You Are My Soft Spot - Bab 417 Aku Bakal Baik Padamu (1)

Erin gemetar mendengarnya. Selama mereka kenal, si pria belum pernah bicara dengan nada sekejam ini. Dia terkadang bicara dengan serius dan kasar, namun tidak terasa seintimidatif seperti yang barusan. Tahu kemarahan James He lagi memuncak, ia mengingat-ingat semua kelakuan dan perangai si pria sepanjang sore. Hati si wanita ketakutan, akhir-akhirnya ia hanya bisa berkata pasrah, “James He, untuk apa sih begini?”

Bila Erin keras kepala, maka James He harus lebih keras kepala lagi darinya. Jika pria itu tidak begitu, maka sekalinya ia melepaskan tangan Erin, mereka berdua tidak mungkin bisa bersatu lagi. James He orang yang paling paham bahwa hubungannya selama ini dia sendiri yang topang, jadi jelas dia tidak boleh lepas tangan.

Si pria mengangkat tangan dan memeluk si wanita, lalu menaruh kepala di atas kepalanya. Sembari menciumi aroma sampo dari rambut Erin, James He berkata: “Aku lelah, ayo temani tidur sebentar.”

James He menahan bahu Erin dengan satu tangannya, sementara mengangkat kaki Erin dengan satu tangan lainnya. Ia kemudian membopong si wanita masuk ke ruang dalam dan menidurkannya di ranjang. Seperti biasa, ia buka semua pakaian sebelum memeluk wanitanya di dalam selimut.

Tadi bilang mau tidur, James He sebenarnya tidak begitu mengantuk. Hatinya beberapa hari ini sangat gelisah. Tiap teleponnya tidak diangkat, ia tidak tahan untuk terbang ke tempat di mana Erin berada dan memeluknya erat-erat.

Meski tadi sore sudah melampiaskan kekesalannya, hati si pria nyatanya masih merasakan ganjalan. Waktu teringat momen Erin berpelukan dengan Marco Xu di rumah sakit, ia menggeretakkan gigi dan mengigit bahu si wanita.

Erin tidak menyangka bakal digigit, jadi bahunya langsung ngilu sejadi-jadinya. Ia kemudian merasakan ada yang hangat-hangat di bahu itu, nampaknya James He lagi menjilati bahunya untuk berusaha meredakan rasa sakit barusan. Usaha si pria tidak berefek sama sekali, Erin masih kesakitan dan bahkan berpikir bahunya berdarah. Dengan kesal, ia membuka mulut dan menggigit dada James He sebagai balasan.

Sial, yang Erin gigit secara tidak sengaja adalah titik sensitif James He. Tubuh si pria bergidik, gairahnya juga jadi terangsang. Ia menunduk melihat Erin yang habis balas dendam padanya, lalu bertanya serak: “Mau mancing emosiku ya? Siap tidak tidur kamu?”

Wajah Erin memerah menyadari bagian mana yang barusan ia gigit. Si wanita membuang muka dan menanggapi tidak senang, “Sudah usia berapa sih kamu, kok masih gigit-gigit seperti anak kecil.”

“Setua-tuanya aku, di hadapanmu aku masih bocah yang baru belajar menyusui,” ledek James He sengaja. Ledekannya ini semakin memperparah warna merah di wajah si wanita.

Erin sungguh ingin menggali lubang dan bersembunyi di dalam selama-lamanya. Mereka hening sejenak, lalu James He tiba-tiba memasukkan kepalanya ke dalam selimut dan memanggil dengan suara anak kecil yang dibikin-bikin, “Mama kecil, aku sangat lapar. Berikan aku susu.”

“……”

Erin mau menendang kaki James He, sayang sepasang kakinya sudah terlanjur dikempit dengan erat. Ia sungguh ketakutan karena sekarang tidak bisa menghindar. Sembari meringkukan kepala dan punggung untuk menutupi buah dada, ia berkata lirih, “Jangan, masih sakit.”

James He terenyak, lalu akhirnya melepaskan selimut dan turun dari ranjang. Dengan hanya mengenakan celana dalam, ia melangkah ke luar. Erin mengamati bayangan tubuhnya dengan bibir menegang. Ia kira James He mau pergi mandi air dingin, sebab tubuhnya tadi sudah memberi reaksi biologis.

Nyatanya, tidak lama kemudian, si pria kembali dengan membawa obat oles. Teringat kata-katanya barusan, ia langsung paham apa kegunaan obat itu. Erin buru-buru mengulung-gulung selimut sampai menutupi dirinya sendiri dengan sangat tebal. Ia juga menutupi kepala dengan bantal.

Di samping ranjang, James He bisa melepaskan Erin dari selimut tanpa tenaga yang berarti. Karena tadi sudah ia tarik kesana-kemari dan sobek-sobek, pakaian si wanita sangat berantakan. Dada pun Erin terlihat, goyangannya sesekali juga merangsang nafsunya.

Takut dirinya kehilangan kendali, James He menyuruh Erin menutupi bagian tubuh atasnya dengan selimut, lalu memencet obat dan memaksa mengoleskan obat di tubuhnya. Si wanita memejamkan mata dengan gelisah. Ia baru mengaduh ketika merasakan rasa perih yang makin lama makin menjadi-jadi.

James He melepaskan tangannya dari tubuh Erin. Melihat si wanita mengernyitkan alis, ia mengecup alisnya dan berkata lembut: “Agak perih sih, tapi tahan ya. Nanti lama-lama nyaman kok.”

Erin tersipu setengah mati. Ia menenggelamkan kepalanya ke dalam selimut lagi, kini yang terlihat hanya sepasang telinganya. Dengan risih, James He mengecup salah satu telinganya. Ketika sudah tidak sanggup menahan gairah dalam dirinya, si pria akhirnya melepas Erin dan bergegas ke kamar mandi.

Suara pancuran air mulai terdengar, sementara Erin menepuk-nepuk pipinya yang merah. Sambil menatap sosok tinggi besar yang samar-samar dari pintu kamar mandi, ia tanpa sadar membuang nafas pasrah.

James He dengan segera keluar dari kamar mandi. Ia mengelap rambutnyas sampai kering, lalu berbaring dalam selimut. Merasakan hawa dingin dari tubuhnya, Erin jadi tertarik menempel ke arahnya. Baru menempelkan diri, ia bertanya: “Kamu mandi air dingin?”

“Iya,” angguk si pria. Tidak lama kemudian, pria itu menggeretakkan gigi dan memaki, “Dasar wanita penggoda.”

“……”

James He mengulurkan kedua tangan dan mendekap Erin dalam pelukan. Sensasi dingin dalam tubuhnya lama-lama menghangat. Ia kemudian memberikan lengannya sebagai bantal Erin dan bertanya: “Selama aku tidak kemari beberapa hari, hari-harimu pasti terasa berat ya?”

Erin membuka mata. Semua lampu yang ada di kamar sudah mati, kecuali satu lampu sorot yang mengarah ke mereka. Dengan cahaya lampu sorot itu, bayangan mereka lagi berpelukan jadi terpampang di tembok. Kelihatannya indah sekali……

Wanita itu menggeleng, “Tidak.”

Terpikir sesuatu, James He mendeham, “Masuk akal juga sih. Kamu kan tidak punya hati nurani, mana mungkin merasa berat? Yang menderita dalam hubungan ini cuma aku seorang.”

Ia bicara begini dengan nada sedih.

Hati Erin pilu. Ia mengeratkan pelukannya pada si pria: “Aku juga menderita lah. Di satu sisi aku punya mama yang merawat dan membesarkanku dari kecil, di sisi lain aku punya pria yang sangat kucintai. Rasanya aku mau mati saja ketika dapat telepon darimu namun tidak bisa mengangkat.”

Mendengarnya mengeluh, ketidaksenangan yang masih tersisa sedikit di hati James He lenyap. Ia ikut mengeratkan pelukan, “Bagaimana kalau aku bawa pergi kamu?”

“Entahlah.” Erin tidak tahu harus bagaimana lagi. Mama sekarang sudah main ancam-ancaman nyawa, ia jelas tidak boleh mempertaruhkan nyawa mamanya hanya demi cinta. Soal James He, ia pikir dengan ia minta putus padanya, mereka bisa berpisah baik-baik. Pada kenyataannya, si pria sama sekali tidak mengizinkan buat berpisah.

“Tinggallah dengan patuh di sisiku, Bibi Yun nanti aku coba bujuk lagi.” Tahu hati Erin lagi kacau, James He tidak bicara kata-kata yang bisa membuatnya takut lagi. Ini wanita kesayangannya, masak sih ia tega buat bersikap begitu?

Erin buka mulut, namun tidak ada kata yang berhasil terucap. Berselang beberapa saat, ia baru ingat James He belum memberi kabar terbaru soal Vero He lagi. Ia pun bertanya: “Masalah Nona He sudah ada solusi kah?”

“Sudah. Pria itu aku bawa ke Prancis, lalu aku serahkan ke Taylor Shen dan aku pun buru-buru pulang. Aku belum mengabarkan mereka bahwa aku sudah sampai, tapi sekarang sudah kelewat malam. Besok saja deh baru kukabarkan.” Nada bicara James He terdengar agak kelelahan. Ia tampaknya mulai mengantuk.

Si wanita mengangguk, “Iya, tidurlah kamu.”

Hujan angin yang berlangsung seharian saat ini sudah berhenti. Si pria terlelap sembari memeluk si wanita dengan hati yang puas. Saat ia terbangun keesokan hari, langit di luar sudah terang. James He mengecek jam mewahnya yang ada di kepala ranjang. Wah, sudah pukul sepuluh.

Ketika ia menatap ke sisi sebelah, ia langsung terkejut karena tidak melihat Erin. Si pria bangkit berdiri dan turun dari ranjang, lalu berlari keluar kamar tidur. Saking buru-burunya, ia bahkan tidak ingat untuk memakai sendal rumah dulu.

James He pernah bilang, kalau sampai Erin kabur ketika dirinya tidur, ia akan mengikat si wanita di ranjang selama tiga hari dan tiga malam begitu tertangkap. Ia berharap cara yang keras itu bisa membuatnya merasa jera.

Erin keluar dari dapur setelah sarapan siap, lalu kebetulan berjumpa dengan James He yang berlari menuruni tangga seperti melihat monster di atas. Dari pintu dapur, si wanita bertanya: “Baru mau panggil kamu untuk turun dan makan…… Kok tidak pakai sendal sih?”

James He langsung lega saat melihat Erin masih di rumah. Ia melangkah cepat ke arahnya, lalu memeluknya dengan kasar dan kencang. Pria itu protes: “Lain kali, jangan turun dari ranjang sebelum aku bangun.”

Erin menundung dan menatap sepasang kaki James He yang tidak beralas apa-apa. Dia sampai begini karena saking takutnya ia kabur kah? Matanya jadi berkaca-kaca, “Iya, paham. Sana pakai sendal, nanti kamu pilek gara-gara lantai dingin lagi.”

Si pria memeluk si wanita dahulu, lalu baru naik ke atas untuk ambil sendal. Erin tertawa saja melihat tingkah konyolnya. Lucu sekali sih kamu!

Seusai makan, Erin berniat pergi ke rumah sakit. Kemarin, yang kesana bukanlah dia dan malah James He, entahlah apakah mama…… Ia tidak berani berpikir lebih lanjut. Sembari menenteng rantang, Erin keluar rumah bareng James He.

Sudah nyaris setengah bulan tidak ngantor, James He ditunggui banyak urusan. Ada beberapa proyek besar yang harus ia segera putuskan, jadi jelas ia tidak bisa menghabiskan waktu di rumah sakit. Apalagi, seperti yang dikatakan Vero He, ia harus mendekati Bibi Yun secara perlahan dan bukan setiap hari.

Untuk itu, James He hanya mengantar Erin sampai ke lobi rumah sakit tanpa ikutan masuk. Sebelum Erin turun dari mobil, si pria menahan tangannya dan berpesan, “Erin, tidak peduli apa yang Bibi Yun katakan, kamu fokus pada aku saja. Kamu tidak boleh meninggalkan aku lagi.”

Erin terhenyak menatap James He. Wajah pria itu terlihat sangat khawatir, apa dia khawatir hatinya goyah lagi? Tanpa berkata iya atau pun tidak, ia melepaskan tangan si pria dan bergegas pergi.

Setelah bayangan tubuh Erin lenyap di dalam rumah sakit, James He baru menarik pandangan. Ia pun melajukan mobil ke kantor.

……

Erin menaiki lift dan tiba di depan ruang pasien. Untuk pertama kalinya, ia merasa ingin kabur. Ia bahkan tanpa sadar mengencangkan pegangan pada rantangnya karena tegang. Makanan yang ada di dalam rantang ini dibuat James He. Meski dia tidak ikutan menjenguk, namun dia tetap berkontribusi membawakan sesuatu, jadi dia jelas tidak layak disalah-salahkan.

Perawat jaga kebetulan baru keluar dari dalam. Ia menyapa Erin: “Nona Erin, datang juga kamu. Nyonya sudah bangun tuh, cepat masuk.”’

Erin gigit-gigit bibir dan memberanikan diri buat masuk.

Bibi Yun lagi bersandar di kepala ranjang sambil menonton drama kuno. Mendengar suara perawat jaga barusan, ia langsung tahu putrinya ada di depan. Meski begitu, ia tetap fokus menonton tanpa menoleh ke arah pintu.

Erin masuk dan menaruh rantang di meja sebelah ranjang. Melihat mama tidak memedulikan kehadirannya, ia gelisah dan tidak tahu harus berkata apa juga. Mereka berdua pun diam-diaman.

Drama yang lagi ditonton Bibi Yun adalah drama yang populer sepuluhan tahun lalu. Saat ini, televisi lagi menampilkan adegan pemeran utama wanita memohon pada calon ibu mertuanya. Iia bilang dia dan pemeran utama pria saling mencintai, jadi memohon diri untuk tidak diusir. Adegan ini diiringi dengan lagu mellow yang membuat suasana makin dramatis.

Melihat adegan ini, sesuatu terlintas di benak erin. Ia melihat wajah si pemeran utama wanita tergantikan dengan wajah James He, sementara wajah si calon ibu mertua adalah wajah mamanya. Si wanita terkikih sendiri membayangkan ini, kok bisa-bisanya matanya error begini sih? Hahaha!

Bibi Yun menoleh ke Erin, lalu yang ditatap seketika menahan tawa. Si bibi mendeham dingin, “Segembira ini ya dengan kepulangan Tuan Muda?”

Raut wajah Erin memuram. Ia tidak menanggapi pancingan mamanya: “Kamu lapar tidak? Aku bawa makan siang buatmu.”

Emosi Bibi Yun memanas. Ia melanjutkan: “Kata-kataku tidak akan berubah sama sekali. Jangan harap impianmu terpenuhi, aku tidak bakal setuju dengan rencana pernikahan kalian.”

“Kalau kamu belum kepingin makan, nanti siangan sedikit ya makanannya. Ada beberapa hal yang harus diurus di Parkway Plaza, jadi aku ke kantor dulu.” Kelar berkata begini, Erin mengambil tas dan beranjak pergi.

Bibi Yun sangat marah melihat tingkah apatis Erin. Ia mengambil remote televisi dan melemparnya, lalu punggung si anak pun jadi korban. Setelah mengenai punggung Erin, remote itu jatuh ke lantai dengan kencang sampai terbelah jadi dua. Selain itu, baterainya juga lepas dan menggelinding sampai ke sisi ranjang.

Dengan tubuh gemetar saking marahnya, Bibi Yun bertanya: “Erin, masihkah kamu punya rasa malu? Kamu tidak bisa melihat status sosialmu dengan jelas atau bagaimana?”

Erin sudah beberapa hari menahan amarah. Saat ini, ia tidak kuasa buat menahannya lagi. Ia pun mendebat balik, “Bagaimana kamu bisa menyimpulkan begitu? Aku dan James He sama-sama belum menikah, jadi hubungan kami sama sekali tidak melanggar norma atau etika apa pun. Atas dasar apa kamu bersikeras memutuskan kami?”

Si mama tidak sadar si anak berani mendebatnya begini. Ia meremas ujung selimut, “Atas dasar kamu adalah putriku. Kamu tidak cocok bersanding dengan Tuan Muda yang agung.”

“Heh!” Erin tersenyum dingin, “Aku tahu kita menerima banyak kebaikan dari keluarga He. Saking bersyukurnya, kamu lebih memilih mati-matian mencegah pernikahanku dengan James He daripada melihatku jadi nyonya di keluarga mereka. Sayang, aku sama sekali tidak merasa rendah diri dengan latar belakangku sebagai anak asisten rumah. Aku merasa layak-layak saja jadi nyonya di sana.”

Novel Terkait

Perjalanan Cintaku

Perjalanan Cintaku

Hans
Direktur
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
5 tahun yang lalu
Gadis Penghancur Hidupku  Ternyata Jodohku

Gadis Penghancur Hidupku Ternyata Jodohku

Rio Saputra
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Waiting For Love

Waiting For Love

Snow
Pernikahan
5 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
I'm Rich Man

I'm Rich Man

Hartanto
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu