You Are My Soft Spot - Bab 418 Apa Sempat Mempertimbangkan Rasa Harga Diri Priamu? (1)

Hari-hari berikutnya berlalu tanpa terjadi apa pun. Setiap hari, James He datang ke rumah sakit untuk membawakan Bibi Yun sarapan buatannya. Si bibi jelas tidak berani mengusirnya.

James He lama-kelamaan bisa membaca gelagat Bibi Yun yang gentar dengan kedatangannya. Untuk itu, ia keesokan harinya mengajak Erin untuk ikut datang. Sejak mereka jujur dengan hubungan asmara yang lagi dijalin, mereka belum pernah tampil berduaan lagi di hadapan Bibi Yun.

James He pikir, daripada mereka datang sendiri-sendiri, mending mereka datang berdua. Siapa tahu lama-lama Bibi Yun akan terbiasa melihat mereka berdekatan dan akhirnya setuju……

Bibi Yun mengamati James He dan Erin membuka pintu ruang pasien. Terlepas dari status sosial, ia mau tidak mau harus mengakui bahwa putrinya dan si tuan muda sangat cocok secara fisik.

Sayang, ketika kembali mengingat soal latar belakang, wajahnya seketika memuram. Melihat gandengan tangan mereka, ia juga mengernyitkan alis.

Erin agak gelisah ditatap mamanya begitu. Ketika ia ingin melepaskan gandengan tangan, James He malah mengeratkan pegangannya sebagai tanda tidak bersedia. Mulai sekarang, sip ria tidak bakal membiarkan Erin menemui Bibi Yun sendirian. Berhubung si bibi tidak bisa dibujuk dengan kata-kata, ia kini harus menunjukkan keseriusan mereka berdua melalui tindakan nyata.

Pegangannya dieratkan oleh James He, Erin menoleh ke si pria. Kebetulan pria itu juga lagi mengamati dirinya. Entah karena apa, setelah menatapnya, hati Erin bisa kembali tenang. Seperti yang ia katakan pada mama waktu itu, ia dan James He sama-sama belum menikah, lantas mengapa mereka tidak boleh berpasangan?

Terpikir soal ini, si wanita tidak menggerak-gerakkan tangan lagi. Ia menatap mamanya tenang.

Bibi Yun bolak-balik mengamati James He dan Erin. Ia bisa melihat bahwa yang memiliki peran dominan dalam hubungan ini adalah si tuan muda. Si bibi menyipitkan mata dan bertanya: “Tuan Muda, kamu pasti sibuk kan di kantor? Biar Erin saja yang menemaniku.”

James He mengelus punggung tangan Erin, lalu baru melepaskannya dan menaruh rantang hangat di meja bundar. Pria itu menjawab: “Erin lebih sibuk dariku, ia harus mengurusi semua urusan kantor karena Vero He pergi berbulan madu. Tetapi, sesibuk-sibuknya kami, kami tidak lagi buru-buru kok. Kami akan temani kamu makan dulu, baru kemudian pergi.”

Penuturan James He tidak bercelah, jadi Bibi Yun tidak bisa mendebat apa pun darinya. Ia sebenarnya ingin menyuruh si pria untuk pergi duluan, lalu berbicara empat mata dengan putrinya untuk mengingatkan soal status sosial. Sayang, berhubung James He sama sekali tidak mau pergi, ia terpaksa melupakan rencana itu.

Melihat situasi sekarang, ia nampaknya tidak boleh menunda lebih lama lagi untuk bergerak.

James He menyendokkan semangkuk bubur dan menaruhnya di meja kecil ranjang pasien, lalu menaburkan sayuran di atasnya. Bibi Yun merasa agak sungkan buat dilayani begini. Bagaimana mungkin seorang mantan asisten rumah layak dilayani majikannya?

Erin duduk di sebelah sambil mengamati mamanya makan bubur. Tiba-tiba, ponsel James He berdering. Setelah mengecek identitas penelepon, ia berucap maaf pada Bibi Yun dan bergegas keluar ruang pasien untuk mengangkat.

Sesaat setelah James He keluar, Bibi Yun menaruh mangkuknya di meja. Ia mendongak menatap Erin dan bertanya gusar: “Erin, kamu mau keras kepala sampai titik terakhir kah?”

Wajah Erin menegang, “Ma, tidakkah kamu bisa melihat kesungguhan cinta kami? Aku tidak bisa terpisah darinya, dia juga tidak bisa terpisah dariku. Mengapa kamu tidak mencoba untuk menerima hubungan kami?”

“Kamu pikir kamu pantas?” Dahi si mama terangkat sejadi-jadinya. Ia ingin anaknya segera menghentikan ini semua, tetapi si anak malah bertindak seenak jidat dan menganggap semua peringatannya angin lalu. Gila!

Erin agak tersinggung mendengar ini. Ia tersenyum dingin, “Aku tidak merasa diriku tidak pantas dengan siapa pun. Terus, kamu tahu sarapan yang James He bawakan beberapa hari ini siapa yang buat?”

Bibi Yun terhenyak, “Siapa?”

“James He sendiri.” Melihat ekspresi terkejut mamanya, Erin berujar kecut, “Kamu selalu merasa aku tidak cocok buat James He, tetapi ia bersedia berbuat sebanyak ini buatku. Aku rasa, Tuan Besar dan Nyonya juga bahkan belum pernah makan masakannya. Kamu harusnya sangat bahagia kan?”

Wajah Bibi Yun memucat. Ia menunduk melihat mangkuk di depannya. Si bibi sama sekali tidak menyangka ini buatan Taylor Shen.

Erin menarik nafas panjang, “Dulu, aku juga menganggap James He sebagai dewa yang ditinggikan. Tetapi, sejak kami bersama, aku baru menyadari ia juga manusia biasa. Ia tidak punya kemampuan super, punya emosi yang sama dengan kita, dan berharap bisa punya keluarga yang penuh cinta. Sebagai putri asisten rumah, aku tidak merasa inferior dan berpikir aku layak-layak saja.”

“Kamu!” Bibi Yun bangkit dari lamunannya. Mendengar kata-kata Erin yang terdengar kelewat percaya diri, ia marah sampai memukul ranjang. Baru ia mau berucap sesuatu, pintu ruang pasien dibuka dan James He melangkah masuk. Ia bisa merasakan ketegangan yang ada di dalam, namun mengabaikannya dan pamit: “Bibi Yun, kantorku ada rapat mendadak, jadi aku harus pamit dulu. Besok aku akan menjengukmu lagi, cepatlah pulihkan diri.”

Bibi Yun merilekskan wajah karena kehadirannya. Ia menjawab sungkan: “Tuan Muda, kamu tidak usah repot-repot datang kemari lagi. Aku tidak layak dikunjungimu begini.”

“Kamu adalah mamanya Erin, berarti juga mamaku. Bagaimana mungkin kamu merasa tidak layak? Erin, bukankah kamu masih ada urusan barang imitasi juga? Ayo berangkat bareng.” James He tidak mau meninggalkan Erin sendirian di sini. Ia takut wanitanya itu bakal dicuci otak oleh Bibi Yun.

Si wanita menatap mamanya, lalu mengangguk: “Baik.”

Ia lalu mengambil tas dan melangkah ke pintu ruangan. James He mengangguk sopan pada Bibi Yun, lalu menyusul Erin dan menggandeng tangannya keluar.

Si bibi mengamati kedua orang ini dengan hati terusik. Ia sudah bicara sejelas-jelasnya, namun gagal total untuk memisahkan mereka berdua. Bahkan, hubungan mereka malah semakin dekat.

Ia sekarang harus apa untuk membuat mereka berpisah?

Sekeluarnya dari rumah sakit, Erin membuang nafas selega-leganya. Melihat tingkahnya itu, James He bertanya: “Kan sudah kubilang jangan ke rumah sakit, kamu malah tidak mau dengar. Barusan Bibi Yun bilang apa? Aku bisa merasakan ada yang tidak beres di antara kalian.”

Si wanita menoleh pada si pria, lalu bergumam: “James He, alangkah bagusnya kalau kamu orang biasa-biasa.”

“Kalau aku orang biasa-biasa, kamu pasti jatuh cintanya pada orang lain,” jawab James He sambil tersenyum lebar dan merangkul pinggang Erin. Sebenarnya, asal terus bersikeras untuk tetap bersama, sepuluh orang Bibi Yun pun tidak mampu memisahkan mereka.

Erin berpikir sejenak. Merasa perkataan James He masuk akal, ia berhenti membayangkan ini. Wanita itu menanyakan hal lain: “Kapan pikiran mama bisa terbuka ya?”

“Suatu saat nanti bakal terbuka.” James He menggandeng Erin ke parkiran. Ia mengantar wanitanya itu ke Parkway Plaza, lalu pergi ke He’s Corp. Begitu ia masuk ruang kerja, Thomas Ji langsung mendatanginya dan melaporkan pengaturan jadwal hari ini.

Di saat James He didatangi Thomas Ji, Erin didatangi kepala departemen pemasaran. Pria bermarga Liang itu melapor bahwa ia telah mengungkap nama pekerja yang memasukkan barang imitasi ke tengah-tengah barang asli. Selain yang terlanjur terjual, ada pula beberapa merek lain yang disusupi hal serupa. Beruntung dua hari ini barang-barang itu belum terjual, jadi dampak negatifnya sangat minimal.

Erin mengernyitkan alis. Ia lalu menyuruh bawahannya untuk memanggil pekerja itu ke ruangan. Si pekerja dengan segera datang dan bercerita panjang lebar. Kronologisnya, ia berangkat kerja dengan mengenakan barang-barang imitasi, lalu menukar semua itu dengan barang-barang asli di gerai sebelum rekan-rekannya datang. Soal tag keaslian produk, ia sudah meminta orang untuk mencontoh tag barang-barang asli dan memasangkannya di barang-barang imitasi.

Kelar mendengar penuturannya, Erin tersenyum dingin: “Kepala Departemen Liang, lapor polisilah. Kalau kita tidak memberi hukuman yang berat, nanti-nanti bisa jadi ada yang melakukan hal serupa.”

Wajah si pekerja langsung pucat begini mendengar kata “lapor polisi”. Ia seketika minta ampun, “Sekretaris Erin, aku sungguh menyesal, benar-benar menyesal. Aku melakukan ini juga dengan terpaksa, sebab mamaku sakit parah dan butuh uang berobat. Mohon lepaskan aku.”

Si wanita memijat-mijat pelipisnya yang pening: “Mama sakit parah bukan alasan buat melanggar hukum. Kalau butuh uang, kamu bisa mendapatkannya dari cara yang sesuai aturan. Kamu tidak perlu mempermainkan masa depanmu sendiri begini.”

“Aku tahu aku salah. Sekretaris Erin, aku tidak akan mengulanginya.” Si pekerja berlutut di hadapan Erin, lalu yang “disembah” segera menariknya berdiri. Ia memperingatkan: “Kalau pun tidak lapor polisi, kami tetap tidak bisa mempertahankanmu. Aku harus menghukummu dengan keras biar tidak ada yang berpikir buat menirumu. Terus, barang-barang asli yang kamu tukar itu total harganya satu miliar enam ratus lima puluh ribu. Kalau kamu bisa mengembalikan barang-barangnya, kamu tidak perlu ganti uang.”

Mata si pekerja berkaca-kaca. Ia menjawab sambil terisak: “Barang-barangnya sudah kujual, uangnya juga sudah dipakai buat mamaku berobat. Aku sekarang tidak punya uang……”

Erin melipat dahi, “Jangan bilang aku kejam, tetapi kamu orang harus berani menanggung konsekuensi dari apa yang diperbuat kan? Kepala Departemen Liang, bawa dia pergi. Mau diurus dengan bagaimana, kamu ikuti saja peraturan kantor.”

Kepala Departemen Liang mengangguk, lalu menyeret pekerja itu keluar. Erin berbalik badan dan berdiri di samping jendela. Sembari menikmati keindahan pemandangan malam, ia memikirkan sesuatu. Kalau Nona He ada di sini, akan seperti apakah ia mengurusi masalah ini?

Berhubung pekerja itu punya “alasan kuat” buat tindakannya, hati Erin merasa agak bersalah. Meski begitu, ia di sisi lain juga yakin betul bahwa aturan perusahaan harus dikedepankan, bukan simpati.

Kalau sampai insiden produk imitasi ini jadi heboh, yang kena dampaknya adalah seluruh karyawan Parkway Plaza. Beruntung Nyonya Zheng dan anaknya bisa dibujuk, kalau tidak mereka pasti akan kerepotan……

Vero He menugaskan Erin buat menggantikan posisinya untuk sementara karena percaya dengan kemampuannya. Sekarang, ia nyaris saja menciptakan masalah besar buat perusahaan. Dengan kata lain, ia hampir mengecewakan kepercayaan yang diembankan padanya.

Memikirkan ini, Erin kembali ke meja kerja dan menghubungi Vero He lewat ponsel. Yang dihubungi mengangkat dengan sangat cepat, suaranya sangat bersemangat. Erin menceritakan insiden terbaru itu sejelas-jelasnya, lalu Vero He menanggapi lembut: “Erin, sikap dan keputusanmu tepat kok. Jangan meragukan kemampuan dirimu sendiri.”

Si asisten tidak menyangka bakal ditenangkan oleh bosnya. Ia merespon: “Terima kasih. Nona He, bagaimana kondisimu sekarang? Sudah baikan kah?”

“Sudah. Metode pengobatan si professor sangat efektif, aku beberapa hari ini tidak berjalan sambil tidur lagi, juga tidak mendengar lagu lagi. Tetapi, aku sangat kelelahan sih hamil begini. Tiap hari aku bawaannya ingin tidur.” Ucapan Vero He mengandung keluhan, namun unsur kebahagiaan dan penantiannya jauh lebih kental.

Erin tidak bisa menahan tawa. Ia berujar, “Baguslah kalau begitu. Aku bahkan lupa kamu hamil saking banyaknya urusan, untung kamu mengingatkan. Nona He, cepatlah pulih seperti sediakala. Kami semua menunggu kepulangan kamu dan Tuan Shen.”

“Iya. Tunggu kamu dan kakak menikah, kami pasti bakal pulang dan ikut pesta,” kata Vero He sambil tersenyum lebar.

Sehabis bertelepon, Erin teringat soal mamanya yang terus menentang hubungan mereka. Bibir si wanita jadi menegak, senyum di wajahnya juga pudar. Akankah ia dan James He menikah?

Si wanita menepuk-nepuk pipinya sendiri demi melupakan pertanyaan ini. Ia pun fokus bekerja lagi.

Pada malam hari, James He menelepon Erin dan mengabarkan bahwa ia membutuhkan si wanita untuk mendampinginya ikut perjamuan bisnis. Semua sekretaris James He adalah pria, jadi ia mau tidak mau harus mengajak Erin. Mendengar prianya bilang acara ini sangat penting, si wanita bertanya apakah perlu mengenakan gaun. James He menjawab: “Tidak perlu, bawa diri saja cukup.”

Erin menunggu James He di luar Parkway Plaza, lalu langsung menjumpai mobilnya tidak lama kemudian. Si wanita membuka pintu dan duduk di kursi penumpang depan.

James He tidak langsung melajukan mobil, melainkan menarik rem tangan. Tidak hanya itu, ia juga melepaskan sabun pengaman yang lagi dikenakan.

Si wanita menatapnya dengan bingung, lalu melihat dia mendekatkan bibir sambil menahan lehernya. Erin terdiam menatap wajah pria yang makin lama makin besar. Sampai ketika bibir hangat James He menyentuh bibirnya, tubuh Erin berasa sedikit tersetrum.

Dengan tubuh yang habis bergemetar, Erin mengangkat kedua tangan dan melingkarkannya ke leher James He. Tanpa peduli mereka lagi di pinggir jalan raya, ia menciumi James He dengan nafsu.

Novel Terkait

Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Siswi Yang Lembut

Siswi Yang Lembut

Purn. Kenzi Kusyadi
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Menantu Hebat

Menantu Hebat

Alwi Go
Menantu
4 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu