You Are My Soft Spot - Bab 415 Kamu Menang, Aku Akan Putus Dengannya (3)

Ponselnya berhenti bergetar. Beberapa saat kemudian, Erin mendapatkan sebuah bunyi dari pesan teksnya. Dia tidak melihatnya. Dia takut akan menjadi lembut hati dan tidak mampu mengendalikan keinginan hatinya.

Erin pun duduk selama dua jam di koridor, menenangkan perasaannya. Setelah itu, dia berjalan ke bangsal dengan raut datar. Bibi Yun telah tidur selama dua hari dua malam, makanya saat ini dia terbangun dan bersemangat. Ketika melihat putrinya masuk, dia pun menatapnya. Dia pun melihat wajah pucatnya, mata bengkaknya, serta mata merahnya akibat menangis. Dia tahu bahwa dirinya telah menakutinya. Dia pun berkata, “Aku sekarang baik-baik saja. Kamu tenang saja."

Erin juga tidak melanjutkan percakapannya dan duduk di samping ranjang.

"Erin, aku tahu kamu menyalahkanku. Ibu juga tidak bisa berkata apa-apa. Kamu nantinya akan mengerti kenapa ibu berbuat seperti ini." Bibi Yun menghela napasnya. Bagaimana mungkin dia tidak tahu betapa bencinya Erin dengannya saat ini, bukan?

Erin mengatup bibirnya, menyeringai dan berkata, "Aku selamanya tidak akan mengerti."

Bibi Yun mengira bahwa Erin menyalahkannya karena dia memaksanya untuk putus dengan James He. Dia pun berkata, "Kamu sama sekali tidak cocok dengan Tuan Muda. Bahkan jika melakukannya lagi, aku masih akan memilih cara seperti ini untuk memaksa kalian berpisah.”

"Kalau begitu lain kali kamu bisa melakukannya dengan lebih terampil." Setelah selesai mengatakannya, Erin pun benci dengan dirinya yang jahat ini. Orang di depannya adalah ibunya, bahkan jika dia telah melakukan kesalahan yang tak terhitung jumlahnya, dia tetap adalah ibu yang melahirkannya. Bagaimana bisa dia tega mengatakan perkataan yang dapat menyakiti hatinya, kan?

Tentu saja raut Bibi Yun telah berubah drastis.

Erin memalingkan wajahnya, memandang ke langit biru dan awan putih di balik jendela. Hidupnya begitu suram dan matahari masih terbit di timur dan terbenam di Barat, dimana kekejaman ini membuatnya kehilangan harapan. Lalu dia berbisik, "Maaf. Aku juga berterima kasih kamu dapat hidup kembali."

Erin tidak setuju dengan perilaku ibunya, tetapi dia berterima kasih ibunya dapat hidup kembali. Kalau tidak, dia tidak akan bisa memaafkan dirinya untuk selamanya. Bibi Yun tiba-tiba menatap putrinya, tetapi Erin malah tidak memandangnya. Wajahnya yang pucat tampak bahagia sekaligus putus asa. "Ketika aku berjaga di depan ranjang, aku terus bertanya pada diriku sendiri, siapa yang lebih penting bagiku, ibuku atau kekasihku? Ketika kamu berpikir untuk memisahkanku dengan kematianmu, pernah kamu berpikir akan betapa sedihnya aku?”

"Erin..." Pada saat ini, Bibi Yun baru benaran menyesali tindakan gegabahnya. Dia memiliki banyak cara untuk membuat mereka putus, tetapi dia malah memilih sebuah cara yang paling menyakitkan bagi putrinya.

"Kamu tidak perlu menyesalinya, karena jika bisa diulanginya lagi, kamu akan tetap seperti ini, dan itu sudah di luar batas kemampuanku." Setelah selesai mengatakannya, Erin pun juga tidak mengatakan lebih dari setengah kata pun. Ponsel di lengannya berdering kembali, tapi dia masih tidak menjawabnya. Dia sudah tidak memiliki wajah untuk menghadapi James He lagi.

Ketika James He tahu bahwa Bibi Yun bukannya mengalami penyakit parah, melainkan menggunakan cara bunuh diri untuk memaksa Erin putus dengannya, dia pun seakan mendapatkan peringatakan yang menyadarkannya. Pada hari itu, ketika dia mengantar Erin pulang, dia pun terus merasa gelisah. Sekarang kegelisahan ini benaran menjadi kenyataan.

Di ujung telepon sana, Felix He menasihatinya, "Bibi Yun begitu keras kepala sehingga pernikahanmu dengan Erin kemungkinan akan dibatalkan. James, sebagai seorang pria sejati, kamu yang harus merelakannya. Jangan seperti ayahmu ini."

Hati James He terasa seakan ditancap pisau. Bagaimana mungkin dia akan bersedia menerimanya, kan? Wanita yang dicintainya beberapa hari lalu ini akan menjadi orang asing dalam sekejap mata. Dia bersikeras berkata, “Ayah, ketika kamu melepaskan ibu, apakah kamu bahagia?"

Felix He menghela napas.

"Aku tidak ingin hidup dalam penyesalan selama sisa hidupku. Aku juga tidak ingin ketika bertemu dengan orang yang pernah kucintai di usia tua, aku malah hanya bisa menatapnya dari kejauhan saja. Yang kuinginkan adalah hidup bersamanya seumur hidup. Jika aku tidak bisa hidup dengan Erin dalam kehidupan ini, maka aku akan hidup sendirian selamanya." Setelah selesai mengatakannya, James He langsung menutup teleponnya. Hatinya membara-bara, membuatnya sulit untuk menerimanya. Dia menghubungi Erin, tetapi masih tidak dijawabnya.

Semenjak Erin itu tidak menjawab panggilan pertamanya, James He secara samar dapat merasakan telah terjadi sesuatu. Hanya saja dia tidak bisa percaya bahwa Erin benaran akan melakukan ini pada dirinya.

Dia memegang erat ponselnya, sepasang matanya terlihat penuh dengan kesakitan dan kesedihan. Erin, Bibi Yun menggunakan cara bunuh diri untuk memisahkan kita, apakah kamu takut? Jadi sekarang kamu memberitahuku kalau kamu akan memilih ibumu dan akan melepaskanku, bukan?

Ada seseorang yang berdiri di hadapannya, orang itu adalah asisten profesor. Dia melihat James He dan dengan terkejut berkata, "Tuan He, profesor telah setuju akan pergi ke Prancis denganmu."

James He mendongak matanya. Kesakitan dan kesedihan di pandangannya masih tidak menghilang, tapi juga muncul sebuah keterkejutan. Dia bangkit berdiri dan berkata, "Benarkah? Profesor itu benaran setuju?"

"Betul!” Asisten itu mengangguk dengan gembira. Sebenarnya profesor itu dari awal masih bersikeras menolak untuk pergi ke Prancis bersama James He. Tapi barusan, ketika profesor itu akan keluar dari pintu dan berjalan ke pintu masuk, dia mendengar James He sedang menelepon di luar. Tidak tahu perkataan apa yang telah menyentuh hatinya profesor, profesor pun memintanya untuk menunda semua urusan di bulan berikutnya dan setuju untuk pergi ke Prancis bersama James He.

Ketika di pesawat Prancis, profesor itu memandang ke James He yang terdiam dan tidak bersuara. “Tuan He tampaknya sedang berada dalam kesulitan," katanya.

James He melirik sang profesor dan berkata, “Bagaimana kamu bisa mengetahuinya?"

"Kamu mengerutkan alismu, mengatup bibirmu, postur dudukmu kaku, ditambah dengan rautmu gelisahmu. Sekali dilihat langsung bisa tahu kamu sedang sangat cemas," kata profesor itu dengan lancar. Bagi seorang psikolog, jika emosi negatif seseorang tampak begitu jelas dan dia tidak bisa melihatnya, maka dia gagal menjadi psikolog.

James He menghela napas dan tertawa. “Memang benar." Lalu dia segera mengalihkan pembicaraannya karena tidak bersedia membicarakan banyak masalah mengenai dirinya. "Profesor sebelumnnya bersikeras menolak untuk pergi ke Prancis, tapi mengapa tiba-tiba bisa berubah pikirannya?"

“Karena kamu.”

“Karena aku?” James He menatapnya bingung.

"Iya, lebih tepatnya karena perkataanmu itu. Kamu bilang kamu akan hidup sendirian selamanya. Di dunia ini, aku telah bertemu banyak sekali pria yang tidak tulus pada cinta mereka, tetapi perkataanmu itu membuatku terharu. Agar tidak membiarkan dunia ini memiliki seorang bujangan lagi, aku memutuskan untuk bertemu dengan adikmu agar kamu bisa segera pulang kembali untuk mengejar kembali wanita yang paling kamu cintai itu,” kata profesor itu tersenyum sambil membelai janggutnya.

James He terhibur dengan humornya. Dia pun berkata, "Aku tidak menyangka profesor masih…. Ya, orang yang penuh dengan perasaan."

Selama tiga hari ini, James He setiap hati datang menemui profesor dan profesor itu masih mengabaikannya. Namun tidak disangka bahwa satu kalimat itu dapat menggerakkan hatinya. Ini benaran sulit untuk dibayangkan.

Profesor itu terkekeh, lalu mengulurkan tangannya, menepuk pundak James He. "Anak muda, ketika kamu masih memiliki kemampuan untuk mencintai, tolong jangan melepaskannya. Kalau tidak, kamu akan menyesalinya seumur hidup."

Bibir tipis James He pun melengkung ke atas, lalu dengan teguh berkata, "Aku tidak akan membiarkan diriku menyesal!"

Pesawat tersebut mendarat di Bandara Paris. Taylor Shen telah mengirim orang untuk menjemput di bandara. Dua jam kemudian, James He dan sang profesor tiba di vila tepi pantai. Taylor Shen dan dia Vero He sedang berdiri di depan pintu untuk menyambut mereka.

Ketika profesor itu melihat Vero He, dia pun berkata, "Muridku sebelumnya pernah menyebutkanmu kepadaku. Pada saat itu, aku telah memutuskan untuk pergi ke Tiongkok. Siapa yang akan tahu ada sesuatu yang terjadi pada muridku, dan masalah itu berakhir dengan tidak tenang. Tapi tidak disangka bahwa orang yang ingin Tuan He aku sembuhin adalah kamu.”

Profesor memiliki kesan yang dalam pada Vero He karena dia adalah orang pertama yang tiba-tiba muncul dalam ingatannya.

Vero He memandangi sang orang tua asing yang tampak baik itu, dan bergegas mempersilahkan dia masuk ke dalam. Dia pun mengatakan reaksi tidak biasa yang didapatkan pada sebulan ini, kemudian menyebutkan mengenai chip memori. Profesor itu tertawa dan berkata, "Penyakit sudah parah tapi masih saja memikirkan sembarangan cara untuk menyembuhkannya, dan bahkan bisa kepikiran mengenai chip memori lagi."

Melihat bahwa profesornya masih bisa tertawa, Taylor Shen dan James He pun dapat menghela napas lega. Ini menunjukkan bahwa dia Vero He benaran hanya sakit saja.

Keesokan harinya, dia mencarikan tempat untuk profesor, lalu segera pulang kembali ke negaranya. Ada seorang wanita, begitu dia membiarkannya pergi sendiri, wanita itu tidak akan dapat menemukan jalan pulangnya, jadi dia-lah yang harus menangkapnya pulang kembali.

Ketika Vero He mengantar pergi James He, dia juga telah mendengar hal mengenai Ibu Yun yang ingin bunuh diri. Wajahnya tampak serius, memberi tahu kakaknya, "Saat ini, Erin pasti lebih menderita daripada siapapun. Ketika kamu pulang, jangan menyalahkannya. Jika ada sesuatu, berbicaralah baik-baik. Bibi Yun terlalu keras kepala dan masih berpegangan pada pemikiran status keluarga seseorang. Dia menggunakan cara bunuh diri untuk memaksa kalian berpisah dan masalah ini tidak akan mudah untuk diselesaikan. Ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa semua masalah mendesak harus diselesaikan perlahan-lahan. Pernikahanmu dengan Erin pertama harus ditunda dulu."

Hatinya James He membara-bara. Dia pun menahan amarahnya, tidak ingin melampiaskan ke adiknya. Dengan raut dingin dan kejam, dia berkata, "Aku tahu. Kamu jangan khawatirkan aku. Jaga kesehatanmu dan nanti lahirkan anak yang imut dan sehat, ya."

Vero He pun tersenyum oleh hiburannya. Setelah melihat James He pergi dengan mobil, hatinya pun sedih. Kedua kakak-beradik ini juga telah bertemu dengan orang tua yang bersikeras mempartahankan pemikiran mengenai status keluarga seseorang.

Pada awalnya, Tuan Besar Shen yang melukainya, dan sekarang giliran Bibi Yun yang bertaruh nyawanya. Meskipun Erin dan Bibi Yun tidak seperti hubungan ibu dan anak pada umumnya, yang memiliki hubungan yang sangat dekat, tetapi Erin adalah anak yang berbakti. Dengan Bibi Yun yang menggunakan cara bunuh diri untuk memisahkan mereka, bagaimana bisa Erin hanya mempedulikan dirinya dan mempertahankan kehendaknya, bukan?

Vero Hen pun ikut khawatir. Dalam jalanan cinta ini, kemungkinan dari saat ini, perjalanan yang dihadapi akan menjadi semakin sulit.

Ketika Taylor Shen keluar untuk mencari orang, dia pun melihat Vero He sedang berdiri terbengong dan tertiup angin di jalanan terbuka. Dia membuka pakaiannya, membungkusnya dalam pelukannya. Tangan besarnya merangkul pinggangnya dan matanya menatap dia yang tampak khawatir. Dia pun berkata, "Mereka pasti akan melewatinya. Tenang saja."

Vero He menoleh menatap Taylor Shen. Dia mengangguk kepalanya dan berkata, "Aku hanya menghela napas saja. Nasibku dengan kakak sangat buruk, dan perjalanan cinta kami begitu sulit."

Hati Taylor Shen terasa seakan telah dicubit oleh tangan yang tak terlihat, dimana membuat hatinya terasa masam dan sakit. Dia pun berkata, "Kita telah mendapatkan kebahagiaan setelah penderitaan yang dialami. Anginnya sudah datang. Ayo masuk."

“Ya!”

Taylor Shen masuk ke vila dengan memeluk Vero He. Kemudian dia, seakan telah memikirkan sesuatu, menoleh dan melihat mobil itu yang menghilang di jalan. Matanya juga penuh dengan kekhawatiran, tetapi dia berharap James He bisa mendapatkan apa yang diinginkannya pada kepulangannya kali ini.

Novel Terkait

The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
5 tahun yang lalu
Rahasia Istriku

Rahasia Istriku

Mahardika
Cerpen
5 tahun yang lalu
Pernikahan Tak Sempurna

Pernikahan Tak Sempurna

Azalea_
Percintaan
4 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Unplanned Marriage

Unplanned Marriage

Margery
Percintaan
5 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu