You Are My Soft Spot - Bab 310 Anak, Istri, dan Sumber Kehangatan(1)

Erin menatapinya dengan kaget, Erin sama sekali tidak menyangka dia mau pergi ketempat itu, dia mengikutinya dari belakang, dan sambil bertanya, "Nona Vero, bukankah tempat itu tidak ada, mengapa kamu masih mau pergi?"

Vero berhenti, dia menatapi ujung langit.

Dia duduk disini selama satu sore, dia sudah kedinginan hingga mati rasa, didalam otaknya terus saja berbunyi pertanyaan dari Taylor, Taylor berkata, Vero sendiri saja juga tidak yakin apakah ingatan dirinya nyata apa tidak, bagaimana dia bisa menyakinkannya?

Vero tahu bahwa bagaimanapun orang lain menyelidikinya, jika dia tidak pergi sendiri, dia tidak bisa membuktikan bahwa manakah ingatannya yang asli, dan manakah ingatannya yang palsu, "Aku ingin pergi melihatnya, mungkin saja aku bisa mendapatkan sedikit petunjuk."

Erin menatapinya dan hanya merasa aneh saja, tapi jika Vero ingin pergi, dia juga tidak bisa menghalanginya, dia lalu menganggukkan kepalanya, "Baik, aku temani kamu."

Vero tidak menolaknya, disaat seperti ini, kakaknya tidak akan membiarkannya pergi meninggalkan kota Tong, dan dirinya juga tidak berani mempertaruhkan keamanan dirinya, dia terus maju dan ketika hampir sampai dipinggir jalan, dia melihat ada sesosok orang disana.

Vero terhenti sejenak, lalu dia melewatinya tanpa berekspresi. seolah tidak melihat sosok itu.

Taylor menemaninya melongo dari sore, seberapa lama dia duduk ditaman, seberapa lama juga dia berdiri disini, melihat Vero yang terus berjalan kemari, Taylor merasa gawat, bibirnya bergerak, namun Vero malah melewatinya.

Taylor mengulurkan tangannya dan memegang tangan Vero, "TIffany, kamu dengar aku......."

Vero membalikkan badannya, tatapannya terhadap Taylor sangatlah tidak peduli, dia lalu melirik kearah bawah, "Lepaskan tanganmu!"

"Tiffany........." Taylor masih ingin mengatakan sesuatu, terakhir dia tidak mengatakannya, dia perlahan mengurani tenaganya, Vero menarik tangannya, dan masuk kedalam mobil.

Erin merasa kasihan kepada Taylor, namun dia juga ikut masuk kedalam mobil, mobil menjauh, Taylor berdiri dipinggir jalan dan melamun, didalam hatinya sangatlah menyesal, dia sudah lewat usia untuk impulsif, mengapa dia masih akan begitu impulsif dan sembarangan berkata?

Vero menatapi depan, mobil melewati Taylor dan perlahan menjauh,air mata yang sudah ditahannya dari sore terakhir tidak bisa ditahan dan mengalir.

Kembali ke kediaman He, Vero sudah tertiup angin dingin dari sore, malam harinya dia langsung panas tinggi, belakangan ini kondisi tubuhnya kian memburuk, kali ini sakitnya sangatlah parah, dan sama sekali tidak bisa ditahannya.

Hingga tengah malam, dia panas hingga bergumam sendiri, "Ibu, aku sakit, ibu, aku sakit......."

Erinlah yang pertama menyadari bahwa dia panas, dia awalnya meneleponnya dan memberitahunya bahwa tiketnya sudah dipesan, namun ketika mendengar suaranya aneh, hingga dia tiba di kediaman He, Vero sudah panas parah.

Seluruh orang di kediaman keluarga He heboh, Felix mengambil jaket dan datang ke kamar putrinya, melihat wajahnya yang merah karena panas, mulutnya juga terus bergumam ibu, Felix menangis, terhadap putrinya ini, dia sungguh banyak berhutang padanya.

Felix memeluknya kedalam pelukan, dan sekali demi sekali berkata, "Vero, ayah ada disini, ayah menemanimu, panasnya akan segera reda."

James mengenakan pakaian rumah dan berdiri disamping kasur, melihat dokter memberikannya infus untuk meredakan panas, dia bergegas mempertanyakan Erin, "Ada apa ini? Tidak ada apa-apa, mengapa Vero bisa sakit hingga begini?"

Belakangan ini Erin semakin tidak enak melihat James, jika bukan karena dia patuh janji, sudah lama dia meninggalkan kota Tong, saat ini melihat ekspresi galak lelaki ini, didalam hatinya juga merasa dibully, dia berkata, "Nona Vero tadi sore duduk satu sore di taman, mungkin karena tertiup angin."

"Kamu membiarkannya ditiup angin dingin selama satu sore, apakah kamu adalah orang mati? Apakah kamu tidak tahu untuk membujuknya pulang?" Asalkan berhubungan dengan Vero, James sama sekali tidak bisa tenang, dulu Erin mengira James begini karena mencintai Vero, namun sekarang dia baru tahu bahwa ternyata mereka adalah kakak adik kandung.

Terhadap adiknya ini, dia juga merasa bersalah.

Erin merapatkan bibirnya, "Anda juga tahu dengan sifat Nona Vero, jika bujukanku berguna juga tidak akan menjadi begini."

"Kamu!" James mengerutkan keningnya, dia marah besar, apa sebutan Erin tadi kepadanya, "Anda"?

Felix melihat James yang sembarangan marah, dia lalu menegur, "James, jangan sembarangan marah, Vero tidak apa-apa, aku temani dia saja, kalian semua pulang untuk istirahat saja."

James mengerutkan keningnya, "Ayah, Anda pergi istirahat saja, akulah yang menemani Vero saja."

"Jangan berebut denganku, dari kecil hingga dewasa, kapan aku tidak pernah menemani Vero ketika dia sakit, hal yang bisa aku lakukan untuknya sudah sangatlah sedikit, jangan merampas hak aku sebagai seorang ayah." Felix mengelengkan kepalanya, putrinya sakit hingga begini, mana mungkin dia bisa pergi tidur dengan nyenyak.

James duduk disamping kasur, dia menatapi Vero yang mulai sembarangan bergumam, dia berkata, "Aku tidak mengantuk, aku akan disini untuk menatapinya."

Felix dengan ekspresi marah, "Aku sudah bilang kamu jangan berebut denganku, cepatlah pergi tidur, jangan mengotori udara disini."

"......." James terduduk sejenak, dia tidak tahan desakan Felix terus menerus, barulah dia berdiri dan berjalan keluar, ketika melewati samping Erin, rasa marahnya masih belumm hilang, dia berkata, "Apakah kamu masih ingin disini untuk menjadi patung pintu?"

Erin : "........."

James berbalik dan menatap kearah dalam ruangan, semua konsentrasi Felix berada pada Vero, dia mengulurkan tangannay dan menarik tangan Erin untuk keluar, Erin tidak bisa mengelak, dia juga tidak berani membuat bisikan besar, dan ketahuan oleh para anggota keluarga senior, dia hanya bisa keluar dari kamar secara terpaksa bersama James.

Dikoridor. lampu terang, melihat dikiri kanan tidak ada orang, barulah Erin berani dan berkata, "Tuan Muda Besar, tolong lepaskan aku."

"Lepaskan kamu agar kamu bisa kabur?" James menatapi Erin, gadis ini bagaikan ikan, sekali tidak dijaga langsung kabur, sudah payah bisa mendapatkannya, jika James tidak menangkapnya dengan erat, lain kali sudah entah kapan untuk bisa menangkapnya lagi.

Erin biasanya bukanlah wanita yang lemah, melihat James tidak melepaskannya, dan menariknya kearah kamar James, Erin langsung paniuk, dia lalu mencengkram dan badannya sedikit dijongkok, James langsung terlempar olehnya.

James tidak bertahan, Erin ternyata menggunakan teknik yang dipelajarinya disekolah militer diatas James, James langsung terlempar keluar dan terjatuh dilantai dengan keras, dilantai terdengar suara yang kencang.

Erin melemparnya, dia sendiri juga sedikit bingung, gerakannya tadi boleh dibilang tanpa sengaja, dia tidak pernah memikirkan bahwa itu akan berhasil, saat ini ketika melihat James terbaring sakit dilantai, dia ketakutan parah, dan reaksi pertamanya adalah kabur.

Semua tulang James tergeser, semenjak dia pensi dari tentara, belum pernah dia dilempar seperti begini, dia juga sedikit bingung, ketika sadar, dia langsung bangkit dan melihat wanita yang berani melemparnya itu sudah kabur bagaikan angin.

Wajahnya merah, dia meremas bahunya yang sakit, tatapannya terlihat sedikit kejam, Erin, kamu jangan pernah ditangkap olehku, jika tidak, awas saja! Aduh, sakit sekali.

Erin membuat masalah besar, dia kabur dengan cepat, dia berlari keluar dari vila dan masuk kedalam mobil, dia menyalakan mobil dan langsung berlari hingga kebelasan kilometer keluar, melihat James tidak mengejarnya, barulah dia lega.

Barulah sekarang dia menyadari bahwa tangannya yang memegang stir mobil gemetaran, James si lelaki ini, jangan lihat dia bagaikan orang biasa, faktanya sebenarnya dia adalah orang keji yang akan membalas segala yang diterimanya, Erin hari ini melemparkannya, kedepannya James pasti akan membalasnya dua kali lipat.

Erin menatapi kedua tangannya dengan penuh tidak percaya, didalam hatinya terasa marah, Erin ternyata melempar James.

........

Ketika hari hampir terbit, panas Vero turun, dan akhirnya dia tertidur nyenyak, Felix sudah berusia tinggi, dia bergadang semalaman, rambut putihnya seolah bertambah banyak, dia keluar dari kamar dengan letih, dan membiarkan Bibi Yun untuk menggantikan pakaian untuk Vero, agar pakaiannya yang basah itu terasa tidak enak ketika dipakai.

Bibi Yun sangatlah menyayangkan Vero, dia menatapi Felix dan berkata dengan penuh berani, "Tuan Besar, Nona Vero memanggil ibu semalaman, apakah mau......."

Sebelum dia selesai berkata, Felix langsung memotong perkataannya, "Aku punya keputusan sendiri, jangan sembarangan berkata dengannya."

Bibi Yun menganggukkan kepalanya, dia lalu masuk untuk menggantikan pakaian untuk Vero.

Ketika Vero terbangun kembali, sekujur badannya tidaklah nyaman, badannya seolah tertabrak oleh truk dan akan terpecah belah, dia mengambil kain yang berada dikepalanya dan bangun, dia menatapi dekorasi yang sangatlah familiar didepannya dan dia menutup-nutup matanya.

Hpnya yang berada disamping kasur berbunyi, dia menjawab teleponnya, Erin mengingatkannya, "Nona Vero, apakah panas kamu sudah reda?"

Vero memegang keningnya dan suaranya serak, "Iya, sudah reda."

"Aku membeli tiket pesawat ke kota A nanti sore jam 2, menurutmu apakah mau dicancel atau....." Erin kemarin melempar James, dia terus saja kaget, dia takut James datang untuk membuat perhitungan dengannya.

Saat ini dia malah berharap bisa untuk sementara meninggalkan kota Tong bersama dengan Vero, setidaknya harus menunggu hingga marah James mereda.

"Tidak perlu dicancel, sebentar lagi kamu datang jemput aku di kediaman keluarga He." Vero memotong perkataannya, ada hal yang patut cepat dan tidak pantas lama, jika tidak dia takut keberanian yang telah dibangkitkannya kembali hilang.

Tidak ada orang yang bersedia kembali ke kandang yang pernah mengurung dirinya ketika sudah kabur dari sana.

Erin sekarnag juga takut pergi ke kediaman keluarga He, dia gagap, "Nona Vero, pagi hari ini aku masih ada sedikit masalah personal, bagaimana jika aku langsung menunggumu di bandara saja?"

"Boleh juga." Vero menganggukkan kepalanya, dia mengakhiri panggilan, dia membuka selimut dan berjalan ke kamar mandi dengan lemas, kondisi dia sekarang sebenarnya tidaklah cocok untuk keluar jauh, namun dia sudah tidak mempedulikan itu lagi, kota Tong membuatnya sesak nafas dan ingin kabur saja.

Vero mengganti pakaian dan membereskan kopernya dengan sederhana, dia lalu membawa kopernya turun, Felix tengah membaca koran dibawah sana, ketika mendengar suara, dia mengangkat kepalanya dan melihat Vero tengah membawa koper kebawah, dia melepaskan kacamata plusnya, dan berkata dengan bingung, "Vero, kemanakah kamu akan pergi?"

"Sebelumnya aku memutuskan untuk pergi berdinas, beberapa hari lagi aku akan pulang." Vero meletakkan kopernya disamping pintu, lalu berjalan masuk kedalam ruang tamu.

Felix mengerutkan keningnya, "Kamu baru saja reda panas, tidak bisakah kamu berdinas lain hari saja?"

"Ayah, aku tidak apa-apa." Vera merasa terharu, dia berjalan kesamping Felix dan duduk, "Tadi malam aku sedang sakit dan melihat Anda menemaniku, ayah, terima kasih Anda, hanya saja kedepannya jangan lagi bergadang untuk menemaniku lagi."

"Ayahlah yang sudah tidak berguna." Felix menyindir dirinya sendiri.

"Bukan ini maksudku, aku merasa sayang ayah bergadang demi aku, dan merusak kesehatan badanmu." Vera seolah manja dan memeluk tangan Felix, Vero sangatlah senang Felix bisa menemaninya.

Felix tersenyum, "Kamu tahu saja membaik-baikan aku."

Dan dia lansung meliaht wajah Vero sangatlah pucat, dia berkata, "Mengapa kamu membuat dirimu begitu lelah, Vero, jika bisa lepas tangan, biarkanlah orang bawah untuk melakukannya, kamu harus belajar untuk mengurangi tekanan untuk dirimu."

"Iya, ayah, aku tahu." Vero menganggukkan kepalanya dengan manis.

Bibi Yun mengeluarkan walet, Vero panas semalaman, badannya lemas, jadi pagi-pagi dia sudah menyiapkan walet untuknya, untuk kesehatan badannya, melihat kondisi badannya yang kian hari kian memburuk belakangan ini, sebentar langsung sakit, bibi Yun sangatlah merasa menyayangkan.

Sekarang dia malah bersyukur Erin waktu itu sekolah di sekolah militer, setidaknya badannya sangatlah kuat, boleh dibilang demam dan ingusan jarang sekali didapatkannya.

Vero berterima kasih keapda bibi Yun, lalu menghabiskan waletnya, lalu dia menemani Felix mengobrol sebentar, satpam diluar pintu masuk untuk mendesaknya untuk berangkat ke bandara, Vero berdiri, Bibi Yun memberikan jaket dan sarung tangan untuk VEro, Vero mengenakan jaket dan menggenakan sarung tangannya, dia memeluk Felix dan berkata, "Ayah, beberapa hari lagi aku akan kembali, Anda harus menjaga badanmu dengan baik."

Felix mengantarkannya keluar, angin dingin bertiup dari segala arah. Vero berdiri diatas tangga dan berkata kepada Felix, "Ayah, diluar dingin, Anda jangan mengantarkan lagi, masuklah."

Felix menatapi putrinya, jaket berwarna putih membuat kulitnya menjadi seolah salju, Felix terpikiran dengan perkataan yang terus diulang oleh Vero tadi malam, Felix mengerti, Vero tidak pernah menanyakan masalah ibu kandungnya terus.

Anak ini terkadang sangatlah lembut hingga membuat orang merasa menyayangkan.

Felix memegang tangan putrinya, tangannya yang besar menyelimuti punggung tangan Vero, dia berkata, "Vero, tunggu kamu kembali, aku bawa kamu untuk bertemu ibumu saja."

Meskipun Felix membenci hati Amelia kejam, namun panggilan putrinya sekali demi sekali membuat dirinya tidak bisa egois lagi, dia memang seharusnya tahu siapakah ibu kandungnya, maka lain kali ketika dia mengatakan ibu, aku sakit, dia bisa mencari ibunya untuk menemaninya.

Vero gemetaran, dia menatapi Felix, dia tidak terus menanyakannya, bukan tidak bertanya, namun takut sakit hati, dia menundukkan kepalanya dan menganggukkan kepalanya, "Baik."

"Pergilah." Felix menepuk tangan Vero, lalu melepaskannya.

Vero berbalik dan pergi kearah mobil, pengawal membawa kopernya dan mengikuti dari belakang, mobil keluar dari kediaman keluarga He, Felix berdiri ditangga dan menatapi mobil pergi, sejenak kemudian, dia lalu menghempaskan nafasnya.

Novel Terkait

Half a Heart

Half a Heart

Romansa Universe
Romantis
4 tahun yang lalu
Wanita Yang Terbaik

Wanita Yang Terbaik

Tudi Sakti
Perkotaan
4 tahun yang lalu
More Than Words

More Than Words

Hanny
Misteri
4 tahun yang lalu
Love Is A War Zone

Love Is A War Zone

Qing Qing
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Asisten Wanita Ndeso

Asisten Wanita Ndeso

Audy Marshanda
CEO
4 tahun yang lalu
My Goddes

My Goddes

Riski saputro
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Mi Amor

Mi Amor

Takashi
CEO
5 tahun yang lalu
Anak Sultan Super

Anak Sultan Super

Tristan Xu
Perkotaan
4 tahun yang lalu