You Are My Soft Spot - Bab 207 Jangan Dorong Aku (3)

Sungguh aneh. Mereka baru saja bertemu lagi beberapa kali, tetapi ia sudah langsung ingat bau tubuhnya. Bau tubuh Taylor Shen itu campuran aroma segar dari parfum dengan aroma lemon dari deodoran, siapa yang menciumnya pasti akan merasa khas.

“Tuan Shen, baru keluar penjara begini, aku rasa kamu harusnya istirahat beberapa hari dulu,” ujar Vero He sambil menatap punggung kursi dengan kedua tangan terlipat di dada.

Kursi perlahan-lahan berputar ke depan. Dugaan Vero He memang benar, yang muncul adalah wajah tampan pria yang waktu itu mengajaknya ikut acara makan-makan. Kedua tangan pria itu ditaruh di kedua pahanya yang panjang.

Vero He saat ini juga ingin memperingatkan Erin untuk tidak asal mengizinkan orang masuk ruang kerjanya. Sebabnya, ia menyimpan beberapa berkas rahasia perusahaan di sini.

Akibat tidak tidur semalaman, kantong mata Taylor Shen lumayan tebal dan bagian putih kelopak matanya berbercak merah. Ia menatap Vero He lekat-lekat seolah ingin menembus jiwanya.

Raut wajah pihak yang ditatap tidak berubah sama sekali. Pada akhirnya, Vero He duluan mengalihkan pandangan. Ia berujar datar, “Air mukamu tidak begitu baik, tandanya kamu memang harus istirahat.”

Taylor Shen bangkit berdiri dan berjalan melewati meja kerja. Vero He refleks mundur, tetapi segera menahan diri untuk diam. Memangnya atas alasan apa ia harus bersembunyi?

Si pria berdiri tegap di hadapan si wanita. Ia menatapinya lekat-lekat. Jantung Vero He seketika berdebar kencang bak jantung kelinci yang tengah melompat-lompat. Ia panik. Ketika mau berkata sesuatu, satu detik kemudian Taylor Shen sudah memeluknya.

Tingkah Taylor Shen menyeramkan, tetapi pelukan yang diberikannya sangat lembut. Si pria tidak ingin membuat si wanita merasa tidak nyaman. Sayang, pada dasarnya wanita itu memang tidak mau diapa-apakan oleh dia, jadi selembut apa pun pelukannya tetap saja membuat risih. Vero He melawan-lawan, tetapi hasilnya nol.

“Tuan Shen, kendalikan diri!” Keempat sisi ruangan ini ada jendela, jadi apa yang terjadi di dalam bisa dengan mudah dilihat orang lain. Ia tidak mau muncul gosip tidak sedap tentang dirinya dan Taylor Shen.

Pelukan yang diberikan si pria makin lama makin kencang. Ia tahu semua otot di tubuh Vero He tengah berusaha melawan dirinya, tetapi ia tidak peduli. Yang ia mau hanya satu: memeluk mantan istrinya yang sudah ganti nama ini dan tidak melepaskannya lagi.

“Vero He, kemarin aku tidak tidur semalaman. Tidak, lebih tepatnya sudah empat hari empat malam tidak menutup mata. Kamu tahu apa yang jadi beban pikiranku?” Bagi Taylor Shen yang sekarang, tidak tidur empat hari empat malam cukup melelahkan. Mau tidak mau, pria itu harus mengaku ia tidak luput dari penuaan.

Mendengar suara serak Taylor Shen, perlawanan Vero He sekejap berenti. Ia merespon ketus: “Kamu memikirkan apa pun tidak ada hubungannya denganku. Lepaskan!”

“Vero He, aku terus memikirkanmu. Kamu terus muncul di benakku setiap detik dan setiap menit. Sekarang pun, ketika berhadap-hadapan denganmu, pikiran ini terus muncul.” Taylor Shen memejamkan mata. Cinta yang sangat mendalam tujuh tahun yang lalu mustahil ia lupakan. Mendengar kata-kata James He semalam, ia jadi semakin ingin membunuh diri sendiri.

Selama dua tahun itu, Tiffany Song mengalami apa sampai berubah jadi dingin seperti ini? Mengapa dia bisa membenci dirinya sebegitu rupa?

Taylor Shen tidak juga mendapat jawaban ini setelah berpikir panjang. Tetapi, ia tiba-tiba tidak ingin tahun lagi. Semua yang terjadi di masa lalu tidak ingin ia ingat-ingat lagi. Ia hanya ingin mendekap Vero He seperti ini dan menikmati setiap detik kebersamaan mereka.

Vero He meringis karena pinggangnya sakit dipencet Taylor Shen. Rasanya sakit bak digigit serangga bergigi tajam. Ia mulai kembali melawan lagi, “Taylor Shen, kamu yakin yang kamu pikirkan itu aku? Sadarlah, yang kamu pikirkan itu bukan aku, tetapi istrimu yang sudah meninggal. Lepaskan aku! Aku tidak mau dianggap pengganti sosok siapa pun.”

Tenaga Vero He kali ini sangat kuat sampai Taylor Shen tidak kuat menahannya lagi. Maklum, tubuhnya agak lemas karena tidak tidur selama empat hari. Ia menatap Vero He dengan penuh rasa sakit, “Sekali pun kamu tidak mau mengaku, identitas darahmu sebagai darah Tiffany Song tidak akan pernah berubah. Vero He, aku menghargai kamu kalau kamu mau dipanggil begitu. Aku tidak akan mengungkit nama lamamu lagi di hadapanmu, tetapi jangan dorong aku, oke?”

Mendengar nada bicara Taylor Shen penuh kepiluan, Vero He merasa ada sesuatu yang berubah dari diri si pria. Kalau sebelumnya pria ini masih ragu dengan identitasnya, sekarang dia sudah yakin betul ia adalah Tiffany Song.

Benar sih, tidak peduli bagaimana pun ia pura-pura bodoh, identitas darahnya sebagai darah Tiffany Song tidak akan pernah berubah. Ia adalah Tiffany Song, wanita yang sering disakiti dan akhirnya diabaikan pada hari pernikahan oleh Taylor Shen!

Geram memikirkan ini, Vero He menggeretakkan gigi and menunjuk pintu ruang kerja, “Keluar, aku tidak ingin melihatmu!”

Taylor Shen bagaimana mungkin keluar? Ia sudah susah payah mengumpulkan keberanian ke sini. Ia tidak berani meminta izin Vero He terlebih dahulu, juga takut wanita itu teringat masa lalunya yang menyedihkan. Tetapi, ini cara satu-satunya biar si pria bisa tenang.

Tanpa peduli perlawanannya barusan, Taylor Shen kembali memegang tangannya. Tangan Taylor Shen sangat dingin, jadi Vero He agak merinding ketika tangannya yang panas terkena tangan dingin itu. Sudahlah, ia harus segera usir Taylor Shen!

“Pulanglah, aku masih ada pekerjaan.” Nada bicara Vero He sudah jauh lebih lembut dibanding ketika mengusir barusan.

Taylor Shen memegangi tangannya erat-erat, “Aku tidak mau pergi. Aku ingin tidur di sini sebentar dan kamu temani aku, boleh?”

Meski sedang meminta izin, nada bicara Taylor Shen sama sekali tidak menunjukkan keraguan. Tanpa menunggu jawaban, pria itu langsung menarik si wanita ke sofa. Vero He awalnya melawan, tetapi akhirnya ia pasrah ditarik begitu. Vero He disuruh duduk, lalu Taylor Shen melepaskan sepatunya dan berbaring di sofa dengan menjadikan paha si wanita sebagai bantal kepala.

Mungkin karena benar-benar tidak tidur empat hari empat malam, Taylor Shen langsung terlelap dua menit kemudian. Vero He agak geli dengan rambutnya, namun melihat kantong matanya yang benar-benar tebal, ia tidak tega membangunkan.

Tapi ini sungguh tidak nyaman…… Bergerak tidak bisa, jadi ia tidak bisa mengerjakan apa-apa. Yang lebih gawat, kalau ada orang masuk melihat mereka begini, habislah dia!

Vero He melihat ke atas dan ke bawah, lalu pada akhirnya menatap wajah Taylor Shen. Di belakang telinga si pria, tumbuh beberapa rambut putih yang berkilauan. Saking bosannya, tangan Vero He gatal untuk mencabuti rambut-rambut itu, namun ia takut Taylor Shen terganggu dan terbangun.

Vero He menatap kesana-kemari lagi tanpa berani bergerak. Ketika Taylor Shen sudah terlelao, ia perlahan-lahan menahan kepala Taylor Shen dengan tangan, lalu membebaskan kedua kakinya dan bangkit berdiri.

Si wanita kemudian mengambil bantal dan menaruhnya di belakang kepala Taylor Shen. Si pria bergerak-gerak tidak nyaman, jadi Vero He gelisah sampai tidak berani bernafas. Setelah menunggu beberapa saat, mengetahui Taylor Shen tidak terbangun, ia membuang nafas panjang dan berjalan meninggalkan sofa.

Di atas meja Vero He ada setumpuk berkas yang harus diurus, tetapi perhatiannya tidak bisa diarahkan kesitu. Setiap beberapa saat, tatapannya pasti akan kembali terarah ke pria yang tengah berbaring di sofa. Tubuhnya yang memiliki tinggi satu meter delapan puluh sentimeter lebih membuat sofa terlihat kecil dan sempit.

Cuaca berubah mendingin, tetapi Taylor Shen tetap tenang terlelap di sofa. Vero He akhirnya memasangkan kain bulu tipis di atas tubuhnya. Ia memberitahu dirinya sendiri, ia bukan jatuh hati padanya, melainkan hanya takut ia flu saja.

Pikiran ini pada akhirnya melahirkan ketenangan dalam hati Vero He. Wanita itu bergegas mengurusi berkas dan efektivitas kerjanya sangat tinggi. Ketika tengah hari sudah mau tiba, Bibi Yun membuka tirai ruang kerja bosnya karena daritadi tidak melihat Taylor Shen keluar.

Si bawahan kemudian menelepon si bos untuk bertanya ia ingin dipesankan makanan atau pergi makan keluar. Vero He mendongak mengecek jam dinding, ternyata jam makan siang sudah tiba.

Wanita itu menatap Taylor Shen yang tengah tidur lelap. Ia memutuskan pergi makan.

Seusai pergi makan, Vero He kembali ke ruang kerja dengan membawa satu bungkus porsi take-away. Taylor Shen masih tertidur di sofa, bahkan posisi berbaringnya tidak berubah sama sekali. Si wanita menaruh makanan bawaannya di atas meja teh, lalu kembali mengurusi berkas. Ia teringat lagi saran yang diberikan karyawan padanya.

Kalau mau bikin kartu keanggotaan, He’s Corp pasti tidak akan kekurangan pendukung. Merek-merek fashion pasti akan mengajaknya bernegosiasi. Apalagi, seminggu lagi Hari Konsumen Nasional akan tiba, jadi momennya sangat pas.

Selepas petang, Vero He menginspeksi Parkway Plaza. Beberapa manajer berjalan di belakangnya sambil sesekali maju dan memberi laporan. Ia lalu tertarik untuk masuk ke sebuah toko ekslusif. Di dalam toko itu, pakaian-pakaian yang masih baru entah mengapa bergeletakan di lantai.

Melihat ini, para manajer yang ikut dalam inspeksi langsung berfirasat buruk. Wajah Vero He berubah muram. Para staf penjualan di toko ekslusif tidak tahu akan ada sekelompok orang berkuasa datang. Mereka jelas paham yang mukanya paling muram itu pemilik Parkway Plaza, jadi mereka ketakutan setengah mati.

“Ada apa ini?” Vero He terus menatap pakaian-pakaian baru yang berantakan di lantai. Pakaian-pakaian mewah dan mahal begini digeletakkan begitu saja di tempat yang diinjak-injak, kalau tamu lihat apa coba impresinya?

Siapa yang bakal percaya ini pakaian-pakaian mewah?

Para staf penjualan menunduk sambil sesekali mencuri pandang. Beberapa saat kemudian, kepala staf penjualan buru-buru menjelaskan: “CEO He, kami sedang restock barang. Sebentar lagi sudah akan rapih kok.”

