You Are My Soft Spot - Bab 204 Pikiran Kacau (1)

Semua ini terjadi di lantai bawah gedung perusahaan baru. Meskipun tidak ada wartawan, namun kehadiran dua mobil polisi dan beberapa personelnya cukup menarik perhatian orang yang melintas. Mereka makin terkejut ketika si personel yang mengaku sebagai kepala mengeluarkan borgol. Ada apa ini dengan si pembesar, begitu pikir orang-orang.

Emosi Christian terpancing. Ia menatap marah Dickson Zhou, “Kepala Zhou, lihat yang jelas siapa yang ada di hadapanmu. Atasanmu saja harus menunduk-nunduk memberi salam hormat kalau bertemu bosku, apalagi kamu?”

Dickson Zhou tidak menoleh sedikit pun padanya. Sambil tetap menatap Taylor Shen, pria itu menjawab: “Di mataku, dia seorang terduga pelaku kejahatan, bukan sosok yang harus disegani. Berhubung Tuan Shen terlibat kejahatan, aku tidak akan melepaskannya begitu saja, tidak peduli apa status sosialnya.”

“Kamu!” bentak Christian.

Taylor Shen menyapukan pandangannya sekilas ke si asisten. Asisten itu segera melangkah mundur dengan tidak senang. Apa-apaan ini? CEO Shen baru saja sebentar pulang dari luar negeri, sekarang ia mau dibawa ke kantor polisi oleh orang-orang kurang kerjaan.

Taylor Shen menatap Dickson Zhou tajam. Ia tersenyum tipis, “Betul, Kepala Zhou, itu kamu kepikiran juga aku sosok yang harus disegani. Hari ini kamu cari masalah denganku tanpa bawa bukti, kamu pikir aku tidak bisa membuatmu kehilangan pekerjaan dan senjata pinjaman itu?”

“Kata-kata Tuan Shen ini akan aku catat dan laporkan pada hakim,” balas si kepala personel tanpa basa-basi. Ia lalu memerintah datar: “Borgol.”

Taylor Shen tidak panik sama sekali. Ia bertanya lagi: “Kalau memang kamu bilang aku terlibat kejahatan, mana buktinya?”

“Buktinya ada di kantor polisi. Perkara bukti tambahan, ayo semuanya naik dan geledah ruang kerja Tuan Shen.” Dickson Zhou tidak peduli sama sekali soal nama besar Taylor Shen. Para personel kepolisian ragu-ragu melaksanakan perintahnya. Semua orang tahu siapa orang yang ingin ia tangkap ini.

Christian melangkah ke depan menghalangi para personel kepolisian, “Kalian pikir ruang kerja CEO Shen bisa seenaknya dimasuki siapa saja? Tanpa bawa surat perintah penggeledahan, jangan harap satu pun dari kalian boleh masuk.”

Christian merasa CEO Shen sudah dijebak orang. Dijebaknya bagaimana, untuk saat ini ia belum tahu.

Para personel kepolisian saling bertatapan. Surat perintah penangkapan dan surat perintah penggeledahan dua-duanya mereka tidak punya. Kalau sekarang memaksa masuk ruang kerja Taylor Shen, mereka tidak akan sanggup menerima konsekuensi yang akan terjadi. Dickson Zhou memahami isi hati anak buahnya. Ia tersenyum dingin pada Christian: “Sekretaris, kami nanti akan datang lagi sambil membawa surat perintah penggeledahan. Ayo semua kumpul dan bawa terduga ke kantor polisi.”

Para personel polisi mendekat dan bersiap membawa si terduga masuk mobil mereka.

Taylor Shen menatap mereka semua dengan dingin. Para personel polisi pun jadi tidak berani memborgolnya. Mereka hanya berdiri di sebelahnya, salah satu di antaranya berucap: “Tuan Shen, silahkan masuk!”

Christian ingin menyelamatkan bosnya, namun Taylor Shen menggeleng. Ia pun hanya bisa diam dan melihat si bos dibawa pergi dalam mobil polisi yang sirinenya meraung-raung.

Budi menghampiri Christian. Ia belum pernah melihat kejadian semacam ini, jadi ia sangat panik. Setelah mobil polisi menjauh, ia bertanya: “Sekretaris, apa-apaan ini? CEO Shen terlibat kejahatan, begitu ya mereka bilangnya?”

Christian mengacak-acak rambut dengan geram. Ia segera merogoh ponsel dan menelepon pengacara pribadi Taylor Shen. Satu perintah: bebaskan Taylor Shen dengan jaminan sesegera mungkin.

……

Vero He sangat terkejut begitu tahu Taylor Shen diduga melakukan kejahatan dan dibawa ke kantor polisi. Saking terkejutnya, saat ia sampai bangkit berdiri, ia mendorong kursi yang ia duduki sampai membentur tembok belakang.

“Ada apa ini?” Ia belum melakukan apa-apa, mengapa Taylor Shen sudah dijemput polisi saja?

Erin ikutan kaget melihat kekagetan bosnya. Ia berusaha menjelaskan: “Sekarang masih belum jelas. Dengar-dengar ia membunuh pemilik toko kecil. Ada saksi melihat ia sore-sore masuk ke sebuah toko kecil lalu keluar setelah setengah jam. Berselang beberapa menit, si pemilik toko kecil dibunuh dengan pisau.”

Kedua tangan Vero He ditaruh di meja kerja. Suasana hatinya agak panik. Ia tahu kantor polisi tempat yang bagaimana. Taylor Shen, si pria terhormat, mana layak masuk sana?

“Jadi polisi curiga yang membunuhnya adalah Taylor Shen?”

“Betul, di tempat kejadian ditemukan batang rokok. Setelah melalui tes DNA, air liur yang menempel di batang rokok itu cocok dengan air liur Taylor Shen. Polisi pun jadi punya alasan untuk menduganya bersalah,” balas Erin.

Vero He mengenryitkan alis sambil memijit-mijit pelipis. Mengapa semuanya jadi begini? Mengapa Taylor Shen membunuh pemiliki toko kecil? Si pemilik toko kecil memang ada tahu apa?

Erin kira bosnya gelisah karena khawatir dengan Taylor Shen. Ia berusaha menenangkan: “Kamu jangan khawatir. Taylor Shen punya tim pengacara yang sangat ahli. Mereka pasti bisa membebaskannya dengan cepat, apalagi bekingan dia dari teman-teman sangat kuat. Asal kejadian ini tidak dibesar-besarkan, sebentar lagi aku jamin dia keluar.”

“Tidak dibesar-besarkan?” Vero He tersenyum kecut. Waktu ia difitnah mendorong Angelina Lian dari tangga, hanya dalam beberapa jam nama lamanya langsung jadi topik terpopuler di Weibo. Foto-foto dan video-video tempat kejadian juga menyebar luas di Internet, bahkan dikutip media massa.

Yang kali ini mana mungkin tidak akan dibesar-besarkan?

Mulut Erin ternganga ketika tiba-tiba teringat kejadian tujuh tahun yang lalu. Media adalah pisau yang sangat kejam. Mereka bisa langsung menyematkan gelar “terbukti bersalah” jauh lebih cepat dari pihak berwenang. Pemikirannya jadi berubah, ia yakin kejadian ini tidak mungkin berlalu begitu saja.

Asisten lain berlari masuk ruang kerja Vero He. Ia menunjukkan layar iPad-nya ke si bos dan mengabari: “CEO He, khalayak Weibo sudah tahu soal kejadian ini. Video Taylor Shen ditangkap polisi karena pembunuhan sudah tersebar luas di sana. Kejadian ini jadi topik pembicaraan terpopuler nomor satu dan jumlah postingan tentangnya terus merangkak.”

Vero He buru-buru mengambil iPad itu. Melihat “Taylor Shen bunuh orang” jadi topik terpopuler nomor satu di Weibo, sinar di matanya langsung pudar. Ia harusnya bahagia melihat pria itu ditangkap polisi, tetapi mengapa ia malah jadi khawatir sekarang?

Taylor Shen tidak mungkin bunuh orang!

Melihat perubahan drastis pada raut mata si bos, Erin memberi kode pada asisten satunya untuk keluar. Setelah memastikan di ruangan itu hanya ada mereka berdua, ia berkata pelan: “CEO He, ini polanya sama dengan pemfitnahan padamu waktu itu, yakni mengarahkan opini public bahwa kalian benar-benar bersalah. Aku tidak terpikir demi apa sih orang-orang jahat melakukan ini?”

“Demi uang!” Vero He menggeretakan gigi. Ia sudah tahu kabar persiapan mulainya operasional perusahaan baru Taylor Shen. Ketika pria itu ditangkap polisi begini, nama besarnya pasti akan langsung kena hantaman raksasa. Yang kena imbas bukan hanya perusahaan baru, melainkan juga harga saham Shen’s Corp.

“Demi uang?” tanya Erin tidak paham.

Vero He menaruh iPad di meja, lalu memberi arahan: “Erin, awasi terus pergerakan harga saham Shen’s Corp. Sekalinya terjadi perubahan yang tidak wajar langsung hubungi aku. Aku keluar sebentar.”

“Tapi……” Sebelum Erin menyelesaikan kalimatnya, Vero He sudah melangkah cepat keluar ruang kerja. Berselang beberapa saat, asisten itu sudah bisa melihat bosnya dari jendela. Gerakan wanita itu sungguh jauh lebih cepat dari iyang ia kira. Ia sebenarnya ingin bilang, saham Shen’s Corp sudah ditarik sementara dari bursa saham. Kalau ada orang mau macam-macam, orang itu baru bisa melancarkan aksi besok.

Vero He berkendara balik ke rumah kediamna keluarga. Dari belakang parkiran, ia melihat Maybach milik James He terparkir tenang di sana. Wanita itu memarkirkan mobil dengan asal saking buru-burunya, lalu setengah berlari masuk rumah.

Bibi Yun adalah orang pertama yang sadar kepualangan Vero He. Ia mengetahui ini dari bunyi sepatu hak tingginya. Melihat bos wanitanya sangat gelisah, ia tercengang. Tiba-tiba Vero He menghampiri dan bertanya: “Bibi Yun, kakak di mana?”

“Tuan Muda ada di dapur. Sepulang kerja hari ini ia terlihat sangat gembira, katanya mau masak-masak……” Sebelum Bibi Yun menyelesaikan kata-kata, Vero He sudah duluan lari ke dapur. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala, ini anak hari ini kenapa ya?

Begitu masuk dapur, Vero He melihat James He mengenakan apron merah bergambar rakun. Satu tangannya ia pakai untuk memegang mangkuk keramik, satunya lagi untuk memegang sumpit. Ia sedang mengocok telur.

Mendengar suara langkah sepatu hak tinggi, pria itu refleks berbalik badan. Vero He berdiri di depan pintu dapur dengan gelisah. Ia menunduk dan melihat kaki wanita itu: “Di rumah kok masih pakai sepatu hak tinggi? Cepat ganti sandal rumah.”

Vero He tidak bergerak sebab ada sesuatu yang sekarang lebih penting. Ia berkata, “Kakak, Taylor Shen hari ini ditangkap polisi.”

“Sudah dengar kok. Bukannya kamu harusnya senang ya?” tanya James He sambil asyik mengocok telur.

Vero He melihat tangan kakaknya. Dalam benaknya, yang pria itu sedang kocok bukan telur, melainkan Kota Tong. Ia bertanya, “Ini semua kamu yang dalangi?”

Tangan James He berhenti bergerak. Pria itu menatap adiknya dengan emosi agak terpancing, “Vero He, pikir baik-baik kata-katamu sebelum bicara. Ini kamu sama saja dengan menunduhku sebagai seorang pembunuh.”

“Bukan, bukan begitu maksudku.” Si adik langsung panik. Ia tahu James He tidak bakal melakukan ini, lebih-lebih melibatkan orang yang tidak bersalah jadi korban. Tetapi, bukankah orang yang paling ingin lihat Taylor Shen hancur di Kota Tong adalah kakak?

“Terus apa maksudmu?” James He sepertinya mau marah. Tatapannya pada sang adik juga menyiratkan kekecewaan.

Si wanita langsung sadar James He merasa dituduh. Lima tahun ini, pria itu tidak pernah marah padanya, bahkan tidak pernah mengatakan kata-kata kasar. Sekarang, hanya karena satu pertanyaannya, pria itu langsung marah.

“Kakak, aku bukan bermaksud begitu. Aku hanya ingin bilang urusan menghadapi dia adalah urusanku sendiri. Aku tidak mengizinkan siapa pun ikut campur,” klarifikasi Vero He buru-buru. Ia tidak ingin membuatnya marah. Dialah yang mengajaknya tinggal di rumah kediaman keluarga He dan memotivasinya untuk mulai lembaran kehidupan yang baru. Di hatinya, pria ini adalah orang paling penting.

“Aku tidak ikut campur. Memang kamu kira tidak ada orang lain yang mau lihat dia mati? Vero He, kamu sungguh kelewat polos. Di Kota Tong ini ada banyak sekali orang yang tidak berharap Taylor Shen kembali, bukan cuma kita berdua.” Setelah menyudahi peringatannya, James He menaruh mangkuk keramik di samping kompor. Mungkin karena menaruhnya agak kasar, piring itu agak goyang, untung tidak jatuh. Pria itu lalu melepas aspronnya dan berjalan cepat keluar dapur.

Ketika melewati adiknya, entah sengaja atau tidak, James He menyenggol sekilas bahunya. Tanpa menahan adiknya itu biar tidak jatuh, pria itu teerus melanjutkan langkah.

Melihat bayangan tubuh si pria yang pergi dengan penuh kemarahan, hati Vero He langsung digelayuti rasa bersalah. Penangkapan Taylor Shen sudah membuat pikirannya kacau. Sebelum ia merenungkan dalam-dalam mengapa pikirannya bisa kacau, ia langsung bertanya pada James He apakah kejadian ini ia yang dalangi atau bukan.

Ia punya bukti apa untuk menuduhnya?

Seperti yang kakak bilang, di Kota Tong ada banyak sekali orang yang ingin menghancurkan Taylor Shen, bahkan membautnya mati. Yang bisa memainkan cara haram bukan hanya mereka, tetapi juga musuh-musuhnya yang lain macam Wayne Shen, Benjamin Song, dan keluarga Lian.

Sebenarnya siapa yang main cara haram dan memfitnahnya?

Vero He mengacak-acak rambut dengan kesal lalu berusaha menenangkan diri. Seperti yang dikatakan James He, ia barusan sudah menuduh kakaknya sendiri sebagai dalang. Lebih parah lagi, karena ini kasus pembunuhan, maka ia sudah menyematkan status “pembunuh” pada dirinya. Pantas saja ia langsung marah, kalau ia dibeginikan oleh orang lain ia juga akan berlaku serupa.

Vero He berjalan ke pinggir kompor dan melihat adukan telor yang kurang lebih sudah siap digoreng. Ia sudah menghancurkan kebahagiaan kakaknya hari ini. Wanita itu menunduk memakai apron yang jatuh di lantai, lalu menggoreng adukan telor bekas itu.

James He pergi ke ruang buku dengan kepala yang masih terbakar api kemarahan. Di sana, baik berdiri atau pun duduk, ia tidak bisa menenangkan hati. Selama lima tahun, ini pertama kalinya ia marah pada Vero He. Meski ia sudah berusaha sekuat tenaga menenangkan diri, emosinya tidak bisa diredakan juga.

Ia tahu, ia sudah berlebihan merespon pertanyaan Vero He yang sekadar mau tahu saja. Meski begitu, melihat wanita itu lari ke dapur hanya untuk bertanya begini, hatinya sungguh sakit.

Si pria mondar mandir di ruang buku dengan langkah yang semakin lama semakin cepat. Ia berusaha mengeluarkan semua kemarahan dalam rongga dadanya dengan cara ini.

Mau tidak mau, ia harus mengaku ia senang dengan penangkapan Taylor Shen. Tanpa perlu ia bertindak, ada orang lain yang sudah membantunya melakukan. Walau begitu, ia sama sekali tidak yakin kasus kecil begini bisa menjatuhkan Taylor Shen. Kalau sampai ia bisa jatuh hanya gara-gara beginian, lebih baik tim pengacaranya yang katanya lihai itu bubar saja……

Novel Terkait

The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Dark Love

Dark Love

Angel Veronica
Percintaan
5 tahun yang lalu
Get Back To You

Get Back To You

Lexy
Percintaan
4 tahun yang lalu
Villain's Giving Up

Villain's Giving Up

Axe Ashcielly
Romantis
3 tahun yang lalu
Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
4 tahun yang lalu
The Serpent King Affection

The Serpent King Affection

Lexy
Misteri
4 tahun yang lalu