You Are My Soft Spot - Bab 412 Ada Seseorang Punya Niat Jahat (1)

James He memutuskan mengubah strategi. Ia tidak mau menunggu Bibi Yun sampai setuju, melainkan berinisiatif untuk meluluhkan hatinya. Sebelumnya sudah punya pengalaman, si pria kali ini ingin tampil sederhana biar Bibi Yun tidak gentar melihatnya.

Memanfaatkan momen ketika Erin lagi kerja, si pria memakai baju baseball dan sepatu golf yang sangat santai. Ia bukan hanya terlihat jauh lebih muda, melainkan juga jauh lebih ramah dan rendah hati dibanding pada saat memakai jas.

James He menenteng plastik berisi buah dan sayuran ke apartemen Erin, lalu menekan tombol bel. Mengira Erin balik untuk mengambil barang yang lupa dibawa, si bibi langsung membuka pintu tanpa mengintip dari lubang kecil terlebih dahulu.

Bibi Yun agak tercengang melihat pria muda berdiri di depan sembari menenteng plastik belanjaan. Ia lalu merasa pria ini agak familiar, kemudian segera mengenalinya sebagai James He. Si bibi bertanya kaget, “Tuan Muda, mengapa kamu kemari?”

James He tersenyum ramah dengan memperlihatkan gigi. Tanpa merasa canggung sama sekali, ia melangkah masuk dengan posisi tubuh dimiringkan karena si bibi menutupi sebagian besar lorong masuk, “Bibi Yun, Erin kan tidak pulang siang-siang, jadi aku pikir kamu pasti kesepian di sini. Aku kemari buat memasakkan makan siang buatmu.”

Kelar bicara begini, si pria menenteng plastik belanjaan ke dapur.

Bibi Yun jadi makin kaget. Mana berani dia membiarkan James He membuatkannya makan siang? Selama ia jadi asisten rumah di rumah kediaman keluarga He, si pria bahkan tidak pernah ia izinkan untuk mengisi gelas sendiri sekali pun. Si bibi menghampiri James He dengan niat mengambil plastik belanjaannya: “Tuan Muda, berhenti, berhenti. Kamu mau membuatku merasa berdosa ya?”

Si pria mengangkat plastik belanjaan tinggi-tinggi dan si bibi pun tidak bisa mengambilnya. Sembari mulai membongkar isi plastik, ia berkata santai: “Bibi Yun, aku kedepannya bakal jadi menantumu. Ada urusan apa-apa langsung saja perintah aku, jangan sungkan-sungkan!”

Bibi Yun terdiam. Melihat James He sudah mulai bersiap buat memasak, ia masih berusaha mengambil alih pekerjaan itu. Demi mengalihkan perhatiannya, si pria melepas mantel dan jaket baseball-nya, lalu menyerahkan kedua pakaian itu ke si bibi dan meminta, “Bibi Yun, mohon bantu aku taruh ini di sofa.”

Terbiasa menerima perintah, Bibi Yun langsung dengan sigap menerima sodorannya, lalu menggantungkan keduanya pada gantungan. Ketika dia kembali ke dapur, James He sudah melepaskan jam tangan dan menggulung kerha. Pria itu sungguh-sungguh mau memasak!

Bibi Yun berdiri di sebelah James He dengan hati gelisah. Ia berusaha menawarkan diri lagi: “Tuan Muda, biar aku saja yang masak. Kamu mau makan apa? Sini aku masakkan.”

“Ih, tidak boleh. Kamu menonton TV saja sana, pokoknya aku yang masak,” jawab James He sembari tersenyum pada si bibi.

Mana tenang Bibi Yun dimasakkan makanan oleh orang yang diagungkannya? Ia sudah terbiasa jadi bawahan, mentalitas ini tidak bisa diubah di mana pun ia berada. Meski begitu, dengan adanya Taylor Shen di sini, dapur sejujurnya memang terasa agak sempit dan membuatnya kepanasan.

Bibi Yun menyentuh ini, James He langsung mengambilnya. Bibi Yun menyentuh itu, James He juga dengan sigap memindahkan barang tersebut. Si pria berbalik badan dan menatap si bibi lekat-lekat. Ia menarik nafas panjang dan berkata: “Bibi Yun, aku hanya salah satu dari sekian banyak pria yang mengejar putrimu. Aku sama sekali tidak spesial. Kamu tonton TV saja, kalau tidak aku tidak tahu kapan makan siang kita bakal siap.”

Bibir Bibi Yun menegang. Ia membalas lirih: “Tuan Muda, kamu tidak boleh begini.”

“Semua hal pokoknya boleh. Keluarlah kamu.” James He menarik Bibi Yun keluar dapur, lalu mengunci pintu. Ia mulai mencuci sayur-sayuran dan daging-dagingan yang dibawa.

Mendengar suara aliran air dan suara pisau memotong-motong bahan masakan, hati Bibi Yun makin gelisah. Ia puluhan tahun memasakkan makanan buat Tuan Muda, kok bisa-bisanya sekarang Tuan Muda yang gantian memasakkannya makanan sih?

Ia sungguh kesulitan menerima pertukaran peran ini.

Kira-kira empat puluh menit kemudian, pintu dapur dibuka dan James He keluar sembari membawa seporsi ikan kuah kecap. Si pria menaruhnya di meja makan, lalu kembali ke dapur untuk mengambil dua pori sayuran dan satu mangkuk sup timun kerang. Ikan kuah kecapnya terlihat menarik, sayurannya juga sangat segar dan harum. Ia berdiri di pintu ruang makan sambil memanggil Bibi Yun buat makan.

Melihat menu-menu masakan James He, Bibi Yun merasa agak tercengang. Baginya, sangat aneh bagi anak seorang pembesar untuk bisa memasak.

Sembari menunggu James He memasak tadi, juga untuk mengalihkan perhatian dirinya sendiri, ia menjahitkan kancing baju baseball James He yang mau copot. Ia kasihan tuannya kerepotan bila kancing itu sewaktu-waktu sungguh copot.

James He menyendokkan dua mangkuk nasi, sementara Bibi Yun duduk dengan canggung. Wanita itu kemudian mengamati ikan masakan James He dengan detil seolah ingin memastikan ikannya sudah matang. Si pria tersenyum tipis, “Bibi Yun, ikannya kujamin matang. Selama tinggal bersama Erin, biasanya aku terus yang masak. Ia bertugas cuci alat makan.”

Membayangkan adegan Erin dan James He tinggal dan tidur bersama, suasana hati Bibi Yun jadi makin campur aduk. Putrinya itu memang tidak bisa memasak, bahkan garam, micin, dan gula putih saja dia suka ketukar. Setelah mengajaknya memasak beberapa kali, ia kecewa dan menyuruhnya berhenti.

Bagi seorang wanita yang tidak terbiasa dengan dapur, memiliki suami yang bisa memasak adalah sebuah keberuntungan dan kebahagiaan. Sungguh, James He tidak punya kelemahan apa-apa dalam hal sifat dan kemampuan. Jelas-jelas merupakan calon pemimpin keluarga herhomat, ia tidak terlihat angkuh sama sekali. Yang paling menonjol dalam dirinya adalah sikap bertanggung jawab dan sikap menghargai orang yang lebih senior.

Bibi Yun harusnya bahagia bakal punya calon menantu begini, tetapi mengapa masih ada yang mengganjal di hatinya? Ah, tidak peduli bagaimana, identitas James He tetap ketinggian buat dia dan Erin. Mereka tidak kuat menggapainya!

Baru pertama kali mencicipi masakan James He, Bibi Yun merasa sangat terhormat. Bahkan, Felix He saja seharusnya belum pernah mengalami pengalaman ini. Ia mengenggam sumpit dan mencubit sebagian kulit ikan. Dagingnya sangat lembut, komposisi bumbunya juga sesuai. Si bibi memuji: “Aku sama sekali tidak menyangka bakal dapat kehormatan buat mencicipi masakan yang Tuan Muda masa sendiri. Saat mati nanti, aku pasti tidak bakal punya impian yang belum terpenuhi.”

“Bicara apa sih kamu? Usiamu masih sangat panjang, kamu masih harus momong anakku dan Erin,” balas James He. Ia tidak mau melewatkan satu pun kesempatan untuk mempengaruhi benak Bibi Yun. Ia ingin si bibi perlahan bisa menerima kenyataan bahwa dirinya dan Erin sungguh mau naik ke tangga pelaminan.

Mana mungkin Bibi Yun tidak sadar dengan maksud implisit perkataan James He? Ia menunduk dan menatap mangkuk di nasinya. Seenak apa pun makanan-makanan ini, ia tiba-tiba kehilangan nafsu makan. Si bibi meletakkan mangkuk di meja dan merespon: “Tuan Muda, aku sangat bersyukur atas cintamu pada Erin, juga sangat berterimak kasih karena kamu hari ini sudah datang dan masak buatku. Lain kali, kamu tidak perlu datang kemari lagi. Ini sangat tidak sesuai dengan identitasmu, jadi aku merasa bersalah.”

James He mengernyitkan alis. Ia sama sekali tidak yakin bahwa memasakkan makanan buat Bibi Yun bakal membuat si bibi setuju menikahkan Erin dengannya. Selain itu, ia juga tidak merasa superior sampai yakin Bibi Yun harus mensyukuri ketertarikannya pada Erin dan buru-buru menikahkan mereka. Meski begitu, pengusiran Bibi Yun secara halus barusan tetap membuatnya kesal. Ia menaruh mangkuk dan sumpit, lalu bertanya serius, “Bibi Yun, apa alasanmu terus menentang hubungan kami?”

Ada beberapa pertanyaan yang jawabannya harus dikejar sampai akar. James He tidak yakin Bibi Yun segetol ini menolaknya hanya karena urusan status sosial.

Bibi Yun tidak ingin menyembunyikan sebuah fakta lebih lama lagi: “Buat Erin, kamu adalah kandidat yang sangat oke. Ia cinta kamu, kamu juga mencintainya balik. Aku sebagai seorang mama sangat bahagia melihat hubungan kalian ini. Soal keluarga He, aku juga tidak khawatir kalian akan merendah-rendahkan Erin dan membuatnya menderita. Tetapi, aku sudah terlanjur janji ke kakekmu buat tidak mengizinkan Erin masuk keluarga kalian.”

Si pria terhenyak. Ia tidak menyangka jawaban Bibi Yun adalah janji pada kakeknya sendiri. Ia mengejar lebih lanjut, “Ini kejadian kapan?”

“Enam tahun lalu. Waktu itu, kakekmu terbaring di ranjang rumah sakit sembari terus mengkhawatirkan keluarga He dan kamu. Aku berjaga di sebelahnya, lalu ia minta aku bersumpah seperti itu. Waktu itu aku belum paham dengan permintaannya, namun sekarang aku baru tahu dia sudah menebak semua ini bakal terjadi dari jauh-jauh hari. Tuan Muda, aku harus memegang teguh janjiku, apalagi aku juga sangat menghormati kakekmu. Sedalam-dalamnya cinta di antara kamu dan Erin, aku tetap tidak bisa mengubah keputusan. Maafkan Bibi sudah keras kepala begini!” kata Bibi Yun dengan tatapan dan nada bicara iba.

Bibi Yun sebenarnya jelas tidak mau melihat putrinya sakit hati. Ia bahkan sempat berpikir, berhubung tidak ada yang melihatnya berjanji pada kakek Tuan Muda, ia bisa mengabaikan janji ini dan membiarkan Erin mewujudkan impian pernikahannya.

Tetapi, setelah dipikirkan lebih lanjut, pengingkaran janji ini bisa membuat Erin tidak bahagia di sisa hidupnya. Ah, manusia memang tidak boleh melanggar kata-katanya sendiri!

“Kamu dan Erin tidak ditakdirkan bersama. Berhubung kalian belum terluka terlalu dalam sekarang, lepaskanlah dia.”

Bibir James He menegang. Ia benar-benar tidak menyangka batu penghalang cintanya adalah kakeknya sendiri yang telah wafat! Terkadang, orang yang sudah berpulang memang masih bisa menunjukkan pengaruh dan wewenangnya pada mereka yang masih hidup.

“Bibi Yun, mengapa kakekku menyuruhmu bersumpah demikian?”

“Kakek sangat mementingkan status sosial. Waktu papamu berpasangan dengan mama kandungmu, mereka juga harus berpisah karena alasan status sosial. Papamu tidak peduli ini, jadi dia bisa menerima kenyataan bahwa calon menantunya adalah rakyat jelata, namun kakekmu sungguh tidak bisa! Posisi nyonya di keluarga He sudah pernah diisi seorang wanita sebatang kara, kali ini jelas tidak bisa kembali diisi oleh seorang putri asisten rumah,” tutur Bibi Yun pelan.

James He menggeretakkan gigi, “Sekarang abad dua puluh satu, status sosial sudah tidak ada dipentingkan lagi. Bibi Yun, aku dan Erin tumbuh besar bersama. Dari dulu, aku juga sudah menganggapmu sebagai keluarga sendiri. Kamu tidak punya alasan lagi buat menghalangi kami.”

“Tuan Muda, aku begini bukan cuma karena kakekmu, tapi juga karena identitasmu menurutku kurang cocok dengan Erin. Jarak di antara kalian sangat berbeda. Ia terus mendongak dan mengagumimu, sementara tindakan ini cepat atau lambat akan membuatnya lelah dan kalian berdua pun tidak akan bahagia lagi. Aku berharap dia bisa menemukan suami yang biasa-biasa, lalu menjalani hidup yang datar-datar saja,” lanjut Bibi Yun. Semua yang berkaitan dengan masa depan memang tidak bisa diprediksi, tetapi setidaknya keserasian status sosial si suami dan si istri bakal mengurangi kemungkinan terjadinya polemk.

Kalau Erin diibaratkan sebagai bunga, ia saat ini bunga liar yang cantik dan tumbuh sendirian di tepi jalan. Ketika bunga liar itu tiba-tiba ditempatkan di antara mawar yang sudah dimanja dan dirawat sejak baru tumbuh, pesonanya jelas bakal memudar.

Ada pula pepatah yang bilang kompor yang “seperti ini” cocok dengan kompor yang “seperti ini” juga, bukan “seperti itu”. Erin adalah kompor yang “begini” sementara James He adalah kompor yang “begitu”, jadi pernikahan mereka tidak bakal mendatangkan kebahagiaan!

Di dunia ini, kisah Cinderella yang dinikahi pangeran tidak pernah terjadi. Lagipula, sekali pun merupakan wanita yang biasa-biasa, dalam tubuh Cinderella tetap mengalir darah bangwasan.

Erin bukan hanya wanita biasa-, melainkan juga tidak punya darah bangsawan. Jadi, jangan harap bakal jadi Cinderella kedua deh!

James He sungguh tidak senang, namun ia tidak mampu berucap apa-apa ketika membuka mulut. Si pria akhirnya kembali memegang sumpit dan mangkuk dengan kesal, lalu melahap makanan sekali dan kembali meletakkan alat makannya. Ia mengingatkan: “Bibi Yun, aku tidak peduli apa perjanjian yang pernah kamu buat dengan kakek. Niatku tidak bisa diganggu gugat.”

Bibi Yun tidak menjawab apa-apa. Di matanya, James He saat ini mirip anak yang ngambek karena tidak dibelikan permen. Ia benar-benar harus putar otak untuk menghentikan rencana pernikahan mereka!

Sehabis makan, ketika mau pergi mencuci alat-alat makan, James He mendapat panggilan dari Taylor Shen. Adik iparnya itu bilang Vero He mengalami sesuatum, namun omongannya tidak begitu jelas. Si pria langsung menyuruh Thomas Ji membeli satu tiket pesawat ke Prancis. Ragu-ragu sejenak, James He kemudian memintanya menambahkan satu tiket lagi.

Di saat-saat krusial begini, James He tidak berani meninggalkan Erin sendirian di Kota Tong. Ia khawatir calon istrinya itu bakal dicuci otak oleh Bibi Yun, jadi biarlah dia ikut ke Prancis. Lagipula, berhubung Erin dekat dengan Vero He, si wanita bisa menemani dan menenangkannya.

Sekeluarnya dari apartemen, James He langsung menghubungi Erin dan mengabarkan mau datang. Waktu lagi sibuk-sibuknya mengurusi berkas, si wanita kaget si pria datang dengan tergopoh-gopoh. Ia yakin ada sesuatu yang mendesaak, jadi ia menyerahkan urusannya ke para bawahan.

Si pria masih mengenakan pakaian baseball. Melihat sosok Erin, ia langsung mengandengnya masuk lift dan mengabarkan: “Aku habis menyuruh Thomas Ji mengambil paspormu. Kita segera pergi ke Prancis sekarang.”

Jantung Erin berdebar kencang. Ia sempat mengira James He mau membawanya kabur diam-diam, namun kemudian mencoba memastikan: “Ada urusan apa memang?”

“Vero He mengalami sesuatu?” tutur James He singkat. Taylor Shen sungguh tidak bicara jelas di telepon, ia hanya bisa mendengar bahwa adik iparnya itu minta dia segera ke sana.

Erin terhenyak, “Dia mengalami apa?”

Novel Terkait

Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
4 tahun yang lalu
Pengantin Baruku

Pengantin Baruku

Febi
Percintaan
4 tahun yang lalu
Hello! My 100 Days Wife

Hello! My 100 Days Wife

Gwen
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Too Poor To Have Money Left

Too Poor To Have Money Left

Adele
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Baby, You are so cute

Baby, You are so cute

Callie Wang
Romantis
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Meet By Chance

Meet By Chance

Lena Tan
Percintaan
4 tahun yang lalu