You Are My Soft Spot - Bab 391 Mengapa Para Wanita Hobi Bilang Terserah Sih? (1)

Erin terbangun dengan kepala agak pening, tubuhnya juga terasa hangat. Ia membuka mata dan melihat ke segala penjuru ruangan. Dia menyadari dirinya lagi tertidur di sebuah ranjang bersih dengan selimut warna biru muda. Bau harum pewangi cucian menyerbak kuat dari selimutnya itu.

Kamar tempat Erin berada sangat bersih, sementara suasananya tidak mirip di hotel. Erin mendudukkan diri dengan susah payah akibat punggungnya sakit. Merasa dadanya agak kemasukan udara, si wanita menunduk dan menjumpai dirinya hanya mengenakan sebuah t-shirt pria yang kebesaran tanpa memakai bra.

Erin langsung panik dan mencari branya kesana-kemari. Belum berhasil ia menemukannya, pintu kamar tiba-tiba terbuka dan sesosok pria memasuki pandangannya. Melihat si pria berjalan mendekat, Erin refleks menutupi dada dengan kedua tangan dan menatapnya dengan waspada.

Menyadari raut Erin yang begitu waspada, James He mendeham dingin: “Baik yang tidak boleh dilihat mau pun yang boleh dilihat, aku sudah lirik waktu menyelamatkanmu dari sungai. Apa kamu tidak merasa terlambat baru menutupinya sekarang?”

Erin bagaimana pun juga merupakan seorang wanita yang lemah gemulai. Mendengar ledekan James He, ia segera memalingkan wajahnya yang memerah dari tatapan si pria. Wanita itu lalu bertanya: “Kita di mana?”

“Kota Tong.” James He bersandar ke lemari sambil terus menatap Erin. Waktu ia melepas baju Erin dan membasuh lukanya, ia sudah melihat semua titik tubuh Erin. Dadanya sangat berisi, warnanya juga sedikit pudar dan menarik. Singkat kata, buah dada Erin baginya adalah buah dada yang sangat ideal.

Erin menoleh lagi ke James He. Karena gerakannya terlalu cepat, luka di punggungnya tidak sengaja terkena kasur lagi. Wantia itu meringis kesakitan dulu, kemudian bertanya sambil masih meringis sedikit: “Bukannya kamu ditugaskan mengantarku?”

“Benar.”

“Ketua Tim sudah setuju untuk mengirimku balik ke pusat komando pasukan khusus, lantas mengapa kamu malah bawa aku ke Kota Tong?” Erin sepenuhnya fokus menanyakan hal ini. Ia tidak menyadari James He lagi terus mengamati kedua buah dadanya.

Si pria menegakkan posisi berdiri dan berjalan menghampiri si wanita. Di depannya, ia menunduk dan berucap: “Pergerakanmu gagal, identitasmu sudah terungkap. Mulai hari ini, anggota pasukan khusus nomor tujuh dianggap tidak eksis lagi. Selanjutnya, kamu berada di bawah kendaliku!”

“Apa maksudnya?” tanya si wanita tidak paham.

“Ya maksudnya sesuai yang aku katakan, yakni aku berwenang mengendalikanmu. Masak begitu saja tidak paham?” James He tidak tertarik berbicara banyak. Ia senang melihat Erin gelisah seperti sekarang.

“James He!” Erin meneriakkan nama si pria dengan nada tinggi. Si pria membalas dengan satir: “Wih, sekarang sudah tidak mau panggil aku kakak lagi ya?”

Sebelum masuk sekolah militer, Erin ikut-ikutan Angela He memanggil James He dengan sebutan “kakak”. Kebiasaan ini terus berlanjut ketika dia sering cari masalah dan butuh bantuan si pria. James He, yang awalnya sering risih, lama-lama jadi suka dengan panggilan tersebut. Ia pun membantu Erin menyelesaikan semua masalahnya dengan senang hati.

Entah sejak kapan, Erin mengganti panggilan “kakak” dengan “tuan muda”. Terbiasa dengan panggilan yang lama, ia merasa risih dan sebal tiap dipanggil dengan panggilan baru.

Erin menjawab, “Aku dulu masih kecil dan belum mengerti apa-apa, sekarang sudah dewasa dan paham aturan rumah. Aku kini tahu harus memanggilmu tuan muda,”

“……” Suasana hati James He yang sebelumnya baik-baik saja kini dirusak si Erin. Ia tersenyum dingin, “Terserah kamu deh!” Meski bilang terserah, tatapannya menyiratkan kemarahannya yang sangat kental. Ia berbalik badan dan berjalan ke arah pintu kamar. Sembari memegang engselnya, ia menyuruh: “Sana mandi, setelah itu kita makan.”

Brak! Pintu ditutup dengan kencang. Erin menatap pintu yang tertutup dengan hati yang gelisah. Ini Kota Tong, yang mana merupakan territorial James He. Si pria bilang dia sekarang berada di bawah kendalinya, maksudnya apa coba?

Erin tidak memegang alat komunikasi sama sekali, jadi tidak bisa menelepon Ketua Tim. Melihat tingkah James He barusan, ia yakin pria itu tidak bakal memberitahukannya apa yang sebenarnya telah terjadi. Erin sadar, dia tidak punya pilihan lain selain menunggu tubuhnya pulih. Setelah sampai ke tahap itu, ia baru akan menelepon Ketua Tim dan menanyakan soal ini.

Erin melepas selimut dan turun dari ranjang. Merasa tubuh bagian bawahnya agak kedinginan, ia baru sadar dia daritadi hanya mengenakan t-shirt pria tanpa bawahan apa pun. T-shirt nya cukup panjang sampai menutupi paha sih, tetapi saat dia bergerak sangat mungkin selangkangannya kelihatan.

Erin gigit-gigit bibir. James He pasti sengaja membuatnya begini deh. Dengan hanya berpakaian seperti sekarang, mana mungkin dia berani kabur?

Si wanita mengacak-ngacak kamar tempat dirinya berada. Tidak menemukan apa-apa di dalam lemari baju, ia jadi murung semurung-murungnya. Ketika menoleh ke ranjang, ia terpikir sebuah ide. Erin tidak mau memberi James He kemudahan untuk mengintipnya, jadi ia melepaskan sprei ranjang dan menggulungnya di pinggang.

James He lagi merokok di jendela bawah. Air mukanya tidak terlihat begitu jelas karena tertutup asap-asap tipis yang keluar dari ujung rokoknya. Mendengar suara-suara di belakang, ia menoleh dan menemukan sosok Erin yang sudah menutupi tubuhnya sendiri seperti bakcang. Si pria mengernyitkan alis dan bertanya: “Tidak kepanasan kah?”

Sekarang musim lagi panas-panasnya. Dia berpakaian tebal pada masa begini memang tidak takut kena penyakit atau apa ya?

Erin berdiri di tengah ruang tamu. Dengan wajah agak frustrasi, ia bertanya: “Pakaianku mana?”

“Sudah dibuang.”

“Kamu tidak punya pakaian wanita di sini?” Ketika keluar kamar, Erin baru menyadari tempatnya berada sekarang adalah sebuah apartemen dengan dua kamar tidur dan dua ruang tamu. Melihat penataan apartemen yang rapih serta tidak berbau debu, ia menebak apartemen ini sering ditempati. Sekarang, melihat perangai James He yang santai sekali, ia tidak sulit menyimpulkan bahwa apartemen ini milik si pria.

James He seorang pria dewasa, juga sudah menikah. Tidak mungkin kan dia tinggal sendirian di sini?

Pemikiran inilah yang membuat Erin bertanya apa James He punya pakaian wanita atau tidak. Ia tidak senang mengenakan t-shirt James He, lebih-lebih tidak suka payudaranya bersentuhan langsung dengan t-shirt itu. Rasanya tidak nyaman kalau dilihat si pria……

James He menyadarkan punggung ke jendela, lalu menatap Erin lekat-lekat: “Maunya dijawab punya atau tidak punya nih?”

Eri nmengenryitkan alis. Sungguh pertanyaan yang sulit, pikirnya. Ia melontarkan jawaban yang aman: “Aku tidak terbiasa memakai pakaian orang lagi, jadi tolong kamu pergi ke mall dan belikan aku beberapa pakaian wanita. Soal uang, aku bisa kasih sekarang juga.”

Tidak mendapat jawaban berupa kata “mau” atau pun “tidak mau”, James He lagi-lagi dibuat kesal oleh Erin. Ia menghirup rokok, lalu melangkah menghampiri Erin. Di depan wajahnya, ia membuka mulut dan menghembuskan asap yang tersimpan di mulutnya itu.

Erin jelas berbatuk. Ia menatap pria di hadapannya dengan tidak senang, “Ternyata kamu…...”

“Tahu mengapa tidak ada pakaian wanita di tempatku ini?” potong James He dingin. Melihat wajah Erin yang agak kebingungan, ia berujar pelan namun sinis: “Karena aku sudah membuang semuanya. Erin, biar aku tebak apa yang kamu khawatirkan sampai menutupi diri setebal ini.”

Erin tercengang menatap James He. Ia bisa melihat ledekan dalam raut wajahnya, juga ekspresi merendahkan. James He melanjutkan perkataan: “Takut aku tertarik padamu ya pasti? Maaf, sekali pun kamu telanjang bulat di hadapanku, aku tidak akan punya rasa suka sama sekali padamu. Oleh karena itu, kamu tidak perlu bersikap was-was dan antisipatif denganmu. Kamu, kamu tidak akan bisa memancing nafsuku!”

Wajah Erin memucat. Tatapan James He menyiratkan bahwa mereka bukan dua orang yang bicara dengan kedudukan sejajar lagi, melainkan satu orang di atas dan satu orang di bawah. Yang punya kedudukan di atas jelas James He, sementara dirinya direndah-rendahkan. Ia seketika kehabisan kata-kata. Si wanita akhirnya paham juga betapa kata-kata bisa melukai perasaan orang.

Si wanita tidak meneteskan air mata, melainkan hanya menatap si pria tenang. Berselang beberapa saat, ia bertanya: “Kalau memang benar kata-katamu itu, mengapa kamu melepaskan semua pakaianku dan hanya memakaikan aku sebuah t-shirt?”

James He membuka muka dengan canggung, hatinya merasa sial karena isi pikirannya terbaca. Si pria memang sengaja menelanjangi Erin karena suka melihatnya begitu, namun di hadapannya ia tidak mau mengaku sama sekali. Alasannya, ia tidak mau Erin tahu perasaannya pada si wanita. Ia beralibi: “Kamu lupa ya punggung dan bahumu terluka? Karena kancing dan tali pakaian dalammu bisa memperparah luka itu, aku mau tidak mau harus melepaskannya. Alasan kedua, senekat-nekatnya kamu, kamu tidak bakal berani kabur ke luar dalam kondisi begini.”

“……” Erin kehabisan kata. James He benar-benar orang yang lihai. Pria itu paham, dengan pakaiannya yang sekarang, seingin apa pun ia bertemu Ketua Tim ia tidak akan berani mempertaruhkan harga diri.

James He menahan puntung rokok yang ada di tangannya ke mulut, lalu berusaha melepas sprei yang melekat di tubuh Erin dengan kasar. Si wanita ketakutan sampai mundur-mundur, sayang si pria lebih cepat selangkah. James He memutar Erin beberapa kali, lalu sprei barusan sepenuhnya ada dalam genggamannya. Pria itu mengingatkan: “Kalau tidak mau lukamu berair dan bernanah, jangan gulung dirimu setebal ini.”

Begitu sprei dilepas, Erin sepenuhnya kehilangan rasa aman. Meski t-shirt yang dikenakannya kebesaran, payudara Erin tetap akan tercap ke depan kalau dia berdiri tegak. Ia sangat canggung.

Erin terus menuduk biar buah dadanya tidak terbentuk. Tidak tertarik meladeni tingkah anehnya itu, James He berbalik badan dan mengajak, “Ayo makan. Sebelum lukamu sembuh, kamu harus tinggal di sini.”

Si pria mulai melangkah ke dapur.

Erin gigit-gigit bibir, lalu baru menyusul beberapa saat. Mereka berdua duduk berhadap-hadapan di meja makan. Berhubung apartemen ini tidak begitu luas, meja makannya juga jauh lebih sempit daripada meja makan di rumah kediaman keluarga He. Akibatnya, suasana terasa lebih tegang.

Si wanita menatap pria di hadapannya yang makan dalam diam. Ia lalu bertanya, “Kok kamu bisa muncul di markas sih? Terus, kamu bilang aku berada di bawah kendalimu itu maksudnya apa?”

Sejak mundur dari ketentaraan, James He fokus mengurusi bisnis keluarga He. Dengan usahanya yang maju pesat, kini kedudukan keluarga He di Kota Tong sudah setara dengan keluarga Shen dan keluarga Bo. Dengan status sipil James He sekarang, Erin sungguh tidak paham mengapa dia bisa muncul di markas. Setahu dia, keberadaan markas hanya diketahui orang-orang dalam institusi……

James He mengernyitkan alis, “Hari-hari yang penuh darah dan penderitaan sangat menantang sampai kamu pikun ya?”

“Tuan Muda!” Erin lagi-lagi meneriakkan namanya. Si wanita berujar judes, “Aku lagi bertanya padamu, bisakah jawab baik-baik? Aku paham betul hari-hari penuh darah dan penderitaan yang kulewati. Soal pikun tidaknya aku, itu tidak ada urusannya dengan Tuan Muda.”

James He menekan sumpit hingga berbunyi “krek”. Tidak sulit ditebak, kedua sumpit patah masing-masing jadi dua bagian. Tanpa memedulikan luka di tangannya karena kena patahan sumpit, James He menutup, “Ada hubungannya atau tidak, sebentar lagi kamu bakal tahu.”

Kelar berucap begini, si pria berbalik badan dan berjalan ke arah pintu apartemen.

Brak! Apartemen langsung jadi sunyi senyap. Erin mengangkat kedua bahu dan menatap empat patahan sumpit yang tergeletak di meja makan. Melihat bercak darah di ujung dua patahan, bulu kuduknya bergidik.

Mereka berdua sebenarnya dua orang yang tidak pernah saling ingin bertemu, tetapi mengapa nasib selalu menyatukan mereka terus? Haduh, daripada ribut melulu, bukankah tidak usah saling melihat lagi jauh lebih baik?

Takdir hidup benar-benar aneh!

James He kali ini tidak pulang-pualang sampai tiga hari. Untung persediaan makanan di kulkas cukup, jadi Erin tidak pernah kelaparan. Luka di punggung si wanita perlahan namun pasti membaik. Tiga hari ini, dia selalu menghindari air terus.

Pada hari pertama James He pergi, Erin sembuny-sembunyi masuk ke ruang tidur utama. Ia ingin mencari celana untuk dipakai, sekali pun itu celana pria. Sialnya, sudah mencari ke segala sudut, ia tidak juga menemukan celana apa pun. Ketika membuka laci tempat James He menyimpan celana dalam, Erin sempat menemukan beberapa helai celana dalam pria.

Celana-celana dalam itu terlihat sudah pernah dipakai, bukan baru.

Dengan wajah memerah, Erin buru-buru menutup laci itu. Karena melakukannya dengan terlalu gelisah, Erin tidak sadar ia belum menutupnya dengan sempurna. James He kembali tiga hari kemudian dengan bahan-bahan makanan beraneka ragam.

Ketika dia balik, di ruang tamu tidak ada siapa-siapa. James He menaruh bahan-bahan makanan bawaannay di dapur, lalu berbalik badan dan pergi ke kamar tidur kedua. Di dalam kamar itu, si pria menjumpai si wanita lagi duduk di jendela rongga. Erin mengenakan kemeja hitam yang menutupi pahanya. Warna hitam kemeja dan warna kulit Erin yang putih terlihat kontras sekali.

James He mau tidak mau harus mengaku pemandangan di hadapannya sangat menggoda. Erin, kamu memang ciptaan Tuhan yang terindah!

Di tangan Erin, ada sebuah buku yang lagi dibaca dengan sangat fokus. Saking fokusnya, Erin bahkan tidak menyadari kehadiran James He. Si pria sengaja mengetuk tembok dan benar saja Erin langsung menoleh. Ketika melihat sosoknya, wajah Erin langsung was-was seperti melihat musuh utama. Kesantaiannya barusan sama sekali tidak berbekas.

James He senyum-senyum sambil berjalan mendekat, sementara Erin buru-buru menurunkan sepasang kakinya ke lantai. Semakin dekat jarak tubuhnya dengan tubuh James He, hidung Erin semakin merasa kesulitan nafas.

Novel Terkait

The Comeback of My Ex-Wife

The Comeback of My Ex-Wife

Alina Queens
CEO
4 tahun yang lalu
A Dream of Marrying You

A Dream of Marrying You

Lexis
Percintaan
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
4 tahun yang lalu
My Japanese Girlfriend

My Japanese Girlfriend

Keira
Percintaan
4 tahun yang lalu
My Charming Lady Boss

My Charming Lady Boss

Andika
Perkotaan
5 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
5 tahun yang lalu
Eternal Love

Eternal Love

Regina Wang
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tak Biasa

Cinta Tak Biasa

Susanti
Cerpen
5 tahun yang lalu