“Restock barang? Sekarang ini momen puncak jumlah pengunjung, kalian memilih waktu sekarang untuk restock barang? Siapa yang akan melayani tamu? Satu lagi, kalian menaruh pakaian-pakaian mahal di lantai seperti sayuran pasar tradisional begitu, coba pikir apa para pengunjung masih tertarik beli?” Alis Vero He terangkat setinggi-tingginya. Kasihan sekali pakaian-pakaian ini, sudah diciptakan bagus-bagus eh tahunya diperlakukan begini.

Semua staf, termasuk si kepala, ketakutan sampai tidak berani menarik nafsa. Vero He makin lama makin marah: “Aku selalu mengingatkan semua orang untuk menganggap toko sebagai rumah sendiri. Sayangi semua barang yang ada di dalam. Memangnya kalian kalau beli baju baru juga akan melemparnya begitu saja ke lantai?”

“CEO He, aku tahu aku salah. Eh kalian, cepat angkat baju-baju itu, kok diam saja?” tegur kepala staf penjualan pada para staf yang berdiri di belakangnya. Dua staf buru-buru mengangkati semuanya sebanyak mungkin dan membawanya ke gudang.

Vero He memijit-mijit jidat. Ia juga tidak tahu hari ini ia dapat kemarahan dari mana. Tanpa berkata-kata lagi, ia langsung membawa rombongannya pergi. Sambil jalan, ia mengultimatum: “Aku tidak mau kejadian hari ini terulang lagi.”

Manajer departemen pakaain wanita mengangguk patuh, “CEO Shen, mulai besok pagi aku akan secara khusus menekankan ini. Mohon jangan marah lagi.”

Vero He menatapnya sekilas, lalu mengibas-ngibaskan tangan: “Bubarlah kalian.”

Para manajer pun langsung bubar jalan. Vero He berkeliling sendiri tanpa arah, lalu berhenti di dekat arena permainan anak-anak. Di dalam sana, ada satu mainan yang menarik perhatiannya, yakni mainan panjat tebing mini. Ada anak laki-laki main, ada pula anak perempuan. Mereka semua mengenakan tali pengaman dan helm kepala. Semuanya sangat lucu, orang tua mereka pun sumringah.

Melihat keasyikan mereka, hati Vero He tiba-tiba pilu. Kalau putrinya belum mati, sekarang dia sudah berusia enam tahun dan bisa main juga. Hati si wanita pun berdesir-desir bagai digoyangkan ombak yang datang silih berganti.

Vero He tidak tahan berlama-lama mengamati keceriaan ini sebab makin lama makin teringat almarhum putrinya. Kebenciannya pada Taylor Shen yang sempat melembut sekarang mengeras lagi. Ia tidak bisa memaafkannya, selamanya tidak akan bisa!

Sekembalinya ke ruang kerja, makanan yang dibungkuskan Vero He sudah tidak terlihat lagi. Taylor Shen masih berbaring di sana. Mungkin karena sudah beristirahat, raut wajahnya kini terlihat baikan dan lebih segar dibanding tadi pagi.

Vero He berdiri di sebelah sofa sambil menunduk menatap Taylor Shen. Kebenciannya pada pria ini sedang panas-panasnya berhubung tadi melihat anak-anak. Kalau di tangannya sekarang ada pisau, ia tanpa ragu akan menusukkannya ke jantung orang ini. Sungguh, bukan main-main!

Kedua kelopak mata Taylor Shen tiba-tiba terbuka dan pandangan mereka berdua langsung bertemu. Tatapan kebencian yang ada di mata Vero He tertangkap basah oleh Taylor Shen. Pria itu terhenyak. Ia sebelumnya tidak pernah menemukan raut kebencian sekuat ini dari matanya.

Novel Terkait

Cinta Yang Terlarang

Cinta Yang Terlarang

Minnie
Cerpen
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Blooming at that time

Blooming at that time

White Rose
Percintaan
5 tahun yang lalu
Akibat Pernikahan Dini

Akibat Pernikahan Dini

Cintia
CEO
5 tahun yang lalu
Wonderful Son-in-Law

Wonderful Son-in-Law

Edrick
Menantu
4 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Kamu Baik Banget

Kamu Baik Banget

Jeselin Velani
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu