You Are My Soft Spot - Bab 249 Siapa Rekanmu? (2)

Vero he menatap Taylor Shen dengan wajah makin pucat: “Pokoknya pesan bergambar menyeramkan deh. Aku tadi sendirian, jadi sangat ketakutan begitu melihatnya. Sekarang sudah tidak apa-apa kok.”

Bibi Yun menuangkan air panas dan menyodorkannya pada si majikan, “Nona Vero He, minum air dulu untuk menenangkan diri. Sekarang dunia telekomunikasi makin maju, orang juga makin suka kirim gambar dan video aneh-aneh. Jangan terus dipikirkan ya.”

Vero He menerima dan tersenyum memaksa pada Bibi Yun. Ia berseru, “Terima kasih, Bibi Yun.”

Erin mengamati wajah Vero He yang perlahan kembali normal. Ia lalu bangkit berdiri dan menoleh ke James He. Si pria kebetulan juga sedang menoleh ke dirinya, jadi dia buru-buru mengalihkan pandangan ke Taylor Shen. Ketiga orang ini dalam hati memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang sama. Siapa yang mengirim pesan bergambar ke Vero He? Apa isi pesan bergambar itu? Mengapa dia ketakutan sampai begini rupa?

Setelah menegak air hangat, tubuh Vero He yang tadi merinding jadi jauh lebih baik. Meski begitu, adegan di pesan bergambar masih terus terputar di benaknya berulang-ulang. Ia pun memejamkan mata lekat-lekat. Tidak boleh memikirkan itu lagi, tidak boleh memikirkan itu lagi. Itu hanya candaan yang kelewatan dan bermaksud buruk. Asal ia tidak memikirkannya, tidak akan ada apa-apa yang terjadi.

Taylor Shen mengencangkan pegangan ke ponsel. Ia sungguh iba pada Vero He. Pesan bergambar apa sih yang bisa bikin seseorang berteriak bagai kemasukan setan tadi?

Semua pertanyaan ini membuat ketiganya jadi tidak tenang. James He meminta Felix He menemani Vero He untuk sementara. Ia, Taylor Shen, dan Erin lalu pergi ke ruang buku.

Di ruang buku, Taylor Shen memberikan ponsel Vero He ke James He, “Ponselnya rusak dan tidak bisa dinyalakan.”

Kakak Vero He itu menerimanya. Layar ponsel sudah pecah. Ia membanting ponsel ke meja buku, lalu menekan kencang-kencang kedua sisi meja seolah tengah melampiaskan kekesalan. Ia menanggapi dengan geram, “Iya, itu permasalahan utamanya. Kalian perhatikan tidak, kejadian-kejadian yang terjadi belakangan ini semuanya ditargetkan pada Vero He? Kita sudah berusaha melindunginya seketat mungkin, tetapi si pelaku tetap terus bisa mencari momen kita lengah. Masak kita benar-benar tidak bisa mengatasi ini sih?”

Erin gigit-gigit bibir. Ia merespon: “Tuan Muda, aku punya firasat semua yang terjadi pada Nona He ini ada hubungannya dengan momen hilangnya dia selama dua tahun……”

Kedua pria menatapnya lekat-lekat. Dengan kedua tangan terkepal, Erin menguraikan, “Aku memutar semua kejadian itu dalam benak. Sejak identitas Nona He terbongkar, semua urusannya selalu diganggu orang lain. Prize wheel pesta yang waktu itu jatuh dari luar terlihat sebagai ulah Lindsey Song karena iri, tetapi sebenarnya dia juga melakukan ini karena mendapat foto Arthur dan Nona He makan bareng. Yang mengirimkan dia foto inilah yang merupakan pelaku kejahatan sebenarnya.”

“Lanjutkan analisamu,” pinta James He.

“Keesokan hari sesudah acara pesta berakhir ricuh, Parkway Plaza kedatangan orang-orang yang mau buat onar. Ketika ditangkap, penyelidik mengetahui ketiga orang itu dapat transfer uang enam puluh juta dari Lindsey Song. Aku menelusuri fakta ini lebih lanjut. Lindsey Song bilang uang di kartu banknya memang tiba-tiba hilang enam puluh juta setelah membuka sebuah pesan yang mengandung virus. Dari sini, kita bisa curiga si otak kejahatan merupakan peretas komputer.”

Erin berhenti sejenak. Ia menoleh ke Taylor Shen. Yang ditoleh mengernyitkan alis dan bertanya, “Ngapain lihat aku?”

“CEO Chen ingat tidak, tujuh tahun lalu waktu Nona He dibawa polisi tepat pada hari pernikahannya, kamera CCTV rumah kediaman keluarga Shen juga dimainkan orang? Rekaman yang direkayasa itu bahkan membuat polisi percaya bahwa Angelina Lian didorong Nona He ke lantai bawah. Posisi Nona He pun jadi terpojok.”

“Jelas aku ingat kejadian ini.” Sampai mati pun si pria tidak bakal lupa kejadian ini. Gara-gara ini, ia terpisah dengan wanita kesayangan selama tujuh tahun.

Erin mengangguk, “Dua pelaku kejadian ini harusnya saling berkomplotan. Sayangnya, berhubung ponsel sudah rusak, kejadian yang barusan ini tidak bisa kita telusuri apakah dilakukan orang itu juga. Aku yakin sih orang itu sudah buru-buru menghapus pesan bergambar itu, jadi kalau pun ponselnya kita perbaiki tetap tidak akan ada bukti.”

“Jadi orang itu bisa mengontrol ponsel Tiffany Song?”

“Benar. Asal ponsel Nona He terhubung ke internet, orang itu bakal bisa mengontrolnya. Kemampuan orang ini sungguh hebat. Sayang sekali kemampuan itu dimanfaatkan untuk kejahatan dan bukan kebaikan.”

“Mengapa kamu yakin benar pelaku dua kejadian ini saling berkomplotan?” tanya James He.

Erin tidak menjawab pertanyaan James He. Ia malah bertanya pada Taylor Shen: “CEO Shen, kamu sudah berapa lama tidak memerhatikan adikmu? Menurutku, mulai sekarang kamu harus lebih intensitf memerhatikan dia. Terkadang wanita yang cemburu bisa sungguh-sungguh menakutkan.”

Erin tidak langsung bicara poin utamanya. Ini biar Taylor Shen menemukan sendiri poin tersebut. Terkadang, mencari tahu suatu kenyataan dengan tangan sendiri jauh bisa bikin percaya daripada diberitahu orang lain.

Tanpa perlu Erin banyak bicara, Taylro Shen langsung paham semua ini ada kaitannya dengan Angelina Lian. Ia berbalik badan dan melangkah keluar dengan cepat.

Suara pintu ditutup terdengar, lalu ruang buku kembali tenang. Menyadari kini yang tersisa di sana hanya dirinya dan James He, jantung Erin langsung berdegup kencang. Ia buru-buru cari alasan buat keluar juga: “Aku mau turun untuk mengecek kondisi Nona He.”

Tanpa menunggu jawaban, si asisten Vero He langsung berlari keluar bak lagi dikejar anjing.

James He mengamati bayangan tubuh Erin yang pergi dengan cepat. Ia dalam hati bertanya, segini takutnya kah dia dengan diriku? Dasar wanita aneh……

Taylor Shen tiba di lantai bawah. Di ruang tamu, Vero He sudah duduk dengan tenang. Melihat kehadiran si pria, Vero He bangkit berdiri dan bertanya dengan hati gelisah: “Kalian bicara apa?”

Yang ditanya membalas hanya dengan gelengan. Pria itu lalu mengangguk sopan pada Felix He tanda berpamitan. Si pria tua berdiri dan berusaha menahan tamunya: “Jam makan sudah mau tiba. Makan dululah dengan kami.”

“Ada urusan di kantor, jadi aku harus buru-buru tiba di sana. Pa, kunjungan resmiku sebagai calon menantumu dijadikan lain kali saja ya. Jangan lupa jaga kesehatan.”

Vero He terhenyak mendengar Taylor Shen memanggil ayahnya dengan sebutan barusan. Ia menoleh ke Felix He. Nampaknya kedua orang ini sudah menemukan kesepakatan soal panggilan ini deh?

Felix He mengangguk sambil tersenyum, “Baiklah, kalau urusannya penting kami jelas tidak akan menghalangi. Vero He, antar dia ke mobil gih.”

Vero He menoleh ke Taylor Shen, lalu kembali menoleh ke papa. Ia jadi bingung sendiri.

Si pria menggandeng tangan si wanita dan mengajaknya berjalan keluar pintu utama. Di depan vila, Vero He bertanya bingung pada Taylor Shen, “Kamu bicara apa sih dengan papa? Kok dia bisa setuju kamu memanggilnya papa?”

Yang ditanya tidak bisa menahan tawa. Ia menjawab blak-blakan, “Kita sudah naik ranjang, masak papamu masih belum jadi papaku?”

Vero He risih, “Memang ada hubungan antara naik ranjang dan panggilan papa?”

“Jelas ada. Kamu sudah naik ranjangku, jadi mana bisa kamu memutuskan hubungan kita?” ledek Taylor Shen.

Vero He menatap si pria lekat-lekat, “Taylor Shen, jangan pura-pura tidak tahu. Sekarang banyak kok orang-orang yang naik ranjang dan setelah itu putus. Siapa yang bilang sekali naik ranjang langsung tidak bisa berpisah? Kamu jangan sok bodoh begini ah.”

“Sepertinya kita harus naik ranjang beberapa kali lagi ya,” ujar Taylor Shen sambil mengedip sebelah mata. Vero He mengalihkan pandangan dan malas bertatapan dengannya.

Keduanya sudah tiba di sebelah Rolls-Royce. Taylor Shen menyandarkan punggung ke sisi mobil. Satu tangannnya diarahkan ke pinggang Vero He, lalu satu tangannya lagi dielus-eluskan ke rambut si wanita. Gerakannya sangat lembut dan penuh kasih sayang. Ia berkata: “Tiffany Song, malam ini kamu di rumah kediaman keluarga He saja. Besok aku jemput kamu, oke?”

Di bawah cahaya rembulan malam, wajah Taylor Shen terlihat sangat rileks dan tenang. Melihat wajah itu, Vero He jadi teringat pesan bergambar yang tadi muncul di layar ponsel. Sambil gigit-gigit bibir, ia menjawab sungkan, “Tidak mau dijemput. Ini rumahku yang sebenarnya.”

“Kalau kamu tidak mau ke rumahku, aku bakal pindah kemari. Papa tidak mungkin tidak setuju.” Taylor Shen mana mau pisah rumah dengan Vero He? Ia tidak boleh salah langkah lagi seperti dulu. Si wanita harus terus berada di bawah pengawasannya setiap saat.

Wajah Vero He memerah. Orang ini kalau bicara kok vulgar sekali sih!

Taylor Shen tidak tertarik berbincang lebih lanjut lagi. Ia mengeratkan cengkramannya pada pinggang Vero He lalu mendorongnya ke pelukan. Seperti biasa, pria itu menunduk dan menempelkan bibir ke bibir si wanita dengan perlahan.

Vero He memejamkan mata seperti sudah terbiasa dengan “serangan mendadak” ini. Bau pria yang maskulin serta bau rokoknya membuat tubuhnya terasa hangat.

Ciuman Taylor Shen makin lama makin agresif. Ia memainkan bibirnya di bibir si wanita. Sungguh, andai waktu bisa dihentikan, ia ingin melakukannya biar mereka bisa terus begini.

Angin malam yang bertiup pelan membuat daun pohon bergemerisik. Sampai keduanya mulai kehabisan nafas, Taylor Shen baru melepaskan ciuman sambil tetap memeluk. Mendengar si wanita membuang nafas seperti kelelahan karena habis ciuman mesra, hatinya terasa puas.

Pipi Vero He merah merona. Ia menjilati bibirnya sendiri dengan lidah buat membersihkan bekas ciuman tadi. Menyadari bibir itu sepertinya rada bengkak, ia pasrah.

Berselang beberapa saat, nafas keduanya sudah kembali normal. Taylor Shen melepaskan Vero He dari pelukan dan menatap wajahnya lekat-lekat dari jarak dekat. Pria itu berujar serak: “Sungguh ingin bawa kamu pulang.”

Vero He mengalihkan topik: “Cepat pergi, bukannya ada urusan mendadak di kantor?”

Bagai teringat sesuatu, ekspresi Taylor Shen sontak kembaali serius. Ia mengelus sejenak bibir Vero He yang bengkak, “Tunggu aku jemput kamu ya.”

Si wanita gigit-gigit bibirnya yang terasa mati rasa dan gatal. Ia mengamati si pria masuk mobil dan mobil yang melaju semenit kemudian.

Vero He berdiri diam di tempat sambil mengamati bayangan mobil yang makin lama makin menjauh. Ia melipat kedua tangan di dada sambil memikirkan sesuatu. Tidak lama setelah itu, ia masu kembali ke vila.

……

Di tengah jalan, Taylor Shen menelepon si asisten paling setia, “Christian, cek sekarang Angelina Lian tinggal di mana. Kirim alamatnya padaku.”

Christian dengan cepat mengirim pesan berisi alamat yang diminta. Taylor Shen mengemudi ke kompleks kelas atas yang disebut dalam pesan. Dalam setengah jam, mobilnya sudah terparkir di dalam kompleks itu. Ia membuka pintu mobil dan turun.

Apartemen yang sekarang ditinggali Angelina Lian berada di pusat kota. Wanita itu memang boros, uang yang diberikan Tuan Besar Shen dihambur-hamburkan tanpa banyak pikir dan rasa bersalah. Angelina Lian saat ini tengah berbaring tengkurap di sofa. Punggungnya penuh luka bekas pukulan.

Silver Eagle berdiri di sebelah sambil memegang obat. Bau pahit obat oles langsung memenuhi seluruh ruangan. Melihat Angelina Lian meringis dan menarik nafas panjang saking kesakitannya, pria itu memelankan gerakan olesannya. Silver Eagle juga mengajak bicara: “Gila, sial benar kamu sampai babak belur begini.”

Angelina Lian menanggapi dengan gusar, “Jangan lupa kamu, asal mula Arthur dikejar Taylor Shen adalah foto yang kamu berikan padaku. Ujung-ujungnya aku yang dibeginikan. Aku tidak menyangka “dia” bakal merasa kasihan pada Tiffany Song dan melindunginya.”

Arthur membalas dengan dahi terlipat, “Ada sesuatu yang aku tidak tahu kamu sudah tahu atau belum. Vero He tidak jadi diperkosa Arthur, entah karena apa. Ketika Taylor Shen dan lain-lain berhasil datang ke tempat penculikan, si Arthur dan bawah-bawahannya sudah tidak bernyawa. Kondisi mayat Arthur yang paling mengenaskan. Dengar-dengar anu-nya bahkan dipotong.”

Angelina Lian relfeks mendudukkan diri karena kaget. Sekujur tubuhnya merinding. Ia mencoba memastikan, “Apa maksudmu?”

“Aku berani menyimpulkan mereka bukan dibunuh Taylor Shen, kalau tidak mana mungkin Taylor Shen bisa bebas dari jeratan hukum? Yang paling mungkin membunuhnya adalah si “dia”. “Dia” pergi ke gudang barang bekas, lalu menolong Vero He. Tetapi, yang bikin aku bingung adalah, berhubung “dia” sudah menolong Vero He, mengapa “dia” tidak mau menampakkan diri? Sekarang kan semuanya masih serba abu-abu, bukankah aman untuk menampakkan diri?” keluh Silver Eagle. Ia makin lama sungguh makin tidak bisa memahami jalan pikiran si “dia”.

“Si “dia” memang aneh, kalau tidak mana mungkin sih memukuli adiknya hanya demi seorang wanita tidak jelas bernama Vero He?” Ketika mengatakan ini, punggung Angelina Lian tiba-tiba terasa nyeri lagi. Ia kembali berbaring tengkurap, “Cepat oleskan obatnya, sakit sekali ini.”

Novel Terkait

Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
5 tahun yang lalu
Perjalanan Selingkuh

Perjalanan Selingkuh

Linda
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Istri Direktur Kemarilah

Istri Direktur Kemarilah

Helen
Romantis
4 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Gaun Pengantin Kecilku

Gaun Pengantin Kecilku

Yumiko Yang
CEO
4 tahun yang lalu
Cinta Tapi Diam-Diam

Cinta Tapi Diam-Diam

Rossie
Cerpen
5 tahun yang lalu
The Campus Life of a Wealthy Son

The Campus Life of a Wealthy Son

Winston
Perkotaan
4 tahun yang lalu