You Are My Soft Spot - Bab 219 Darah Daging Sendiri Pun Tidak Dibela (2)

Vero He benci dengan betapa lemah komitmen driinya. Ia mengelap mata dengan kasar. Awalnya tadi ia lagi sibuk mengurus sesuatu, tetapi tiba-tiba teringat bayangan Taylor Shen tertidur di kasur pasien dengan wajah pucat. Karena rasa bersalah dan iba, ia pun mendatangi rumah sakit.

Tanpa disangka-sangka, sekalinya tiba ia langsung mendengar percakapan “intim” kakak adik.

Dengan mata merah, Vero He mendebat, “Tidak usah maaf-maaf denganku, aku tidak tertarik mendengarnya. Minggir, aku mau pulang.”

Tidak boleh dengar penjelasannya, tidak bolehd engar penjelasannya. Dia itu lidahnya penuh dusta, entah apa lagi penderitaan yang akan ia buat padaku.

Taylor Shen membuang nafas panjang dimarah-marahi terus. Ia maju dua langkah dengan pincang karena tulang keringnya masih sakit. Vero He tadi menendang dengan bagian depan sepatu hak tinggi yang tebal, jadi pantaslah sakitnya berkali-kali lipat.

Setelah melangkah maju, pria itu menghadapkan tubuh persis ke depan tubuh si wanita. Ia membuang nafas panjang lagi, “Berhubung kamu kemari untuk jenguk aku, mengapa tidak masuk ruangku?”

“Heh? Kapan aku bilang aku kemari untuk menjengukmu? Jangan geer deh, pergi!” Vero He mendorong Taylor Shen dan berbalik badan untuk masuk mobil.

Taylor Shen menahan pergelangan tangan si wanita dan menghentikan langkahnya: “Tiffany Song, aku tahu kamu salah paham. Angelina Lian adalah adik perempuanku dan dia berkunjung untuk minta maaf. Ia bilang ia tidak ingat sama sekali kejadian enam tahun lalu. Aku tidak percaya, melainkan……”

“Kamu percaya dia atau tidak, memaafkan dia ada tidak, itu tidak ada hubungannya sama sekali denganku. Pergi sekarang juga!” bentak Tiffany Song dingin. Ia tidak boleh rela dipermainkan lagi oleh pria ini, ia tidak boleh percaya lagi pada pria ini!

Pergelangan tangan yang dipegang Taylor Shen terasa hangat bagai ada air hangat yang mengalir masuk. Ia berusaha melepaskannya sekuat tenaga, namun gagal. Dengan kesal, wanita itu melontarkan ancaman, “Taylor Shen, kalau kamu tidak pergi juga, aku……”

Sebelum ancaman dilontarkan, bibir Vero He sudah ditimpa dulu. Mata Vero He membelalak setelahnya. Di depan matanya persis ada wajah Taylor Shen. Karena mereka berdiri terlalu dekat, ia malah hanya bisa melihatnya secara kabur.

Jantung Vero He berdebar kencang bagai mau meloncat keluar dari mulut. Bibir Taylor Shen tertempel di bibirnya, untung tidak digerakkan macam-macam. Perlahan, Vero He merasa bibirnya panas dan mati rasa. Ia memundur-mundurkan kepala untuk melepaskan ciuman mereka, namun si pria segera menahan kepala belakangnya. Ini ciuman penuh paksaan, namun tindakan-tindakan sip ria dilakukan dengan sangat lembut.

Vero He tidak menyangka lagi-lagi bakal dicium. Ketika ia ingin mendorong Taylor Shen, tangannya dilipat ke belakang oleh tangan si pria yang satunya lagi. Tempelan bibir mereka makin lama makin lengket, bahkan lidah Taylor Shen sudah mulai masuk mulutnya dan bergerak-gerak bagai mengajak lidahnya dansa.

Kekuatan perlawanan si wanita makin lama makin lemah. Setiap bertemu Taylor Shen, ia selalu kehilangan prinsip pertahanannya dan berulang-kali menuruti maunya. Mungkin bau tubuh Taylor Shen lah yang menjadi titik lemahnya. Jelas-jelas baunya penuh bahaya, namun ia tetap selalu terpikat.

Si pria dan si wanita berciuman dengan sangat mesra. Suhu tubuh mereka, termasuk suhu bibir, ikutan naik saking dibuai asmaranya.

Tiba-tiba dari belakang terdengar suara klakson yang memekakkan telinga. Vero He baru sadar mereka tengah berdiri di jalan raya. Ia buru-buru mendorong Taylor Shen dengan wajah semerah apel karena malu.

Si pelontar klakson adalah mobil di belakang mobil Vero He. Sang supir menongolkan kepala dari jendela supir dan komentar: “Hei, kalian kalau mau mesra-mesraan parkir mobil yang benar dulu. Jangan halangi laju mobil belakang.”

Wajah Vero He jadi makin merah lagi. Ia menoleh ke Taylor Shen dan menemui mata si pria yang penuh perasaan campur-aduk. Taylor Shen refleks memegang tangannya dan berkata serak: “Balik ke ruang pasien denganku. Ada banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu.”

Vero He teringat ciuman barusan dan menolak, “Kantorku masih ada urusan. Aku mau pulang.”

“Aku mau kamu tinggal dan menemaniku,” bujuk Taylor Shen. Vero He menunduk dan menyadari Taylor Shen telanjang kaki kemari. Jadi orang ini sekarang rambutnya acak-acakan, cuma pakai baju pasien, dan bertelanjang kaki? Ini CEO atau gelandangan sih?

“Sana kamu balik ruang pasien, kantorku benar-benar masih ada kerjaan.” Vero He ingin mempertegas nadanya untuk membuat Taylor Shen percaya, namun tidak begitu berhasil.

“Ya sudah, kita bicara di sini juga tidak apa-apa. Biarlah mobil belakang tunggu sebentar.” Taylor Shen memberi alternatif pilihan, pokoknya ia tidak boleh membiarkan si wanita pergi sekarang.

Vero He melihat supir mobil belakang yang tengah menyumpah-serapah, lalu melihat kaki Taylor Shen yang telanjang lagi. Meski cuaca tidak begitu dingin, namun berdiri di tempat terbuka dengan pakaian pasien dan kaki telanjang tetap berisiko memancing flu. Ia gigit-gigit bibir: “Aku pindahkan mobil ke parkiran dulu saja.”

“Baik,” angguk Taylor Shen. Bagai takut si wanita kabur, ia segera berjalan ke pintu penumpang depan, membuka pintu, dan masuk. Setibanya di parkiran, Vero He teringat lagi soal kondisi kaki Taylor Shen. Ia bertanya, “Sendal mana? Jadi daritadi lari-lari dengan kaki telanjang?”

“Sendal urusan nomor dua, yang nomor satu adalah mencegahmu kabur.” Taylor Shen sama sekali tidak merasa malu bertelanjang kaki begini. Ia bahkan menjadikan ini sebagai gombalan seperti kata-kata barusan.

Vero He mengeryitkan alis. Teringat tingkah Taylor Shen yang tidak sayang nyawa tadi, ia memijit-mijit pelipisnya yang tiba-tiba berdenyut: “Taylor Shen, umurmu berapa sih? Kamu tahu kelakuanmu barusan sangat berisiko? Kalau aku menabrakmu sampai cacat, kamu memang tidak bakal menyesal?”

“Malah bagus cacat, jadi bisa bergantung padamu seumur hidup dan tidak takut kamu kabur,” ledek si lawan bicara.

Vero He sungguh ingin mencakarnya habis. Ia merasa pria di hadapannya ini sangat kekanak-kanakan sampai tidak ada obat, “Jadi demi bergantung padaku, kamu tidak peduli tubuhmu cacat? Taylor Shen, otakmu kecil ya?”

“Jordan Bo bilang, kepintaranku sudah turun,” balas Taylor Shen datar. Ia bukan tidak pernah terpesona wanita lain beberapa tahun ini. Namun, sekalinya tergoda, ia teringat itu bukan si istri dan langsung mengenyahkan pikiran tergoda ini.

“Apa?” tanya Vero He tidak paham.

Taylor Shen tidak menjelaskan. Ketika buka pintu dan mau turun, ia dihalangi Vero He, “Tunggu sebentar, aku carikan sendalmu dulu. Tadi kamu taruh di mana?”

Si pria menunduk melihat telapak kakinya yang kotor. Ia mencoba mengingat-ingat: “Aku tidak ingat lagi. Telanjang kaki juga tidak apa-apa kok.”

Si wanita mengernyitkan dahi. Ia dalam hati berpikir, pantas saja ini orang sakit, lari-larian saja rela tanpa pakai sendal. Dengan sedikit geram, ia akhirnya memerintah: “Kamu tunggu di sini, aku segera kembali.”

Vero He lalu membuka pintu, turun dari mobil, dan berlari pelan ke toko kecil sebelah rumah sakit.

Taylor Shen duduk di mobil sambil mengamati bayangan tubuh Vero He. Ia lalu menjilat-jilati bagian bibirnya yang masih basah kena liur Vero He. Aura senang dalam tatapannya makin lama makin terlihat.

Tidak lama kemudian, si wanita kembali dengan membawas sepasang sendal baru. Ia berdiri di sebelah pintu penumpang depan dan menyerahkan sendal itu: “Pakai dulu, baru turun.”

Taylor Shen mengamati sendal bulu biru yang diberikan si wanita. Di kepala sendal ada gambar kartun lucu yang belakangan terkenal, yakni minion dalam film Despicable Me. Matanya berkaca-kaca, entah kapan terakhir kali ia dapat perhatian begini dari si wanita……

Ketika Taylor Shen akhirnya turun dari mobil, Vero He menekan tombol kunci. Melihat si pria berjalan dengan pincang, ia bertanya: “Ada apa? Terkilir?”

Rasa nyeri di tulang kering Taylor Shen makin sakit ketika pandangannya menemui sepatu hak tinggi Vero He. Si pria menggeleng karena malas bicara, “Tidak, ayo jalan.”

Vero He pun berjalan di belakang Taylor Shen dan mengikutinya kembali ke rumah sakit.

Taylor Shen langsung duduk di ranjang pasien setelah masuk kamar, sementara Vero He berdiri di sebelah ranjang. Ia tiba-tiba merasa tidak nyaman berduaan dengannya di ruang tertutup begini. Untuk mengatasi ketidaknyamanan, ia menatap kesana-kemari sebagai pengalih perhatian. Dekorasi ruang pasien sangat sederhana, hanya uniknya ada ruang tamu kecil untuk menyambut tamu di samping.

Taylor Shen menyadari kecanggungan Vero He. Ia menepuk-nepuk sisi ranjang: “Duduklah sini.”

“Aku berdiri tidak apa-apa kok,” jawab si wanita datar. Ia masih sangat waspada karena takut diapa-apakan lagi. Vero He menambahkan, “Cepatlah katakan yang ingin kamu katakan, setelah itu aku langsung balik kantor.

Taylor Shen menarik nafas panjang, membuka laci, dan mengambil laporan penyelidikan yang diberikan Jordan Bo. Ia menyodorkannya ke si wanita: “Tiffany Song, lihatlah, ada beberapa hal yang perlu kamu jawab untuk mengatasi kebingunganku.”

Vero He menatap tidak paham tumpukan kertas tipis itu, namun pada akhirnya tetap menerima. Ia lalu membaca isinya secara sekilas. Raut wajahnya langsung berubah begitu melihat bagian terakhir. Si wanita bertanya dengan tatapan tajam, “Apa ini?”

“Ini laporan penyelidikan dari Kakak Tertua Bo, isinya bukti bahwa kamu dibawa pergi orang diam-diam. Sudah tinggal di Kota Tong selama ini, kamu harusnya tahu setelah kamu dibawa pergi kantor polisi mengalami ledakan kan? Semua orang di sana, termasuk polisi penjaga, mati terpanggang. Tujuan dari ledakan ini adalah membuat orang-orang menyimpulkan kamu ikut mati, padahal masih hidup dan dibawa pergi,” jawab Taylor Shen detail. Suasana hati Vero He terasa sangat emosional, bahkan agak kehilangan kendali.

Tangan si wanita yang memegang hasil laporan tidak berhenti gemetar, “Aku tidak paham mengapa kamu menyuruhku membaca ini.”

“Tiffany Song, orang yang membawa pergi kamu sangat mungkin adalah orang yang merencanakan semua konspirasi jahat ini. Dia……”

“Tutup mulut!” potong Vero He. Ia melanjutkan dengan senyum dingin: “Jadi ini yang kamu mau bicarakan denganku? Kamu mau menjelaskan apa? Menjelaskan bahwa semua hal tragis yang aku alami disebabkan orang lain dan kamu sepenuhnya bersih?”

“Tiffany Song!” Kali ini Taylor Shen yang berujar keras. Ia agak bingung melihat raut Vero He yang emosional, “Maksudku hanya dua. Satu, mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Dua, mengetahui kamu selama tahun-tahun itu berada di mana. Itu saja, tidak ada maksud lain.”

“Kenyataan yang sebenarnya?” Si wanita tertawa. Bayangan momen Taylor Shen mendiamkannya waktu mau dibawa polisi terlintas di benak, lalu kata-kata Angelina Lian barusan juga terngiang di telinga. Mana berhak orang begini mencari tahu kenyataan yang sebenarnya?

“Atas dasar apa kamu berhak menyelidiki kenyataan yang sebenarnya? Waktu Angelina Lian jatuh dari tangga, kamu langsung menuduhku salah hanya dengan melihat kamera CCTV. Kamu bahkan membiarkanku dibawa pergi polisi tanpa bertanya apa pun padaku dulu. Kamu lebih memilih percaya pada bukti yang ada di depan matamu daripada kata-kataku, terus untuk apa melakukan penyelidikan begini? Hatimu pasti sudah menetapkan semua yang kamu lihat sebagai kenyataan,” debat Vero He blak-blakan.

Taylor Shen langsung gelisah. Ia sebenarnya mau mengajak Vero He bicara baik-baik, sungguh tidak disangka si lawan bicara malah jadi marah-marah dan emosional. Si pria bangkit berdiri dan ingin mendekati si wanita, namun dihentikan seawal mungkin, "Jangan dekat-dekat! Taylor Shen, kamu selamanya tidak akan pernah tahu ketidakpercayaanmu waktu itu membuatku kehilangan apa.”

“Kalau begitu coba katakan, kalau tidak mana mungkin aku bisa tahu? Tiffany Song, kamu jangan emosian dulu, jangan menyakiti diri sendiri.” Taylor Shen jadi khawatir juga melihat wanita kesayangannya emosional.

Vero He buka mulut, ternyata satu kata terlarang terucapkan juga…… Kata-katanya adalah: “Jadi kamu mengaku tidak tahu? Kalau aku ceritakan akan sia-sia. Kamu tidak menginginkan kami, mana mungkin kamu bakal percaya pada ceritaku?”

“Kami?” Taylor Shen menangkap kata terlarang itu. Kok kami, bukannya aku? Selain dia, memang ada siapa lagi?

Si wanita merasa putus asa lagi-lagi masuk dalam perangkap sok lembut si pria. Jelas-jelas ia sudah bilang tidak mau meladeninya lagi, mengapa tidak terlaksana juga? Mengapa ia terus melakukan kesalahan yang sama bak keledai dungu?

Novel Terkait

Spoiled Wife, Bad President

Spoiled Wife, Bad President

Sandra
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
3 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Balas Dendam Malah Cinta

Balas Dendam Malah Cinta

Sweeties
Motivasi
4 tahun yang lalu
Evan's Life As Son-in-law

Evan's Life As Son-in-law

Alexia
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
My Cold Wedding

My Cold Wedding

Mevita
Menikah
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
3 tahun yang lalu