You Are My Soft Spot - Bab 40 Bukti Perceraian

Aura pria yang tidak asing, meskipun Tiffany belum melihat wajah pria itu, ia sudah bisa menebak siapa pria itu. Tiffany menghindar dengan sekuat tenaga, entah sejak kapan, bersentuhan dengannya yang selalu ia harap-harapkan kini telah berubah menjadi sesuatu yang membuatnya merasa jijik.

Punggungnya tersandar pada pilar, ia dipeluk pria itu dengan eratnya, bibir pria itu terus menciuminya, menciumi bibirnya tanpa henti. Bibirnya terasa sakit, namun rasa sakit itu tak sebanding dengan rasa sakit di hatinya yang membuatnya semakin merasa putus asa.

Di dalam kepalanya terus terbayang-bayang pria itu sedang bergumul dengan wanita-wanita lain di atas ranjang pernikahannya, dan wajah wanita-wanita itu pada akhirnya berubah menjadi wajah Lindsey. Setiap kali Tiffany teringat kalau bibirnya pernah mencium Lindsey, tangannya pernah menyentuh Lindsey, sekujur tubuh Tiffany merasa jijik.

Setelah menyadari kalau lidahnya hendak menjulur kemari, Tiffany pun akhirnya tak tahan lagi, ia mendorong pria itu dengan sekuat tenaga, lalu muntah di samping pilar tempat ia berdiri.

William yang didorongnya terlempar ke belakang, sekujur tubuhnya penuh dengan aroma alkohol, melihat Tiffany yang membungkukkan tubuhnya dan muntah di sana, wajah tampannya pun berubah sedih. Ia berdiri diam di tempat, tak tahu harus berbuat apa.

Lima tahun ini, Tiffany adalah sebuah jurang yang ada di dalam hatinya, dan akhirnya sekarang ia sudah bertekad untuk melompati jurang itu, namun saat ia sudah bisa mengalahkan semua perasaan jijiknya terhadap Tiffany dan ingin hidup bahagia bersamanya, barulah ia menyadari bahwa Tiffany sudah membangun sebuah dinding penghalang terhadapnya juga di hatinya.

Apa mereka akan selalu tidak bisa bersama seperti ini?

Tiffany muntah sampai air matanya mengalir, ia jongkok perlahan-lahan, menutupi mukanya, air matanya jatuh setetes demi setetes. Ternyata setidakrela apapun ia melepaskan hubungan mereka, mereka tetap tidak akan pernah bisa kembali pada masa-masa bahagia lima tahun yang lalu.

Tiffany pun bangkit berdiri, mengusap air matanya, dan berkata dengan tegas, "William, kita sudah tidak mungkin kembali seperti dulu lagi, tanda tangan saja."

Kedua kaki William gemetaran, ia terjatuh mundur ke belakang beberapa langkah dan berkata, "Tidak, aku tidak akan tanda tangan, jangan harap aku akan tanda tangan."

"William, kalau kau tidak mau tanda tangan, kita langsung bertemu saja di pengadilan, kalau sampai pengadilan tahu kita tidak berhubungan suami istri selama lima tahun menikah ini, hakim juga akan memutuskan kita untuk bercerai." Tiffany menenangkan dirinya dan menatap William, hatinya terasa sangat sakit, ternyata hal yang paling ia benci dulu, kini bisa menjadi bukti terpenting untuk perceraian mereka, kehidupan ini benar-benar ironis sekali.

"Tiffany, kau cari mati ya!" William kehilangan akal sehatnya, ia memandangi Tiffany dengan ganas, seperti hendak menyobek-nyobek tubuh wanita yang ada di hadapannya itu.

Tubuh dan hati Tiffany sangat lelah, tak lama, ia pun berjalan masuk ke dalam gedung kantornya. William tidak akan pernah mengerti, demi mencintai dirinya, apa saja yang sudah ia dapatkan selama ini. Kalau ia ingin dirinya terus hidup dengan tenang, ia harus bercerai dan memulai kehidupan yang bari.

Tiffany kembali ke kantornya, suasana di kantornya titu terasa aneh, namun ia tak ingin menghiraukannya, ia langsung berjalan ke ruangannya, lalu meletakkan tasnya di atas meja. Di atas meja terpapar sebuah koran, judul headline koran itu sangatlah jelas.

"Tuan Muda Tang Diam-Diam Menemani Istrinya Ke Rumah Sakit Kandungan, Kabar Baik Akan Segera Tiba."

Tiffany tercengang, pandangan matanya tertuju pada foto di bawah headline itu, di dalam foto itu terlihat William sedang mendekap seorang wanita masuk ke dalam rumah sakit kandungan dengan sangat hati-hati, wanita itu mengenakan topi, yang terfoto hanya bagian belakangnya saja.

Setidakjelas apapun foto itu, Tiffany tetap bisa mengenali bayangan punggung itu, wanita itu tak lain adalah Lindsey. Tiba-tiba- ia pun merasa sikap William di bawah tadi sungguh sangat menggelikan. William benar-benar hebat, hampir saja Tiffany berpikir bahwa dirinya adalah orang yang sangat penting di hati William.

Di saat bersamaan, sebuah koran yang sama persis juga terpapar di atas meja Taylor.

Taylor berdiri di depan jendela kantornya, tiba-tiba suara ketukan pintu pun terdengar, ia memiringkan tubuhnya, lalu melihat Lindsey masuk ke dalam ruangannya. Lindsey membawa sebuah tas Givenchy keluaran terbaru, ia masuk ke dalam ruangan Taylor dengan tersenyum manis, "Taylor, kapan kau pulang?"

Lindsey masih ingat pada kejadian malam kemarin, saat Taylor bercakap-cakap dengan manajer toko perhiasan, namun teleponnya diputus di tengah-tengah, saat ia meneleponnya kembali, telepon Taylor malah mati. Ia belum bisa membeli perhiasan itu, ia selalu memikirkannya dua hari ini.

Kemarin William menemaninya ke dokter kandungan, ia juga memberitahukannya pada William, tapi William terus saja melamun dan tidak menghiraukannya. Lindsey tak berani membuat William panik, oleh karena itu ia tak mengatakannya lagi.

Tadi ia mendengar Budi menelepon si pembantu dan mengatakan kalau Taylor sudah kembali ke kantor, lalu menyuruh pembantu itu untuk menyiapkan makan malam, oleh karena itu Lindsey datang ke kantor dan ternyata Taylor memang ada di kantornya.

"Baru saja turun dari pesawat, ada apa?" Taylor memandanginya dengan tenang.

Lindsey meletakkan tasnya di atas sofa, lalu berjalan ke arah Taylor perlahan-lahan, ia mengulurkan tangannya dan memeluk lengan Taylor, "Kau kan dinas dua hari keluar kota, aku kangen padamu, tadi aku lewat dekat sini, lalu aku ingin datang untuk melihatmu."

Taylor melepaskan lengannya dengan santai, lalu berjalan ke samping meja kerjanya, dan duduk di kursinya, "Aku sibuk, kau pulanglah saja dulu, nanti malam kita makan bersama."

Lindsey sudah terbiasa dengan kedinginan dan kecuekkannya, oleh karena itu ia juga tidak peduli, pokoknya tujuan utamanya kan hanya uang Taylor saja. Ia berjalan ke arah Taylor, baru saja ia hendak merayu Taylor, ia pun melihat koran yang ada di atas meja itu, judul headline yang sangat besar itu terbaca dalam matanya, wajahnya pun berubah pucat.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Awesome Husband

Awesome Husband

Edison
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
3 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu