You Are My Soft Spot - Bab 297 Foto Sepasang Ibu dan Anak (1)

Vero He mengamati bayangan tubuh Claire dengan ternganga. Ia benar-benar tidak paham mengapa wanita itu sangat benci pada dirinya. Apakah karena insiden Angela He waktu itu? Tetapi Angela He kan sekarang sudah tidak benci dia lagi, lantas mengapa sikap Claire tetap tidak berubah?

Setelah bayangan tubuh wanita itu tidak terlihat lagi, Vero He baru menarik pandangan. Berselang beberapa detik, ponselnya menerima panggilan.

Vero He mengangkat ponsel itu dan melihat identitas peneleponnya. Yang menelepon adalah sebuah nomor tidak dikenal. Sempat ragu-ragu sejenak, ia akhirnya mengangkatnya.

“Halo, siapa?” tanya si wanita sopan.

Di seberang sana hening, lalu terdengar suara nafas yang berat. Vero He mengernyitkan alis dan kembali menyapa lagi, namun tidak juga mendapat jawaban. Ia pun mematikan panggilan itu. Beberapa hari ini, Vero He memang terus mendapat panggilan dari nomor tidak dikenal yang ketika diangkat tidak bersuara.

Karena sudah gerah, si wanita memutuskan memasukkan nomor itu dalam daftar nomor yang diblokir. Ia menamakan nomor itu dengan panggilan “Orang Iseng”.

Baru kelar melakukan ini, kali ini ponselnya kembali menerima panggilan. Identitas si penelepon kali ini adalah “Taylor Shen”. Membaca nama itu, Vero He mengangkat dengan sudut bibir terangkat tipis, “Halo?”

“Bagaimana kondisi papamu? Dia tidak kenapa-kenapa kan?” tanya pria di seberang dengan perhatian. Berhubung tengah mengikuti perjamuan bisnis, sekeliling Taylor seharusnya berisik. Kenyataannya, di telepon ini sekeliling dia sunyi sesunyi-sunyinya. Ia sepertinya berada di sebuah tempat tertutup deh?

Vero He menjawab, “Dia masuk angin, nampaknya masih perlu waktu buat pemulihan? Kamu ada mata-mata atau apa sih di sini? Aku baru keluar dari vila, ini lagi mau balik ke Sunshine City.”

“Lihat ke gerbang, aku di sana.” Setelah Taylor Shen mengatakan ini, Vero He mendengar suara pintu mobil dibuka dari kejauhan. Ia mendongak dan menatap ke sisi luar gerbang. Bisa ditebak, dia melihat Taylor Shen tengah bersandar pada pintu mobil sembari menatap balik dirinya.

Meski ini malam hari, namun si wanita tetap bisa merasakan tatapan tajam dari mata si pria. Ia berlari kecil untuk menghampirinya. Setelah sudah leih dekat dan hanya terpisah oleh besi gerbang, si wanita bertanya bingung: “Bukannya kamu bilang ada perjamuan bisnis? Kok pulangnya secepat ini?”

Taylor Shen masih mempertahankan gestur bersandar di mobil. Sembari mengetuk-ngetuk ponsel, ia menjawab sembari tertawa: “Kangen denganmu, jadi buru-buru pamit dan kemari.”

Vero He berjalan keluar gerbang dan kini berdiri berhadap-hadapan dengan prianya. Tiap berdekatan dengannya, ia entah mengapa bawaannya selalu ingin tertawa saja. Si wanita menyandarkan diri di dada sip ria, lalu mengendus-ngeduskan hidung karena mencium aroma minuman keras, “Minum bir ya?”

“Minum sedikit.” Taylor Shen merangkul pingan Vero He. Tiap kali melihatnya, hati dia selalu jadi sangat tenang dan rileks. Keduanya berpelukan sejenak, lalu si pria mengajak: “Naiklah, kita pulang.”

Taylor Shen membukakan pintu belakang dan mempersilahkan Vero He masuk. Si wanita menuruti ajakannya dengan patuh dan bertegur sapa dengan Budi. Setelah Taylor Shen sudah masuk mobil juga, si supir menyalakan mesin dan melajukan kendaraan ke Sunshine City.

Berhubung mesin pemanas udara di dalam mobil dinyalakan, suhu di dalam lumayan hangat. Nafas yang Vero He hirup daritadi terus menangkap bau tubuh Taylor Shen yang bercampur dengan aroma bir. Maklumlah, mereka duduk dalam posisi si wanita bersandar pada bahu si pria. Taylor Shen sendiri juga menaruh dagu di kepala Vero He biar bisa menciumi bau harum rambutnya.

“Lelah tidak?” tanya si pria.

“Tidak,” geleng si wanita. Vero He mendongak menatap Taylor Shen. Di bawah pencahayaan yang terbatas, mata si pria terlihat kelelahan. Menjelang akhir tahun, Taylor Shen memang sibuk ikut berbagai perjamuan bisnis. Yang tidak begitu penting memang dia tolak, namun yang sangat penting dihadiri tetap banyak. Sebagai akibatnya, dia hanya bisa mengunjungi setiap perjamuan dalam waktu singkat biar bisa segera bergegas ke perjamuan lain.

“Taylor Shen, apa aku membuatmu jadi sangat kelelahan?” tanya Vero He khawatir.

Taylor Shen melipat dahi, “Mengapa berpikir begini?”

“Firasat saja sih,” ungkap Vero He jujur. Terkadang, firasat seorang wanita bisa sangat kuat hingga tingkat akurasinya mendekati seratus persen. Taylor Shen sebenarnya punya dunia yang sangat luas. Namun, sejak mereka berdua balikan, pria itu terus mengurusi Vero He saja.

“Dasar. Kalau tidak ada kamu di sisi, barulah aku merasa lelah.” Ini adalah rasa lelah untuk memiliki dan menjaga seseorang. Saking ingin menjaganya, Taylor Shen terkadang bisa lebih fokus untuk mengurusi Vero He dibanding merawat dirinya sendiri.

Si wanita kini menatap dagu si pria. Melihat jenggot-jenggot tipis yang tumbuh di sana, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak mengelus dagunya. Sembari mengelus, ia bisa merasakan tubuh Taylor Shen menegang. Mungkin dia merasa geli?

Sedetik kemudian, tangan Vero He dipegang oleh tangan Taylor Shen. Bukan hanya memegang, si pria mengarahkan tangannya ke dekat bibir, buka mulut, dan menggigitnya kulit tangannya dengan lembut.

Sensasi yang sulit dijelaskan sontak mengalir dari tangan Vero He ke seluruh tubuh. Tubuh itu bahkan sampai bergetar sedikit. Ketika dia mau menarik tangannya sendiri, si pria tidak mengizinkan dan malah menghisap jari telunjuknya. Pria itu sepertinya baru dapat satu penemuan baru, yakni wanitanya sangat sensitif ketika jari dan tangannya dimainkan.

Ketakutan yang suka muncul di hati Taylor Shen, yakni ketakutan kehilangan Vero He, muncul karena insiden tujuh tahun lalu. Di mana pun ia berada, termasuk ketika mengikuti perjamuan bisnis yang ramai, ia bisa tetap merasa khawatir. Satu-satunya obat untuk mengobati ketakutan ini adalah melihat Vero He secara langsung.

“Taylor Shen, jangan gigit. Tidak enak ah,” tolak Vero He dengan wajah merah. Ia berusaha melepaskan tangannya dari tangan si pria, namun hasilnya nihil. Sembari menahan tangannya, Taylor Shen juga menatapnya dengan tajam dan intimidatif.

Vero He khawatir Taylor Shen bakal melakukan hal-hal diluar nalar di dalam mobil begini, jadi ia menegakkan posisi duduk dan menatap ke depan biar tidak perlu berinteraksi dengan dia lagi. Sayang, satu detik kemudian, Taylor Shen menahan tubuhnya dan memaksanya untuk kembali bersandar padanya. Si pria berbisik pelan, “Jangan gerak-gerak, biarkan aku memelukmu.”

Mendapat peringatan ini, Vero He benar-benar tidak berani gerak. Ia pasrah saja.

Mobil terus melaju. Sesekali seisi mobil agak terang karena pantulan lampu luar, namun kebanyakan gelap. Keduanya terlihat sangat mesra dengan posisi duduk berpelukan begini. Si wanita tiba-tiba teringat sesuatu: “Taylor Shen, besok ada pertunjukkan opera. Apa kamu punya waktu untuk menemaniku pergi menonton?”

Mereka sebelumnya sudah janji untuk meluangkan waktu dan bersantai bersama.

Taylor Shen mengangguk, “Baik, besok aku jemput kamu setelah pulang kerja. Kita makan dulu, baru pergi nonton.”

Video promosi opera ini sebelumnya pernah membuat si wanita ketakutan setengah mati. Meski sudah membaca sinopsisnya dan sudah memastikan tidak ada yang aneh-aneh, hati si pria entah mengapa terus tidak tenang. Rasa-rasanya opera itu akan menyebabkan sebuah perubahan yang drastis, entah apa bentuk konkretnya.

Mobil memasuki pagar Sunshine City. Taylor Shen keluar duluan dari mobil, kemudian mempersilahkan Vero He turun. Mereka berdua berjalan ke vila sembari bergandengan tangan.

……

Vero He bergegas mandi, sementara Taylor Shen mengikuti rapat daring di ruang buku. Si pria memang jauh lebih sibuk dari wanita, sehari-hari dua puluh empat jam tidak pernah cukup. Seusai mandi, Vero He duduk di ranjang sambil membaca berita dengan ponsel.

Niat awal Vero He baca berita hanya sebatas menghabiskan waktu, namun sebuah berita tentang mantan kepala penjaga kantor polisi seketika menarik perhatiannya hingga wajahnya sangat serius. Berita menyebut besok akan ada sidang pemeriksaan lanjutan buat si pria paruh baya. Di bagian atas berita, terpajang pula foto pria itu dengan kepala yang botak dan perut yang buncit.

Kalau tidak melihat berita ini, Vero He pasti sudah lupa dengan keberadaan kepala penjaga kantor polisi. Seusai dia membaca beritanya sekilas, dari luar kamar terdengar langkah kaki yang mendekat. Vero He pun menaruh ponselnya ke kepala ranjang.

Lima detik kemudian, Taylor Shen membuka pintu dan masuk. Ia terlihat sangat lelah, maklumlah habis rapat. Vero He mengulurkan tangan untuk mengajaknya berpegangan. Pria itu ikut mengulurkan tangan dan bertanya serak, “Kamu menunggui aku?”

“Iya. Kamu pasti sangat lelah kan, sini aku pijit.” Taylor Shen duduk di sisi ranjang, sementara Vero He duduk di belakangnya. Jari-jemari si wanita perlahan mulai menekan-nekan pelipis si pria.

“Bukannya kamu bilang kamu lelah?”

Taylor Shen memejamkan mata biar bisa semakin menikmati momen ini. Temperatur kamar hangat, pakaian yang mereka kenakan juga tipis. Habis mandi, Vero He bahkan tidak memakai pakaian dalam. Tiap dada wanita itu bersentuhan dengan punggungnya, Taylor Shen merasa dirinya tergoda dan terangsang.

Tujuh tahun…… Dia sudah tujuh tahun tidak pernah merasakan sensasi nafsu begini. Hanya bersentuhan sedikit saja, tubuhnya langsung memanas dan menegang.

Taylor Shen menahan tangan Vero He dan menghentikan gerakan meminjitnya. Ia lalu berbalik badan sembari menahan punggung kepala si wanita, kemudian mendekatkan bibir mereka berdua. Sebuah ciuman yang rumit……

Vero He heran, ada saja trik-trik si Taylor Shen ini. Setelah dipaksa berciuman sekali, ia menghindarkan kepala biar tidak ada yang kedua kali. Wanita itu bertanya: “Bukannya tadi kamu bilang kamu sangat lelah?”

“Entah kenapa, tiap bersentuhan denganmu, semua rasa lelahku langsung hilang. Tiffany Song, biarkan aku menciumimu,” jawab Taylor Shen dengan diikuti gerakan mengembalikan kepala Vero He ke posisi semula dan kembali menciumnya.

Ciuman kedua ini tidak mau Taylor Shen lepaskan begitu saja. Dengan agresif, ia membuat nafas Vero He jadi terengah-engah. Setelah berlangsung cukup lama, ia baru melepaskan bibir mereka dengan hati yang sebenarnya masih belum merasa cukup.

Supaya bisa benar-benar cukup, sip ria menindih Vero He di ranjang. Si wanita tahu yang terjadi berikutnya tidak akan sesederhana ciuman, terasa dari panasnya tubuh Taylor Shen. Ia memejamkan mata untuk bersiap menerima “serangan”-nya……

Keesokan hari, Vero He sudah bangun sekitar pukul setengah tujuh. Ketika membuka mata, matanya secara tidak sengaja terarah ke foto pernikahan yang terpajang di salah satu sudut kamar. Ia jadi kaget sendiri karena kesadarannya belum terkumpul penuh, untung ini hanya berlangsung beberapa detik.

Waktu menggerakkan tubuh, ia merasakan sekujur tubuhnya pegal sekali seperti habis dilindas truk. Di pinggangnya ada tangan seorang pria yang lagi tertidur lelap. Ketika ia menoleh untuk melihat wajah Taylor Shen, alis pria itu tengah mengernyit seperti mengalami mimpi yang tidak begitu mengenakkan.

Vero He mengulurkan tangan untuk mengelus alis itu supaya kembali datar. Ketika tangannya yang tidak ditutupi apa-apa menyentuh udara dingin, ia langsung merasa merinding. Ia jadi ingat dirinya sekarang lagi telanjang bulat, begitu pun Taylor Shen.

Tubuh Vero He semalam “dimainkan” Taylor Shen sampai waktu mendekati subuh. Si wanita dengan perlahan melepaskan tangan si pria dari tubuhnya, lalu turun dari ranjang dan melangkah dengan setengah berjinjit. Sewaktu berjalan, sudut matanya tidak sengaja menangkap beberapa kondom yang ada di tong sampah. Vero He pun buru-buru mengambil handuk piyama dan bergegas ke kamar mandi dengan wajah merah.

Di depan cermin kamar mandi, Vero He mengamati luka-luka bekas ciuman di sekujur tubuhnya. Taylor Shen semalam luar biasa agresif. Tidak peduli bagaimana dia meminta untuk dilepaskan, pria itu tidak mau memenuhi permintaannya sekali pun.

Vero He jadi teringat lagi kondom-kondom di tong sampah tadi. Belakangan, Taylor Shen selalu memakai kondom tiap mereka berhubungan seksual. Katanya ingin sekali punya anak, mengapa dia tiba-tiba memakai kondom atas kesadaran sendiri ya?

Ah, sudah lah…… Dia tidak paham alasannya, juga malas menebak-nebak. Wanita itu pun menyalakan keran wastafel dan membasahi wajah. Air yang dingin membuat wajahnya jadi jauh lebih segar. Ketika tubuhnya bergetar karena sudah merasa terlalu dingin, ia menyalakan keran yang air panas buat dibasuhkan ke wajah juga.

Sehabis cuci muka, Vero He berganti pakaian dan turun ke lantai bawah. Di ranjang, Taylor Shen masih tertidur dengan begitu lelap.

Ketika Vero He memasuki ruang tamu dan duduk di sofa, ia menjumpai televisi LED enam puluh lima inci di sana tengah memutarkan berita pagi Kota Tong. Berita yang kali ini mau dilaporkan adalah berita tentang mantan kepala penjaga kantor polisi. Nada bicara pembawa acara wanita agak emosional seperti menyalahkan tindakan melawan hukumnya.

Laporannya adalah sebagai berikut: “Mantan kepala penjaga kantor polisi yang ditangkap atas kasus penyuapan akan menjalani sidang lanjutan hari ini. Ia sendiri sudah mengakui pernah terlibat suap-menyuap selama menjabat. Atas nasibnya sekarang, ia bilang itu balasan yang pantas terhadap pengkhianatan yang ia lakukan pada negara dan masyarakat.”

Adegan yang ditampilkan di televisi adalah adegan si pria berjalan dengan tangan diborgol. Di belakangnya, ada dua polisi yang berjaga di masing-masing sisi. Kepala penjaga kantor polisi menunduk dan menghindari kamera-kamera wartawan yang berdesakan.

Tiba-tiba, pria itu menatap ke kamera-kamera dengan wajah yang dingin. Si pria buka mulut dan berucap beberapa kata tanpa mengeluarkan suara. Setelah itu, dia masuk mobil polisi.

Dengan mata menyipit, Vero He buru-buru mengambil remot kontrol dan memutar siaran kembali ke adegan buka mulut tadi. Ia mengamati gerakan bibirnya lekat-lekat. Kepala penjaga kantor polisi sebenarnya bicara apa?

Jacob Shen turun dari lantai bawah dengan suara hentakan sendal kamar yang bersahutan. Melihat Vero He sudah bangun, ia menyapa dengan terkejut, “Peanut, kamu bangun pagi sekali.”

Veor He terus mengamati gerakan bibir si pria. Jidatnya penuh dengan keringat dingin. Begitu adegan kelar, ia memutarnya dari awal lagi berkali-kali.

Jacob Shen berjalan ke sebelah Vero He. Melihat si wanita fokus menatap pria dan layar televisi dan tidak meladeninya barang untuk sebentar, anak itu berucap kesal: “Pria jelek begini buat apa kamu liatin? Jangan bikin matamu kotor ah.”

Maksud implisit dari kata-kata ini adalah: “Cepat lihat aku! Aku tampan sekali, matamu bakal sehat kalau sering-sering memandang aku.”

Si wanita masih tidak merespon juga. Setelah memutar adegan itu belasan kali, ia akhirnya bisa membaca kata-kata yang diucapkan mantan kepala penjaga kantor polisi. Ia melafalkannya pelan, “Kalau mau tahu fakta ledakan tujuh tahun lalu, sini temui aku.”

Jacob Shen bingung, “Peanut, kamu bicara apa? Kamu kesurupan karena mengamati pria jelek itu atau bagaimana sih?”

Sekujur tubuh Vero He melemas, wajahnya juga memutih. Ia memundurkan posisi duduknya di sofa seolah sofa itu sangat luas sampai ke tembok belakang ruang tamu. Fakta ledakan tujuh tahun lalu…… Jadi pria ini tahu fakta-faktanya?

Vero He menggeretakkan gigi dan buru-buru mengambil ponsel, lalu bangkit berdiri dan menelepon Stella Han. Sekarang masih jam tujuh, yang mengangkatnya adalah seorang pria, “Tiffany Song?”

Ia terhenyak karena tidak menyangka yang akan mengangkat teleponnya adalah Jordan Bo. Wanita itu menatap jam tangan untuk mengecek waktu. Jam segini Jordan Bo bisa mengangkat telepon yang masuk ke ponsel Stella Han, apa ini artinya? Tanpa keburu memikirkannya dengan serius, ia membalas: “Aku mencari Stella Han.”

Di seberang, dari kejauhan terdengar suara kesal Stella Han, “Jordan Bo, bukannya aku sudah bilang kamu tidak boleh mengangkat teleponku? Tidak paham juga ya?”

Yang ditegur bertanya dengan senyuman nakal, “Takut kekasih gelapmu tahu aku ada di rumahmu ya?”

“……” Stella Han malas menanggapinya. Ia merebut ponselnya sendiri dan berjalan ke ruang tamu sembari menyapa, “Tiffany Song, ada urusan apa mencariku pagi-pagi begini?”

Novel Terkait

Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
My Enchanting Guy

My Enchanting Guy

Bryan Wu
Menantu
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Wahai Hati

Wahai Hati

JavAlius
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Ternyata Suamiku Seorang Sultan

Tito Arbani
Menantu
5 tahun yang lalu
Penyucian Pernikahan

Penyucian Pernikahan

Glen Valora
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu