You Are My Soft Spot - Bab 175 Aku Tidak Tidur, Jangan Takut! (3)

Angela He langsung menangis kencang. Wayne Shen, yang berdiri di sebelahnya, mencoba menenangkan: “Kamu baru keguguran, jangan menangis nanti tubuhmu makin lemah.”

Bukannya berhenti, tangisan Angela He malah semakin kencang. Tuan Besar Shen menatap Taylor Shen dan Tiffany Song. Meski ia sendiri tidak suka dengan Tiffany Song, wanita ini sekarang statusnya sudah anggota keluarga Shen. Ia jelas tidak boleh menghujat menantunya di depan orang luar.

Apa hukuman yang pantas bagi Tiffany Song nanti dia pikirkan. Yang jelas, di hadapan orang luar, ia tidak punya pilihan lain selain membelanya.

“Tiffany Song, belum minta maaf ke Angela He juga?”

Tiffany Song berjalan ke sisi ranjang dan berujar tulus: “Angela He, aku minta maaf.”

“Senang kamu sekarang melihatku begini? Tiffany Song, sekali pun mereka semua berpihak padamu, langit tahu apa yang kamu lakukan. Cepat atau lambat kamu akan kena balasannya,” balas Angela He.

Tiffany Song melihat tatapan Angela He yang penuh kebencian. Dengan hati berdesir, ia menjawab: “Aku tidak takut karena aku tidak merasa bersalah.”

Taylor Shen menghampiri Tiffany Song dan memegang tangannya. Pria itu lalu berujar ke adik iparnya: “Angela He, istirahatlah yang cukup, Segalanya bisa dibicarakan nanti setelah kamu pulih.”

James He daritadi tidak berbicara apa-apa. Ia tahu betul kepribadian Angela He yang keras kepala. Ia tidak bisa memutuskan siapa yang benar dan siapa yang salah dalam hal ini. James He hanya berharap semua ini sebatas ketidaksengajaan belaka.

Melihat Tiffany Song sudah minta maaf, Tuan Besar Shen berjalan ke sisi ranjang dan berbincang-bincang sedikit dengan Angela He. Ia terakhir berpesan pada wanita itu untuk fokus pada pemulihannya. Masalah anak, nanti bisa punya lagi. Angela He langsung menangis tersedu-sedu teringat janinnya yang mati. Ia kali ini tidak bersandiwara.

Anak ini sudah berbentuk di dalam rahimnya dan siap keluar beberapa bulan lagi. Jenis kelaminnya pun sudah ketahuan: laki-laki. Meski dulu ia benci dan ingin membunuhnya, ketika sekarang benar-benar kehilangan, Angela He malah merasa sangat sakit. Ini anak pertamanya, ini darah dagingnya sendiri.

Nyonya He mengepalkan kedua tangannya. Tidak ada orang yang berada di sisi Angela He dan membantunya mendapat keadilan. Mengapa mereka semua bersikap begini pada anaknya?

Taylor Shen menggandeng tangan Tiffany Song untuk keluar. Nyonya He buru-buru mengikuti dan mencegat mereka di depan pintu. Ketika Taylor Shen ingin melindungi Tiffany Song dari hal-hal yang tidak diinginkan, Nyonya He sudah duluan menghempaskan tamparan ke wanitanya. Beruntung, Taylor Shen berhasil menahan tamparan itu di udara. Ia berujar dingin: “Nyonya He, mohon kendalikan diri!”

Nyonya He menatap Tiffany Song dengan marah. Ia tidak kuasa menahan satu kalimat kutukan keluar dari mulutnya, “Tiffany Song, suatu hari nanti, kamu akan mati dengan tidak tenang!”

Wanita itu menarik tangannya dan kembali ke tempat semula.

Tiffany Song terdiam di tempat. Kebencian Nyonya He pada dirinya sungguh aneh. Sebelum ia menjenguk Angela He ini, ia tidak pernah melakukan hal-hal yang memancing emosinya. Lantas, mengapa wanita itu sebenci ini dengan dia?

Tiffany Song masih ingat foto yang ditunjukkan Felix He. Masa hanya gara-gara ia mirip mantan istri Felix He, Nyonya He jadi benci sama dia?

Melihat Tiffany Song larut dalam pikirannya, Taylor Shen mengelus-elus bahu wanita itu, “Tiffany Song, jangan berpikir macam-macam. Keguguran Angela He tidak ada hubungannya denganmu, jadi jangan merasa terbebani.”

“Taylor Shen, terima kasih kamu sudah percaya padaku. Kalau pun seluruh dunia tidak percaya padaku, kepercayaan darimu ini sudah cukup untuk membuatku tenang.” Tiffany Song bersandar di dada Taylor Shen. Detak jantung Taylor Shen yang stabil ketukannya membuat Tiffany Song merasa tenteram.

“Gombal.” Taylor Shen membuang nafas panjang. Tiffany Song seharusnya bisa punya masa depan yang sangat rileks dan bahagia, tetapi ia bersikeras mengajaknya masuk ke lingkaran hidupnya dan membiarkan dirinya dikerjai sana-sini. Kalau dirinya sendiri sudah tidak percaya lagi pada Tiffany Song, masih punya apa lagi dia memang?

“Ayo kita balik ke area ICU, siapa tahu mama sudah sadarkan diri.” Tiffany Song mendongak dan mengandeng tangan Taylor Shen ke area ICU.

Angela He sudah berubah. Ia bukan lagi anak yang polos seperti ketika pertama bertemu. Ternyata kegagalan mendapatkan seseorang yang dicintai bisa membuat seseorang jadi segila itu. Tiffany Song membuang nafas panjang. Angela He sudah merebut pria yang paling disayangi Jennifer Li, sekarang dia mau pula merebut Taylor Shen. Ia sebenarnya kenapa sih?

Taylor Shen dan Tiffany Song kembali ke depan ruang pasien. Nelson Shen dan istrinya sudah pergi, William Tang juga tidak kelihatan batang hidungnya.

Perawat membuka pintu kamar dan mengabarkan Taylor Shen bahwa mamanya sudah siuman. Wajah pria itu langsung sumringah. Taylor Shen menggandeng Tiffany Song masuk ke sana. Jasmine Yang terbaring di ranjang dengan mengenakan masker oksigen yang berembun.

Mama Taylor Shen terlihat kurus bak tulang, di setengah sisi wajahnya juga ada bekas luka yang menakutkan. Taylor Shen dan Tiffany Song berjalan ke sisi ranjang. Mendengar ada suara langkah kaki, yang berbaring di ruang pasien perlahan membuka mata.

Dengan lemas, Jasmine Yang menatap mereka berdua. Wanita itu berusaha menarik-narik tangan Taylor Shen, dan si pria pun buru-buru melangkah untuk menggapai tangannya. Taylor Shen menyapa pelan: “Mama, ini aku, Taylor Shen.”

Mata Jasmine Yang berair. Setelah berpisah lima belas tahun, bisa berjumpa kembali dengan anak sebelum wafat adalah berkah yang luar biasa. Wanita itu menunjuk-nunjuk masker oksigennya untuk memberi kode minta dibukakan.

Taylor Shen segera memenuhi permintaannya. Ia sungguh senang melihat mama benar-benar masih hidup. Tiffany Song sendiri sampai berkaca-kaca melihat sepasang ibu-anak ini bertatapan.

“Taylor Shen, Tiara sudah ketemu?” tanya Jasmine Yang lemas. Pertama kali buka mulut, yang ia tanyakan langsung Tiara.

Taylor Shen mengangguk bersemangat, “Sudah. Tiara ada di depan, mau aku panggilan kemari?”

Jasmien Yang menatap wanita di belakang Taylor Shen. Dari matanya, ia bisa melihat rasa cinta yang sangat mendalam. Wanita itu menggeleng, “Tidak perlu, kamu saja yang temani aku ngobrol. Aku sangat rindu padamu selama lima belas tahun tidak bertemu. Itu yang di belakangmu……?”

Taylor Shen berbalik badan, memegang tangan Tiffany Song, dan mendekatnya ke ranjang. Ia memperkenalkan: “Mama, ini istriku, Tiffany Song. Tiffany Song, ayo sapa mama.”

“Mama,” ujar Tiffany Song serak seperti mau menangis.

Jasmine Yang tersenyum pada Tiffany Song, “Anak baik, jangan menangis. Aku senang kamu jadi istri Taylor Shen.” Sejak melepaskan tangannya dari tangan Taylor Shen barusan, Jasmine Yang mengangkat tangan kirinya. Di jari manis tangan kirinya terpasang cincin permata hijau. Ia berusaha sekuat tenaga melepaskan cincin itu. Ini gerakan yang sangat sederhana, tetapi bagi orang yang sudah berada di ujung kematian, gerakan ini sangat melelahkan.

Setelah berhasil melepas cincin, Jasmine Yang menyerahkannya ke Tiffany Song dan berujar: “Mama tidak punya hadiah pertemuan pertama yang mewah. Mama cuma bisa kasih cincin warisan keluarga Shen ini saja untukmu.”

“Mama, ini sangat berharga untukmu. Aku tidak bisa menerimanya,” Tiffany Song langsung menolak.

Jasmine Yang memejamkan mata. Ia sungguh merasa terlalu lemah untuk berbicara lagi. Taylor Shen tahu keinginan mamanya. Ia berkata pada istrinya: “Tiffany Song, terimalah. Jangan buat mama lelah.”

Tiffany Song mengangguk patuh. Ia mengambil cincin itu dari tangan Jasmine Yang, lalu memasangkannya di jari manisnya sendiri. Dengan penuh rasa syukur, Tiffany Song berucap: “Terima kasih mama.”

Jasmine Yang menatap Tiffany Song dengan puas. Istri Taylor Shen ini sangat cantik. Bisa melihat anaknya ini jadi sukses dan dapat istri cantik, ia sungguh bahagia. Jasmine Yang mengangkat satu tangannya yang lain. Tiffany Song, yang menyadari maksudnya, segera menggapai tangan itu.

Jasmine Yang menyatukan tangan mereka berdua dan berpesan: “Tiffany Song, sekarang Taylor Shen aku serahkan padamu. Aku harap kamu bisa membahagiakan dia. Tidak peduli kaya atau miskin dan sakit atau sehat, kamu harus terus ada di sisinya. Kamu harus cinta dia, percaya dia, dan rawat dia. Jangan ucapkan kata berpisah pada dia, bisa?”

Tiffany Song mengangguk dengan air mata yang akhirnya jatuh dari mata: “Mama, bisa kok. Mama tenang saja.”

“Baik, baik, baik, mama jadi tenang kalau begitu.” Jasmine Yang ikut menangis. Taylor Shen adalah anak yang dari kecil sudah mengalami banyak penderitaan. Dia juga anak yang paling ia khawatirkan. Selama lima belas tahun ini yang paling ingin ia temui juga dia.

Jasmine Yang mengamati Taylor Shen. Anaknya yang dulu tingkah lakunya sangat bocah ini sudah tumbuh jadi pria dewasa. Waktu memang berjalan sangat cepat dan tidak bisa dihindari siapa pun. Ia kemudian berkata: “Taylor Shen, mama tidak pernah menyalahkanmu.”

Taylor Shen tercengang. Matanya berkaca-kaca. Tidak ada orang lain yang mengerti seorang anak lebih dari ibunya sendiri. Apa mama muncul hanya untuk menghilangkan rasa bersalahnya? Pria itu memohon, “Mama, aku dari dulu belum pernah mengatakan maaf padamu. Maaf!”

“Tidak usah bilang maaf, uhuk uhuk uhuk……” Jasmine Yang tiba-tiba berbatuk parah. Taylor Shen buru-buru mengambilkan tisu untuknya. Wanita itu menutupi mulut dan tisu langsung dibasahi darah yang amis.

Air muka Taylor Shen seketika berubah. Tiffany Song tidak tahu harus berbuat apa. Batuk berdarah adalah salah satu gejala kanker paru-paru stadium akhir. Penyakit mama mertuanya ini sepertinya sudah tidak bisa disembuhkan lagi.

Tiffany Song membuang tisu bekas Jasmine Yang ke tong sampah. Ia kemudian menuangkan air hangat dan memberikannya ke Taylor Shen. Pria itu lantas mendudukkan mamanya dengan hati-hati dan membantunya minum.

Nafas Jasmine Yang melemah. Ia tiba-tiba berkata: “Taylor Shen, aku ingin bertemu Wayne Shen, Tiara, dan papa kalian.”

Tiffany Song segera mengiyakan: “Mama, aku akan segera panggil mereka kemari.” Wanita itu kemudian langsung keluar kamar pasien dengan cepat.

Melihat Tiffany song sudah keluar kamar, Jasmine Yang kembali menatap Taylor Shen: “Kelihatannya anak itu sangat sayang denganmu. Taylor Shen, kamu harus mencintai dia seperti dia mencintai kamu ya.”

“Iya, aku paham,” angguk Taylor Shen.

“Aku ini sudah lemah, aku tidak bisa merawat Wayne Shen dan Tiara lagi. Sebagai kakak kandung mereka, aku ingin kamu menjaga mereka dengan baik. Janji padaku kamu akan melakukan ini. Tidak peduli mereka melakukan kekeliruan apa pun, kamu harus tetap melindungi mereka, bisa?” ujar Jasmien Yang serak. Nafasnya kini terengah-engah setelah berbicara cukup panjang.

Taylor Shen mengangguk lagi. Hatinya sungguh sedih melihat mama menyampaikan pesan-pesan seperti pesan menjelang wafat begini. Ia meyakinkan: “Mama, aku janji aku akan menjaga mereka dengan baik. Aku juga ingin melihat mereka bahagia.”

Jasmine Yang memejamkan mata. Rasa pedih di hati Taylor Shen langsung berlipat ganda. Ia juga ketakutan, “Mama, jangan tidur dulu. Wayne Shen dan Tiara segera kemari.”

Sang ibu membuka mata lagi. Melihat wajah anaknya yang ketakutan, ia menggenggam tangan anak itu, “Aku tidak tidur, jangan takut!”

Tiffany Song kebetulan bertemu Tuan Besar Shen dan Angelina Lian yang sedang jalan balik ke kamar Jasmine Yang. Ia segera menghampiri mereka. Tanpa peduli ketidaksukaan Tuan Besar Shen padanya, ia berujar gelisah: “Pa, mama sudah bangun. Ia ingin bertemu kamu, Wayne Shen, dan Angelina Lian.”

Wajah Tuan Besar Shen yang daritadi serius langsung berubah sumringah, “Tiara, cepat papah aku ke sana. Ayo kita bertemu mama.”

Angelina Lian kaget. Begitu tahu Jasmine Yang sudah siuman, ia entah mengapa takut bertemu dengannya.

Tiffany Song menatap Angelina Lian memapah Tuan Besar Shen ke ruang pasien. Ia lalu bergegas ke kamar Angela He. Wayne Shen masih di sana. Ia ingin memanggil pria itu untuk cepat-cepat keluar, bisa jadi ini pertemuan terakhir ia dengan ibunya.

Ketika Tiffany Song masuk lift, pintu lift sisi satunya lagi perlahan terbuka. Karry Lian berjalan keluar dari lift sambil mendorong Tuan Besar Lian yang terduduk lemas. Wajah si tuan besar sangat datar dan tidak memendam kemarahan sama sekali. Mungkin ia merasa hidupnya sudah di penghujung jalan, namun tetap memaksakan diri untuk menemui Jasmine Yang untuk yang terakhir kalinya.

Novel Terkait

Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
5 tahun yang lalu
You're My Savior

You're My Savior

Shella Navi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Tak Biasa

Cinta Yang Tak Biasa

Wennie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Where’s Ur Self-Respect Ex-hubby?

Jasmine
Percintaan
4 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu