You Are My Soft Spot - Bab 391 Mengapa Para Wanita Hobi Bilang Terserah Sih? (3)

Setelah menghabiskan isi botol, James He melempar botol itu ke tong sampah. Si pria memutuskan kembali ke kamar. Ketika dia berjalan melewati kamar tidur kedua, lampu yang ada di dalam kamar tersebut tiba-tiba dimatikan. Ia senyum-senyum saja sambil tetap berjalan. Jordan Bo membuka pintu kamar tidur utama, masuk, dan mengunci pintu.

Keesokan hari, langit sudah terang waktu Erin bangun. Ini pertama kalinya ia bangun sesiang ini dalam beberapa tahun terakhir. Bagi Erin, semua tugas yang diberikan padanya harus dijalankan bahkan saat tidur. Untuk itu, sekali pun tidur, ia tetap terus memasang kewaspadaan.

Dengan kewaspadaan si wanita ini, tiap kali di luar ada bunyi-bunyi sedikit saja, dia pasti bakal terbangun. Semalam, ia tidur sangat nyenyak sampai bisa dikatakan lupa waspada. Entahlah, apa ini ada hubungannya dengan kamar tidur James He yang persis berada di seberang kamarnya.

Erin melepas selimut dan mendudukkan diri dengan kondisi masih mengenakan kemeja hitam. Si wanita lalu merapikan rambut, turun dari ranjang, dan berjalan ke pintu. Ketika ia membuka pintu, pinut kamar tidur utama juga terbuka. James He berdiri di balik pintu dengan raut wajah muram, sepertinya karena tidak bisa tidur pulas.

Erin ingin menghindar, namun merasa niatnya bakal terbaca jelas dan memancing kecurigaan James He. Untuk itu, ia memilih menyapa selantang-lantangnya, “Pagi!”

Si pria mengucek-ngucep mata. Melihat wanita di hadapannya, ia malah jadi makin muram. Ia semalaman tidak bisa tidur dengan nyenyak, sementara Erin malah bisa. Sungguh, terkadang dunia sangat tidak adil ya? Malas meladeni Erin, James He pergi ke kamar mandi.

Erin mengernyitkan alis, ini orang marah karena apa coba nih?

Erin terus berdiri di tempat seolah lagi menunggu sesuatu. Benar saja, begitu James He keluar sehabis cuci muka dan sikat gigi, ia berujar canggung, “Tuan Muda, anu…… Bisakah kamu belikan aku pakaian wanita? Luka di punggungku sudah jauh lebih baik sekarang.”

James He menoleh malas, “Lukamu itu cukup parah, tunggulah beberapa hari lagi.”

“Tetapi aku tidak nyaman begini……” ungkap Erin. Ia tidak mau kejadian semalam terjadi lagi. Ia sungguh malu, lebih-lebih kalau yang mengintipnya adalah James He!

Si pria semalam tidur dalam kondisi tidak nyaman. Mendengar si wanita juga menyinggung soal ketidaknyaman meski tidurnya bisa sangat lelap, ia jadi terpancing emosi, “Lagi luka mana ada yang nyaman sih? Semua ini kuatur demi kebikanmu. Kamu pikir memang aku tertarik intip bokongmu?”

“……” Wajah Erin memerah. Bagaimana bisa James He menyinggul soal bokongnya pula? Pria ini tadi saat sikat gigi tertelan odol pedas ya, kok bawaannya marah-marah terus sih? Wanita itu mundur-mundur untuk masuk kamar lagi. Waktu ia mau menutup pintunya, James He bertutur: “Jangan bilang kata “tidak nyaman” lagi padaku, dengarnya bikin mau marah!”

“……” Tuhkan, apa saja dimarahi oleh James He!

Ketika Erin berjalan kembali ke ranjang, ia mendengar suara kamar pintu seberang ditutup. Di atas ranjang, si wanita menepuk-nepuk pipinya yang memerah. Bertahun-tahun ini ia sudah mengalami segala hal yang bisa dialami di bumi. Ia pikir ia sudah kebal pada semuanya, namun mengapa tiap bertemu James He dia selalu jadi lemah tidak berdaya?

Erin dulu-dulu sering juga diledek orang lain, namun reaksinya adalah jijik dan marah. Terhadap semua keisengan dan ledekan James He, ia merasakan reaksi yang berbeda dalam dirinya. Reaksi itu sulit dijelaskan, yang jelas rasanya aneh……

Wanita itu membenamkan kepala ke guling. Ia barusan sebenarnya ingin bertanya mengapa tidak diperbolehkan memakai celana padahal lukanya ada di punggung, tetapi mulutnya tidak berhasil melontarkan itu.

Berselang beberapa saat, Erin melepaskan kepala dari guling dan menatap sprei kasurnya. Demi mencegah kejadian semalam kembali terulang, ia harus cari cara untuk mengantisipasinya. Wanita itu melepas spreinya, melipat itu jadi beberapa bagian, lalu menyobek kedua sisinya. Sekarang, sprei sudah tersobek jadi dua potong.

Erin mengangkat salah satu potongan dan memasangkannya ke tubuh. Setelah kembali menyobeknya sedikit, kini ukuran potongan sprei sudah cocok dipakai si wanita. Erin segera mengikatkan potogan sprei itu ke tubuh bagian bawahnya. Kalau hanya sekilas melihat, orang pasti mengira itu adalah rokok. Nah, sekarang Erin tidak perlu cemas diintip lagi!

Si wanita berbalik badan dan berjalan keluar kamar. Ketika ia melintasi ruang tidur utama, pintu ruangan itu masih tertutup rapat. Erin pergi mandi dan bergegas ke dapur setelahnya. Ia mengecek kulkas untuk mencari ide sarapan.

Erin sama sekali tidak pilih-pilih makanan, namun berhubung ia lagi tinggal bersama James He, ia mau tidak mau harus selektif sedikit. Setelah berpikir sejenak, si wanita mengeluarkan dua telur ayam dan menceploknya.

Kemampuan Erin di dapur sungguh tidak bagus, jadi dua telur yang dibuatnya gosong. Sembari mengamati buah karyanya yang gagal, ia teringat menu makanan semalam yang sangat enak dan menggugah selera. Wajahnya jadi muram. Kalau ia memberikan telur ceplok buatannya ini pada James He, mungkinkah si pria bakal mengira dia mau membunuhnya diam-diam?

Baru habis berganti baju, James He mendengar suara alat penghisaap asap dapur. Ia pelan-pelan berjalan ke dapur. Di pintu dapur, si pria bersandar sambil melipat kedua tangan di dada.

Melihat Erin lagi sibuk di dapur bagai istri yang sangat setia, wajah James He yang daritadi muram jadi melembut. Ia sebenarnya mau buru-buru berangkat ke kantor, tetapi sekarang jadi ingin berlama-lama dulu di apartemen. Erin masih mengenakan kemeja hitam milik dia, tetapi gayanya agak berbeda. Ya, yang membuatnya beda adalah rok yang dikenakannya sekarang! James He merasa agak familiar dengan motif rok si wanita.

Tunggu, tunggu…… Di apartemen ini tidak ada pakaian wanita. Ini rok dari mana coba?

James He berdiri tegak, lalu bertanya sembari menghampiri Erin: “Darimana ini rokmu?”

Mendengar suara si pria, spatula yang lagi dipegang si wanita jadi jatuh ke kuali. Erin buru-buru berbalik badan dan memegangi “rok”-nya yang sebenarnya sudah cukup kencang, “Anu, dari…...”

Berjarak semakin dekat dengan Erin, James He kini sadar rok ini terbuat dari sprei yang motifnya dia pilih sendiri. Waktu membeli sprei, si pria sungguh kebingungan. James He jelas tidak suka dengan model warna ini, tetapi mempertimbangkan selera Erin, ia akhirnya membelinya sebanyak empat jenis berbeda. Salah satu jenisnya ya yang lagi dipakai Erin sekarang……

Si pria jadi kesal sendiri. Wanita ini benar-benar pandai memprovokasinya ya!

Erin melihat muka James He muram dan jadi gelap seperti warna telur ceploknya. Ia menunduk bagai anak kecil yang mengaku salah dan menunggu dihukum.

James He, yang awalnya sudah siap melampiaskan kemarahan, jadi tidak tega sendiri. Ia menukar emosinya dengan kebaikan: “Nanti malam aku kirimkan pakaian kemari.”

James He berbalik badan dan melangkah ke pintu apartemen.

Erin tidak menyangka bakal dilepaskan semudah ini. Melihat James He mau pergi, wanita itu refleks maju dua langkah dan bertanya: “Kamu tidak sarapan dulu?”

Langkah James He terhenti. Ia menunjuk dua benda kehitaman di kuali, lalu berkata dingin: “Takut diracuni olehmu.”

“……” Erin menatap bayangan tubuh James He sambil bertanya dalam hati, mulut James He tidak bisa lebih tajam lagi ya? Begitu sosok yang diamati lenyap di balik pintu, Erin berbalik badan dan berjalan ke kuali. Ia menaruh dua telur ceplok gagalnya ke piring, lalu menyendok salah satunya dan mengetes rasa: “Mana mungkin beracun sih…… Eh, kok pahit……”

Erin refleks melepeh potongan telur yang ada di mulutnya ke tempat sampah. Lihatlah, ia memang sepertinya memang lebih cocok jadi tentara. Ia tidak mampu jadi wanita normal……

……

Sepanjang hari, wajah James He cemberut terus. Pria yang nafsu malamnya tidak terpenuhi memang menyeramkan, siapa pun yang dihadapinya pasti bakal disikapi sinis. Bahkan, asistennya yang notabene merupakan orang terdekatnya di kantor juga dibegitukan.

Sewaktu rapat, ketika manajer pemasaran lagi berbicara, James He sama sekali tidak bisa berkonsentrasi. Benaknya melayang jauh ke pemandangan Erin menahan piring dengan lipatan kaki semalam. Yang terus diingat dia jelas bukan si piring, melainkan benda yang tersibak di balik kemeja Erin.

Brak! James He tiba-tiba bangkit berdiri dengan kasar. Semua orang yang ada di ruang rapat langsung menoleh padanya. Baru sadar dirinya lagi ada di mana, si pria buru-buru beralibi sambil memaksakan raut tenang, “Aku ke toilet sebentar, kamu lanjut bicara saja.”

Setelah James He keluar, semua orang membuang nafas lega. Kini tidak ada siapa pun yang memerhatikan laporan manajer pemasaran, sebab orang-orang pada sibuk berbisik. Salah satu manajer level atas mengajak bicara kolega sebelah: “Barusan CEO He mikir apa ya? Dia sepertinya kaget sekali.”

“Betul tuh, aku juga lihat. Jangan-jangan, dia membayangkan hubungan seksualnya lagi……”

“Haha, masuk akal sih. Kalau tidak, mana mungkin dia sampai sebengong tadi pada siang bolong? Semalam wanita mana ya yang jadi tempat pelampiasannya?” timpal satu kolega lain.

Dari belakang terdengar suara dingin seorang pria, “Aku juga ingin tahu siapa wanitanya.”

Suasana langsung hening. Salah satu orang yang tidak menyadari keganjilan yang terjadi berujar santai, “Bagaimana kalau kamu tanya sendiri ke CEO He?”

James He kembali berbicara untuk kedua kalinya: “Manajer Xu, kantor cabang perusahaan kita di Vietnam kebetulan ada jabatan yang kosong. Hari ini juga, kamu aku rotasi ke jabatan itu.”

Menyadari yang barusan bicara adalah CEO He, wajah si pekerja yang terakhir bicara memerah. Kedua kakinya tiba-tiba lemas, lalu ia pingsan……

James He kembali ke ruang kerja. Tidak lama sesudahnya, Thomas Ji masuk dan melapor, “CEO He, Nona Lan baru balik dari luar negeri. Ia minta bertemu denganmu hari ini juga.”

James He merapikan kerah kemeja dan bertanya datar: “Surat kesepakatan cerai sudah dikirim berapa lama?”

“Satu bulanan sih ada.”

“Baik, keluarlah.” James He berjalan ke sisi jendela dan mengamati padatnya jalan raya. Ia pernah berpikir untuk menua bersama istrinya sekarang, tetapi istrinya itu malah membuatnya kehabisan kesabaran karena mengusik Vero He……

Di apartemen, sejak James He pergi, Erin entah mengapa terus gelisah. Baca buku, bacaannya tidak masuk ke otak. Melakukan hal lain, hasilnya nol juga. Waktu terasa tidak berjalan buatnya.

Jam yang terpasang di tangan Erin adalah jam keluaran delapan tahun lalu. Di bagian atas jam itu ada retak segaris, namun si wanita tidak pernah memperbaikinya. Jam ini hadiah ulang tahun kedelapan belas Erin dari James He. Waktu menerima kado ini, Erin sungguh bahagia dan tidak sabar untuk segera membuka.

Sayang, keesokan hari, jam ini terbentur lantai. Kronologisnya, pada waktu itu tangan Erin ditekan seorang pria muda yang kasar ke lantai. Karena gerakannya kelewat ganas, kaca jam Erin terkena lantai dan mengalami retakan. Setelah itu, si pria menaiki Erin……

Erin tidak tahu mengapa dirinya tanpa sadar terus mengecek jam, lebih-lebih tidak paham mengapa waktu terasa begini lama. Sampai ketika matahari perlahan terbenam di sisi barat kota, si wanita baru paham ia daritadi menantikan kepulangan James He.

Pukul setengah enam sore, dari luar apartemen terdengar bunyi lubang kunci diputar. Erin berada cukup jauh dari pintu, namun anehnya bisa mendengar suara itu. Dengan jantung yang seketika berdebar kencang, si wanita buru-buru turun dari ranjang dan berlari ke arah sana. Ia bahkan lupa memakai sendal kamar. Erin berdiri di lorong jalan menantikan sosok yang bakal muncul. Bukannya sosok James He, yang ada di balik pintu ternyata seorang wanita dengan rok panjang.

Kedua orang saling bertatapan. Erin mengenali wanita itu. Sekali pun James He menyembunyikan pasangannya, ia tahu betul wanita di hadapannya ini adalah istri James He, Jessy Lan!

Aliran darah Erin langsung terasa membeku seperti kena hawa dingin dari daratan Siberia. Selain wajahnya memucat, hati si wanita juga gugup saking tajamnya tatapan Jessy Lan.

Novel Terkait

Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Pejuang Hati

Pejuang Hati

Marry Su
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Berpaling

Cinta Yang Berpaling

Najokurata
Pertumbuhan
4 tahun yang lalu
Adieu

Adieu

Shi Qi
Kejam
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku CEO Misterius

Ternyata Suamiku CEO Misterius

Vinta
Bodoh
4 tahun yang lalu