You Are My Soft Spot - Bab 415 Kamu Menang, Aku Akan Putus Dengannya (2)

Ketika tiba di bandara, James He mengantar Erin ke depan pintu keberangkatan. Di dalam lobinya, tempat banyak orang masuk dan pergi, dia menggenggam tangan Erin untuk waktu yang lama, sampai Erin harus mengingatkannya untuk ketiga kalinya. " James He, aku harus masuk naik pesawat."

James He mengulurkan tangannya, membelai pelan rambut berantakannya dari dahi hingga ke pelipis. Dia mencondongkan badan ke depan, mencium sejenak dahinya, lalu dengan suara rendah berkata, "Erin, tunggu aku pulang."

Erin mengangguk kepalanya dan segera masuk setelah mengucapkan selamat tinggal. Ketika mengingat hari-hari indah yang dijalani mereka berdua selama beberapa hari ini, hatinya menjadi enggan untuk pergi, seolah-olah perpisahan kali ini ini merupakan perpisahan selamanya.

Erin menjinjit, mengulurkan tangannya, melingkari leher James He, memajukan bibir merahnya, mencium bibir tipisnya yang dingin. Ciuman panas itu seolah-olah saling menenangkan hati mereka yang gelisah.

James He memandangnya. Setelah waktu yang lama, dia memejamkan matanya, menekan leher Erin dengan tangan besarnya, memperdalam ciuman ini. Mereka enggan untuk berpisah, membuat mereka tak bisa memisahkan ciuman mereka, sampai mereka telah kehabisan napas, Erin pun baru melepaskannya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia mengambil tiket dan kartu identitas dari tangan James He, berbalik badan dan berjalan ke pintu keberangkatan.

Pemikiran James He menjadi agak kacau. Melihat sosoknya yang memasuki pemeriksaan keamanan, dia kemudian menyadari bahwa dirinya telah ditinggalkannya.

Setelah melakukan lebih dari sepuluh jam penerbangan, Erin pun merasa sangat sulit tanpa adanya James He di sampingnya. Pesawatnya akhirnya telah mendarat ke tanah. Dia dengan langkah cepat, berjalan keluar dari bandara, mendapatkan Thomas Ji sedang menunggunya di luar. Thomas Ji tersenyum sambil membuka kursi belakang dan berkata, "CEO He menghubungiku dan memintaku untuk mengantarmu ke rumah sakit."

Erin sangat tersentuh. James He ini orangnya penuh perhatian dan benaran telah memperhatikan kebutuhan yang terkait dengannya. Dia berterima kasih kepada Thomas Ji, lalu masuk ke dalam mobil. Melihat pemandangan yang dikenalnya dari luar jendela, Erin pun merasa seolah-olah sedang berada di dunia lain.

Ketika ponselnya dinyalakan, pesan teks pertama telah masuk. Pesanan itu dikirim oleh James He dan hanya tertulis dua kata saja. “Rindu kamu!"

Entah kenapa, matanya tiba-tiba berair. Dia pun memegang erat ponsel, melihat kapan pesan itu dikirim. Kebetulan adalah waktu ketika dia turun dari pesawat. Ketika Erin akan membalasnya, ponselnya berdering. Dia melihat nama yang tertera di ponsel tersebut, bibir merahnya pun melengkung ke atas.

“Sudah sampai? "Suara James He yang disalurkan melalui gelombang radio, membuatnya terdengar agak serak.

Erin mengangguk kepalanya. Mengingat bahwa dia tidak bisa melihatnya, Erin segera berkata, "Ya. Baru saja turun dari pesawat. Sekretaris Ji yang datang menjemput. James He, terima kasih."

"Kenapa kamu harus sungkan pada suamimu? Jika kamu benaran ingin berterima kasih, tunggu aku pulang, kamu baru menunjukkannya dengan tindakanmu.” Ketiga kalimat yang dikatakan James He tidak serius. Dia mengatakannya karena tidak ingin Erin terlalu cemas.

Wajah Erin memerah. Dia mendongak matanya, melihat Thomas Ji yang duduk di barisan depan. Melihat dia sedang berkonsentrasi menyetir mobil, hatinya pun baru menjadi tenang. "Apakah kamu sudah bertemu dengan profesornya?"

"Ya, sudah bertemu. Tapi orang tua itu sangat keras kepala dan bilang bahwa dia tidak akan pernah pergi ke Prancis seumur hidupnya." James He pun menggertakkan giginya ketika menyebutkannya. Vero tidak bisa naik pesawat dan orang tua itu juga tidak ingin pergi ke Prancis, ini benaran mmebuatnya berada dalam situasi yang menyulitkan.

Kemudian mendengar dari asisten orang tua itu bahwa istrinya meninggal dalam kecelakaan udara dari penerbangan New York ke Pari, dan saat itu istrinya sedang hamil selama delapan bulan. Orang tua itu sangat sedih, bahkan tidak ingin menikah lagi untuk selamanya.

Dia adalah orang yang memiliki perasaan yang mendalam, tapi juga keras kepala!

Mendengarkan James He memarahi sang profesor, suasana hati Erin entah kenapa lebih membaik. Dia pun berkata, "Profesor adalah orang yang memiliki perasaan yang mendalam. Selama dapat menggerakkan hatinya, dia pasti akan bersedia untuk pergi."

"Ya. Aku akan terus membujuknya. Jika dia tidak mau pergi, aku akan menculiknya dan membawanya ke Prancis," kata James He.

“Mana boleh begitu, kan? Jika kamu menculik dan membawanya ke Prancis, dan dia tidak bersedia mengobati penyakit Nona Vero He, bukankah itu sama saja sia-sia.” Erin takut bahwa James He akan benaran melakukannya, makanya dia segera menasehatinya.

James He sambil tersenyum berkata, "Aku hanya membicarakannya saja, bagaimana mungkin aku benaran berani melakukannya. Erin, jika ada sesuatu, hubungilah aku. Jangan menyimpannya sendiri."

“Baiklah.”

Erin mematikan teleponnya. Dia memegang erat ponsel panasnya, lalu melihat keluar jendela. Tampilan jalan di luar jendela berlalu dengan begitu cepat dan beberapa saat kemudian telah tiba di rumah sakit. Erin pun turun dari mobil, berterima kasih pada Thomas Ji. Lalu dia melangkah besar, masuk ke Unit Perawatan Intensif.

James He sebelumnya telah memerintah Thomas Ji untuk datang ke rumah sakit, membayar biaya pengobatan dan penginapan Bibi Yun. Ketika Erin tiba di luar Unit Perawatan Intensif, dia tidak menyangka dirinya akan bertemu dengan melihat Felix He dan Nancy Xu. Langkah kakinya lambat sejenak, lalu dia segera bergegas ke sana.

Nancy Xu sedang menyeka air mata. Melihat Erin yang bergegas kemari setelah melakukan perjalanan panjang, dia pun bangkit berdiri, dan menghela napas sebelum membicarakannya. Nyawa Erin terasa seakan melayang setengah. Saking cemasnya, bibirnya pun berubah menjadi ungu. "Nyonya, ibuku..."

Melihat perubahan raut wajah Erin, Felix He segera berkata, "Bibi Yun telah diselamatkan tepat waktu dan masih berada di Unit Perawatan Intensif. Untuk saat ini nyawanya tidak terancam. Kamu tenang saja."

Nancy Xu menyadari bahwa dirinya telah menakuti Erin. Dia pun ikut mengangguk kepalanya. Dia menghela nafas karena pikirannya tidak bisa terlepas dari Bibi Yun. Bagaimana bisa Bibi Yun yang berada dalam kondisi yang bagus tiba-tiba ingin membunuh diri? Putranya dan Erin saling cocok. Mereka bahkan sudah tidak mempedulikan mengenai status keluarga, tapi dia masih berpegang erat pada integritas moral itu, sampai membuat mereka benaran tidak tahu harus mengatakan apa.

Raut Erin perlahan menjadi tenang. Dia pun baru menyadari tubuhnya berkeringat dingin saking terkejutnya. Dia juga tidak memiliki waktu untuk berbicara dengan Felix He mereka, berjalan mendekati jendela kaca pintu Unit Perawatan Intensif. Melalui jendela kacanya, dia melihat ibunya yang berbaring di ranjang dengan pipa di sekujur tubuhnya.

Suasana hatinya pun menjadi naik dan turun. Saat ini, dia merasa sangat lelah. Setelah melakukan penerbangan lebih dari sepuluh jam, dia saking cemasnya tidak bisa memejamkan mata. Begitu melihat ibunya saat ini telah aman dari bahaya, hatinya pada akhirnya bisa tenang.

Setelah terbengong melihat untuk sementara waktu, Erin baru membalik badannya, pergi bertanya pada Felix He, " Tuan Besar, ada apa dengan ibuku? Kenapa bisa begitu parah?"

Felix He dan Nancy Xu saling memandang. Tampaknya Erin masih tidak tahu apa yang telah terjadi. Ini juga karena ketika sang perawat memberi tahu Erin, Felix He ada di sebelahnya, tidak membiarkan sang perawat untuk mengatakan terlalu banyak kepadanya supaya anak itu tidak akan cemas. Apalagi mengatakan bahwa Bibi Yun ingin membunuh diri, ini pun akan membuat Erin sangat kecewa.

Tapi bagaimanapun juga, masalah ini harus dikatakan ke Erin. Mereka berdua mengatup erat bibir mereka, dan akhirnya Felix He yang membuka suaranya. “Ibumu tidak sakit, melainkan ingin bunuh diri dengan menghirup gas. Untungnya ada tetangga yang lewat pintu depan dan mencium bau gas yang kuat, lalu memanggil polisi, makanya baru bisa menyelamatkan satu nyawa. "

Erin tiba-tiba membuka lebar matanya. Dia terhuyung mundur beberapa langkah kebelakang, lalu dipapah oleh Nancy Xu, makanya dia tidak sampai terjatuh ke lantai. Air matanya mengalir dengan deras. Dia dengan tidak percaya memandangi Felix He dan berkata, “Tidak. Bagaimana mungkin ibu bisa?"

Erin teringat pada malam saat ibunya meneleponnya. James He yang menjawab telepon dan mengatakan bahwa mereka sedang bersama. Apakah ibunya menerima pukulan, makanya dia baru memutuskan untuk membunuh diri agar dapat memisahkan mereka?

Air matanya tidak berhenti mengalir ke bawah. Sebegitunya kah tekad ibunya.

"Erin, ibumu memang sangat keras kepala. Kami pun tidak bisa memahaminya. Kamu dan James He dapat bersama-sama tentu merupakan hal yang bahagia dan kami pun senang melihatnya, tapi hanya saja ibumu..." Felix He mencoba untuk menahannya, tidak bisa menyalahkan orang yang saat ini sedang berbaring di ranjang.

Erin menggertakkan giginya dan sekujur tubuhnya bergemetaran. Ketika menerima telepon dari perawat, dia pun sudah mempunyai firasat buruk. Dia tidak menyangka bahwa ibunya akan membunuh diri dan itu benaran karena dirinya.

Erin menoleh kepalanya, menatap ibunya yang berada di Unit Perawatan Intensif. Dia pun sangat marah, tidak hanya pada dirinya, juga pada ibunya!

Melihat Erin yang seperti ini, Nancy Xu pun menderita. "Erin, dokter mengatakan bahwa sudah tidak ada bahaya yang mengancam Bibi Yun, kamu tenang saja. Bicaralah baik-baik dengan ibumu. Aku yakin seberapa kerasnya dia, dia juga tidak akan menghentikan kebahagiaan putrinya.”

Pada saat ini, bagaimana mungkin Erin bisa bersikeras tetap bersama James He lagi, bukan? Ibunya ingin memisahkan mereka dengan kematiannya, tapi dia gagal dan menderita atas kegagalannya. Erin tidak sekejam ibunya, demi kebahagiannya sampai tidak mempedulikan nyawa ibunya.

Dia memejamkan matanya, air matanya tidak berhenti jatuh ke bawah. "Tuan Besar, Nyonya, terima kasih dan maaf telah merepotkan kalian selama dua hari ini. Kalian pulang saja. Biarkan aku yang menjaganya."

Nancy Xu menghela nafas, lalu mengeluarkan surat dari tangannya. Itu adalah surat yang ditulis Bibi Yun. Dia tidak bersedia untuk memberikan padanya. Namun, Erin adalah putrinya Bibi Yun dan dia seharusnya tahu mengenai kebenarannya. Nancy Xu menyerahkan surat itu kepada Erin dan berkata, "Inilah yang ditinggalkan ibumu padamu. Jika kamu tidak ingin melihatnya, bakarlah saja."

Erin mengambil surat itu dan tidak langsung membukanya. Pukulan yang didapatkan mengenai ibunya yang ingin membunuh diri telah membuat pikirannya berantakan. Hanya saja di depan orang-orang, dia menghela napas supaya dirinya tidak ambruk.

Setelah mengantar pergi Felix He dan Nancy Xu, Erin pun kembali ke Unit Perawatan Intensif. Saat ini sudah lewat waktu pengunjungannya. Dia meluncur turun ke dinding dan duduk di lantai, memegangi surat bunuh diri ibunya. Air matanya pun mengalir dengan deras.

Kenapa dia bisa sekejam ini? Dia sebelumnya dengan naif berpikir bahwa selama mereka bersikeras, ibunya pada akhirnya akan menyetujui mereka untuk tetap bersama. Sekarang dia baru tahu bahwa dirinya terlalu naif.

Dalam hati ibunya, James He adalah dewa sangat agung dan Erin tidak diizinkan untuk menodainya. Jika dia masih bersikeras melakukannya, mara dia harus melangkahkan mayatnya dulu. Apakah dia sebegitu menyedihkan? Mengharuskan dia berpisah dengan kematiannya, dan juga sepenuhnya menolak dia dapat bersama James He.

Erin mengangkat tangannya, menghapus air matanya. Bahkan dalam detik berikutnya, air matanya membuat pandangannya kabur. Dia tidak mau menyerah, tidak ingin berpisah dari James He dan tidak ingin semuanya berjalan sesuai kehendak ibunya, tetapi dia masih kalah pada kegigihan ibunya.

Erin pun membuka surat itu dan membacanya kata demi kata, dimana setiap kata yang menyakitkan itu membuatnya kesakitan sampai kehilangan napasnya. Dia memejam erat matanya, dan wajahnya penuh dengan keputusasaan dan kesedihan. Dalam permainan yang membahagiakan ini, dia sudah kalah. Dia akan kehilangan James He dan kehilangan kebahagiaan paruh kehidupannya.

James He, maafkan aku. Aku menginginkan ibuku, jadi, aku akan melepaskanmu!

……

Ketika Bibi Yun terbangun lagi, dia sudah dipindahkan ke bangsal umum. Dia telah menghirup sejumlah besar gas, dimana menyebabkan kerusakan otaknya. Untungnya dia ditemukan tepat waktu, makanya dia dapat diselamatkan.

Sinar matahari menembus masuk melalui jendela. Bangsalnya sangat sepi dan hanya terdengar suara alat-alatnya. Bibi Yun menggerakkan jarinya dan menyadari bahwa tangannya telah digenggam. Dia dengan kesulitan memandang ke sana, mendapatkan Erin yang berbaring di samping ranjangnya, tertidur pulas.

Melihat putrinya, dia pun merasa agak menyesalinya. Dia tidak bisa menghentikan Erin untuk tetap bersama dengan James He. Dia pun menjadi kecewa dan sangat frustrasi sampai hanya kepikiran untuk mati saja. Lalu dia menulis pesan bunuh diri sambil menangis. Berdasarkan dorongan hatinya, dia membuka tabung gas, dan isi gasnya menyebar ke seluruh rumah. Ketika dia menyesal dan ingin mematikan gasnya, dia pun sudah kehilangan tenaganya.

Erin pun bangun. Melihat ibunya membuka mata dan menatapnya, mata Erin pun berair. Butiran air yang jatuh kian menderas. Dia jelas-jelas sangat senang, tetapi kata-kata yang dikeluarkan malah, "Kamu menang, aku akan putus dengan James He."

Bibi Yun menatap putrinya yang menangis, hatinya seketika terasa ditancap. Dia mengulurkan tangannya, ingin menggenggam tangannya, tetapi Erin malah sudah menarik kembali tangannya, berbalik badan dan pergi memanggil dokter.

Mata Bibi Yun mengikuti sosok putrinya. Sosok belakangnya selain terasa dingin dan jauh, masih terdapat kesedihan yang berkepanjangan. Bibi Yun membuka mulutnya, ingin mencoba untuk menghentikannya, tetapi yang dikeluarkan malah suara batuk yang hebat.

Punggung Erin membeku dan langkah kakinya melambat untuk sementara waktu, tetapi dia tidak berhenti, melainkan berjalan cepat keluar. Beberapa saat kemudian, dokter dan perawat datang kemari, memeriksa tubuh Bibi Yun. Kemudian dia berkata kepada Erin, "Nona Yun, mari kita membicarakannya di luar."

Erin memandang ibunya yang terbatuk sampai wajahnya memerah di ranjang, kemudian dia mengikuti dokternya ke luar. Dokter menjelaskan kondisi sang ibu kepadanya. Karena gasnya telah masuk ke paru-paru dan darahnya, jaringan otaknya mengalami kerusakan. Meskipun saat ini dia dapat keluar dari bahaya untuk sementara waktu, tetapi selanjutnya akan ada banyak sisa gejala dan komplikasinya, makanya diharuskan untuk tetap dirawat di rumah sakit.

Setelah terdiam mendengarkan penjelasan sang dokter, Erin dengan dingin berkata, "Dokter, tolong berikan pengobatan terbaik untuk ibuku."

Tidak peduli seberapa marah atau kecewanya Erin, dia tetap tidak bisa mengabaikan nyawa ibunya. Setelah mengantar pergi sang dokter, Erin pun berjalan sampai tiba di luar bangsal. Ibunya terbangun dan dia baru bisa bernapas lega. Pada saat ini dia baru menyadari bahwa dia belum tertidur nyenyak selama dua hari dan dua malam. Dia pun tidak masuk dan tidak tahu harus bagaimana menghadapi ibunya.

Jika dikatakan bahwa dia tidak memiliki dendam di hatinya, maka itu bohong. Dia berjalan dan duduk di atas bangku panjang, menatap pintu bangsalnya, perlahan-lahan memejam matanya. Sedih, bagaimana mungkin tidak merasa sedih, kan? Ibunya memaksa mereka berpisah dengan kematiannya dan sedikit lagi dia tidak akan bisa bertemu dengan ibunya selamanya

Dia tidak bisa menanggung dengan dosa ibunya yang akan mengakhiri nyawanya, jadi dia hanya bisa berkompromi dengannya.

Ponsel di dalam tasnya bergetar. Erin mengeluarkan ponsel, melihat nama itu berkedip di layarnya. Matanya terasa sakit dan seketika air mata menderas membasahi pipinya. Selama dua hari ini, James He telah berkali-kali menghubunginya. Hatinya Erin terasa kacau. Dia tidak menjawabnya, tidak tahu harus bagaimana menghadapinya.

Dia memasukkan ponselnya ke dalam tasnya, tetapi ponsel itu tidak henti bergetar, dimana membuat hatinya menyusut. Dia pun memegang wajahnya dengan kedua tangan. Berapa banyak keberanian yang diperlukan agar dia baru bisa membuat keputusan untuk putus?

Novel Terkait

My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
Dipungut Oleh CEO Arogan

Dipungut Oleh CEO Arogan

Bella
Dikasihi
4 tahun yang lalu
Loving Handsome

Loving Handsome

Glen Valora
Dimanja
3 tahun yang lalu
Behind The Lie

Behind The Lie

Fiona Lee
Percintaan
3 tahun yang lalu
You Are My Soft Spot

You Are My Soft Spot

Ella
CEO
4 tahun yang lalu
Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Cintaku Yang Dipenuhi Dendam

Renita
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
3 tahun yang lalu