You Are My Soft Spot - Bab 208 Walau Wanita Itu Tidak Senang, Ia Tetap Ingin Memeluk

Vero He kaget hingga mundur selangkah. Ia tidak menyangka Taylor Shen tiba-tiba akan buka mata. Ketika ia berbalik badan dan ingin pergi, tangannya ditahan oleh tangan si pria. Sensasi tahanan itu hangat sekali……

Saat Vero He berusaha melepaskan tangan, Taylor Shen semakin mengeratkan tahanannya. Si wanita jadi kehilangan keseimbangan dan jatuh di sofa. Degan wajah marah, wanita itu berteriak, “Lepaskan aku!”

Taylor Shen senyum-senyum nakal. Kekuatan yang ia kerahkan untuk menahan tangan Vero He sunggu tidak besar, tetapi cukup untuk membuatnya gagal melepaskan diri. Jantung Taylor Shen berdebar kencang menatapi kedua bola mata Vero He yang penuh amarah.

Ia buka mulut ingin bertanya sesuatu, namun tiba-tiba teringat kata-kata James He. Semua pertanyaannya pun tertahan ditenggorokan. Sekesal-kesalnya dia dengan kegagalan bertanya ini, ia tetap tidak mau bicara. Sementara itu, satu tangan Taylor Shen mendarat lembut di bahu si wanita.

Tubuh Vero He gemetar karena takut. Taylor Shen tidak bisa menahan diri lagi. Ia mendekap si wanita erat-erat.

Tubuh wanita yang didekap langsung jadi kaku bak membeku. Si pria mengelus-elus bahunya biar ia bisa lebih tenang. Suara Taylor Shen serak sekaligus terdengar seperti orang mengantuk, “Jangan panik, biarlah aku memelukmu. Peluk sebentar saja.”

Emosi Vero He makin terpancing. Bagaimana bisa ia merasa tenang dalam pelukannya? Vero He mendorong dada Taylor Shen dan protes, “Aku ingatkan sekali lagi, lepaskan aku!”

Taylor Shen tidak mau lepas. Ia sudah mencarinya dengan sangat tidak mudah, sekarang juga dapat kesempatan untuk memeluknya, jadi masa lepas sih? Sebenci apa pun Vero He padanya, ia tidak akan melepas. Ia memanggil pelan, “Vero He……”

Panggilan yang lembut sekaligus mengandung rasa pilu yang tidak jelas dari mana datangnya. Ia sudah kehilangan wanita kesayangannya sekali, mana mau ia kehilangan lagi untuk yang kedua kali?

Vero He tidak melawan lagi dan diam, namun tubuhnya tetap kaku. Wajah Taylor Shen kecut, namun tidak meminta lebih. Begini sudah cukup, begini sudah cukup.

Pelukan mereka disinari cahaya matahari dari luar. Bayangan tubuh Vero di lantai terlihat sangat tegang. Taylor Shen melipat kedua kaki di atas sofa dan menaruh dagunya di bahu Vero He. Hatinya sakit, namun juga puas.

Beberapa lama kemudian, dering telepon memecah kesunyian dan keganjilan di ruangan. Vero He mendongak, itu ponselnya. Ia melawan, namun Taylor Shen tidak mau melepas. Ia melawan lebih keras lagi, namun tidak ada reaksi juga. Ia akhirnya berseru kesal, “Aku mau angkat telepon, cepat lepaskan!”

Mungkin karena Vero He benar-benar marah, Taylor Shen baru melepaskannya dengan tidak ikhlas. Si wanita terlihat seperti domba yang ketakutan karena mau cukur bulu. Vero He berlari ke meja kerja, sementara Taylor Shen duduk di sofa dengan menumpukan dagu ke lutut. Ia mengamati Vero He dengan tenang.

Pakaian kerja Vero He hari ini berwarna merah tua. Baju atasnya berlengan cukup pendek, celananya celana kulot. Bahunya yang kecil namun padat membuat Taylor Shen tergila-gila. Di samping itu, rambutnya yang dikuncir ke belakang ketika bergerak-gerak saat ia jalan juga membuatnya lucu.

Sejak bereuni, setiap penampilan si wanita terlihat asing sekaligus familiar di matanya. Asing, memang benar-benar asing. Familiar, memang benar-benar familiar juga. Tujuh tahun lalu, wanita itu tidak akan pernah memakai pakaian seterbuka ini.

Dulu, Tiffany Song sangat suka mengenakan jeans, jaket tipis berbulu, dan sepatu datar. Ia sangat mirip dengan anak kuliahan yang baru keluar kompleks kampus. Sekarang, Vero He terlihat lebih dewasa, seksi, dan menggoda.

Vero He mengecek sekilas identitas penelepon. Itu telepon dari pria yang waktu itu dijadwalkan oleh James He untuk berkenalan dengannya. Pada rapat tahunan He’s Corp tahun lalu, ia sempat bertemu dengan pria bernama Fabio Jin ini. Waktu itu, Fabio Jin mengenakan kaca mata dan terlihat licik.

Selain merupakan salah satu pemilik saham He’s Corp, Fabio Jin juga kakak kelas James He dan satu-satunya penerus takhta kerajaan bisnis Jin’s Corp. Ia tidak menyangka kakak akan menjadwalkan pertemuan di antara mereka.

Suara lembut Fabio Jin mengalir keluar dari gagang telepon. Wajahnya memang terlihat licik, tetapi sebenarnya kepribadian dia sangat hangat. Vero He hanya menanggapi pelan sepatah dua patah kata berhubung Taylor Shen masih ada di sana.

“Okelah kalau begitu. Nanti malam aku jemput kamu.” Begitu Fabio Jin sudah mau mengakhiri telepon, Vero He baru sadar ia daritadi melamun. Ia menjawab “Oke”, lalu tiba-tiba ponselnya direbut sebuah tangan besar.

Vero He menoleh ke belakang dan langsung melihat Taylor Shen berdiri di sana. Setelah tidur beberapa jam, bercak merah di mata si pria sudah lebih sedikit. Taylor Shen menunduk melihat layar dan bertanya: “Telepon dari siapa?”

Vero He langsung emosi, “Tidak ada hubungannya denganmu. Balikkan ponselku.”

Si wanita berusaha merebut ponselnya. Taylor Shen mengangkat ponsel itu tinggi-tinggi, jadi dia jelas gagal. Wanita itu terus melompat-lompat bak binatang di pertunjukkan sirkus yang memancing tawa penonton. Taylor Shen lalu melingkarkan tangannya di pinggang si wanita dan mendekapnya. Melihat wajah Vero He yang kemerahan, ia langsung tergerak untuk mengecup bibirnya.

Vero He tidak menyangka Taylor Shen akan menciumnya begini. Selama dicium, ia diam tanpa bergerak saking kagetnya. Bibir lembut Taylor Shen terasa seperti mengalirkan aliran listrik ke tubuhnya hingga bergidik.

Ini sebuah ciuman yang tidak mengandung kasih sayang sama sekali, jadi terasa sangat palsu. Setelah mencium sebentar, Taylor Shen segera melepaskannya dan mengembalikan ponsel. Pria itu lalu berjalan ke sofa, mengambil kain tipis, dan menyelimuti diri.

Vero He mengelus-elus pipinya seolah ingin menghilangkan bekas tempelan wajah Taylor Shen dari wajahnya. Ia sadar betul yang pria itu lakukan tadi sangat keterlaluan. Ia menatapi si pria bejat. Di kemejanya ada beberapa lipatan bekas tadi tidur. Taylor Shen sama sekali tidak peduli dengan lipatan itu, toh nanti pakai jaket juga bisa tertutup.

“Taylor Shen, bukannya aku sudah bilang jangan seenak jidat peluk dan cium aku?” tegur Vero He dengan sangat dingin.

Yang ditegur tidak peduli. Ia teringat dulu Tiffany Song juga sering menegurnya begini. Pria itu menjawab acuh: “Aku tidak seenak jidat kok, aku melakukannya sepenuh hati.”

Vero He buka mulut dan bergumam sederet kata kasar. Ia hanya bisa berbicara pelan pada dirinya sendiri sebab takut Taylor Shen bertindak lebih jauh bila dikatai secara terang-terangan.

Taylor Shen mengenakan jaket, lalu menghampiri Vero He. Melihat mukanya cemberut karena habis marah, ia mengggandeng tangannya dan menatap lembut, “Aku ajak kamu ke suatu tempat.”

Sebelum Vero He keburu menolak, ia sudah ditarik keluar ruang kerja. Ketika melintasi lemari baju, si pria sekalian mengambilkan jaket dan menaruhya di pundak Vero He. Mereka dengan segera tiba di depan ruangan.

Vero He hanya bawa diri. Ponsel, dompet, kunci mobil, semuanya ada di dalam ruang kerja. Ia terus ditarik Taylor Shen sampai ke lift, lalu baru sadar tidak membawa apa-apa.

“Ponsel dan tasku.” Taylor Shen menahan badan Vero He biar dia tidak keluar lift. Pria itu lalu menekan tombol “tutup” dan tombol “lantai B2”. Lift segera bergerak turun. Vero He meminta lagi, “Aku mau ambil ponselku dulu.”

“Tidak usah, anggaplah refreshing selama beberapa jam,” jawab si pria datar.

“Aku juga tidak bawa uang!” Vero He tidak bawa apa-apa, jadi jelas ia tidak merasa aman.

“Aku bawa kok, tenang.”

Daritadi berbicara, mereka tiba-tiba sudah tiba di lantai B2. Pintu lift perlahan terbuka dan Taylor Shen menarik si wanita keluar. Mereka lalu tiba di sebelah mobil si pria. Rolls-Royce hitam terparkir tenang di sana. Lampunya yang kotak terlihat bak mata pemangsa yang siap menerkam lawan.

Taylor Shen membukakan pintu penumpang depan, lalu tersenyum: “Naiklah.”

Vero He diam saja dan tidak mau masuk. Ia tidak tahu Taylor Shen akan membawanya ke mana. Ke mana pun akan dibawa pergi, hatinya saat ini sedang tidak ingin berdua dengannya. Ia berujar tegas, “Aku mau balik.”

“Perlu dipaksa naik?” balas Taylor Shen dengan tidak kalah tegas.

Si wanita menatap si pria sekilas, lalu masuk mobil dengan terpaksa. Suara pintu mobil yang ditutup membuat hatinya diliputi rasa khawatir. Suara itu diikuti dengan suara pintu mobil lain yang dibuka, lalu Taylor Shen pun masuk.

Di dalam mobil, si pria menengok menatap Vero He yang tatapannya cemas. Hatinya terasa seperti tersobek-sobek. Ia tahu, setiap kali ia muncul di hadapan Vero He, wanita itu akan merasa tidak nyaman. Tetapi, mau bagaimana lagi, ia selalu tidak tahan untuk muncul di hadapannya. Walau wanita itu tidak senang, ia tetap ingin memeluk.

Taylor Shen mendekatkan badan ke arahnya. Belum dekat, tubuh Vero He langsung tegang. Wanita itu bertanya was-was, “Mau apa kamu?

Taylor Shen mengangkat tangannya dan memasangkan sabun pengaman untuk Vero He. Ia lalu meluruskan posisi duduk dan memakai sabuk pengamannya sendiri. Dari sudut mata, ia bisa melihat Vero He membuang nafas panjang karena lega ia barusan hanya memasangkan sabuk pengaman.

Rolls-Royce melaju keluar dari parkiran bawah tanah Parkway Plaza. Keduanya diam saja di mobil, Vero He juga tidak bertanya sama sekali mereka mau ke mana. Wanita itu hanya menatap keluar jendela mengamati gedung-gedung yang kacanya berkilauan.

Setengah jam kemudian, mobil tiba di depan gedung bernuansa abu-abu. Bagian depannya agak pendek dan berbentuk setengah lingkaran, sementara bagian belakangnya tinggi sekali bagai ingin menggapai langit. Vero He ingat bangunan ini merupakan gedung baru. Mengapa Taylor Shen membawanya kemari?

Si pria melepaskan sabuk pengamannya dan berkata pelan, “Turun.”

Taylor Shen duluan turun, lalu berdiri di depan mobil menunggu Vero He keluar. Si wanita dengan patuh turun dan menghampirinya. Matahari sore membuat bayangan mereka terlihat sangat panjang. Sambil menggandeng, Taylor Shen membawa Vero He masuk ke gedung.

Vero He agak gugup dengan tangan Taylor Shen yang sekarang hangat. Ia seperti kembali ke masa ketika mereka baru berpacaran dulu. Ketika mereka melintasi lobi, seorang wanita di meja resepsionis langsung berdiri dan menyambut hormat: “CEO Shen.”

Taylor Shen mengangguk datar dan membawa Vero He masuk lift khusus CEO. Di depan meja resepsionis barusan, ia sempat melihat tulisan besar “Bright Asia Corp” warna emas.

“Ini……?” Vero He bertanya tidak paham.

Taylor Shen menunduk. Di bawah pencahayaan lift, wajah Vero He terlihat putih dan bersinar. Taylor Shen menjawab tanpa menutupi apa-apa, “Ini perusahaanku.”

Vero He jadi makin bingung. Ini perusahaan dia? Terus Shen’s Corp ke mana? Saat beberapa kekuatan besar bersatu menyerang Shen’s Corp belakangan, Taylor Shen tidak mengulurkan bantuan sama sekali. Jadi ia sudah berpindah hati dari Shen’s Corp ke Bright Asia Corp? Jadi ini bisnis barunya?

Taylor Shen memahami apa yang dipirkan wanita di sebelahnya. Ia tertawa dan berucap, “Sebenarnya, aku juga berharap Shen’s Corp lenyap dari Kota Tong!”

Novel Terkait

Now Until Eternity

Now Until Eternity

Kiki
Percintaan
5 tahun yang lalu
Love at First Sight

Love at First Sight

Laura Vanessa
Percintaan
4 tahun yang lalu
Cintaku Pada Presdir

Cintaku Pada Presdir

Ningsi
Romantis
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Kontrak

Pernikahan Kontrak

Jenny
Percintaan
5 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Angin Selatan Mewujudkan Impianku

Jiang Muyan
Percintaan
4 tahun yang lalu