You Are My Soft Spot - Bab 268 Cinta Adalah Pisau Bermata Dua (2)

Vero He menghampiri Nancy Xu dan bertanya simpatik: “Nyonya, mobilmu mogok?”

Si wanita juga langsung mengenali sosok Vero He. Dengan senyum tipis, ia menjawab, “Iya, ada sedikit masalah.”

Keduanya sama-sama hanya mengenakan mantel sebagai luaran gaun. Saking dinginnya udara malam, sekalinya berbicara pasti akan keluar uap tipis dari mulut. Vero He menghampiri si supir dan bertanya: “Paman, perbaikinya bisa cepat tidak?”

Dengan wajah penuh oli hitam, si supir menjawab dengan sangat menyesal: “Sepertinya tidak bisa. Kami mau tidak mau harus panggil mobil derek.”

Vero He menoleh ke Nancy Xu yang terus menggerak-gerakkan kaki biar membuat tubuh lebih hangat. Ia sekarang baru percaya usianya sudah lewat jauh dari tiga puluhan, sebab panas dalam tubuhnya sudah kurang cukup.

Si wanita kembali menghampiri Nancy Xu dan bertanya tulus, “Kalau Nyonya berkenan, biarlah aku antar Nyonya pulang.”

“Wah, sungguh nih?” Sekujur tubuh Nancy Xu daritadi kaku kedinginan. Begitu ditawari menumpang oleh Vero He, ia langsung lupa dengan semua rasa dingin itu. Meski begitu, ia tidak langsung mengiyakan, “Itu akan sangat merepotkanmu.”

“Tidak kok. Nyonya adalah tamu terhormat Ketua Organisasi, jadi tamu terhormatku juga. Ayo masuk mobilku!” Vero he biasanya bukan orang yang seramah ini, tetapi ia sungguh tidak tega melihat bibir Nancy Xu yang memucat karena dingin. Ia jelas tidak boleh meninggalkannya begitu saja di tengah ketidakpastian kapan bisa tiba di rumah.

Wanita itu daritadi juga sangat ramah padanya, jadi ia patut diberi kebaikan.

Dalam hidup Vero He, tidak pernah ada orang yang memainkan peran sebagai ibu kandung yang baik. Nyonya Song adalah orang yang membawa bencana padanya. Ia awalnya bahagia seperti ada di surga, tapi lalu dalam waktu yang sangat cepat terjerembab ke neraka. Sejak Nyonya Song muncul, rumah kediaman keluarga Song tidak terasa seperti rumah lagi.

Vero He lalu mengira Callista Dong adalah ibu kandungnya. Wanita itu memang sempat memberikan kehangatan seorang ibu padanya, tetapi itu tidak berlangsung lama. Begitu tahu dirinya bukan Nini, kehangatan itu langsung hilang tidak berjejak.

Kalau Jocelyn Yan, si mama mertuanya dulu…… Ia pikir Jocelyn Yan benar-benar perhatian padanya, tetapi waktu lalu membuktikan wanita itu punya motif tersembunyi sendiri.

Terus, yang terakhir adalah Nyonya He. Sejak dia dibawa James He tinggal di rumah kediaman keluarga He, wanita itu benci padanya sampai ke tulang-tulang.

Keempat wanita itu bisa menjadi ibunya, tetapi tidak ada satu pun yang cinta dan sayang padanya. Mungkinkah dirinya memang tidak bisa memancing cinta dan sayang orang?

Semakin tidak bisa mendapatkan cinta seorang ibu, Vero He malah makin haus dengan cinta itu. Setiap melihat Erin dan Bibi Yun serta James He dan Nyonya He saling berbincang, hatinya iri bukan kepalang!

Nancy Xu dan Vero He masuk masuk mobil dan mobil pun melaju. Si nyonya tinggal di Vila Brittany yang letaknya cukup jauh dengan rumah kediaman keluarga He. Di peta, Vila Brittany berada di sisi selatan kota, sementara rumah kediaman keluarga He ada di sisi utara. Melihat jam yang makin lama makin larut, Nancy Xu berujar tidak enak hati, “Nona He, aku sungguh tidak enak hati membuatmu jadi harus lama-lama di jalan.”

“Nyonya tidak perlu sungkan. Ini tidak sulit kok, jangan dipikirkan,” jawab Vero He tersenyum.

Nancy Xu ikut tersenyum: “Sepertinya kita berjodoh. Aku hari ini sebenarnya tidak berencana keluar, tetapi Ketua Organisasi memaksaku untuk datang biar bisa berkenalan denganmu. Nona He lembut dan baik hati, sudah ada suami belum?”

Vero He terhenyak dan tidak menjawab.

Nancy Xu buru-buru meluruskan maksud pertanyaannya: “Maaf kalau sangat lancang. Aku hanya penasaran saja karena suka dengan sosokmu.”

“Tidak masalah. Untuk sementara waktu, aku belum memikirkan hal ini,” jawab Vero He dengan ramah. Demi mencegah terjadi kecanggungan di antara mereka berdua, keduanya sama-sama tidak memanjangkan topik ini.

Mobil kembali hening. Vero He tidak tahu harus membicarakan apa lagi dengan Nancy Xu, begitu pula Nancy Xu-nya sendiri. Ia melihat jendela luar saja. Benaknya memutar kata-kata dingin Taylor Shen barusan hingga ia membuang nafas dengan berat.

Mendengar wanita di sebelahnya membuang nafas begitu, Nancy Xu menoleh ke arahnya. Ia bisa melihat wajah wanita itu dilapisi kemuraman. Si nyonya memutuskan bertanya: “Nona He sedang memikirkan sesuatu yang tidak menyenangkan ya?”

Vero He mengalihkan pandangan dari jendela mobil ke Nancy Xu. Vero He sangat cantik, posisi duduknya juga sangat elegan. Ia menjawab, “Benar, entah bagaimana solusinya.”

“Boleh aku tahu masalah apa itu?”

Vero He ragu-ragu sejenak. Terpikir mereka belum bakal bertemu lagi dalam kesempatan lain, ia memutuskan bercerita saja sekarang: “Ini menyangkut sahabatku. Ia ingin bercerai, tetapi suaminya tidak terima dan mengancam mau merebut hak asuh anak. Suaminya bilang padaku itu satu-satunya cara untuk mencegah dia pergi. Aku bingung mau menyampaikan kata-kata ini padanya atau tidak. Aku takut niatnya untuk bercerai malah bakal makin kuat kalau aku ceritakan ini. Menurut Nyonya, apa yang sebaiknya harus apa?”

“Jadi kamu khawatir menyampaikan kata-kata ini bakal jadi langkah yang blunder, begitu?” Nada bicara Nancy Xu sangat menyejukkan seperti angin musim semi.

Vero He mengiyakan, “Benar. Bagiku, dia seorang teman yang sangat penting. Ia sudah berkorban begitu banyak buatku, aku tidak mau dia pada akhirnya terluka parah karena salah langkah.”

“Cinta itu…… Tidak peduli bagaimana saran dan nasehat orang-orang sekitar, hanya pelakunya sendiri yang paling paham soal perasaan dan situasinya. Ada hubungan-hubungan yang memang tidak bisa dipertahankan lagi, jadi jalan terbaiknya adalah diakhiri. Temanmu ini kelihatannya punya cara yang unik dalam menyelesaikan masalah. Terkadang, dua orang yang berdiri berdekatan malah tidak bisa melihat dengan jelas apa yang diinginkan masing-masing. Menjaga jarak yang ideal pasti bisa membantu mereka untuk memulai sesuatu yang lebih baik.”

Vero He menatap Nancy Xu dengan heran. Kata-katanya ini sekilas terdengar familiar, entah di mana dia pernah mendengarnya. Ia menanggapi, “Terima kasih Nyonya, aku sudah tahu harus berbuat apa.”

Nancy Xu tersenyum tipis, “Aku hanya memberi saran saja dan tidak berbuat apa-apa kok.”

Satu jam kemudian, mobil berhenti di depan Vila Brittany. Dalam hati, Nancy Xu merasa agak kecewa karena waktu berlalu dengan sangat cepat. Ia menoleh pada Vero He dan berujar halus: “Nona He, lain kali kalau ada kesempatan, bertamulah ke Vila Brittany.”

Yang diajak bicara mengangguk, “Baik, undangan terhormat dari Nyonya pasti akan aku penuhi.”

Nancy Xu mengeluarkan sebuah kartu nama dari tas. Kartu nama itu memiliki motif dan aroma anggrek. Kartu nama yang ada aromanya begini bukan kartu nama murah.

Vero He menerima kartu nama itu. Ia sendiri juga sangat suka anggrek. Nancy Xu menjelaskan, “Ini nomor ponselku. Kalau ada apa-apa, kamu boleh telepon. Kalau ada sesuatu yang ingin diceritakan, asal Nona He bersedia, Nona juga bisa menceritakannya padaku. Aku masih akan tinggal di Kota Tong untuk beberapa waktu lagi.”

Vero He membaca nama Nancy Xu yang tercetak di bagian tengah kartu nama. Ia mengangguk, “Baik, Nyonya.”

Nancy Xu mengamati Vero He sejenak, lalu turun dari mobil. Supir menutupkan pintu dan kembali masuk ke kursi supir. Vero He memutuskan menurunkan kaca dan melambaikan tangan pada si wanita, “Nyonya, masuklah. Aku jalan ya, sampai jumpa!”

“Sampai jumpa!” Nancy Xu membalas lambaian tangan Vero He. Setelah mobil yang tadi ditumpangi sudah ditelan kegelapan malam, ia baru berbalik badan dan berjalan masuk Vila Brittany.

……

Vero He kembali ke hotel. Stella Han ternyata sudah terlelap. Ia melepas mantel, menaruhnya di punggung sofa, lalu duduk dengan lelah di saana. Erin mengikuti Vero He di sebelah. Melihat ekspresi lelahnya, si asisten berujar: “Nona He, waktu sudah larut. Mandi dan istirahatlah.”

“Erin, mengapa hati pria sejahat itu?” Vero He memejamkan mata. Kata-kata Taylor Shen tadi memancing kecurigaan dalam dirinya soal cara Taylor Shen berinteraksi dengan orang lain.

Taylor Shen yang baik dan lembut, Taylor Shen yang kasar dan menghalalkan segala cara. Yang mana yang sebenarnya merupakan sifat asli Taylor Shen?

“Nona He, ketika menghadapi sebuah kehilangan, seseorang sangat mungkin melakukan suatu tindakan ekstrem yang dia sendiri tidak sangka. Ini mencerminkan Tuan Bo benar-benar sayang Nona Han. Cintanya ini, sayangnya, diekspresikan dalam wujud yang egois dan individualis.”

“……” Vero He memastikan, “Kamu yakin ada cinta macam ini?”

“Cinta ada banyak jenis. Ada yang punya kecenderungan lembut dan hangat, namun ada juga yang punya kecenderungan egois dan agresif. Kamu ingat waktu kita muda ada drama terkenal bernama Meteor Garden? Aku ingat pemeran prianya, si Dao Ming Si, adalah pria yang keras macam Jordan Bo. Shan Cai tidak suka dia, tetapi Dao Ming Si terus memaksanya untuk menerima cintanya. Dalam proses panjang ini, hati Dao Ming Si sebenarnya sakit juga. Cinta adalah pisau bermata dua. Saat menyakiti pasangan, seseorang sebenarnya juga sedang menyakiti dirinya sendiri.” Erin menguraikan pendapatnya dengan tenang dan lancar. Vero He merasa mendapat penerangan baru dari pemikiran ini.

Vero He menatap kamar tidur Stella Han, “Sungguhkah ada cinta macam ini? Ketika tidak bisa bersama, maka akan menyakiti pasangannya itu?”

“Kamu sebenarnya tidak perlu khawatir. Di antara mereka berdua ada sosok Evelyn. Mau bagaimana pun juga, ini adalah hubungan darah yang tidak bisa dihapuskan selamanya,” ujar Erin menenangkan.

Vero He mengangguk, “Mungkin memang ada cinta yang saling bunuh begitu.”

“……”

Di tengah kesunyian malam terdengar suara langkah sepatu di sel penjara. Pria pemilik sepatu itu menghentikan langkah di salah satu sel yang isinya kepala penjaga kantor polisi. Meski belum disidang, nasib akhir petinggi kepolisian itu sudah bisa ditebak.

Pria bersepatu itu mengenakan kacamata hitam dan menatap tajam pria paruh baya yang berbaring di matras lantai. Yang ditatap segera bangkit berdiri dan menggoyang-goyangkan besi sel, “Ampuni aku, ampuni aku, mohon bebaskan diriku!”

Si pria diam saja. Hanya dalam dua hari, nasib pria paruh baya sudah berubah dari seorang kepala penjaga kantor polisi jadi seorang narapidana. Gelapnya raut wajah dia dan jenggot tipis yang tumbuh di wajahnya sudah cukup untuk mendeskripsikan betapa kagetnya dia dengan perubahan drastis ini.

Seberkas rasa simpati melintas di mata si pria. Pria itu lalu berujar datar, “Waktu kamu melakukan kejahatan itu, kamu harusnya sudah tahu dirimu tidak bakal bisa keluar dari ancamanku. Tenang-tenang saja di sini, biar istri dan anakmu kami yang urus.”

Pria paruh baya memegang besi sel dengan makin keras. Meski ucapan pria barusan datar, namun ancaman dalam kata-katanya tetap terasa jelas. Ia memohon, “Kalian tidak bisa memperlakukanku begini. Aku ingin bertemu dengan dia, beri aku kesempatan.”

“Atas dasar apa kamu boleh berani bertemu dia? Urusan yang didelegasikan ke kamu saja bukan hanya gagal dibereskan, tetapi malah dikacaukan. Kenyataan bahwa dia tidak membunuhmu itu sudah membuktikan kebaikan hatinya padamu,” ujar si pria dengan senyuman kecut.

Pria paruh baya sangat tidak senang dengan situasinya sekarang, “Mengapa kalian begini padaku? Mengapa?”

“Semua ini karena salahmu sendiri. Demi menyakiti Taylor Shen, kamu malah membongkar identitasmu sendiri. Kamu sudah membangunkan seorang singa yang lagi tidur, jadi harus membayar konsekuensinya. Paham?” Taylor Shen kali ini bergerak sangat cepat. Ia mengumpulkan semua bukti kesalahan masa lalu si pria paruh baya hanya dalam beberapa hari, lalu langsung memenjarakannya.

“Kalian tidak menolongku begini, memang tidak takut aku sebut-sebut kalian juga?” tanya si pria paruh baya dengan harapan bisa mengubah sikap pria di depannya.

“Kamu boleh coba sih sebut kami, dengan catatan kamu sudah tidak peduli lagi dengan nyawa istrimu dan anakmu. Tetapi, kamu sekarang sudah membuat marah Taylor Shen. Kalau pun kamu menyebut-nyebut kami, di hadapannya memang kamu bisa apa lagi? Aku malah jadi takut ia tahu kamu terlibat insiden tujuh tahun lalu, kemudian makin menghabisimu. Pikirkanlah setiap tindakan yang mau diambil sebaik mungkin.” Pria itu berujar lagi, “Akui sajalah, kamu tidak punya jalan keluar.”

Mata si pria paruh baya memerah. Yang dikatakan lawannya benar, ia tidak punya jalan keluar. Ia mundur dan duduk di lantai. Sebelum bergegas pergi, pria yang ada di luar sel menyampaikan peringatan lagi, “Aku ingatkan padamu, ketahui dengan jelas apa yang seharusnya dikatakan dan apa yang tidak. Jangan mendatangkan bencana untuk istri dan anakmu sendiri!”

Pria paruh baya mendengarkan langkah kaki yang menjauh dengan hati teriris-iris. Ia sudah terlalu angkuh dengan kedudukannya sebagai kepala penjaga kantor polisi. Langkahnya banyak yang salah, bahkan semuanya salah, lalu sekarang ia terjerembab di lubang yang dalam.

......

Novel Terkait

Ten Years

Ten Years

Vivian
Romantis
4 tahun yang lalu
Lelah Terhadap Cinta Ini

Lelah Terhadap Cinta Ini

Bella Cindy
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Menaklukkan Suami CEO

Menaklukkan Suami CEO

Red Maple
Romantis
3 tahun yang lalu
Mendadak Kaya Raya

Mendadak Kaya Raya

Tirta Ardani
Menantu
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
My Lady Boss

My Lady Boss

George
Dimanja
4 tahun yang lalu
Marriage Journey

Marriage Journey

Hyon Song
Percintaan
3 tahun yang lalu
After Met You

After Met You

Amarda
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu