You Are My Soft Spot - Bab 269 Buka Hati dan Dengar Penjelasannya (3)

Selepas Taylor Shen pergi, Vero He tidak bisa tidur lagi. Ia bersandar di ranjang sambil membaca koran untuk menghabiskan waktu. Koran yang dibacanya ini adalah koran dua hari yang lalu. Ketika membuka halaman berita pemerintahan, si wanita sangat terkejut melihat berita kepala penjaga kantor polisi masuk penjara.

Saat dia melepas selimut dan mau turun dari ranjang, pintu kamar pasien dibuka. Vero He menghentikan gerakannya dan mendongak mencari tahu siapa yang datang. Yang ia lihat adalah Taylor Shen berdiri di depan pintu sambil menatapnya lekat-lekat.

Si wanita terhenyak melihat ekspresi wajah si pria yang lebih pilu dan sedih dibanding waktu pergi. Di matanya, ia bahkan melihat air mata yang siap menetes. Satu detik kemudian, Taylor Shen berjalan cepat menghampiri Vero He.

Jantung Vero He langsung berdebar kencang tidak terkendali. Dirinya lalu didekap oleh Taylor Shen. Dari tubuh si pria, ia bisa mencium bau yang aneh. Vero He berusaha melepaskan diri, namun dekapan itu malah jadi makin kuat sehingga hasil usahanya nihil.

“Kamu kenapa?” tanya Vero He hati-hati.

Pikiran si pria saat ini isinya hanya tentang memeluk Vero He saja. Ia memeluknya seperti menyelamatkan satu barang kecintaannya yang mau dibawa pergi pencuri. Pria itu kemudian berujar lirih, “Tiffany Song……”

Nada bicara Taylor Shen penuh keputusasaan dan kesedihan. Vero He berhenti melawan dan bersandar patuh di dadanya, “Taylor Shen, ada sesuatu yang terjadi atau bagaimana?”

“Vero He, nanti setelah kamu sembuh, aku ingin melihat makam Anna.” Meski takut bakal kembali menyentuh luka permanen di hati Vero He, Taylor Shen terpaksa mengucapkan ini. Ia benar-benar ingin melihat anak yang nasibnya sangat tidak berutung itu.

Sekujur tubuh Vero He kaku. Ia tidak menyangka pria yang tengah memeluknya ini bisa mengajukan permintaan begitu. Lebih-lebih, topik soal Anna selalu menjadi pemancing jarak di antara mereka. Tidak peduli lagi sebaik dan seharmonis apa pun hubungan mereka, Taylor Shen tidak pernah berani mengungkit Anna terlalu banyak.

Vero He kembali berusaha melepaskan diri. Ia lalu bertanya dengan senyum yang dipaksakan, “Mengapa mau melihat makamnya?”

“Tiffany Song, janji kamu akan membawaku ke sana, oke?” Hati Taylor Shen sakit seperti dicabik-cabik. Air mata perlahan menetes membasahi pipinya.

Si wanita menunduk. Dia bukannya tidak mau membawa sip ria melihatnya, melainkan…… “Dia tidak dimakamkan. Dia meninggal karena menderita penyakit menular. Setelah dikremasi, aku tidak memakam abunya di tanah, melainkan membiarkannya terbang dibawa udara. Aku berharap dia bisa mendapatkan kehidupan selanjutnya yang baik dan bebas.”

Taylor Shen minta ampun sebesar-besarnya, “Tiffany Song, maaf!”

“Sebanyak apa pun kamu bilang maaf padaku, Anna tetap tidak akan kembali lagi. Lain kali tidak usah maaf-maaf lagi,” jawab Vero He serak. Sekali pun waktu sudah berlalu lima tahun, luka di hati Vero He yang disebabkan oleh kematian Anna masih terasa seperti luka baru.

“Tetapi kamu sampai sekarang masih berduka kan?” tanya Taylor Shen. Kalau sudah tidak berduka, wanita itu tidak bakal menyebut-nyebut nama Anna saat demam.

Vero He menjawab jujur: “Taylor Shen, seumur hidup Anna tidak akan bisa kulupakan. Dia anak pertamaku. Kematiannya meninggalkan luka terbuka yang akan perih tiap disentuh di hatiku.”

“Maaf. Selain kata ini, aku tidak tahu aku bisa berucap apalagi.”

“Ya sudah tidak usah berucap apa-apa,” jawab Vero He masih dengan gestur menunduk. Ketika sudut matanya secara tidak sengaja menangkap titik darah dan luka cengkeraman di tangan Taylor Shen, Vero He langsung terkejut. Ia mengangkat tangan si pria dan bertanya panik: “Kamu terluka? Kok bisa?”

Pantas saja tadi ada bau yang aneh, ternyata bau keringat campur bau darah. Ia ingat Taylor Shen tadi saat keluar baik-baik saja kok……

Kata-kata Taylor Shen kembali berdengung di telinga Vero He. Dengan alis terangkat, si wanita mengamati luka-luka itu dengan lekat. Ia lalu menyadari luka-luka ini disebabkan oleh tusukank kuku. Orang amcam apa yang berani meninggalkan begitu banyak luka di tangan Taylor Shen?

“Kamu membunuh orang?” tanya Vero He sambil mendongak. Ia kembali bertanya dengan nada menyelidik, “Membunuh si polisi wanita ya? Kamu membunuh dia?”

Taylro Shen bisa merasakan kecurigaan yang terkandung dalam nada bicara Vero He. Satu luka kembali dibuat lagi di hatinya. Pria itu membalas lirih, “Kamu tidak bakal percaya denganku kalau aku membantah. Di matamu aku ini bisa jadi pembunuh, benar kan?”

“Tadi kamu bukannya bilang bunuh-bunuh di telepon? Kalau tidak bunuh orang, terus mengapa tanganmu ada luka cengkeraman begini? Taylor Shen, kamu tahu tidak yang kamu lakukan itu melanggar hukum?” tanya Vero He marah.

“Hatimu sudah menetapkan aku sebagai penjahat, jadi mau aku bicara apa pun kamu tidak bakal percaya. Tiffany Song, aku katakan sekali lagi, aku tidak pernah berjumpa polisi wanita itu, lebih-lebih membunuhnya untuk menghilangkan bukti.” Kalau bisa, Taylor Shen sebenarnya ingin mengebor kepala Vero He dan mengecek ada apa di dalamnya. Ia ingin tahu mengapa wanita ini terus tidak percaya pada dirinya.

“Kalau begitu, jelaskan dari mana asal luka-lukamu,” perintah Vero He.

Melihat dirinya lebih cenderung dihakimi daripada ditanya dengan perhatian, Taylor Shen kehilangan niat untuk menjelaskan. Ia pasrah saja: “Terserah kamu mau menganggapnya dari mana. Kalau kamu yakin aku bunuh orang, laporkanlah aku ke polisi sekarang juga. Aku tidak apa-apa.”

“……” Vero He kehabisan kata.

Taylor Shen tersenyum kecut melihat sikap Vero He yang begini. Ketika mendengar nama Anna keluar dari mulut Angelina Lian, ia hanya berpikir untuk membunuh si wanita. Hanya dengan membunuh Angelina Lian, Taylor Shen baru bisa melampiaskan semua rasa dendam.

Sekeluarnya dari kompleks apartemen tempat Angelina Lian disekap, Taylor Shen buru-buru balik rumah sakit untuk kembali menemaninya. Yang ia paling inginkan adalah memeluk Vero He. Selain dengan berpelukan, rasa-rasanya tidak ada solusi lain untuk menghilangkan rasa sakit karena ditinggal mati anak.

Taylor Shen langsung mewujudkan pelukannya begitu sampai, namun balasan yang diterimanya dari Vero He adalah kecurigaan yang masih berlanjut. Jelas-jelas hati terus terluka karena selalu dicurigai, tetapi mengapa dirinya tidak juga mau meninggalkan Vero He?

Taylor Shen berdiri diam dengan hati yang kecewa. Ia kemudian berbalik badan dan melangkah cepat ke arah pintu.

Melihat Taylor Shen tiba-tiba mau pergi, Vero He entah mengapa langsung panik. Tubuhnya refleks meloncat turun dari ranjang dan berlari ke Taylor Shen. Kakinya yang tidak pakai sendal kamar bahkan tidak dia pedulikan sama sekali.

Vero He berhasil menggapai Taylor Shen persis ketika pria itu lagi menekan engsel pintu. Merasa tubuhnya ditubruk dan pinggangnya ditahan, Taylor Shen menoleh dengan kaget. Yang ia lihat di belakang adalah sesosok wanita yang memakai baju pasien berwarna pink muda. Ia seketika terhenyak.

Vero He mengencangkan pegangan pada pinggang Taylor Shen. Ia sangat takut pria itu benar-benar pergi dan tidak mau berhubungan dengannya lagi. Ia memanggil, “Jangan pergi, Taylor Shen!”

Taylor Shen memejamkan mata. Tindakan Vero He yang menghalangi dirinya untuk pergi berhasil membuat Taylor Shen tersentuh, namun pria itu kembali tidak senang begitu terbayang kedepannya masih akan terus gagal mendapat kepercayaannya. Ketakutan Vero He saat ini hanyalah ketakutan seorang pasien yang lemah akan kesendirian, bukan ketakutan seorang wanita ditinggali pria yang disayanginya.

Taylor Shen memindahkan tangan dari engsel pintu ke pergelangan tangan Vero He. Ia berusaha melepaskan tangan wanita itu dari pinggangnya.

Si wanita bukan hanya tidak bersedia melepas, melainkan mengencangkan pegangan. Wajahnay juga disandarkan dengan semakin erat ke punggung Taylor Shen. Wanita itu lalu bertanya tidak puas: “Aku tidak percaya padamu, masak kamu tidak mau menjelaskan dan membujukku biar jadi percaya? Kamu bicara sekali, aku bilang tidak percaya. Kamu bisa bicara untuk yang kedua kali, ketiga kali, begitu terus sampai aku percaya kan? Bukannya kamu bilang kamu cinta aku? Mengapa kamu segini mudahnya menyerah?”

Sikap Vero He yang plin-plan dan manja ini seringkali sama dengan sikap Jacob Shen. Taylor Shen membuang nafas pasrah, “Tiffany Song, hatiku ini sama seperti hati manusia lainnya. Ketika lukanya sudah parah, aku perlu menenangkan diri dulu baru kembali membujukmu lagi.”

Mata Vero He berkaca-kaca. Wanita itu menyadari kesalahannya, “Taylor Shen, maaf, aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi padaku. Orang yang makin dekat malah makin tidak berani aku percayai. Aku tidak ingin menyakitimu, tetapi entah mengapa aku tidak bisa menghentikan rasa curigaku padamu.”

Sikap Vero He pada Taylor Shen penuh kontradiksi. Ia ingin mencintainya, namun tidak berani jatuh cinta padanya. Ia ingin mempercayainya, namun tidak berani mengambil tindakan itu. Vero He tidak berani bilang ia lebih menderita dibanding Taylor Shen, namun dia paham betul mereka berdua sama-sama tidak nyaman dengan kondisi hubungan yang sekarang.

Taylor Shen menunduk dan melihat kedua tangan Vero He yang dilingkarkan ke pinggangnya, “Tiffany Song, sekarang masih mau mendengarkan penjelasanku?”

“Iya,” angguk yang ditanya.

Si pria melepaskan tangan si wanita dengan lembut, lalu berbalik badan. Ia melihat kaki Vero He yang telanjang tanpa sandal. Demi mengejar dirinya, si wanita sama sekali tidak peduli dengan kakinya yang mungkin kedinginan karena langsung bersentuhan dengan lantai. Dengan hati terenyuh, Taylor Shen membopong Vero He.

Tiba-tiba dibopong membuat si wanita kaget. Ia refleks memegang leher Taylor Shen. Dua gerakan ini, yakni bopong dan pegang leher, membuat mereka berdua kini berjarak sangat dekat sampai bisa merasakan nafas satu sama lain.

Taylor Shen membawa Vero He ke ranjang pasien dan menidurkannya di sana. Ia lalu mengambil tisu dan membersihkan kotoran yang ada di kakinya, lalu menyelimuti tubuhnya kembali. Pria itu terakhir duduk di kursi yang masih ada di posisi yang sama seperti sebelum ditinggal ke apartemen tadi.

“Waktu itu kamu tanya padaku aku punya urusan apa pergi ke sebuah kompleks apartemen pada suatu malam. Sekarang aku jawab, Angelina Lian aku sekap di sana.” Taylor Shen tidak ingin menyembunyikan rahasia ini dari Vero He. Sekali pun wanita itu akan menganggapnya sebagai orang yang kejam, itu masih lebih baik daripada dirinya dianggap penjahat dan pembunuh.

Vero He terdiam. Ia sama sekali tidak menyangka Taylor Shen akan bertutur begini. Dengan terkejut, ia bertanya: “Mengapa kamu menyekap Angelina Lian?”

“Angelina Lian terlibat dalam pemfitnahanmu tujuh tahun lalu. Dia tahu siapa orang di balik ini semua, terus dia juga buka Tiara yang sebenarnya. Selain Karry Lian, hanya dia yang tahu di mana Tiara yang sebenarnya berada,” jelas Taylor Shen.

“Jadi kamu menyekapnya karena ingin tahu Tiara si adikmu itu di mana?” Vero He sudah paham dengan alur cerita.

“Benar. Angelina Lian pernah berjasa padaku. Kalau aku bercerita padamu bahwa aku menyekapnya, kamu pasti akan menganggap aku sebagai orang yang lupa jasa orang lain. Yang jadi masalah, semua masalah dan penderitaan yang kamu alami itu bersumber dari dia, jadi aku lama-lama tidak bisa menoleransinya lagi.” Taylor Shen mengamati ekspresi wajah Vero He dengan lekat. Selain ekspresi kaget, di wajah wanita itu tidak ada ekspresi apa-apa lagi.

“Terus dia sudah beritahu keberadaan Tiara padamu?”

“Belum, dia tidak mau cerita apa pun,” geleng Taylor Shen. Dia menambahkan: “Malam ini, waktu aku menemuinya, dia mengungkit soal Anna untuk memprovokasiku. Aku kehilangan kendali dan mencekiknya sampai nyaris mati. Luka-luka di tanganku ini karena cengkeraman dia.”

“Maka dari itu kamu tadi bilang bunuh-bunuh di telepon?” Lubuk hati terdalam Vero He merasa sangat beruntung tadi sudah memilih menghentikan Taylor Shen. Kalau pria itu terlanjur pergi, celah di antara mereka berdua akan makin lebar, bahkan bisa-bisa tidak bisa didekatkan lagi.

“Benar. Demi kepuasan pribadi, Angelina Lian melakukan banyak sekali hal yang membuatku marah. Kesabaranku pada dia sudah sampai batasnya, jadi aku tidak ingin berurusan lagi dengannya. Tadi, aku baru memerintahkan orang-orangku untuk mengirimnya ke kamp pengungsi di Afrika. Aku tidak mau mengambil nyawanya, aku mau membuatnya mati segan hidup tidak mau saja!” ujar Taylor Shen dengan nada meninggi karena terpancing emosi.

Vero He dari dulu tidak pernah melakukan apa-apa pada Angelina Lian. Ia lebih menunggu Taylor Shen yang bertindak. Angelina Lian pernah bilang, dirinya tidak bakal diapa-apakan karena Taylor Shen akan selalu mengingatkan jasanya ketika menyelamatkan pria itu. Atas dasar itu, Vero He ingin melihat apakah keyakinan wanita itu bakal benar atau tidak.

Vero He masih melihat kemarahan di wajah Taylor Shen meski pria itu sudah menyekap dan mencekik Angelina Lian sampai mau mati. Itu tandanya dendamnya masih belum terlampiaskan semua. Si wanita memeluk si pria dengan perhatian, “Taylor Shen, Angelina Lian sudah melakukan banyak sekali hal jahat, jadi dia tidak layak diberi simpati. Kalau kita berbaik hati padanya, dia bisa-bisa malah jadi semakin beringas dalam menjahati kita. Keputusanmu untuk tidak mengambil nyawanya sudah benar. Aku tidak mau lihat tanganmu dipenuhi darah segar dia.”

-----------------------

Terima kasih kepada para pembaca atas dukungan yang diberikan kepada author. Author mendoakan supaya para pembaca sehat selalu dan Tuhan selalu memberkati kalian dan keluarga kalian. Jika kalian suka buku ini, jangan lupa ya untuk di share ke teman kalian. Sukses selalu!

Bagi para pembaca yang ingin membaca buku berikutnya, silahkan di baca buku Love On A Sunny Night, ceritanya tak kalah menarik lo :))

Novel Terkait

Cantik Terlihat Jelek

Cantik Terlihat Jelek

Sherin
Dikasihi
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mata Superman

Mata Superman

Brick
Dokter
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
4 tahun yang lalu
My Lifetime

My Lifetime

Devina
Percintaan
4 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
4 tahun yang lalu
Diamond Lover

Diamond Lover

Lena
Kejam
4 tahun yang lalu
 Istri Pengkhianat

Istri Pengkhianat

Subardi
18+
4 tahun yang lalu