You Are My Soft Spot - Bab 213 Lain Kali Tidak Usah Pakai Lipstick Lagi, Tidak Enak (2)

Taylor Shen meletakkan tangan di pintu mobil dan bertanya tidak senang, “Lah, bukannya kamu bilang mau ditemani ke suatu tempat?”

“Sudah kemalaman, lain kali saja. Nanti-nanti aku hubungi lagi.” Vero He mengibas-ngibaskan tangan pada supir untuk menyuruhnya mulai mengemudi. Taylor Shen mengejar dua langkah, namun akhirnya hanya bisa melihat mobil bergerak makin lama makin jauh. Ia menggeretakkan gigi. Tadi kan masih baik-baik, kok tiba-tiba pergi begitu saja?

……

Keesokan pagi, saat Vero He turun ke lantai bawah, Nyonya He tengah menata bunga di vas. Melihat kehadirannya, si wanita paruh baya tersenyum ramah, “Vero He, tidurnya semalam nyenyak tidak?”

Terbiasa mendengar kata-katanya yang dingin, Vero He agak kaget dan canggung dengan kelembutan ini. Ia menjawab dengan agak ketakutan: “Oke kok.”

“Vero He, kita sekarang sekeluarga, kamu tidak perlu sungkan denganku. Dulu tante memang salah padamu. Selanjutnya, kalau kamu butuh apa, segera bilang denganku. Jangan merasa sungkan sama aku, paham?” Nyonya He memanggil dirinya sendiri dengan sebutan tante. Panggilan ini sungguh jauh lebih akrab dibanding panggil “Nyonya He”.

Sekujur tubuh Vero He merinding. Ia buru-buru mengangguk, “Terima kasih tante, aku belum butuh apa-apa.”

Baru saja menjawab, Vero He mendengar dehaman seorang pria dari bordes tangga lantai dua. Wanita itu menoleh dan melihat James He berdiri di sana dengan raut wajah kurang baik. Wajahnya itu bisa dibilang bagai awan mendung yang siap menumpahkan hujan badai. Pria itu berkata: “Vero He, naik sebentar ke ruang bukuku.”

James He langsung melangkah pergi ke ruang buku. Vero He tersenyum tidak enak pada Nyonya He, lalu segera ikutan naik. Setibanya di depan ruang buku si kakak, Vero He menarik nafas panjang, membuka pintu, kemudian melangkah masuk, “Kakak, ada apa?”

“Coba lihat ini apa?” James He duduk di balik meja. Tangan pria itu menunjuk sebuah koran yang diletakkan datar di meja.

Vero He melangkah menghampirinya dengan benak yang kurang lebih sudah paham ada apa di koran. Benar saja, headline koran hari ini adalah berita soal dirinya dan Taylor Shen. Di bagian bawah berita, ada foto mereka berdua berciuman di parkiran kemarinm malam.

Vero He mengernyitkan alis dan berucap canggung, “Wih, fotonya bagus juga.”

James He siap menumpahkan kemarahan. Ia menatap adiknya dengan raut yang sangat serius: “Vero He, kamu sedang main api, kamu mengerti tidak?”

Si wanita membaca lagi judul berita yang berbunyi “Taylor Shen dan Wanita Baru Berciuman Mesra di Parkiran Bawah Tanah”. Ia yakin judul dan foto ini akan jadi tamparan keras bagi Angelina Lian, namun ia tetap akan pergi menemui wanita sialan itu sendiri.

Tetapi kok ini ia disebut wanita baru ya, ia tidak suka deh!

“Kakak, aku tahu apa yang aku lakukan. Jangan khawatir, aku bisa menjaga diri baik-baik.” Vero He mendongak menatap James He. Pria itu mengenakan kemeja hitam dengan cardigan abu-abu sebagai luaran. Kesan yang sangat menonjol dari gaya berpakainnya sekarang adalah dewasa.

“Kamu sungguhan tahu apa yang kamu lakukan? Coba lihat fotonya, kalau pun hanya main-main saja, kamu tidak merasa kamu terlalu nafsu?” James He menunjuk foto kencang-kencang. Ia sepenuhnya tidak bisa tenang lagi.

“Kakak!” Vero He menatap foto dengan malu. Ia juga baru sadar ia terlihat sangat bernafsu seperti wanita murahan. Ia bertanya canggung: “Mengapa kamu mengurusi ini?”

“Vero He, kalau kamu mau balas dendam pada Taylor Shen, aku tidak akan menghalangi. Tetapi, aku harap kamu ingat baik-baik, ia pernah menyakitimu sekali. Kalau kamu tidak menjaga hatimu baik-baik, kamu akan disakitinya untuk yang kedua kali.” James He tidak percaya pada Taylor Shen karena sudah pernah menyakiti Vero He dulu. Sebagai seorang kakak, ia mungkin memang tidak rela menyerahkan adiknya ke pria lain.

Wajah Vero He memerah. Ia paham James He menegur begini demi kebaikannya, tetapi entah mengapa kata-katanya terdengar menyinggung perasaan. Ia berkata, “Kakak, aku sudah bilang, aku akan menjaga diriku baik-baik biar tidak disakiti olehnya. Foto ini belum tentu asli juga, biasalah media suka menambah-nambahkan.”

James He memijat-mijat pelipis. Ia tahu emosinya terlalu berlebihan dan mungkin membuat Vero He tidak nyaman, jadi ia berusaha menenangkan diri. Setelah sudah cukup tenang, ia baru bicara lagi: “Baik, ya penting kamu tahu apa yang kamu lakukan. Pergi kerjalah.”

Vero He melihat kakaknya berjalan ke jendela tanpa melihat dia lagi. Hatinya sangat tidak nyaman. Wanita itu berbalik badan dan berjalan ke arah pintu ruangan. Baru berjalan beberapa langkah, dari belakang terdengar pertanyaan James He lagi, “Vero He, kamu masih cinta dia?”

Si wanita menoleh menatap kakaknya yang terus melihat luar jendlea. Ia gigit-gigit bibir dan berujar: “Tidak, tidak lagi.”

Tanpa beralih pandangan, James He merespon datar: “Oke, hati-hati mengemudinya.”

Vero He tidak sanggup menerima tekanan begini. Begitu menutup pintu ruang buku dari luar, ia merasa agak lega. Wanita itu teringat peristiwa ciuman semalam. Kalau ia benar-benar benci Taylor Shen, ia seharusnya melepaskan pria itu dan memberi tamparan sesudah wartawan pergi.

Tetapi ia tidak melakukan apa-apa. Kekhawatiran kakak sama sekali tidak berlebihan, hanya dirinya saja yang tidak mau mengaku.

Tanpa sarapan, Vero He langsung pergi ke kantor seolah tengah menghindari sesuatu. Sesampainya di sana, ia mendapat tatapan-tatapan aneh dari para pekerja. Si wanita membuka pintu ruang kerja dan menemukan sebuah koran di meja kerjanya. Itu koran yang sama dengan koran yang tadi ada di meja buku James He.

Vero He menarik kursi, duduk, dan mengangkat koran. Foto ia dan Taylor Shen terlihat sangat bergairah dan penuh nafsu. Siapa pun yang melihatnya pasti merasa mereka saling jatuh cinta dengan sangat dalam.

Vero He juga merasakan di pinggir bibirnya masih ada bekas gigitan Taylor Shen. Ia meraba-raba bekas itu. Mungkin kekhawatiran kakak tidak salah. Ia memang tidak bisa menolak pria macam Taylor Shen.

Erin mengetuk pintu dan masuk. Melihat bosnya tengah fokus menatap koran, ia berjalan pelan biar tidak menganggu. Ketika menyadari apa yang ditatap Vero He, ia meledek: “Nona He, kamu linglung begini, orang-orang yang tidak paham nanti berpikir macam-macam loh. Bagaimana, teknik ciuman Taylor Shen sangat lihai pasti ya? Kamu saja sampai terpesona begitu.”

Vero He tersadar dari lamunannya. Ia mendongak ke Erin dan protes: “Erin, kamu makin lama makin tidak sopan sampai berani meledekku ya.”

Si bawahan tersenyum tipis, “Kan memang harus ikutan info terbaru biar dianggap gaul. Pagi ini, orang-orang di lantai atas dan lantai bawah semuanya membicarakan foto itu. Mereka kelihatannya tidak sabar melihat kamu naik ranjang CEO Shen.”

“Sekali bercanda lagi, aku akan benar-benar marah.” Vero He menutup koran, menaruhnya di sisi meja, dan menampilkan wajah serius. Hanya dirinya sendiri yang tahu seberapa kacau hatinya saat ini.

Melihat wajah serius bosnya, ia tidak mengungkit foto itu lagi. Wanita itu menaruh sebuah berkas di meja Vero He: “Ini dari Departemen Perencanaan, sudah direvisi sesuai maumu. Coba lihat, apa masih ada bagian yang perlu direvisi?”

“Taruh dulu saja, aku nanti lihat,” jawab Vero He.

Erin menaruh dua undangan sebagai tambahan: “Oh iya, undangan pesta kostum sudah dikirimkan, kecuali dua undangan ini. Keduanya mungkin kamu harus kamu yang antar langsung biar memberi kesan tulus dan sepenuh hati.”

Vero He mengambil kedua kartu undangan itu. Warna dasar kartu undangan adalah ungu dan di pojoknya ada gambar bunga lavender. Kartu itu dilipat menggunakan pita putih. Simpel, namun tetap menarik.

Vero He membuka pita dan membaca nama orang yang dituju. Undangan pertama dialamatkan pada Jordan Bo dan istrinya, sementara kartu kedua dialamatkan pada Taylor Shen. Dua pria paling tampan dan paling dikejar wanita di Kota Tong saat ini……

Si bos melipat kartu undangan lagi dan memberikan yang untuk Taylor Shen ke Erin: “Yang ini kamu yang antar.”

“Tidak bisa. Kami sudah sempat kirim orang ke sana, tetapi disuruh pulang oleh sekretaris CEO Shen. Ia bilang bos maunya kamu sendiri yang datang, kalau tidak pasti akan ditolak lagi,” tolak Erin.

Vero He mengernyitkan alis. Taylor Shen ini sengaja merepotkannya atau bagaimana sih? Ia pun menaruh kedua kartu undangan di atas meja, “Baik, aku paham. Kamu boleh keluar.”

Setelah Erin keluar, Vero He merapikan sebuah berkas. Ia tidak lama kemudian keluar dari ruang kerja sambil membawa tas serta berkas itu. Ketika melewati meja sekretaris, ia menaruh berkas di sana dan berpesan pada Erin: “Erin, di dalam sini ada berkas. Bawa ke He’s Corp, cari kakak, dan suruh tandatangani. Aku tidak bisa ke sana.”

“Oke,” angguk si asisten. Melihat bosnya membawa tas, ia bertanya: “Kamu mau pergi?”

“Iya, ke rumah sakit.”

“Kamu tidak enak badan?”

“Bukan, hanya mau jenguk teman lama. Kalau ada apa-apa hubungi aku ya. Aku pergi dulu.” Vero He berbalik badan dan berjalan menjauh. Kemarin malam ia sebenarnya ingin pergi ke sana dengan Taylor Shen, namun ia mengubah rencana. Lagipula, mobil si pria juga kena derek.

Angelina Lian sudah bangun beberapa hari terakhir. Dari kabar yang ia dapatkan, Taylor Shen belum pernah menjenguknya sama sekali. Kalau ia bawa Taylor Shen untuk menjenguknya sama-sama, bukankah itu akan membuat Angelina Lian bertemu pria idamannya?

Ia bukan orang yang selugu itu.

Setibanya di rumah sakit, Vero He mengeluarkan alat-alat dandan dari tas untuk menyempurnakan dandanannya. Barang yang kemarin ia sudah siapkan tidak terpakai, tertapi ada orang yang memberi satu amunisi baru, apalagi kalau bukan foto ciuman? Hati Angelina Lian pasti sangat panas sekarang.

Mungkin Angela He masih belum sadar apa efek dari jatuhnya dia dan komanya dia selama tujuh tahun. Apa itu efeknya? Ya tidak ada, tidak ada yang berubah.

Setelah kelar berdandan, Vero He menyimpan barang-barangnya kembali di tas. Ia lalu memakai kacamata hitam, keluar dari mobil, dan berjalan masuk rumah sakit.

Angelina Lian tinggal di ruang pasien VIP. Tuan Besar Shen selama tujuh tahun ini terus membiayai semua pengobatannya. Kalau suatu hari nanti pria itu tahu Angelina Lian bukan putri kandungnya, kira-kira ia akan muntah darah tidak ya?

Vero He tiba di depan kamar pasien Angelina Lian. Melalui jendela, ia bisa melihat si wanita tengah bersandar di kepala ranjang sambil membaca koran. Wajah si wanita sialan itu penuh kebencian dan cemburu, jadi ia bisa menebak apa yang tengah dibacanya. Vero He lalu mengetuk pintu dan masuk.

Yang dikunjungi mendongak melihat siapa yang datang. Dengan wajah panik, Angelina Lian buru-buru merapikan korannya, menaruhnya di kepala ranjang, lalu menatap Vero He was-was.

Keduanya hanya saling bertatapan tanpa ada yang bersauara. Suasana kamar jadi tegang dan menyeramkan seolah ketenangan ini adalah awal dari keributan yang besar.

Si pengunjung menghampiri sisi ranjang dan melepas kacamata. Wajahnya yang cantik jelita langsung terlihat sepenuhnya. Ia tersenyum tipis: “Dengar-dengar kamu sudah bangun, jadi aku secara khusus datang kemari. Kamu tidak perlu bersikap antisipatif padaku. Sudah tidur tujuh tahun, langit ternyata masih memberi kesempatan hidup untukmu. Wajah kecilmu itu terlihat mengibakan, tetapi entah berapa banyak pria sudah terpesona olehnya.”

Vero He mengambil kursi dan duduk tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Angelina Lian.

Yang dijenguk mengamati si penjenguk dari atas ke bawah. Vero He mengenakan crop top dan celana kulot yang sama-sama berwarna merah bir. Untuk luaran, wanita itu mengenakan mantel. Penampilannya sangat modis dan menyegarkan. Sudah tujuh tahun, namun Vero He masih sama seperti dulu. Pertambahan umur nampaknya tidak memberi pengaruh negatif apa-apa padanya, malahan jadi terlihat makin dewasa dan seksi.

Pada saat yang bersamaan, si penjenguk juga mengamati yang dijenguk. Angelina Lian mengenakan pakaian pasien garis-garis biru muda dan dan putih. Kondisi tubuhnya sekarang sudah membaik, wajahnya juga sudah lebih berwarna. Tetapi, bagaimana pun juga ia sudah koma tujuh tahun, jadi siapa pun yang memandanginya akan tetap merasa iba.

Vero He dalam hati bertanya, kalau Taylor Shen melihat raut Angelina Lian yang mengibakan ini, mungkinkah dia sanggup membencinya?

Ia tiba-tiba jadi merasa beruntung tidak membawa Taylor Shen kemari. Ia sama sekali tidak yakin pria itu akan berdiri di sisinya.

Angelina Lian bertanya dengan suara lemah yang dibuat-buat: “Kamu siapa?”

“Mentang-mentang habis tidur jadi pura-pura bodoh? Tapi tidak apa-apa sih, aku pelan-pelan akan membuatmu ingat aku siapa. Oh iya, barusan ketika datang aku sempat bertanya kondisimu ke dokter kepala. Ia bilang pemulihanmu sangat baik dan kamu tidak mengalami lupa ingatan. Itu artinya kamu tidak lupa aku siapa. Anggaplah kamu benar-benar lupa, kamu lihat saja koran barusan. Foto yang ada di situ harusnya sudah cukup untuk membuatmu paham aku siapa.” Vero He menyipitkan mata, ini orang lagi main drama amnesia ya?

Novel Terkait

Love And War

Love And War

Jane
Kisah Cinta
3 tahun yang lalu
My Greget Husband

My Greget Husband

Dio Zheng
Karir
3 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
That Night

That Night

Star Angel
Romantis
5 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
3 tahun yang lalu
Mr. Ceo's Woman

Mr. Ceo's Woman

Rebecca Wang
Percintaan
3 tahun yang lalu
Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu