You Are My Soft Spot - Bab 412 Ada Seseorang Punya Niat Jahat (3)

“Iya, sudah.” James He mengangguk, “Mengalami sesuatu, kamu kok tidak meneleponku? Vero He, kakak agak marah nih.”

Si adik menunduk. Ia awalnya tidak percaya dirinya sakit, sampai kemudian ia menyaksikan sendiri darah di tangannya dan dibawa Taylor Shen pindah ke vila tepi pantai. Dalam semua tindakannya ini, ada pula satu hal yang aneh, yakni dia tidak pernah menjadikan Taylor Shen sebagai target.

Vero He dalam hati bersyukur. Sekali pun dirinya lagi dikuasai iblis, ia masih tahu diri untuk tidak menyakiti pria yang sangat dicintainya. Wanita itu lalu menyuruh, “Kakak, malam ini jangan menginap di sini. Pergilah ke area kota.”

James He mengernyitkan alis, “Omongan apa coba itu? Aku dan Erin kemari khusus untuk menemanimu. Vero He, kamu hanya sakit biasa, jangan berpikir macam-macam dan tenanglah. Semuanya akan membaik, jadi kamu tidak perlu membebani jiwamu sendiri.”

“Erin juga datang?” Mata si adik jadi berbinar-binar, “Kakak, jujurlah padaku, apa kalian sudah berpasangan?”

James He tidak tahan untuk tidak mengacak-acak rambut adiknya. Benar-benar gadis yang lucu, dirinya sakit sampai begini rupa malah masih mengurusi orang lain. Ia mengangguk, “Iya, sudah.”

Vero He tertawa, “Bagus, kalian memang sudah seharusnya berpasangan. Erin ada di mana?”

“Lagi pergi mengurus sesuatu,” jawab si kakak. Sejak masuk biru pasukan khusus, Erin sering dikirim ke luar negeri. Ia jadinya punya beberapa teman lama di Prancis. Berhubung kondisi Vero He ini agak membingungkan, ia lagi menemui mereka untuk tanya-tanya.

Kemungkinan yang paling optimistis sekaranga adalah Vero He punya penyakit psikologis. Meski begitu, kemungkinan ini juga tidak bisa disebut optimistis-optimistis amat karena penyakit psikologis yang parah mungkin tidak bisa disembuhkan seumur hidup. Sementara itu, kemungkinan yang paling fantastis adalah otak si wanita telah dipasangkan chip.

Semakin lama berada di dalam otak, chip akan semakin menyatu dengan hippocampus otak. Kalau sudah menyatu begitu, proses pengambilannya bisa jadi akan melukai saraf memori orang yang dioperasi. Risiko terburuk dari ini adalah semua memori yang ada dalam otak orang itu akan hilang.

Jadi, tidak peduli kemungkinan mana yang terjadi, hasil akhirnya tetap saja membuat semua orang khawatir. Akui saja, masalah ini tidak bakal bisa diselesaikan dengan gampang……

“Kakak, aku sangat suka dengan Erin. Aku tidak menyangka dia bakal jadi kakak iparku. Waktu awal-awal kamu mendekatinya, kamu bilang dia tidak mudah dikejar. Huh, dasar pendusta!” deham Vero He seperti anak kecil yang lagi ngambek.

Hati James He terenyuh, “Memang tidak mudah. Aku sudah bicara dengan Bibi Yun, tapi si bibi tidak mau menyetujui. Aku jadi pusing sendiri belakangan ini.”

“Heh, kok bisa?” tanya si adik dengan tatapan terkejut. Ternyata oh ternyata, kakak masih belum berhasil bernegosiasi dengan calon ibu mertua.

Si kakak mencubit pipi adiknya. Hanya ada sedikit daging di sana, ia bertutur dengan lirih, “Sepertinya karena berpikir aku tidak layak jadi pasangan Erin.”

“Hahaha, kamu bohong ah. Kakakku kan sangat keren, Erin juga biasanya memuji-mujimu. Mana mungkin kamu tidak layak sih? Tetapi, Erin memang membanggakan sih, Bibi Yun sudah seharusnya tidak melepaskan dia begitu saja.” Vero He seratus persen mendukung hubungan ini. Ia merasa kakaknya sangat hebat, juga merasa Erin wanita yang cukup oke.

Taylor Shen berdiri di luar pintu kaca. Ia mengamati lekat-lekat interaksi antara kakak beradik di dalam, khususnya senyuman yang terus terpampang di wajah Vero He. Sudah berapa lama ia tidak melihatnya tersenyum lepas begini?

Si pria menarik nafas panjang, lalu melangkah masuk sambil membawa larutan obat.

Melihat kedatangan Taylor Shen, James He bangkit berdiri dan duduk ke kursi sebelah. Yang baru datang mengangguk berterima kasih, lalu duduk di hadapan Vero He. Ia bertanya dengan senyuman tipis, “Nyenyak tidurmu?”

“Iya,” angguk Vero He sambil menerima sodoran obatnya. Ia menarik dan menahan nafas, lalu meminum larutan itu. Ia belakangan sudah minum bermacam-macam obat, namun tidak ada satu pun yang menunjukkan khasiat. Begitu rasa pahit obat melewati tenggorokannya, si wanita kepingin muntah. Meski begitu, ia menahan diri karena kasian dengan tatapan khawatir Taylor Shen.

Suami barunya ini sudah cukup mengkhawatirkan dirinya. Ia tidak mau membuatnya makin banyak pikiran……

Taylor Shen mengambil balik gelas Vero He yang sudah kosong, lalu menyodorkan sebuah potongan gula kecil ke mulutnya. Kalau James He tidak ada di sini, ia pasti sudah mengganti potongan gula itu dengan bibirnya sendiri. Sembari mengamati Vero He gigit gula, si pria bertanya: “Gembira tidak melihat kakak datang?”

“Jelas lah. Dia kan orang dekatku, aku pasti rindu kalau tidak berjumpa-jumpa dengannya,” jawab si wanita sambil tersenyum.

Hati Taylor Shen agak cemburu, namun ia jelas tidak bisa memperlihatkan kecemburuannya di depan si kakak ipar. Ia lebih memilih mengelus rambut si wanita sambil berujar: “Kalian berbincang saja dulu, biar aku siapkan makanan.”

Sejak mereka pindah kemari, semua urusan dikerjakan oleh Taylor Shen.

Ketika hari terang Vero He tidur terus, sementara malam harinya ia membuat keributan. Karena tidak rela mengikat wanitanya, Taylor Shen tidak punya pilihan lain selain terus mengawasi. Dengan kesibukan ini, si pria tidak punya waktu lagi untuk mengurusi pekerjaan kantor. Semua pekerjaan itu ia serahkan ke Wayne Shen.

Melihat Taylor Shen makin lama makin kurus, Vero He merasa bersalah dan sedih. Waktu pria itu menolak permintaannya untuk diikat, ia pernah menangis. Ia bahkan sempat berpikir, mengapa dia tidak berjalan sambil tidur ke laut dan tenggelam saja? Si wanita lebih memilih mati daripada membuat pria yang dicintainya jadi sangat menderita dan kelelahan.

Vero He mengamati bayangan tubuh Taylor Shen yang menjauh. Melihat ada beberapa rambutnya yang berwarna keabu-abuan, ia menunduk dengan pilu tanpa sanggup bicara apa pun.

Kemarin lusa, Vero He sudah melihat tambahan guratan di jidat Taylor Shen. Ia tahu, si pria terus mengkhawtirkannya. Ia sudah berjuang keras untuk sembuh biar tidak dikhawatirkan terus, namun penyakitnya tetap saja kambuh tiap malam.

Melihat Vero He menundukkan wajah, James He tahu ada lagi hal yang mengganjal dalam hati adiknya ini. Ia duduk di samping dan mendekapnya sambil tersenyum: “Kamu iba pada dia kah? Kalau iba, kamu harus cepat membaik. Jangan buat dia terus khawatir.”

Vero He terisak. Berselang beberapa saat, ia menarik nafas dan baru merespon: “Kakak, aku kadang merasa bertemu denganku adalah langkah bunuh diri bagi Taylor Shen.”

“Meski ia mengkhawatirkanmu, aku bisa melihat dia sangat bahagia kok. Bagaimana pun juga, ia sempat terpisah darimu selama tujuh tahun, jadi ia pasti sangat bersyukur karena detik ini kamu berstatus sebagai istrinya. Kalau kamu merasa bertemu kamu adalah langkah bunuh diri buatnya, dia bisa jadi juga merasa bertemu dirinya adalah langkah bunuh diri buatmu loh……”

Pandangan Vero He dikaburkan oleh air mata. James He menggeleng sambil tetap merangkul, “Adikku tersayang, tidak ada yang namanya langkah bunuh diri dalam cinta-cintaan. Saat kamu menganggap dirimu sendiri sebagai beban, pasanganmu bisa jadi menganggapmu sebagai sumber kebahagiaan. Jadi, jangan sibukkan diri dengan memikirkan hal-hal menyedihkan. Ia ingin lihat kamu bahagia, bukan sedih.”

“Kakak, kalau sudah berargumen begini, aku pasti selalu kalah darimu,” balas Vero He dengan tawa renyah. Ia mau tidak mau juga harus mengaku, perkataan-perkataan kakaknya ini sudah membuat beban di hatinya terasa jauh lebih ringan.

James He tertawa juga. Setelah berpasangan dengan Erin, ia baru menyadari sesuatu. Ketika kita mencintai seseorang, sekalinya melihat orang itu tertawa, kita tidak bakal bisa untuk tidak ikutan tertawa……

Erin masih belum pulang juga waktu mereka makan malam. Di meja makan, Vero He kembali meminta kakaknya bermalam di area kota. James He jadi gusar, “Kamu adalah adikku sendiri, bukan monster ganas yang harus dijauhi. Sekali lagi kamu bicara begitu, aku bakal marah.”

Masih takut bakal melukai kakaknya, Vero He memberi kode mata ke Taylor Shen buat minta tolong. Sayang, yang dimintai tolong malah mendukung James He: “Kalau kakakmu mau tinggal di sini, biarlah dia menuruti keinginannya. Tidak apa-apa kok.”

Si wanita mendengus kesal. Ia itu bom waktu yang bisa meledak entah kapan. Dengan bakal menginapnya kakak di sini, ia merasa tekanan dirinya jadi makin berat.

Seusai makan, James He berinisiatif untuk merapikan alat-alat makan. Mana mungkin Taylor Shen membiarkan kakak iparnya ini, yang sudah datang jauh-jauh dari benua Asia, buat cuci piring? Ia buru-buru mengambil alih pekerjaannya, namun dihalangi James He, “Kita kan satu keluarga, sungkan apa coba? Kamu rawat Vero He saja sana.”

Taylor Shen tidak memaksa lagi, namun hatinya tetap masih agak tidak enak. Melihat kedua pria rebutan tugas cuci piring, Vero He dalam hati mengatai dirinya sendiri. Kalau dia tidak sakit sampai tidak bisa mengerjakan tugas-tugas rumah, mana mungkin suami dan kakaknya sendiri sampai rebutan begini?

Malam harinya, Vero He untuk kesekian kali meminta Taylor Shen buat mengikatnya. Ia sungguh khawatir bakal melukai kakaknya sebagaimana ia melukai James He waktu bertamu dulu. Kalau sampai itu terjadi, ia akan merasa sungguh bersalah.

Bisa memahami kegelisahan istrinya, Taylor Shen pada akhirnya mengambil tali dan mengikatnya di ranjang. Vero He mengamati raut si pria yang diliputi keterpaksaan. Ketika ia mau mengangkat tangan buat mengelus rambutnya, ia baru sadar tangannya sudah terikat.

Si wanita menertawai kekonyolannya sendiri, lalu memanggil: “Taylor Shen, menunduk sedikit sini.”

Taylor Shen tidak tahu dia mau berbuat apa, namun tetap menunduk dengan patuh. Karena jarak di antara mereka belum cukup dekat, Vero He memintanya menunduk lebih turun lagi. Ia lalu memberikan satu kecupan di bibir suaminya. Perlakuan manis ini diikuti dengan tatapan Taylor Shen yang bingung.

“Jangan khawatir, aku bisa menanggung semuanya.”

Hati Taylor Shen serasa dicabik-cabik mendengar ini.

Erin baru pulang pada tengah malam. Taylor Shen dan Vero He sudah tidur, sementara James He masih menungguinya. Begitu melihat sosoknya, hati pria itu baru merasa lega.

James He segera mendekap Erin dalam pelukan, lalu bertanya tidak senang: “Kok semalam ini pulangnya?”

Ini Prancis, bukan Kota Tong yang merupakan teritorinya. Malam-malam begini, ia takut bisa terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada wanitanya.

Erin tersenyum dengan hati bersalah, “Urusannya banyak tadi. Oh ya, aku punya sebuah informasi penting yang mungkin bakal berguna buat mendalami penyakit Vero He.”

Si pria menatap ke arah lantai dua. Selain tubuhnya yang mengurus, energi yang dipancarkan Vero He sebenarnya normal-normal saja. Kalau Taylor Shen tidak bilang padanya bahwa dia sakit, dia sama sekali tidak beda dengan orang kebanyakan. Ia mengangguk untuk mempersilahkan Erin bertutur kata.

“Temanku kenal seorang peneliti ternama Amerika. Aku lagi memintanya mempelajari soal pemasangan chip di otak, nanti dia bakal kontak kita kalau dapat kabar apa pun.”

James He memeluk Erin. Teringat tatapan iba Taylor Shen pada adiknya tadi, ia berkata lirih: “Semoga arah kita ini salah. Semoga Vero He hanya sakit biasa, bukan dipasangi chip oleh orang jahat.”

Novel Terkait

Mr Lu, Let's Get Married!

Mr Lu, Let's Get Married!

Elsa
CEO
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Cinta Yang Paling Mahal

Cinta Yang Paling Mahal

Andara Early
Romantis
3 tahun yang lalu
Nikah Tanpa Cinta

Nikah Tanpa Cinta

Laura Wang
Romantis
3 tahun yang lalu
Sang Pendosa

Sang Pendosa

Doni
Adventure
4 tahun yang lalu
Yama's Wife

Yama's Wife

Clark
Percintaan
3 tahun yang lalu
Takdir Raja Perang

Takdir Raja Perang

Brama aditio
Raja Tentara
3 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
3 tahun yang lalu