You Are My Soft Spot - Bab 83 Kamu Sangat Lucu, Aku Sangat Sayang Kamu (1)

Tiffany Song tidak enak hati diamati Taylor Shen. Ia menaruh kedua tangannya menutupi wajah Taylor Shen, lalu berkata malu: “Makan snack malam dulu lah kamu, nanti tahu-tahu sudah pagi loh.”

Taylor Shen melepas tangan Tiffany Song. Ia menatapnya berseri-seri. Ia dari dulu selalu bernafsu memilikinya, dan kalimat-kalimat seperti kalimat barusan selalu menghiasi mimpinya itu. Ia selalu berpikir, tepat pada detik ketika mereka akhirnya bersatu, ia pasti akan jadi orang paling bahagia di dunia. Ia meledek, “Aku ingin makan kamu, turuti keinginanku ini, oke?”

Suara Taylor Shen sungguh memikat hati Tiffany Song. Ia hampir saja meleleh mendengarnya. Ia sungguh ingin larut dalam kehangatannya, namun sekalinya teringat dengan identitasnya saat ini, ia langsung sadar ia tidak bisa melakukannya. Tiffany Song menggeleng, “Kamu sudah berjanji padaku. Seorang ksatria harus memegang teguh janjinya dan tidak boleh melanggarnya.”

Wajah Taylor Shen kecewa. Ia memeluk Tiffany Song sambil mencoba nego, “Sekali saja boleh kan? Aku tidak memasukannya.”

Wajah Tiffany Song langsung merah. Orang ini kalau bicara kok selalu se-eksplit ini sih? Ia jadi selalu tersipu sendiri. Ia memegang pipi merahnya, lalu menggeleng kencang sekali lagi, “Tidak mau, tidak mau. Cepat makan snack malammu, aku pergi tidur ya.”

Tiffany Song buru-buru bangkit berdiri dan masuk ke kamar tidurnya. Jantungnya berdebar sangat kencang seolah ada puluhan anak kecil berlompatan di atasnya. Nafasnya pun juga tidak beraturan. Kata-kata yang diucapkan Taylor Shen barusan sungguh membuatnya malu.

Tiffany Song menepuk-nepuk pipinya lagi. Ia duduk di sisi ranjang beberapa saat, tapi tidak juga mengantuk. Tidak lama kemudian, ia mendengar langkah kaki yang berat dari luar. Ia buru-buru berbaring dengan posisi tengkurap. Ia berpura-pura sudah tertidur pulas.

Taylor Shen membuka pintu dan masuk pelan-pelan. Wajah Tiffany Song sangat anggun disinari lampu kamar yang kekuningan. Rambutnya yang tidak diurai juga berkilauan.

Taylor Shen berjalan ke sisi ranjang, melepas sendalnya, dan naik ke ranjang. Ia berbaring menghadap punggung Tiffany Song. Sebelum tidur, ia menciumi pipi wanita itu. Mungkin karena terlalu kelelahan, tidak berapa lama kemudian ia langsung terlelap sambil memeluk Tiffany Song.

Tiffany Song memejamkan matanya dengan resah. Ia merasa Taylor Shen naik ke ranjang, lalu menciumi pipinya berulang kali. Sekujur tubuhnya merinding. Ia dalam hati berpikir, kalau Taylor Shen benar-benar melakukan “itu”, ia harus segera melepaskan diri darinya.

Untungnya yang terjadi tidak sama seperti apa yang ia bayangkan. Tidak lama setelah Taylor Shen berbaring sambil memeluknya, nafas pria itu sudah tenang dan stabil. Tiffany Song memastikan sekali lagi Taylor Shen sudah terlelap, baru ia benar-benar lega.

Taylor Shen mungkin benar-benar kelelahan sampai terlelap secepat ini. Ia jadi merasa iba. Ia perlahan berbalik badan dan menatapnya. Wajah Taylor Shen, terutama area bibir, saat sedang tidur terlihat lebih datar dan lekukan-lekukannya tidak setajam biasanya.

Menatap wajah Taylor Shen membuat Tiffany Song teringat dengan pertengkaran di vila waktu itu. Taylor Shen sebenarnya sedang kapan mulai menyukainya? Ia ingat, Taylor Shen pernah bilang, alasan ia menikahi Lindsey Song adalah alasan ketiga, dan alasan ketiga ini adalah dirinya. Jadi, pria itu bercerai dengan Lindsey Song juga karena dirinya.

Ia sebenarnya harus bagaimana agar mampu menerima cinta Taylor Shen?

Keesokan paginya, ketika Taylor Shen bangun, Tiffany Song sudah tidak ada di ranjang. Ia mengamati seluruh penjuru kamar yang penuh nuansa feminim itu. Lampu meja ungu kristal, tempelan tembok ungu, tirai pink, sprei kartun, meja kerja pink, dan meja dandan putih……

Taylor Shen masih bisa mencium aroma tubuh Tiffany Song. Ia mendekatkan hidungnya ke bantal dan menghirum aroma itu sekuat tenaga. Hatinya langsung sangat tenteram. Ia senang sekali dengan perasaan ketika ia bangun di atas ranjang wanita ini. Ia ingin bisa tinggal dengan Tiffany Song setiap hari, memeluknya ketika tidur, dan memeluknya ketika bangun. Hari-hari itu pasti akan terasa sangat membahagiakan.

Setelah berlama-lama berbaring, Taylor Shen akhirnya bangun juga, meski masih dengan perasaan tidak rela bangun. Di kursi ada pakaian yang ia tinggal di sini waktu itu. Ia memakainya dan keluar kamar.

Taylor Shen tidak sikat gigi dan cuci muka terlebih dahulu, sebab yang dipikirkannya pertama kali setiap bangun adalah Tiffany Song. Ketika duduk di ruang tamu, ia mendengar suara dari dapur. Ia melirik sekilas dari celah pintu, dan yang dilihatnya jelas Tiffany Song. Wanita itu tengah menyiapkan sarapan untuknya dengan masih mengenakan piyama tidur bergambar kartun.

Melihat Tiffany Song yang sangat sibuk, seberkas kebahagiaan mengemuka dalam hatinya. Ia sudah sangat sering berkhayal ada wanita yang menyiapkan sarapan untuknya, tetapi semuanya masih kalah dengan Tiffany Song. Perasaan senang dan tersentuh memenuhi seluruh rongga dadanya.

Ia segera masuk ke sana dan memeluk pinggang Tiffany Song dari belakang. Wanita itu kaget setengah mati, spatula yang ia pegang nyaris saja jatuh ke lantai. Ia menoleh, dan melihat Taylor Shen, ia langsung tertawa: “Sudah bangun? Kok tidak kedengaran suara apa-apa saat kamu masuk? Aku kaget setengah mati tahu!”

Taylor Shen menahan punggung kepala Tiffany Song, lalu menempelkan bibir tipisnya ke bibir wanita itu. Ini mengangetkan Tiffany Song. Ia membebalak menatap wajah Taylor Shen yang sangat tampan berjarak sangat dekat dari wajahnya. Sepasang bola mata Taylor Shen yang tajam dan bulat sempurna sukses menggetarkan hatinya.

“Eh…… Adonanku di kuali nyaris gosong.” Begitu mencium bau gosong, Tiffany Song langsung bangkit dari lamunannya. Ia melirik adonan itu. Warnanya sudah mulai kehitaman, tapi Taylor Shen tetap tidak mau melepaskannya.

Melihat Tiffany Song khawatir dengan adonannya, Taylor Shen langsung menekan tombol mati kompor. Ia kemudian menyenderkan Tiffany Song di sisi kulkas sambil tetap menciuminya. Entah berapa lama kemudian, ia akhirnya melepaskannya dengan nafas terengah-engah.

Taylor Shen tidak tahan menatap bibir merah Tiffany Song yang seksi. Ia mengelus-elus bibir itu dengan jarinya sambil berbicara serak: “Kok aku tidak pernah cukup menciumimu ya? Aku ingin memakanmu dan memasukkanmu ke perutku.”

Tiffany Song gigit-gigit bibir. Ia merasa sangat canggung bibirnya dielus-elus begini. Dengan kedua tangan yang tetap bertempelan dengan dada Taylor Shen, ia berujar: “Cuci mukalah dan segera siapkan saraband.”

Taylor Shen mengangkat jarinya dari bibir Tifffany Song. Ia kemudian mengelus-elus perut wanita itu: “Dasar licik, setiap saat selalu saja mengalihkan topik.”

Pipi Tiffany Song jadi makin merah. Ia tidak bisa menikmati setiap bujuk rayu dan sentuhan Taylor Shen dengan tenang, sebab status hubungan mereka saat ini tidak jelas. Apalagi, kejadian waktu itu juga meninggalkan bekas yang sangat mendalam di hatinya. Ia takut tidak kuasa menerimanya.

“Cepat pergi,” ujar Tiffany Song berpura-pura tidak dengar.

Taylor Shen memegang tangan Tiffany Song, lalu mengecup bibirnya sekali lagi. Pria itu kemudian berkata: “Suatu hari nanti, aku ingin membuatmu tiga hari tiga malam tidak bisa turun dari ranjang.”

Tiffany Song dalam hati berpikir, Taylor Shen mengapa sering sekali bilang begini sih?

Habis Taylor Shen sikat gigi dan cuci muka, begitu ia keluar dari kamar mandi, di atas meja sudah ada dua salad sayur, dua pancake, dan dua piring bubur nasi. Ia duduk di kursi, dan melihat Tiffany Song keluar dari dapur sambil membawakannya sumpit, ia menerima sumpit itu. Ia menyantap buburnya, “Lezat sekali.”

Melihat pancake buatannya agak gosong, Tiffany Song, yang duduk di hadapan Taylor Shen, berkata: “Tuhkan gara-gara kamu pancake-ku gosong.”

Taylor Shen mengambilnya satu, lalu tersenyum lebar-lebar sambil memperlihatkan gigi putihnya, “Tetap enak kok. Gosong juga ada baiknya, yakni jadi tidak mau makan banyak-banyak. Cepatlah kamu makan. Demi aku kamu sibuk sepanjang pagi, sayang aku tidak bisa memberimu balasan apa-apa. Aku cuma bisa memberimu satu ciuman.”

“Berarti kamu memanfaatkan aku ya,” jawab Tiffany Song ketus. Ia memang menjawab ketus, namun hatinya masih terus berdesir bahagia. Sensasi dicium Taylor Shen sungguh luar biasa. Ia merasa tidak sendirian lagi.

Taylor Shen meledek: “Ya sudah kamu saja yang menciumku. Sebanyak apa pun kamu menciumku, aku tidak akan protes.”

“……”

Seusai sarapan, Tiffany Song ganti baju di kamar, sementara Taylor Shen telponan di ruang tamu. Begitu Tiffany Song keluar, is melihat Taylor Shen buru-buru mematikan teleponnya. Ia merasa ada yang ganjil, tapi tidak tertarik berpikiran macam-macam. Ia memanggil, “Aku sudah bersiap, ayo jalan.”

Taylor Shen menaruh ponselnya di kantong celana, lalu berbalik badan dan menatap Tiffany Song lekat-lekat. Wanita itu mengenakan pakaian terusan ungu yang ia belikan waktu itu. Pakaian yang elegan dan dandan yang natural membuatnya Tiffany Song terlihat sangan anggun.

Taylor Shen memegang tangan Tiffany Song lalu mengecupnya sekali lagi. Dengan wajah penuh senyum, ia berkata, “Aku sungguh malas berangkat kerja, inginnya bermalas-malasan denganmu seharian saja.”

Tiffany Song tersipu hingga membuang pandangannya, “Cepat jalan, aku sudah mau terlambat nih.”

Taylor Shen terus menatap Tiffany Song cukup lama hingga akhirnya menggandeng tagannya sambil berjalan keluar. Mobil terparkir di bawah. Sebenarnya yang boleh parkir di situ hanya pemilik apartemen, entah bagaimana Taylor Shen membujuk satpam sampai mengizinkannya parkir.

Mereka berdua masuk ke mobil. Taylor Shen segera mengemudikan mobilnya ke kantor Winner Group.

Tiffany Song cemas rekan-rekan kantornya akan melihat mobil Taylor Shen, jadi ia meminta Taylor Shen berhenti agak jauh di depan kantor Winner Group. Pria itu mengiyakan dan menghentikan mobklnya di sisi jalan.

Tiffany Song melepas sabuk pengaman, dan begitu ia bersiap turun mobil, tangannya tiba-tiba ditahan Taylor Shen. Ia menoleh, dan pria itu mendekatkan wajahnya ke wajah Tiffany Wong lalu mengecup bibirnya. Setelah "beratraksi" beberapa saat barulah Taylor Shen melepaskannya. Pria itu kemudian berujar, “Nanti pulang kerja aku jemput kamu, kita makan malem bareng.”

Tiffany Song pusing sendiri diciumi Taylor Shen. Ia turun dari mobil, lalu memandangi mobil Taylor Shen yang langsung kembali melaju. Setelah mobil pria itu lenyap dari pandangannya, ia baru tersadar, ia lima menit lagi telat. Ia pun buru-buru lari ke kantor.

Tiffany Song tetap saja terlambat tiba. Ia sungguh kecewa membayangkan catatan 100% tepat waktunya bulan ini lenyap begitu saja.

Sesampainya di ruang kerja, Tiffany Song mengecek sekali lagi draf rancangannya. Pada rapat kali ini ia tidak butuh lapor harga dan material desainnya, yang diperlukan hanya draf rancangan saja. Setelah memastikan semuanya sudah benar, ia memasukkan USB-nya ke tas.

Tiffany Song kemudian mengangkat gelas kopi yang ada di meja. Kemarin, sejak Taylor Shen menghampirinya di ranjang, ia tidak bisa tidur. Ia terus berada dalam kondisi setengah sadar hingga pagi, dan ia pun memutuskan tidak tidur lagi dan bangun menyiapkan sarapan.

Hari ini ia harus minum kopi agar bisa tetap segar.

Baru selesai minum kopi, sekretaris CEO Li meneleponnya dan menyuruhnya ke lantai G1 sambil membawa draf rancangan. Mereka akan segera berangkat bersama ke kantor Shen's Corp. Ia menaruh gelas kopinya di meja, lalu mengambil tas dan keluar dari ruang kerja. Di tengah perjalanan ia melewati ruang kerja Sally Yun, jadi ia memintanya untuk membantunya menyuci gelas kopi barusan. Tiffany Song pun kemudian keluar kantor.

Di mobil CEO Li, Tiffany Song merasa perutnya sangat tidak enak. Ia terus menahan sakitnya itu, dan sesampainya di kantor Shen's Corp, sakitnya makin parah hingga ia berkeringat dingin. Di parkiran kantor Shen's Corp, ia langsung keluar dari mobil, meminta maaf pada CEO Li, dan lari sekuat tenaga ke kamar mandi.

Melihat Tiffany Song yang berlari seperti orang kesetanan, CEO Li bertatap-tatapan dengan Sekretaris Zhang, “Ada apa dengannya, kok wajahnya pucat? Coba kamu datangi dan cek dia, jangan sampai ia kenapa-kenapa.”

Sekretaris Zhang mengangguk dan buru-buru menghampiri Tiffany Song.

Tiffany Song sakit perut, dan ia sungguh kesal mengapa ia sakit perut saat ini! Rapat pukul sepuluh segera dimulai, dan ia sebagai desainer utama jelas tidak bisa tidak hadir. Ia berpikir keras apa saja yang ia makan belakangan. Masa iya penyebabnya pancake tadi pagi?

Kalau penyebabnya pancake tadi pagi, mungkinkah Taylor Shen juga sakit perut? Sekalinya teringat Taylor Shen, Tiffany Song jadi tidak senang. Ia mengeluarkan ponselnya dari tas lalu mengirim pesan ke pria itu. Beberapa menit kemudian, Taylor Shen membalas satu kata: “Apa?”

Tiffany Song berkerintat dingin. Masa kata-katanya tidak jelas sih? Ia kembali membalas: “Kamu sakit perut tidak?”

Jawaban Taylor Shen kali ini sangat cepat, “Tidak, memang kenapa?”

Melihat jawaban Taylor Shen, Tiffany Song langsung lega. Baguslah kalau ia tidak kenapa-kenapa. Begitu keluar dari kamar mandi, Tiffany Song sudah nyaris pingsan. Melihat wajah Tiffany Song yang pucat, si sekretaris, yang menunggu di depan toilet, buru-buru menghampirinya, “Nona Song, kamu kenapa?”

“Aku tidak apa-apa. Rapat sudah mau dimulai, ayo kita ke sana.” Tiffany Song membasuh-basuh keringat dingin di wajahnya. Baru berjalan beberapa langkah, perutnya kembali sakit. Ia mengecek jam tangannya. Waktu tinggal tersisa beberapa menit sebelum pukul sepuluh. Ia memutuskan memberi USB-nya ke Sekretaris Zhang sambil berpesan, “Tolong berikan USB ini ke CEO Li. Perutku sakit, tolong minta padanya untuk mengundurkan waktu, suruh Shine Group mulai presentasi duluan saja."

Sekretaris Zhang memegang tangannya sambil bertanya khawatir: “Nona Song, wajahmu seperti orang sakit, kamu tidak apa-apa?”

Tiffany Song menggeleng, “Aku tidak apa-apa, sepertinya hanya sakit perut biasa saja. Aku sebentar lagi ke sana.” Tiffany Song buru-buru kembali ke kamar mandi. Melihat waktu yang sudah sangat mepet, Sekretaris Zhang tidak punya pilihan lain selain mematuhi apa yang diminta Tiffany Song.

Kursi ruangan rapat terisi penuh. Sekretaris Zhang buru-buru mendatangi CEO Li, lalu membisikkan beberapa kalimat di samping telinganya dengan pelan. Raut wajah CEO Li berubah, “Ia tidak apa-apa kan?”

“Sepertinya keadaannya cukup parah. Ia titipkan USB-nya padaku untuk diberikan padamu, mohon kamu undurkan waktu semaksimal mungkin,” ujar Sekretaris Zhang sambil memberikan USB silver Tiffany Song padanya. CEO Li menerimanya sambil mengernyitkan alis: “Barusan baik-baik saja, kok tiba-tiba jadi tidak enak badan?”

Callista Dong, yang duduk di samping CEO Li, mendengar percakapan mereka barusan. Ia bertanya, “Nona Song tidak enak badan?”

“Ia tidak apa-apa, CEO Dong sungguh perhatian dengan Nona Song deh," jawab CEO Li. Pria itu sudah berusaha tetap santai, namun nada bicaranya tetap mengandung kecemasan.

Callista Dong menatap CEO Li dengan tenang sambil membalas: “Ia itu sangat berbakat, wajarlah semua orang suka dan perhatian dengannya.”

Novel Terkait

Be Mine Lover Please

Be Mine Lover Please

Kate
Romantis
3 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
3 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
3 tahun yang lalu
My Beautiful Teacher

My Beautiful Teacher

Haikal Chandra
Adventure
3 tahun yang lalu
Antara Dendam Dan Cinta

Antara Dendam Dan Cinta

Siti
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
3 tahun yang lalu