You Are My Soft Spot - Bab 172 Tidaklah Beruntung Jika Ada Darah di Gaun Pengantin (3)

Tidak terasa sudah satu minggu berlalu. Tiffany Song perlahan sudah mulai terbiasa dengan kesibukan barunya sebagai manajer umum. Dulu ia hanya pekerja biasa yang bekerja keras hingga berhasil jadi desainer utama. Mimpinya jauh, tetapi tekanan kerjanya sama sekali tidak besar.

Sekarang ia manajer umum sebuah perusahaan. Setiap keputusannya berkaitan langsung dengan hidup dan matinya perusahaan. Untuk merayakan pernikahan, Taylor Shen menyarankan ia untuk menaikkan gaji atau pun menambah tunjangan pekerja. Ini sekaligus untuk meningkatkan popularitasnya.

Tiffany Song mengikuti apa yang Taylor Shen sarankan. Ia jelas langsung dipuja-puja.

Proyek gedung pengadilan baru sudah siap dimulai. Beberapa proyek juga sedang berjalan beriringan. Masa depan Tiffalor Design Corp terlihat sangat cerah. Keputusan-keputusannya banyak mendapat persetujuan dan dukungan dari para petinggi perusahaan. Perlawanan mereka sudah jauh lebih kecil dari sebelumnya.

Ketika Paman Wei meneleponnya, ia baru kelar rapat. Paman Wei mengabarkan Tuan Besar Shen ingin bertemu dengannya. Ia mengecek jam. Sekarang masih pukul empat, masih ada tiga puluh menit sebelum jam pulang kantor tiba. Kebetulan nanti sore tidak ada rapat, jadi ia bisa keluar kantor lebih awal untuk pertemuan ini.

Tiffany Song tahu cepat atau lambat Tuan Besar Shen akan minta waktu untuk bertemu dengannya. Tidak peduli bagaimana ia mengelak, pasti akhirnya harus ketemu juga. Jadi, menurut Tiffany Song, lebih baik sedini mungkin saja ia turuti permintaan ini.

Tuan Besar Shen menunggunya di sebuah kedai kopi di depan kantor. Begitu masuk ke kedai itu, Tiffany Song melihat Paman Wei sudah menunggu di sana. Paman Wei mengangguk penuh hormat, “Nyonya Muda Keempat, Tuan Besar sudah menunggumu di ruang privat. Mari ikut aku.”

Paman Wei adalah orang kepercayaan Tuan Besar Shen. Dia sudah mengubah panggilannya pada Tiffany Song jadi “Nyonya Muda Keempat”, itu tandanya Tuan Besar Shen sudah merestui pernikahan ini. Meski begitu, ia tetap tidak paham untuk apa pria tua itu memintanya bertemu.

Tuan Besar Shen duduk di samping jendela ruang privat sambil mengamati kepadatan lalu-lintas di luar. Tiffany Song berdiri di depan pintu, lalu melangkah masuk dengna perlahan. Ia memiliki ketakutan tersendiri terhadap Tuan Besar Shen. Ini karena kesan-kesan yang pria itu berikan padanya setiap berjumpa.

Tiffany Song menghampiri Tuan Besar Shen: “Paman.”

Tuan Besar Shen menoleh dan menegur tegas, “Uang hadiah pernikahan sudah dikasih, kamu dan Taylor Shen juga sudah dapat buku nikah, kok masih panggil aku paman? Kamu tidak mau mengakui pernikahanmu ya?”

Tiffany Song terhenyak. Ia tidak menyangka pria ini akan berkata begitu. Ia langsung sumringah dan memanggil lagi: “Papa.”

“Nah!” Wajah Tuan Besar Shen tidak menunjukkan ekspresi apa-apa. Ia pindah tempat duduk ke sofa. Melihat Tiffany Song masih berdiri, ia bertanya datar: “Jangan diam di situ saja, memang kamu mau aku mendongak terus?”

Tiffany Song buru-buru duduk di sofa seberang sofanya. Ia sejak sebelum masuk sudah takut dengannya, sekarang jadi semakin was-was.

Tuan Besar Shen geram melihat tingkah lakunya yang gugup ini. Dulu ketika menikah dengan William Tang, wanita ini paling tidak bisa menarik simpati orang. Sudah lima tahun menikah, ia tetap saja tidak berhasil mendapat dukungan dari para anggota-anggota keluarga. Sekarang, gerak-geriknya ini…… Ia sungguh tidak paham apa yang Taylor Shen sukai dari dirinya. Taylor Shen masak suka kegugupannya?

“Kamu tahu aku selalu tidak setuju dengan hubungan kalian. Tetapi, berhubung kamu dan Taylor Shen sudah ambil buku nikah, ketidaksetujuanku tidak akan berefek apa-apa lagi. Dua puluh miliar dariku waktu itu anggap saja angpau pernikahan kalian, mau beli apa silahkan beli. Anak ipar keluarga Shen tidak boleh mengenakan pakaian sederhana seperti sekarang, bikin malu saja,” tegur Tuan Besar Shen blak-blakan.

Tiffany Song buru-buru mengangguk. Jadi Tuan Besar Shen ingin bertemu dengannya untuk menegur gaya berpakaiannya ya.

“Berhubung kamu sudah terikat seumur hidup dengan Taylor Shen, aku bicara blak-blakan saja ya. Lima belas tahun yang lalu, Taylor Shen aku usir dari rumah dan tidak kuiizinkan kembali. Sekarang kan kalian sudah nikah, satu-satunya permintaanku padamu adalah bujuk Taylor Shen untuk kembali ke rumah kediaman keluarga Shen. Sisa umurku ini tinggal beberapa tahun, aku ingin melihat semua keturunanku berkumpul lengkap tanpa kecuali.” Kakek mengelus-elus jenggot. Inilah topik utama yang ia ingin bicarakan.

Tiffany Song mengamati Tuan Beasr Shen. Rambutnya sudah banyak sekali yang putih. Permintaan ini sama sekali tidak berlebihan. Tetapi, begitu teringat senyuman Angelina Lian dan kata-katanya waktu itu, Tiffany Song jadi gelisah. Ia menjawab hati-hati: “Aku dan Taylor Shen tidak masalah sih kalau pindah ke sana, tetapi aku dan William Tang kan dulu…… Aku takut semuanya jadi canggung.”

“Heh, kamu tahu kata canggung? Dulu-dulu saat aku selalu menolak hubungan kalian kok kamu tidak pernah berpikir kalau kalian menikah akan jadi canggung?” tanya Tuan Besar Shen tidak senang.

Tiffany Song menunduk sambil memain-mainkan jari tangan. Ia gigit-gigit bibir, “Soal ini aku bicarakan dulu deh dengan Taylor Shen, siapa tahu dia……”

“Kamu jangan jadikan Taylor Shen alasan begini deh. Asal kamu sekarang janji padaku akan pindah ke rumah kediaman keluarga Shen, kamu secara alami pasti akan membujuk Taylor Shen. Pernikahan kalian yang penuh kontroversi ini saja akhirnya aku restui, masa permintaanku ini malah kamu hindar-hindari begini? Jangan bilang karena kalian sudah dapat kartu nikah aku jadi tidak punya hak mengatur Taylor Shen lagi……” tuduh Tuan Besar Shen dengan mata membelalak.

Tiffany Song jadi gelisah melihat pemaksaan Tuan Besar Shen ini. Di samping soal identitasnya sebagai mantan istri William Tang, kalau pindah ke rumah kediaman keluarga Shen, ia bingung bagaimana harus berhadapan dengan Nelson Tang dan kawan-kawan. Di sana juga ada dua “bom waktu” bernama Angelina Lian dan Angela He. Baru saja bisa rileks beberapa hari, kini Tuan Besar Shen sudah memaksanya untuk membuat keputusan besar begini. Tiffany Song bisa membayangkan akan seberat apa hari-harinya ke depan. Ia mengklarifikasi: “Aku tidak menghindar. Aku akan berusaha sebisa mungkin membujuk Taylor Shen kembali ke sana, tetapi kamu tahu sendiri kan kepribadian dia. Aku mungkin bisa gagal membujuknya.”

“Aku tunggu kabar baikmu,” balas Tuan besar Shen.

Tiffany Song bertanya ragu, “Pa, boleh aku tanya sesuatu? Ini ide siapa?”

“Apanya yang ide siapa? Ya ideku sendiri lah,” jawab Tuan Besar Shen tidak senang. Ditanya begini membuat pria tua itu merasa ia hanyalah seorang pion catur yang digerakkan pemainnya.

“Oh, baik, aku paham. Aku akan coba bujuk Taylor Shen,” angguk Tiffany Song. Hatinya ketakutan harus berhadapan dengan William Tang dan dua “bom waktu” setiap hari.

Pintu ruang privat tiba-tiba ditendang dari luar. Taylor Shen masuk dengan wajah merah padam. Melihat Tiffany Song baik-baik saja, ia baru merasa sedikit tenang.

Taylor Shen dengan cepat datang menghampiri Tiffany Song, lalu menariknya bangkit berdiri dari sofa, “Bukannya aku sudah bilang padamu setiap kali dia meneleponmu kamu harus laporan padaku? Kata-kataku hanya masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri ya?”

Tiffany Song menarik Taylor Shen balik. Ia berujar santai: “Taylor Shen, papa tidak melakukan apa-apa padaku kok. Jangan begini.”

Taylor Shen menatap Tuan Besar Shen dengan tatapan menyelidik. Ia nampaknya tidak percaya dengan kebenaran kata-kata Tiffany Song. Ditatap seperti ini, Tuan Besar Shen langsung terpancing emosi, “Apa maksud tatapanmu itu? Kamu kira aku di sini mau makan dia?”

“Ya siapa tahu? Kalau kamu paksa memang dia bisa melawan? Siaap tahu kamu di sini mengancam akan menyebarkan fotonya di Internet kalau dia tidak mau cerai dariku?” tuduh Taylor Shen kasar.

“Anak durhaka!” Tuan Besar Shen menggebrak meja.

Tiffany Song buru-buru menengahi: “Taylor Shen, papa benar-benar tidak melakukan apa-apa padaku, juga tidak memaksa aku meninggalkanmu. Kamu sudah salah paham.”

“Beneran?” Taylor Shen menatap wajah Tiffany Song. Ia ingin memastikan kata-katanya ini memang sesuai kenyataan, bukan hanya supaya ia tenang. Pria itu akhirnya membuang nafas lega, “Kalau begitu sudah selesai belum bicaranya? Kalau sudah, kita cabut sekarang. Gaun pengantinmu sudah tiba, kita pergi cobain.”

Tiffany Song menoleh ke Tuan Besar Shen, lalu mengangguk, “Sudah selesai sih.”

“Ya sudah ayo pergi.” Taylor Shen merangkul Tiffany Song keluar tanpa bicara apa-apa lagi dengan Tuan Besar Shen. Sekadar menatapnya lagi saja ia tidak lakukan.

Tiffany Song memberi anggukan pamit pada Tuan Besar Shen. Mobil Taylor Shen berhenti persis di depan pintu masuk kedai kopi. Ini hitungannya melanggar aturan, bisa dilihat kan seberapa paniknya ia ketika kemari tadi?

Polisi lalu lintas tengah menuliskan slip tilang. Keduanya bertatapan dan Tiffany Song akhirnya maju. Ia meminta toleransi dari sang polisi, tetapi si polisi tetap menempelkan slip tilang dengan wajah datar dan bergerak ke kendaraan berikutnya. Tiffany Song menoleh ke suaminya, “Taylor Shen, bagaimana ini? Mobilmu ditempel slip tilang.”

Taylor Shen melepaskan slip tilang dari kaca mobil. Ia berkata santai: “Tidak masalah, besok tinggal suruh Budi bayar dendanya dan urus pemotongan poin. Cepat naik, kita pergi mencoba gaun pengantin.”

“Oh.” Tiffany Song duduk di kursi penumpang depan. Taylor Shen langsung melajukan mobil.

Tiffany Song menatap Taylor Shen. Ia sedang berpikir harus bagaimana menyampaikan permintaan Tuan Besar Shen tadi. Meski ia tidak suka dengan wacana itu, rumah kediaman keluarga Shen tetaplah rumah Taylor Shen. Ayah suaminya sudah tua dan ingin sering-sering bertemu dengan keturunannya, ia bisa paham ini.

“Tiffany Song, kamu mengapa gundah begitu? Sebenarnya tadi papa bilang apa denganmu?” tanya Taylor Shen. Saat ini yang tinggal di vila hanya ada mereka berdua. Bibi Lan dan para asisten rumah tahu, setiap mereka pulang, mereka akan makan dengan cepat dan sibuk dengan urusan masing-masing.

Taylor Shen akhirnya bisa merasakan sensasi jadi suami Tiffany Song. Ia sangat bahagia.

“Tidak bilang apa-apa. Fokus menyetir saja kamu,” geleng Tiffany Song. Kalau ia bicara wacana ini sekarang, Taylor Shen pasti akan langsung menebak ini wacana dari Tuan Besar Shen. Untuk sementara, ia tidak akan bicara dulu. Beberapa hari lagi siapa tahu Taylor Shen akan melembut.

Taylor Shen kembali menatap jalanan depan dan fokus menyetir.

Mobil berhenti di depan sebuah toko gaun. Keduanya masuk ke toko gaun paling terkenal di Kota Tong ini. Orang-orang kelas atas semua memesan desain desainer ternama luar negeri di sini.

Taylor Shen duduk di sofa dan menunggu Tiffany Song berganti pakaian. Begitu melihat gaun pengantin barunya, Tiffany Song langsung terkejut dan sumringah. Gaun pengantin yang ini jauh lebih bagus dari gaun pengantin lamanya. Di bagian dada ada dua ratus keping pecahan berlian yang berkilauan tiap kena cahaya.

Tiffany Song mulai memakai gaun pengantin itu. Ia tiba-tiba merasa ada yang tajam di bagian pinggang. Ketika ia mau melepaskan benda itu, tangannya tertusuk. Darah segar langsung menetes ke gaun pengantinnya yang putih bersih. Pelayan toko yang menemaninya berseru panik, “Yah, ada darah di gaun pengantin, sungguh tidak beruntung!”

Novel Terkait

Cinta Pada Istri Urakan

Cinta Pada Istri Urakan

Laras dan Gavin
Percintaan
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Cinta Seumur Hidup Presdir Gu

Shuran
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Terpikat Sang Playboy

Terpikat Sang Playboy

Suxi
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Cinta Di Balik Awan

Cinta Di Balik Awan

Kelly
Menjadi Kaya
4 tahun yang lalu
Demanding Husband

Demanding Husband

Marshall
CEO
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
Si Menantu Buta

Si Menantu Buta

Deddy
Menantu
4 tahun yang lalu