka sendiri serta harapan mama bagi mereka.

Gantungan milik Taylor Shen rusak terbakar waktu kebakaran malam itu, yang sekarang masih utuh hanya bagian atasnya. Setiap melihat gantungan ini, hati Taylor Shen nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum. Ia menyesal hari itu tidak cukup berani untuk menerobos api dan menyelamatkan mamanya. Kalau ia menerobos api, mamanya pasti masih hidup sampai saat ini.

Pintu di belakangnya dibuka sesorang. Wayne Shen masuk dan berjalan ke sisi Taylor Shen. Melihat saudaranya itu tengah memegangi gantungan buatan mama, ia membuang nafas pasrah, “Kakak Keempat, kejadian itu sudah berlalu sangat lama. Kamu jangan merasa bersedih lagi, itu bukan salahmu kok.”

Sambil menatap pemandangan dari jendela, Taylor Shen menjawab sedih, “Wayne Shen, kalau waktu itu aku tidak sembrono menghilangkan Tiara, mama pasti tidak akan depresi dan menyebabkan vila terbakar. Aku lah yang menyakiti mama dan Tiara.”

“Kakak Keempat, itu benar-benar bukan salahmu. Mama sudah bahagia di atas sana, ia pasti tidak mau kamu terus bersedih seperti ini.” Wayne Shen merangkul bahu Taylor Shen. Ia sebenarnya dulu juga sempat menyalahkan Kakak Keempat plus benci dengannya karena menghilangkan Tiara dan membuat keluarga mereka hancur berantakan.

Tetapi, kejadian Taylor Shen kehilangan kendali lima tahun lalu membuatnya sadar, Kakak Keempat terus hidup dalam perasaan bersalah dan putus asa. Kalau waktu bisa diputar, Taylor Shen hari itu pasti tidak akan mengajak Tiara keluar rumah.

Taylor Shen memejamkan mata dalam-dalam, “Wayne Shen, bertahun-tahun sudah berlalu, namun aku belum juga bisa memaafkan diriku sendiri.”

“Kakak Keempat……” Wayne Shen terdiam, ia tidak tahu apa yang perlu ia lakukan agar Kakak Keempat bisa melepaskan rasa bersalahnya. Taylor Shen sempat dihujat terus-menerus dari segala penjuru, bagaimana ia tidak merasa amat bersalah coba?

“Kakak Keempat, lepaskanlah penyesalanmu. Hanya dengan melepaskannya, kamu bisa memandang masa depan dengan optimis.” Ini kalimat terakhir Taylor Shen sebelum keluar. Taylor Shen membuka mata, kalimat barusan sepertinya sudah menggetarkan hatinya. Ia bertanya, “Wayne Shen, kamu sudah tidak benci aku?”

Taylor Shen masih ingat, ketika ia diusir dari rumah kediaman keluarga Shen oleh Kakek Shen waktu itu, Wayne Shen melemparinya batu, memaki-makinya, dan berteriak bahwa ia selamanya tidak akan pernah bersedia memaafkan kesalahannya.

Langkah Wayne Shen terhenti. Ia berdiri persis di depan pintu. Beberapa lama kemudian, ia berbalik badan dan menatap punggung Taylor Shen serius: “Kakak Keempat, kita adalah kakak adik yang harus saling menyayangi, selamanya akan begitu.”

Hati Taylor Shen sungguh tersentuh. Ia berbalik badan untuk menatap Wayne Shen, tapi sayangnya orang itu sudah keluar kamar. Taylor Shen memejamkan mata, dan bulir-bulir air mata perlahan jatuh menetes membasahi wajahnya. Ponselnya tiba-tiba berdering. Setelah dicek, ternyata itu telepon dari Tiffany Song. Tanpa sempat menata dulu emosinya, Taylor Shen langsung mengangkatnya dengan suara sembab: “Tiffany Song……”

“Taylor Shen, ada apa dengan suaramu?” Tiffany Song baru kelar menyapu. Ia ragu-ragu cukup lama apakah perlu menelepon Taylor Shen atau tidak, akhirnya ia memutuskan menelepon. Christian bilang hari ini adalah hari peringatan kematian mamanya, jadi ia pasti sedang sangat berduka. Mendengar suara sembab pria itu, hati Tiffany Song langsung cemas.

Taylor Shen mengusap air matanya. Dalam hatinya tiba-tiba muncul keinginan kuat untuk bertemu Tiffany Song. Ia berusaha menjawab dengan tegar, “Kamu di mana? Aku ingin menemuimu.”

“Aku di apartemen. Datang saja.” Tiffany Song tidak mungkin memberi penolakan pada seorang pria yang tengah berduka, terutama pria yang ia suka. Ia berpesan, “Kamu jangan nyetir sendiri, aku khawatir kamu akan kesulitan berkonsentrasi.”

“Baik, tunggu ya.” Taylor Shen mematikan telepon dan mengambil jaketnya yang ia taruh di atas ranjang. Ia kemudian keluar dari kamar dan turun ke lantai bawah.

Tiffany Song terus memegangi ponselnya dalam diam. Membayangkan suara Taylor Shen barusan, hatinya sungguh tidak karuan. Ia hanya tahan duduk selama setengah menit. Ia memutuskan langsung menunggu di luar kompleks apartemen sekarang juga.

……

Selepas keluar dari kamar Taylor Shen, sekujur tubuh Wayne Shen terasa panas. Ia balik ke kamar, membuka kulkas, dan meminum sebotol air dingin untuk melenyapkan rasa panas itu.

Tetapi air dingin itu tidak terlalu berefek. Sepuluh menit kemudian, tubuhnya bahkan terasa semakin panas hingga mulut dan lidahnya kering. Ia merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ia masuk ke kamar mandi, menyalakan shower, dan mengguyur tubuhnya dengan air dingin.

Setengah jam kemudian, sekeluarnya dari kamar mandi, sekujur tubuhnya terasa panas lagi, bahkan lebih panas dari yang sebelumnya. Barusan di kamar mandi ia pikir ia sudah berhasil mengatasi panas ini, tetapi ternyata tidak. Wanita yang ia suka ada di kamar seberang. Otaknya dipenuhi bayangan ia dan Jennifer Li bercinta dan berpelukan. Nafsunya semakin lama semakin membara. Ia ingin menikmati tubuh wanita itu.

Wayne Shen mengambil ponselnya dan menelepon Jennifer Li. Ia jelas tahu wanita itu ada di seberang, tetapi ia ingin menghormatinya. Kalau wanita itu tidak mau, senafsu apa pun dia malam ini, ia tidak akan menghampirinya. Ia takut, kalau ia sampai bertatap muka dengannya, ia tidak akan bisa menahan nafsu birahi.

Jennifer Li langsung mengangkat telepon. Suara wanita itu terdengar sangat mengantuk, “Wayne Shen, kamu sebenarnya mau ke sini atau tidak? Aku sudah nyaris ketiduran ini.”

Nafas Wayne Shen turun-naik dengan cepat. Hanya dengan mendengar suaranya saja, nafsunya semakin terbakar. Ia menjawab serak: “Jennifer Li, kamu ingin aku ke sana?”

“Bukannya kamu bilang kamu ingin menghampiriku?” Jennifer Li mengusap-usap mata lalu duduk di ranjang. Menyadari keanehan dalam suara Wayne Shen, ia bertanya: “Kamu flu? Kok suaramu seperti ini?”

Wayne Shen menarik nafas panjang: “Jennifer Li, kalau aku ke sana, aku tidak akan keluar dari sana malam ini. Kamu yakin ingin aku ke sana?”

Kata-kata Wayne Shen membuat jantung Jennifer Li berdegup kencang. Belakangan frekuensi ciuman mereka cukup banyak. Setiap kali berciuman, nafsu Wayne Shen selalu membuncah-buncah dan pada akhirnya pria itu selalu mandi air dingin untuk meredakan nafsunya.

Waktu itu, di balkon ruang privat klub, Wayne Shen kehilangan kendali. Mereka sedikit lagi hampir melampaui batas terakhir, yakni berhubungan suami istri. Kali ini, Jennifer Li tahu betul apa yang akan dilakukan Wayne Shen andai ia kemari.

Tubuh Wayne Shen terasa panas sekali hingga mengeluarkan keringat dingin ketika menunggu respon Jennifer Li. Karena tidak dijawab juga, pria itu berkata: “Jennifer Li, aku tidak akan memaksa kalau kamu tidak bersedia. Kamu cepatlah tidur.”

Ketika Wayne Shen bersiap menaruh ponselnya di atas ranjang dan buru-buru masuk ke kamar mandi untuk mandi air dingin lagi, Jennifer Li berkata manja, “Kakak Wayne Shen, kemarilah. Aku tunggu kamu di kamar.”

Wayne Shen langsung lompat-lompat kegirangan. Ia membuat suara cium keras-keras di ponsel, lalu berkata, “Sayang, aku terlalu cinta denganmu. Aku segera ke sana.”

Jennifer Li mematikan telepon. Pipinya langsung merah. Ia menyalakan lampu meja yang berwarna kuning agar terasa lebih romantis. Ia dan Wayne Shen ingin bersama seumur hidup, jadi ia pikir ini memang sudah saatnya bagi dia untuk memberikan segalanya bagi pria itu.

Jennifer Li jadi gugup membayangkan tubuh mereka akan segera “bersatu”. Ia sungguh menunggu-nunggu momen ini. Sayang, ia tidak tahu bahwa nasib akan membawa mereka ke dua arah yang berbeda, dan mereka pada akhirnya semakin lama akan berjarak semakin jauh.

Wayne Shen mematikan telepon. Meski panas di tubuhnya terasa semakin membara, ia tidak mau langsung ke kamar Jennifer Li saat ini juga. Ini pertama kalinya mereka berhubungan suami istri, jadi ia ingin memberinya kenangan yang sempurna. Ia masuk ke kamar mandi lalu mandi dengan sabun dan sampo yang banyak sekali.

Selepas mandi, Wayne Shen mengikat handungnya di pinggang. Ia kemudian menyemprot parfum ke seluruh tubuhnya, keluar dari kamarnya, dan berjalan ke kamar seberang. Ia membuka pintu kamar seberang perlahan-lahan, dan menyadari pintu tidak dikunci, jantungnya berdebar semakin kencang. Kamar itu gelap-gulita, hanya ada sedikit sinar dari cahaya luar masuk melalui celah tirai.

Wayne Shen sungguh bersemangat. Jennifer Li pasti mematikan lampu saking malunya. Ia melangkah ke sisi ranjang dengan langkah yang hati-hati. Pria itu kemudian naik ranjang dengan perlahan. Melihat seorang wanita bersembunyi malu di bawah selimut, ia berkata pelan, “Sayang, maaf sudah membuatmu menunggu lama. Aku sudah datang nih.”

Dari dalam kamar langsung terdengar suara rintihan dan jeritan wanita.

……

Taylor Shen berjalan ke parkiran dan menekan remote kunci mobil. Lampu Bentley Continental putih nya langsung berkedip terang di tengah kegelapan. Ia masuk mobil dan langsung mengendarainya keluar dari rumah kediaman keluarga Shen.

Baru setengah perjalanan, ia merasa ada yang tidak beres dengan tubuhnya. Nafasnya terengah-engah dan badannya terasa panas sekali seperti ada api yang membara di dalam tubuhnya. Mulut dan lidahnya sangat kering. Keringat juga bercucuran deras di wajahnya. Ia sudah menebak, ia pasti diberi obat oleh seseorang.

Jebakan seperti ini, kalau bukan Kakek Shen yang melakukan ya siapa lagi? Taylor Shen tersenyum dingin, orang itu benar-benar ingin ia dan Angela He jadi suami istri ya? Kalau benar begitu, nampaknya Kakek Shen terlalu memandang rendah kemampuan mengendalikan dirinya.

Kalau pun ia tidak keluar dari rumah kediaman keluarga Shen, kalau pun Angela He telanjang bulat di hadapannya, ia tidak akan menyentuh wanita itu sedikit pun.

Sekujur tubuh Taylor Shen semakin lama semakin panas. Panas itu sepertinya mengumpul di perutnya dan terasa seperti sewaktu-waktu bisa meledak. Taylor Shen menggertakan gigi menahan sakit. Ia kemudian juga menginjak pedal gas kencang-kencang. Bentley Continental-nya langsung melaju cepat bagaikan panah yang dihempaskan seorang pemburu.

Tiffany Song masih berdiri di sisi jalan depan kompleks apartemen. Ini sudah malam, pejalan kaki sudah sedikit, namun ia sama sekali tidak merasa takut. Sesekali ada sepasang suami istri berjalan masuk ke kompleks apartemen sambil berbincang ria. Ia sungguh iri dengan mereka.

Ia dalam hati berpikir, kalau suatu hari ia dan Taylor Shen bisa melalui hari seperti ini, akan terasa sebahagia apa kah dia?

Novel Terkait

See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Everything i know about love

Everything i know about love

Shinta Charity
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Winner Of Your Heart

The Winner Of Your Heart

Shinta
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu