You Are My Soft Spot - Bab 387 Apakah Kamu Ingin Melahirkan Anakku (2)

Jordan Bo menghela nafas dan memeluk Stella Han. “Kalau begitu, kamu lain kali harus sering menghubungi mereka, dan sering pulang untuk menjenguk mereka. Stella Han, jangan menyalahkan dirimu. Di saat kamu masih dapat melakukannya, cobalah untuk lebih mempedulikan mereka.”

"Baiklah." Stella Han mengangguk kepalanya.

Keesokan harinya, Stella Han memiliki gugatan dan perlu pergi ke pengadilan. Dia pun pergi setelah memakan sarapannya. Jordan Bo ada mengadakan rapat penting di pagi hari. Tapi begitu mengingat perkataan Stella Han semalam, dia pun menelepon Vincent Xu, memintanya untuk memundurkan rapatnya hingga sore hari.

Dia pun memutuskan untuk menemani kedua orang tua itu. Ketika Papa dan Mama Han menghadapi menantu mereka, mereka selalu merasa tidak nyaman, seakan mereka adalah karyawan Jordan Bo. Jordan Bo pun mengambil inisiatif untuk memulai perbincangannya. Namun, topik yang dapat dibincang mertua dengan menantu ini hanyalah mengenai Stella Han.

Papa Han menjadi sangat bangga begitu menyebutkan putrinya. “Saat SD, nilainya selalu bagus dan setiap dua pelajaran pasti mendapat nilai sempurna. Ketika naik kelas enam, di saat menghadapi UAS, dia kena demam, tapi dia masih bersikeras untuk pergi ujian. Akibatnya, demamnya menjadi parah dan dia tidak bisa mengerahkan seluruh kemampuannya. Akhirnya, dia hanya mendapat nilai 80 dalam ujian matematika. Ketika membawa pulang rapotnya, dia langsung memeluk mama-nya, menangis sampai terengah-engah.”

Jordan Bo mendengarkan cerita masa kecil Stella Han yang menarik dari sang orang tua. Dia pun tersenyum dnegan lembut.

"Stella dari kecil sudah memiliki harga diri yang tinggi. Apapun yang dilakukannya harus mendapatkan juara satu. Makanya dia susah bersikap lembut. Nak, dia masih sangat muda. Kamu kadang-kadang harus membiarkan dia menang. Ini bukan masalah prinsip, melainkan mengalah duluan. Di antara hubungan suami dan istri, tidak perlu ada yang menang atau kalah. Jika kamu memaksa untuk menang, maka kamu akan kehilangan perasaan," kata Papa Han tulus.

"Pa, aku mengerti." Jordan Bo dengan pikiran terbuka, menerima ajaran Papa Han. Dalam tujuh tahun ini, mereka harus belajar untuk mengalah, dan tidak hanya menikmati waktu romantic selama tujuh tahun itu. Jordan Bo sangat menyetujui perkataan Papa Han.

Papa Han mengangguk kepalanya.

Mama Han, yang duduk di samping, melihat perbincangan antara ayah mertua dan menantu ini. Semakin lama dilihat, Mama Han semakin menyukai menantunya. Dia tidak banyak bicara, tampak dingin tapi sebenarnya lembut, dapat menemani mereka berbincang seharian, dan juga tidak menunjukkan sedikitpun ketidaksukaan.

Dalam sela pembicaraan, ponsel Jordan Bo berdering. Panggilan tersebut berasal dari perusahaan pernikahan, yang mengatakan bahwa mereka telah membuat rencananya dan ingin Jordan Bo melihatnya. Jordan Bo bangkit berdiri dan pamit kepada kedua orang tua tersebut. Kemudian, dia naik ke ruang kerjanya untuk membuka emailnya.

Rancangan perusahaan pernikahannya sama semua. Pernikahannya selain memiliki parit, tidak ada lagi rancangan ide yang baru. Jordan Bo pun menelepon kembali dan dengan tegas meminta mereka untuk membuat rancangan baru. Kalau tidak, dia akan mempertimbangkan untuk ganti ke perusahaan pernikahan yang lain.

Manajer perusahaan pernikahan pun menjadi cemas. Ini adalah pesanan besar. Sebelumnya, ketika menggelar pernikahan Taylor Shen, mereka telah mendapatkan banyak keuntungan. Jika menerima pesanan Jordan Bo, maka mereka tidak perlu khawatir mengenai apapun untuk tiga tahun ke depan. "CEO Bo, jika Anda memiliki ide apapun, Anda boleh memberi tahu kami agar dapat dijadikan referensi."

"..." Jordan Bo terdiam. Jordan Bo bahkan tidak pernah berpikir mau mengadakan pernikahan seperti apa untuk Stella Han. Setelah mematikan ponselnya, Jordan Bo keluar dari ruang belajar dengan wajah muram. Kemudian dia melihat Papa Han, yang sedang memegang buku harian tua, sedang berjalan mondar-mandir.

“Pa, ada apa?” tanya Jordan Bo.

Papa Han mendongak kepalanya dan menatap Jordan Bo. Dia menggaruk kepalanya sambil berkata, “Aku barusan mendengar kamu ada bilang mengenai pernikahan. Ini adalah buku harian yang ditulis Stella sebelumnya. Mungkin ini bisa membantumu."

Orang tua itu menyerahkan buku harian tersebut kepada Jordan Bo. Lelaki tua itu sekali lagi berkata, "Awalnya buku harian ini mau kukembalikan ke Stella, tapi karena semalam berbincang hingga larut, aku pun lupa mengembalikannya. Kamu lihatlah."

Setelah selesai mengatakannya, sang lelaki tua berbalik badan, dan turun ke bawah. Jordan Bo mengalihkan kembali pandangannya, menatap buku harian di tangan tersebut. Lalu dia membalik badan dan memasuki ruang belajar.

Stella Han meninggalkan Kantor Pengadilan. Karena gugatannya kalah, suasana hatinya pun buruk. Selama bertahun-tahun ini, Stella Han memiliki prinsip dalam gugatannya dan tidak pernah menerima pihak yang sesat. Kemungkinan karena pengaruh latar belakangnya yang kuat, Firma Hukum juga tidak akan memaksa Stella Han untuk mengambilnya serta membela pria dan wanita salah.

Dalam gugatan hari ini, pihak pria memiliki kecenderungan kekerasan dan telah beberapa kali melukai kliennya. Namun, dia setiap kali dapat lolos dari penyelidikan hukum karena sebuah kartu yang dipegangnya, yaitu catatan gagguan jiwa.

Setelah mengantar kliennya pergi, suasana hatinya sangat muram. Ketika menjawab panggilan dari Jordan Bo, Stella Han sedang berada di tepi sungai. Begitu mendengar suara lemas Stella Han, Jordan pun Bo bertanya, "Kalah gugatannya?"

"Iya. Jordan Bo, apakah aku seburuk itu? Dia begitu mempercayaiku, tapi aku tidak bisa menyelamatkannya dari penderitaan," kata Stella Han sedih.

Jordan Bo bertanya, "Kamu dimana? Aku akan menjemputmu."

"Aku ingin menyendiri dulu. Aku juga tidak ingin kamu melihat sosok payahku." Stella Han tidak memberitahu Jordan Bo bahwa setiap kali suasana hatinya buruk, dia akan menghibur dirinya dengan pergi ke tepi sungai, membiarkan angin-angin meniupnya.

Jordan Bo pun tertawa. "Aku benar-benar ingin melihat sisi payahmu. Katakanlah, kamu di mana dan aku akan pergi menjemputmu."

Stella Han mengerutkan bibirnya. Apakah orang tidak bisa mengatakan hal yang lebih baik, Stella Han sedang sangat sedih. Pada akhirnya, Stella Han memberitahukan lokasinya. Kemudian, dia menutup ponselnya dan sekali lagi membiarkan angin meniupnya. Beberapa saat kemudian, dia membalik badannya dan pergi ke arah mobilnya.

Begitu masuk ke dalam mobil, Stella Han dari kejauhan melihat sebuah SUV putih sedang melaju cepat kemari. Stella Han pada awal tidak mempedulikannya, sampai-sampai mobil tersebut terus melaju cepat. Jarak di antara mereka semakin mendekat dan mobil tersebut bahkan tidak berniat untuk melambat. Akhirnya, Stella Han merasakan ada sesuatu yang ganjil.

Stella Han mendongak ke kaca spion, mendapatkan seorang pria dengan pakaian pegawai dan topi di dalam SUV putih. Pria itu menatap mobil Stella Han dengan kebencian di wajahnya, dimana membuat Stella Han ketakutan.

Stella Han saking takutnya sampai tidak tahu harus bagaimana menyalakan mobilnya. Kemudian dia memutuskan untuk kabur, meninggalkan mobilnya. Di saat Stella Han sedang dalam kebingungan, SUV putih itu sudah menabrak mobilnya. Mobilnya yang ditabrak orang itu pun meluncur beberapa meter ke depan.

Stella Han terpental dan dahinya pun menabrak setir kemudinya, mebuatnya terasa agak pusing. Stella Han mendongak kepalanya dan mendapatkan SUV putih itu dengan cepat mundur kebelakang, lalu dengan cepat melaju ke depan dan menambahkan kecepatan untuk menabrak mobilnya lagi.

Stella Han tidak memakai sabuk pengaman. Dalam tabrakan seperti itu, kantong udara di mobil pun tidak akan mengembang, makanya dia sekali lagi menabrak setir kemudinya. Dia pun merasa seakan baian bawah tubuhnya akan hancur.

Stella Han dengan pusing membuka matanya, mendapatkan jarak mobilnya hanya beberapa meter dari sungai. Tidak ada pagar pembatas di bendungan besar ini. Jika SUV putih itu menabraknya lagi, maka Stella Han akan didorong ke sungai. Jika itu terjadi, dia pastinya akan mati.

Stella Han memaksa dirinya untuk terbangun dan mendorong buka pintu mobilnya. Karena tabrakan tersebut, pintunya telah menjadi tidak berbentuk. Stella Han sama sekali tidak bisa mendorongnya terbuka. Saking cemasnya, telapak tangan Stella Han pun berkeringat. Dia melihat orang itu memudurkan mobilnya dan bumper mobilnya pun ikut terlepas. Orang itu masih tetap menambah kecepatan dan menabrak mobilnya. Stella Han saking takutnya, sampai bulu kuduknya pun ikut berdiri. Ini tidak boleh dibiarkan. Dia tidak bisa menyerah begitu saja. Dia harus menyelamatkan diri. Dia tidak boleh mati. Dia dan Jordan Bo baru saja akan mulai bahagia. Stella Han pun tidak rela mati begitu saja.

Pintu mobilnya tidak bisa dibuka. Stella Han pun menjadi cemas, sampai-sampai air keluar dari matanya. SUV putih itu meraung di belakangnya dan sekali lagi menabrak mobilnya, dimana membuat Stella Han ikut maju ke depan. Tabrakan itu seakan membuat organ tubuhnya teraduk menjadi satu. Stella Han merasa bahwa mobil SUV putih itu terus mendorong pantat mobilnya, agar dapat mendorongnya ke dalam sungai.

Stella Han membuka matanya. Darah mulai mengalir di depan matanya, dimana itu didapatkan dari luka di dahinya. Stella Han menyeka matanya, tangannya pun terasa basah. Tidak tahu apakah roda mobilnya telah dihentikan oleh batu atau bukan, mobil SUV putih itu tiba-tiba tidak dapat bergerak. Pria itu dengan ganas memundurkan mobilnya..

Stella Han melihat bahwa ban depan mobilnya sudah tergantung di atas bendungan. Dia pun tidak bisa membuka pintu mobilnya. Dengan tangan gemetar, dia mengeluarkan ponselnya. Stella Han ingin menghubungi Jordan Bo, mungkin saja ini akan menjadi teleponnya yang terakhir.

Dia mengangkat ponselnya, jari-jarinya tidak berhenti bergemetar, dan pandangan matanya sekali lagi menjadi buram. Stella Han sambil menghapus jejak darah di kelopak matanya, sambil menghubungi nomor telepon Jordan Bo. Jordan Bo tidak menjawab panggilannya. Stella Han, melalui penglihatannya yang kabur, melihat SUV putih itu menabraknya dengan gila. Dia menjerit dalam hati, Jordan Bo, cepet angkat teleponnya, cepet angkat dong.

Tidak ada yang menjawab teleponnya. Stella Han pun mendengar SUV putih itu menderu di belakangnya dan semakin mendekatinya. Stella Han bahkan dapat melihat tangan dewa kematian yang sedang mencekik lehernya, menginginkan nyawanya. Air matanya bergulir jatuh. “Jordan Bo. Maafkan aku. Aku harus melangkah pergi terlebih dahulu.”

Stella Han dengan putus asa menutup matanya, menunggu dirinya jatuh dan tenggelam ke sungai, menunggu maut datang menjemputnya.

“Gabruk” Dari belakang terdengar suara yang besar dan juga suara rem yang menusuk telinga. Dunianya tiba-tiba menjadi gelap. Stella Han menunggu lama, tapi dia tidak mendapatkan mobilnya jatuh, dan tidak mendapatkan dirinya tenggelam dalam sungai. Dia membuka matanya yang bergemetar, dan mendapatkan bahwa mobilnya masih tergantung di atas bendungan, tidak bergerak sedikitpun.

Apa yang sebenarnya telah terjadi?

Stell Han menoleh dan melihat pemandangan tragis di belakangnya. SUV putih itu ditabrak keluar oleh Cayenne hitam. Mobilnya jatuh ke tanah, dan darah segar mengalir keluar dari jendela mobil, mewarnai merah pintu mobilnya. Bagian depan Cayenne hitam itu penyok dan berhenti di sana dengan tenang. Kap mesin mobilnya berasap, tetapi masih dapat terlihat seperti raja yang angkuh, dimana tubuhnya memancarkan kebanggaannya.

Jantung Stella Han seketika berdetak kencang. Dia melihat sang pria menendang pintu mobil dan turun dari mobilnya. Pria itu seakan seperti malaikat utusan Tuhan, dimana sekujur tubuhnya memancarkan cahaya yang menyilaukan. Stella Han mengedipkan matanya. Ketika dia melihat dengan jelas penampilan pria itu, air matanya mulai mengalir keluar. Dia datang untuk menyelamatkannya.

Jordan Bo tidak terluka. Baru saja ketika dia melaju kemari, dia melihat sebuah SUV putih menabrak gila sebuah Volvo putih. Ketika melihat plat mobil Volvo putih, pernapasan Jordan Bo hampir akan berhenti. Itu adalah mobil Stell Han.

Jordan Bo segera melaju cepat dari jalan dan menuju ke bendungan. Dia mencegat SUV putih dari samping. Kurang dalam puluhan detik, SUV putih itu telah mendorong mobil Stella Han ke tepi sungai. Jordan Bo juga kehilangan akal sehatnya. Dia menginjak pedal gas, melaju ke arah SUV putih.

Semoga berhasil!

Pada kesempatan yang paling penting, hanya sedetik sebelum SUV putih dapat menabrak Volvo putih, Jordan Bo menginjak sampai ke bawah pedal gasnya, membuat Cayenne hitam turun dari langit dengan aman. Movil tersebut dengan cepat menabrak SUV putih, dimana membuat pihak lain juga ikut menginjak pedal gas. SUV putih yang ditabrak berguling beberapa kali, dan akhirnya berhenti di depan bendungan. Pengemudinya pun sudah tidak tersadar.

Jordan Bo segera berlari ke Stella Han. Tidak ada yang tahu apa yang dipikirkannya pada saat itu, dan tidak ada yang tahu bahwa tangannya saat ini sedang gemetar. Hanya sedikit lagi, mereka akan terpisah untuk selamanya. Tapi untungnya dia dapat tiba tepat waktu.

Ketika Jordan Bo berjalan ke Volvo putih, bagasi mobil itu telah penyok dan pintu mobilnya juga bengkok, dimana mmebuat pintunya macet. Roda depan mobil itu sedang melayang di bendungan, dimana mobil itu sedikit lagi akan terjatuh ke sungai. Jordan Bo berjalan ke sisi kursi pengemudi, beberapa kali memaksa buka sambil menendang, lalu dia baru membuka pintunya.

Dia menarik keluar Stella Han yang duduk ketakutan di kursi pengemudi. Pandangannya tertuju pada luka di dahinya. Jordan Bo mengernyit dan api mulai membara-bara di matanya. Sial, dia telah membiarkan Stella Han terluka tepat di hadapannya. Jordan Bo memeluknya erat-erat, merasakan Stella Han terus bergemetar di lengannya. Dia menepuk pelan punggungnya dan berkata dengan lembut, “Tidak apa-apa. Tenang. Semuanya baik-baik saja.”

Stella Han pun baru tersadar. Ketika teringat bahwa dirinya akan menghadapi maut, teringat bahwa Jordan Bo tidak menjawab teleponnya, dia pun mengepal erat tangannya dan menghantam dadanya. Stella Han terisak, “Kenapa kamu baru datang sekarang. Huu…hu…. Aku hampir tidak bisa melihatmu lagi."

Jordan Bo mengerutkan bibir. Hatinya seketika terasa diremas-remas. Dia memeluk erat Stella Han sambil dan menjelaskan, “Ketika teleponku berdering, aku melihat mobilmu telah didorong SUV putih ke sungai. Aku pun menjadi sangat panik, jadi bagaimana aku bisa memiliki waktu untuk menjawab panggilanmu. Jika aku benaran mengangkat ponselku, kamu saat ini pasti sudah terjun ke sungai. "

Pada saat kritis itu, jika Jordan Bo memiliki sedikit keraguan atau telat sedetik pun, maka mereka mungkin akan terpisah selamanya. Bagaimana mungkin Jordan Bo bisa menanggung risiko ini, kan?

Stella Han menangis terisak-isak. Dia sangat ketakutan dan tangisannya begitu keras. Darah dari luka di dahi mulai mengalir keluar. “Aku sebenarnya telah mengusik siapa sampai orang lain menginginkan nyawaku. Huu… hu…" kata Stella Han, tersedak.

Hati Jordan Bo terasa seakan ditancap pisau. Begitu memikirkan ketakutan yang baru saja dialami Stella Han, dia pun menepuk pelan punggungnya sambil berkata, “Jangan berpikir sembarangan. Aku akan mengantarmu ke rumah sakit."

Novel Terkait

Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
The Gravity between Us

The Gravity between Us

Vella Pinky
Percintaan
5 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu