You Are My Soft Spot - Bab 102 Beradu Saja Jika Tidak Ikhlas (1)

Nafas Tiffany direbut, keramahannya membuat Tiffany sedikit tidak bisa menahannya, hitungannya mereka juga sudah tidak bertemu selama satu minggu, meskipun mereka bertelepon setiap malam, namun tetap saja tidak sebanding dengan rasa senang ketika bertemu.

Orang yang dirindukan berada disamping dan dicium olehnya, Tiffany merasa dirinya seolah akan melayang, kedua tangannya memegang pundaknya dengan erat, kakinya lemas dan mulai terjatuh.

Lampu yang berada diatas kepala mereka menyinari mereka, Tiffany membuka matanya dan menikmatinya sambil menatapi wajah dihadapannya, hatinya tersentuh. Dia menyukainya, dan sudah dalam hingga kedalam tulang berulangnya, bahkan melihatnya saja membuatnya senang sekali.

Taylor menciumi bibirnya dengan teliti, seolah merasakan tatapan dari TIffany, dia membuka matanya dan saling bertatapan dengannya, hatinya gemetaran, dia menarik bibirnya dan menciumi matanya.

Dia berkata dengan suara serak, "Setiap kali kamu menatapiku seperti begini, aku sangatlah teransang, aku ingin memakanmu langsung."

Badan Tiffany sedikit gemetaran, karena dia merasakan ada sesuatu benda keras yang menyentuh badannya, seolah sudah diransang olehnya, Tiddany menatapi mata Taylor, hatinya sedikit gemetaran, tangannya menopang dadanya, diatas wajahnya terlihat memerah, "Taylor, nanti akan terlihat oleh orang lain."

Taylor diransang olehnya hingga pikirannya kacau, melihat Tiffany yang masih memperhatikan hal lain, dia mengigit bibirnya, "Nanti setelah pulang jangan pikir aku akan melepaskanmu."

"........"

Lift langsung menuju ke parkiran bawah tanah, Taylor mengandeng Tiffany hingga kesamping mobil, dia membuka pintu mobil dan naik keatasnya, melihat Tiffany yang masih berada diluar mobil, dia menurunkan kaca mobil dan berkata, "Ayo naik."

Melihat tampangnya, Tiffany bergumam, "Apakah setelah mendapatkanku, kamu juga tidak perlu berlagak gentle lagi?"

"Apa katamu?" Taylor menyalakan mobil, dia tidak mendengar kata Tiffany dengan jelas.

Tiffany mengelengkan kepalanya, dia berjalan kesamping mobil dan duduk dikursi depan, mobil melaju keluar dari parkiran, Taylor melihatnya tidak bersuara lalu berkata, "Mengapa kamu datang bersama Jennifer?"

"Dia bilang dia datang untuk memberikan ucapan selamat kepada adikmu, tadi setelah mereka melakukan hal seperti itu, apakah tidak apa-apa?" Tiffany memperhatikan bahwa hari ini yang pergi mengikuti acara itu semuanya adalah orang terkenal didunia bisnis, ditambah lagi orang keluarga He juga berada disana, ini jelas membuat orang keluarga He malu, mereka pasti tidak akan membiarkannya begitu saja.

Taylor melihat jalan didepan dan berpikir, perbuatan onar Wayne kali ini terlalu parah, siapapun boleh dia tiduri, namun mengapa harus putri keluarga He, sekalipun acara malam ini hancur dan dia berdamai dengan Jennifer untuk sementara, namun hal ini tidak akan selesai, keluarga He juga tidak akan membiarkannya begitu saja.

"Tidak perlu khawatir, ada kakak dari Jennifer, dia akan menyelesaikannya." Taylor memegang tangan Tiffany dan menaruhnya dipahanya, tangannya mengelus punggung tangannya yang halus.

Tiffany terpikiran dengan kejadian tadi, dia mengeluh dan berkata, "Apakah mereka masih akan bersama? Jennifer bilang bahwa dia sudah mengenal Wayne 9 tahun, jika mereka putus, aku tidak tahu apakah aku masih bisa mempercayai percintaan didunia ini atau tidak."

Mobil berhenti dan menunggu lampu hijau, Taylor menoleh kearahnya, "Apakah Wayne akan bersama dengan Jennifer atau tidak, aku tidak tahu, tapi kita tidak akan berpisah, Tiffany, berjanjilah padaku, jangan sembarangan berpikir, serahkan saja semuanya kepadaku, aku akan mengurusnya."

Tiffany mengangkat kepala dan menatapinya, dia tidak tahu darimana datangnya tekadnya, namun dirinya tidak percaya diri, Foto ditangan Kakek Shen seolah adalah sebuah pisau yang mengantung dihatinya, dan tidak tahu kapan akan terjatuh dan mengacaukan kehidupannya.

Bersama dengannya, Tiffany merasa bahagia, dia ingin bersama dengannya terus dan tidak berpisah.

"Taylor, jika, aku bilang jika, suatu hari nanti kamu menyadari bahwa aku tidak sebaik seperti yang kamu bayangkan, kehidupanku kotor, apakah kamu masih menginginkanku?" tatapan Tiffany bersinar, dia tidak berani memberitahunya mengenai apa yang terjadi pada 5 tahun yang lalu, dia hanya bisa mencobanya seperti ini, seolah mendengar jawaban darinya hatinya akan lebih tenang.

Taylor menatapinya dengan serius, dia berkata, "Bagaimana jika kotoran kehidupanku lebih banyak lagi? apakah kamu akan menerima diriku yang seperti itu?"

Ketika Tiffany masih akan berkata, terdengar suara klakson dari belakang, lampu berubah hijau dan mereka menghalangi orang yang berada dibelakang, dia mengatakan, "Ayo jalan, orang dibelakang sana sudah mulai mendesak."

Taylor awalnya ingin memberanikan diri dan memberitahunya, 5 tahun yang lalu, orang yang memperkosanya adalah dirinya, namun sekali di potong, keberanian itu sirna, dia menatapinya beberapa detik dan menyetir mobil kearah Vanke City.

.........

Sebagai pelanggan setia Vanke City, ketika mobil tiba dipintu utama, dia bahkan tidak perlu registrasi dan satpam langsung membiarkannya masuk, setelah kembali kerumah, Tiffany mengeluarkan sebuah sandal laki-laki dan memberikannya kepada Taylor.

Taylor menundukkan kepalanya dan menatapi sandalnya, dia mengganti sepatunya dengan diam, dan berbalik badan menatapi Tiffany, dia mengatakan, "Aku akan pergi mandi dulu, rapikan dulu pakaianku."

Melihat sosoknya, Tiffany merasa takut, setelah melihatnya masuk kamar mandi, barulah hatinya tenang, dia menarik kopernya dan memasukkannya kedalam ruang tamu, dan mulai merapikan pakaiannya.

Ketika Taylor sedang mandi, seluruh pikirannya penuh dengan Tiffany, mungkin karena pernah merasakannya, keinginannya terhadap bidang itu semakin kuat, dia mematikan shower dan membuka pintu lalu melihat keluar, dia melihat Tiffany tengah berjongkok disamping kopernya dan merapikan pakaiannya, hatinya sangatlah puas, dia suka memberikan segala sesuatunya untuk dibereskan oleh Tiffany.

"TIffany, kemari sebentar, aku tidak bisa menemukan handuk." Suara Taylor terdengar sedikit serak karena air panas, Tiffany memutarkan badannya, dan berkata, "Didalam lemari ada handuk baru, kamu cari dulu."

"Aku tidak bisa menemukannya." Taylor berpura-pura kasihan, "Kamu cari kesini sebentar."

Tiffany kehabisan kata-kata, dia pernah dengar bahwa lelaki itu memang buta, asalkan barangnya tidak diberikan hingga ketangannya, maka mereka tidak akan pernah bisa menemukannya, dia meletakkan pakaiannya dan berjalan kerahnya, melihat handuk berlogon strawberry dipakai olehnya, wajahnya merah.

Dia masuk kedalam kamar mandi, dia menundukkan badannya dan mengambil handuk di lemari, handuk diletakkan ditempat yang sangat mudah dilihat, dia mengeluarkannya dan baru saja berdiri, badan Taylor sudah menempel kearahnya dari belakang, nafasnya terhenti, "Hmm......ini handuknya, aku keluar dulu."

Dia mengerti dengan keinginan yang ada di mata Taylor, makanya dia bergegas kabur.

ABru saja berjalan dua langkah, tanganya ditarik, Taylor menariknya kembali duduk di wastafel, badannya berdiri diantara kedua pahanya, posisi ini membuat Tiffany terpikiran dengan adegan malam itu, dan langsung membuat wajahnya merah.

"Hmm.....aku masih harus merapikan kopermu." Tiffany menatapi sekeliling dan tidak berani menatapi matanya yang bersinar, dia merasa dirinya sudah akan meleleh karena tatapannya.

Taylor tiba-tiba mengulurkan jari telunjuknya dan menaikkan dagyunya, tatapannya menuju ke matanya, dan bertanya, "Apakah kamu rindu denganku?"

Darah di badan Tiffany seolah mengalir terbalik, jelas bahwa ini adalah sebuah perkataan yang biasa, namun malah terasa meransang ketika dikatakan olehnya, air dibadan Taylor membasahi pakaiannya, awalnya dia mengenakan dress berwarna pink, dan sekarang malah menjadi setengah tembus pandang, seolah akan terlihat begitu saja, pemandangannya sungguh indah.

Dia menatapi matanya, mata seperti ini tidak seperti mata wanita, dia terlihat tenang dan pintar, didalam mata Taylor seolah ada pusaran air yang ingin menariknya masuk kedalam.

Jari Taylor berhenti di dadanya dan menunjuk ke hatinnya, dan bertanya sekali lagi, "Disinimu rindu denganku atau tidak?"

"Ada." Tiffany bergegas menjawab, "Seluruh indera perasanya terkumpul pada jari Taylor, dan mengikuti kearah perginya jarinya, dia mulai teransang.

"Lalu bagaimana dengan sini?"

Tiffany membuka kedua matanya dengan besar, melihat Taylor yang seperti mempermainkannya, seluruh badannya seolah terbakar, dia mengelak dan ingin turun dari wastafel, "Aku, aku pergi rapikan kopermu."

Dengan mudah Taylor menariknya kembali dan menatapinya dengan serius, "Apakah dia rindu denganku atau tidak?"

Tiffany tidak bisa mengatakan apa-apa, matanya basah dengan uap air didalam kamar mandi, melihat Taylor yang menginginkan sebuah jawaban, dia malu untuk mengatakannya, dia langsung beraksi untuk menyatakan pikirannya.

Dia mengulurkan tangannya dan menarik kepala Taylor, lalu menciumnya, untuk mencegahnya menanyakan lebih banyak pertanyaan yang lebih malu untuk diutarakan, Taylor suka dengan aksinya, dia tidak lagi menanyakan jawaban, dia langsung menciumnya lagi dan badannya juga ikut beraksi.

Dua jam kemudian, Taylor memeluk Tiffany keluar dari kamar mandi, lantai dikamar mandi penuh dengan air, seolah baru saja banjir, dia meletakkan Tiffany yang seolah akan tertidur keatas kasur, melihat rambutnya yang basah, dia berdiri untuk mencari hair dryer, dan membuatnya bersandar dipundaknya, dia mengeringkan rambut untuknya.

Tiffany kehabisan tenaga karenanya, seolah adalah seekor udang yang belum tumbuh dengan baik, dan bersandar di pundaknya.

Taylor sangat menyayanginya, dia ingin memberikannya lebih banyak kenangan indah, namun sekali demi sekali terus saja dipaksa menyerah olehnya, dia terus saja tidak bisa puas total, jarinya merambat diantara rambutnya, hatinya sangatlah bahagia.

Setelah mengeringkan rambutnya, dia memeluknya dengan tenang, melihat Tiffany yang bersandar padanya seolah tidak ada tulang, dia tiba-tiba terpikiran sebuah kalimat, bahwa wanita dibuat dari air, dia mencium pipinya dan meletakkannya kembali dikasur, dan menarik selimut untuknya, setelah menyalakan ac, dia keluar.

Di ruang tamu, dia membuka kopernya dan mengeluarkan sebuah celana dan memakainya, dia menunduk dan menemukan sebuah kotak perhiasan, tadinya dia menyuruhnya merapikan kopernya karena ingin dia menemukan kejutan ini.

Tapi dirinya yang tidak tahan duluan dan berhubungan dengannya.

Dia membuka kotak perhiasan itu, dan mengeluarkan sebuah kalung yang indah, dia kembali ke kamar tidur dan memakaikannya dengan hati-hati ke leher Tiffany, dia tidak tahan dan mencium Tiffany lagi.

TIffany masih sedikit bingung, dia merasa nafasnya tidak stabil, dan tanpa sadar kabur dari bibirnya, lalu bergumam, "Sangat lelah, jangan berbuat onar lagi."

Taylor tersenyum, dia tidak menyangka suatu hari nanti dia akan seperti begini, melihat tampangnya, dia berkata, "Untuk sementara aku lepaskan kamu dulu."

.......

Ketika Tiffany bangun, disekelilingnya diam, lampu di kamar tidur bersinar lembut, matanya berputar, dan duduk, sekujur tubuhnya pegel, diotaknya terbayang adegan didalam kamar mandi, seketika pipinya panas dan memerah.

Mungkin suka dan terus mencobanya, jika tidak bagaimana mungkin dirinya tidak menolak untuk melakukan hal seperti itu dengannya, malah merasa sangatlah nikmat, dia memegang wajahnya, dirinya pasti sudah gila.

Dia membuka selimut dan turun dari kasur, ketika mencari sandal, dia menyadari bahwa lehernya bersinar, ketika melihatnya dengan jelas, dia melihat ada sebuah kalung berlian, dia memegang hiasannya, hiasannya adalah sebuah tulang, tipenya sangatlah indah.

Tiffany lalu menatapi pintu, dia senang, dia tidak menyangka bahwa Taylor juga akan diam-diam memberikan hadiah kepada orang lain, sungguh romantis, dia mengenakan sandal dan berjalan keluar dari kamarnya.

Dikoridor penuh dengan wangi makanan, setelah masuk ke ruang makan, Dia melihat Taylor yang tengah sibuk didapur, dia merasa tersentuh, dia berjalan dengan langkah pelan kearahnya, dan memeluknya dari belakang, dia mendekatkan kepalanya dipunggungnya.

gerakan Taylor terhenti, dia menoleh kearah Tiffany, dan tersenyum, "Sudah bangun, apakah kamu lelah?"

TIffany mengelengkan kepalanya, dia lelah, namun malu untuk mengakuinya, dia berkata, "aku sangat menyukai hadiah yang kamu berikan, mengapa kamu terpikiran untuk memberikan kalung dengan hiasan tulang seperti ini kepadaku? bukankah biasanya adalah tipe love?"

Taylor mematikan kompor dan berbalik badan memeluknya, dia menatapi kalung di depan dada Tiffany, tulang itu terlihat bersinar, dia berkata, "Apakah kamu tahu mengenai legenda tulang rusuk ketiga? Tuhan menciptakan wanita dengan tulang rusuk ke tiga dari pria, dan kamu adalah tulang rusuk ketigaku, aku menemukanmu, barulah aku adalah pribadi yang utuh, jadi aku memberikan tulangku kepadamu, apakah kamu bersedia untuk menerimanya?"

Tiffany pernah mendengar legenda ini, Ketika dia mendengarkannya dari mulut Taylor, dia merasa sangat tersentuh, dia megelus kalungnya dan mengangukkan kepalanya, "Aku akan menjaganya seperti mencintaiku sendiri, terima kasih Taylor."

Taylor mencium keningnya, dia berkata, "Keluar dan tontonlah televisi sebentar, makan malam segera siap."

Novel Terkait

Step by Step

Step by Step

Leks
Karir
3 tahun yang lalu
See You Next Time

See You Next Time

Cherry Blossom
CEO
5 tahun yang lalu
Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Cinta Presdir Pada Wanita Gila

Tiffany
Pernikahan
4 tahun yang lalu
My Charming Wife

My Charming Wife

Diana Andrika
CEO
3 tahun yang lalu
The Great Guy

The Great Guy

Vivi Huang
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
3 tahun yang lalu