You Are My Soft Spot - Bab 162 Mengambil Gaun Pengantinnya (2)

Taylor Shen sungguh merasa bersalah membuat Tiffany Song jadi begini. Ia menyentuh pundak Tiffany Song dengan tangannya. Mungkin karena terlalu fokus, Tiffany Song kaget setengah mati dengan sentuhan ini. Begitu sadar yang menyentuhkan bukan orang aneh-aneh, ia membuang nafas lega. Tiffany Song lalu bertanya sambil memandang jam tangan: “Ini belum pukul tiga, kok kamu sudah bangun?”

“Tiba-tiba terbangun. Kamu sedang apa?” tanya Taylor Shen meski sudah bisa mengira-ngira jawabannya dari kata yang terpampang di layar komputer Tiffany Song berikut pengertiannya.

Tiffany Song bercerita: “Tadi pagi saat rapat kalian banyak mengucapkan kata-kata yang sangat teknis. Aku tidak begitu paham, jadi aku menandai mereka semua dan sekarang mengeceknya. Ini biar lain kali kalau bertemu kata-kata itu lagi aku tidak kebingungan.”

“Lelah tidak rasanya?”

“Tidak kok, ini hitungannya kan menambah pengetahuan juga. Semakin banyak aku belajar kata-kata ini, aku akan bisa semakin terampil dalam mengelola perusahaan. Betul kan?” balas Tiffany Song dengan penuh optimisme.

“Kamu ini mengapa tidak tanya arti kata-katanya ke aku saja sih?” Taylor Shen mengambil berkas rapat Tiffany Song dan membacanya. Di atas berkas itu ada banyak sekali kata yang ditandai, bahkan kata-kata yang relatif populer macam “pusat grosir” dan “strategi anti-takeover”.

“Sekarang kan ada Baidu,” balasa Tiffany Song sambil menunjuk layar komputer.

Wajah Taylor Shen memuram, “Lain kali kalau ada yang tidak kamu pahami langsung tanya aku. Aku adalah Baidu-mu, paham?”

“Iya iya, aku paham.” Tiffany Song mengangguk patuh.

Taylor Shen mengembalikan berkas rapat Tiffany Song lalu berpesan: “Tiffany Song, aku tidak ingin kamu kelelahan. Mengerti kamu?”

“Aku tidak merasa kelelahan kok. Kamu tenang saja, kalau aku tidak kuat aku pasti akan bicara denganmu. Aku tidak akan memaksakan diri.” Tiffany Song bisa memahami kekhawatiran Taylor Shen.

Taylor Shen mengelus-elus hidung Tiffany Song dengan penuh kasih sayang. Melihat kemandirian Tiffany Song, Taylor Shen entah mengapa merasa wanita itu sebenarnya tidak masalah jika tidak hidup dengannya. Jelas-jelas ia sendiri yang mau melepaskan Tiffany Song ke angkasa bebas, tetapi ketika ia melihatnya mengepak-ngepakan sayapnya di udara, ia malah khawatir ia tidak akan kembali lagi ke sisinya.

“Ya sudah kalau begitu. Aku jalan dulu deh, nanti sore ada rapat.” Taylor Shen mengangkat dagu Tiffany Song lalu mengajaknya french kiss. Ia baru melepaskan dia setelah mereka berdua terengah-engah. Taylor Shen kemudian berjalan keluar.

Melihat Taylor Shen menghilang di balik pintu, Tiffany Song tiba-tiba teringat belum memberitahunya nanti malam ada acara perusaahan dan mengundangnya hadir. Namun apa daya, ia sudah terlambat.

Pukul lima sore, Christian masuk ruang kerja Tiffany Song sambil membawa sebuah kotak. Ia menaruh kotak itu di meja kerja bosnya sambil berkata: “CEO Shen, ini diserahkan oleh orang suruhan CEO Shen.”

Tiffany Song bangkit berdiri dari kursinya dan membuka kotak itu. Isinya rok panjang warna pink, modelnya sangat simpel namun bagus. Kelihatannya tanpa harus dikabari Taylor Shen sudah tau semua jadwal kegiatan Tiffany Song.

Christian pun keluar setelah mengantarkan itu. Melihat waktu yang tersisa tidak banyak lagi, Tiffany Song segera bergegas membawa rok ke ruang ganti dan berdandan minor. Tiffany Song memilih sepatu yang warnanya mirip dengan rok pemberian Taylor Shen, jadi gaya busananya kali ini terlihat sangat serasi. Dengan tas pestanya, Tiffany Song terlihat sangat sempurna.

Waktu sudah menunjukkan pukul enam ketika Tiffany Song selesai bersiap. Acara perusahaan akan dimulai pukul tujuh, jadi berangkat sekarang ke Golden Imperial Hotel cukup ideal. Tiffany Song menelepon Taylor Shen. Pria itu menjawab: “Tiffany Song, kamu berangkat duluan saja. Aku sebentar lagi sampai juga.”

Tiffany Song agak kecewa, tetapi ia tetap mengangguk mengiyakan. Begitu Tiffany Song keluar dari ruang kerja, Christian langsung terpana melihat penampilannya. Sepatu hak tinggi warna putih, rok panjang warna pink, dan syal bulu warna putih…… Ia seperti dewi yang jatuh dari khayangan.

Christian jadi teringat perjumpaan pertamanya dengan Tiffany Song. Hanya dalam waktu yang sangat singkat, wanita itu sudah berubah layaknya jadi orang lain. Tiffany Song yang sekarang sudah lebih punya pesona, juga lebih mandiri.

“CEO Song, CEO Shen suruh aku antar kamu,” ujar Christian sambil berjalan ke lift dan menekan tombolnya.

Lift sudah tiba sebelum Tiffany Song sampai ke depan lift. Mereka berdua sama-sama masuk lift tanpa berbincang sama sekali. Sesampainya lift di lantai satu, Christian langsung bergegas mengambil mobil. Rok panjang Tiffany Song agak tipis, jadi ia agak kedinginan selama menunggu karena tertiup angin luar.

Sesampainya Tiffany Song dan Christian di ruang acara, sebagian besar pekerja perusaahan sudah hadir. Dalam acara begini, para petinggi perusahaan yang keras padanya saat rapat agak melunak.

Mereka setidaknya berharap berbincang-bincang santai satu sama lain.

Lampu ruang acara dimatikan dan seberkas cahaya lampu tembak muncul dengan sorotan ke tengah panggung. Sambil memegang mikrofon, Christian berdiri di sana dan membuka acara: “Para tamu yang terhormat, terima kasih atas kehadiran kalian semua. Pesta malam resmi dimulai. Sekarang, mari persilahkan Manajer Umum Tiffany Song untuk memberi kata sambutan.”

Cahaya lampu tembak kedua menyala dan mengarah ke Tiffany Song. Dengan senyum tipis, wanita itu berjalan perlahan ke podium. Ia mengangguk pada Christian, lalu menerima sodoran mikrofon barusan dan berucap: “Terima kasih kalian semua sudah datang ke pesta malam ini. Di sini ada banyak sekali pekerja lama Winner Group yang aku kenal. Pengalamanku mungkin kurang untuk menduduki jabatan seorang manajer umum, tetapi aku janji pada kalian semua aku akan belajar dengan keras dan membawa perusahaan maju dengan pesat. Mulai hari ini, Winner Group akan jadi masa lalu. Perusahaan kita berganti nama jadi Tiffalor Design Corp. Mari sambut peristiwa besar ini dengan penuh sukacita, terima kasih semuanya.”

Tepuk tangan yang sangat meriah sontak terdengar di seluruh penjuru ruangan. Tiffany Song kemudian mengembalikan mikrofon ke Christian dan turun panggung.

Lampu ruangan kembali menyala dan semuanya mulai bersuka ria. Tiffany Song berbincang-bincang dengan beberapa petinggi perusahaan. Meski ketika rapat mereka memendam ketidaksukaan padanya, pada acara ini semua orang akan melupakan urusan itu.

Meski mereka tidak begitu yakin dengan kemampuan Tiffany Song, mereka mau tidak mau harus menerima fakta bahwa Tiffany Song adalah pemegang saham terbesar Tiffalor Design Corp. Dengan kata lain, Taylor Shen sudah memberikan perusahaan ini padanya. Mau diapakan itu terserah padanya, Taylor Shen bahkan tidak akan ikut campur kalau ia melakukan yang aneh-aneh.

Jadi, daripada berpikir bagaimana caranya menurunkan Tiffany Song, rasa-rasanya jauh lebih tepat bagi mereka untuk mencari perusahaan baru.

Ada beberapa petinggi perusahaan yang sudah menyadari keunggulan Tiffany Song. Ia dalam hal manajerial memang tidak punya pengalaman, namun ide dan pemikiran baru yang ia cetuskan selama ini sangat segar. Ini merupakan poin yang sangat penting bagi perusahaan.

Apalagi, sejak berubah nama, pekerjaan yang didapatkan perusahaan meningkat cukup drastic dibanding bulan-bulan sebelumnya. Ini membuat mereka cukup percaya diri untuk melanjutkan karier di Tiffalor Design Corp.

Beberapa pekerja yang senang gosip agak bingung, dalam situasi ketika rumor-rumor tidak sedap soal Tiffany Song dan Taylor Shen tengah memuncak seperti sekarang, si pria kok malam ini tidak terlihat batang hidungnya? Masing-masing dari mereka dalam hati punya perkiraannya sendiri mengapa ini bisa terjadi.

Jangan-jangan setelah rumor kemarin muncul mereka langsung putus? Ah, tidak mungkin, tadi sore masih ada pekerja yang liat Taylor Shen masuk ruang kerja Tiffany Song kok. Bahkan, ketika pria itu keluar, di sudut bibirnya ada warna pink yang mencurigakan.

Setelah berbincang beberapa saat dengan para petinggi perusahaan, Tiffany Song merasa agak lapar. Ia mengambil sepotong kue tiramisu, lalu pergi ke balkon untuk makan sambil menikmati udara luar. Baru sebentar ke balkon, Tiffany Song langsung mendengar ada pekerja berucap: “Nasib Tiffany Song baik sekali ya. Hanya dengan menggelendoti Taylor Shen, dia tiba-tiba bisa lompat jabatan jadi manajer umum. Dengar-dengar Taylor Shen juga sudah memberikan perusahaaan ini ke dia, siapa pun jadinya tidak berani macam-macam dengannya.”

“Iya tuh. Entahlah Taylor Shen tertarik pada apanya, wajahnya saja sangat biasa, kalau dibuang ke lautan manusia pasti tidak diketahui keberadaannya lagi. Aku rasa Taylor Shen sudah bosan dengan yang cantik-cantik dan ingin coba “rasa baru” deh,” balas satu pekerja lainnya.

“Salah kamu. Ada kabar buruk yang menyebut Taylor Shen impoten, ya seperti orang-orang yang dikebiri itu lah.” Si pekerja pertama melanjutkan kalimatnya: “Kamu tahu tidak orang-orang impoten itu jadi agresif sekali dalam mencumbu pasangan mereka? Si Tiffany Song jadi pasangan Taylor Shen pasti bonyok-bonyok tuh tiap hari di ranjang.”

Si pekerja tertua tertawa terbahak-bahak, “Jijik banget sih kamu. Tiffany Song sebenarnya harus kita beri simpati tahu. Badan kecil mungilnya itu pasti super kelelahan menahan gempuran “serangan” Taylor Shen.”

“Betul tuh. Kita selama ini hanya bisa lihat penampilan luarnya. Di dalam pakaiannya, kita tidak tahu seberapa tragis kondisi tubuhnya,” jawab pekerja pertama pelan. Ia kemudian membisikkan beberapa kata-kata yang sangat tidak pantas pada pekerja kedua.

Tiffany Song tidak tahan mendengar percakapan ini. Ia meletakkan piring kuenya di meja lalu langsung berjalan masuk ke ruang acara.

Kedua pekerja tidak sadar Tiffany Song daritadi ada di balok. Wajah mereka langsung pucat mengingat-ingat kata-kata yang mereka ucapkan barusan. Mereka buru-buru menyapa: “CEO Song.”

Tiffany Song menata mereka sekilas lalu bergegas pergi tanpa menanggapi sepatah kata pun. Keduanya langsung berlari berusaha menyusul wanita itu, “CEO Song, maaf, kami tidak sengaja.”

Tiffany Song tidak menghentikan langkahnya. Ia tahu ada banyak sekali orang yang mencela hubungannya dengan Taylor Shen, tetapi tidak pernah terlintas di benaknya sama sekali kata-kata mereka akan semenyakitkan ini. Ia marah bukan karena mereka menjelek-jelekkan dirinya, tetapi karena mereka mengatai-ngatai Taylor Shen impoten.

Kedua pekerja bertatap-tatapan dan kembali berusaha mengejarnya, “CEO Song, mohon maafkan kami. Lain kali kami tidak akan asal bicara seperti barusan lagi.”

Sejak perusahaan berganti nama, Tiffany Song mengumumkan kebijakan baru soal gaji. Semua pekerja yang sudah bekerja satu tahun lebih di Winner Group dan bersedia tetap tinggal di Tiffalor Design Corp akan dapat kenaikan gaji mulai dari kisaran ratusan ribu hingga yang paling tinggi jutaan. Ditambah dengan bonus performa, gaji para pekerja rata-rata naik setengah dari sebelumnya. Siapa pun jelas tidak mau kehilangan pekerjaan ini.

Kalau dari awal tahu Tiffany Song ada di balkon, mereka pasti tidak akan membincangkan ini.

Tiffany Song akhirnya berhenti berjalan. Ia berbalik badan dan menatap kedua pekerja dengan tajam: “Pernah dengar pepatah “mulutmu harimaumu”? Kalau pernah, kamu berarti tahu kan setiap manusia harus berani menanggung konsekuensi dari kata-kata yang dia ucapkan? Malam ini aku tidak akan buat perhitungan dengan kalian, tetapi kalau lain kali kalian melakukannya lagi, jangan salahkan ketegaanku.”

“Terima kasih, CEO Song. Sungguh terima kasih.” Kedua pekerja langsung menangis bahagia.

“Sana pergi.” Tiffany Song mengalihkan pandangannya dari mereka. Ia tidak tertarik memperpanjang urusan ini, ya sudah berlalu biarlah berlalu, yang penting jangan diulang.

“Besok kalian tidak perlu masuk kantor lagi. Kalian dipecat.” TIba-tiba dari belakang Tiffany Song terdengar suara berat seorang pria. Tiffany Song menoleh, dan yang muncul di pandangannya adalah Taylor Shen yang sudah ada di sana entah berapa lama. Pria itu berjalan perlahan menghampirinya, memegang pinggangnya, dan berseru pelan: “Halo sayang, maaf terlambat.”

Tiffany Song terdiam menatap bibir Taylor Shen yang dikecupkan ke bibirnya. Ada banyak orang di sini, pria ini sungguh tidak tahu situasi ya. Tiffany Song menatap sekilas kedua pekerja yang wajahnya kembali memucat karena pernyataan Taylor Shen, lalu menjawab datar: “Aku pikir kamu tidak akan datang.”

“Kok begitu? Aku tadi sudah suruh orang antar gaun pesta buatmu, tapi kamu tidak menelepon-meneleponku juga untuk undang aku hadir. Aku pikir kamu tidak mau aku datang ke pesta ini.”

“Masak iya begitu? Aku tadi tuh sudah ingin undang kamu, tetapi pas siang kamu menciumi aku sampai pusing jadi aku lupa.” Tiffany Song berusaha membela diri. Tatapannya penuh keseriusan seolah ingin menegaskan ia tidak bermaksud menghindarkan Taylor Shen datang dari pesta ini.

Taylor Shen berkata: “Kalau pun kamu sungguh-sungguh tidak undang aku, aku akan datang kok. Mukaku ini tebal.”

Tiffany Song tertawa mendengar perkataan itu. Ketika menyadari kedua pekerja yang sudah ia usir masih berdiri di tempat semula, ia bertanya tidak senang sambil mengernyitkan alis, “Belum pergi juga?”

Salah satu pekerja memohon ampun: “CEO Shen, kami sangat membutuhkan pekerjaan ini. Mohon jangan pecat kami, kami tahu kami salah.”

“Tidak ada satu pun orang di dunia ini yang berhak menyakiti orang lain, apalagi atasannya sendiri, dengan kata-kata. Kalian sudah merendahkan atasan kalian. Selihai-lihainya kemampuan kerja kalian, orang-orang macam kalian tidak layak dipertahankan. Mulut sendiri saja tidak bisa kontrol, apalagi kalau diberi tanggung jawab besar di pekerjaan?” Taylor Shen menyuruh dingin, “Christian, panggil satpam untuk seret mereka keluar.”

“Baik, CEO Shen.” Christian segera bergegas menjalankan perintah.

Novel Terkait

Seberapa Sulit Mencintai

Seberapa Sulit Mencintai

Lisa
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Kisah Si Dewa Perang

Kisah Si Dewa Perang

Daron Jay
Serangan Balik
4 tahun yang lalu
The Revival of the King

The Revival of the King

Shinta
Peperangan
4 tahun yang lalu
His Soft Side

His Soft Side

Rise
CEO
4 tahun yang lalu
Pria Misteriusku

Pria Misteriusku

Lyly
Romantis
4 tahun yang lalu
Love From Arrogant CEO

Love From Arrogant CEO

Melisa Stephanie
Dimanja
4 tahun yang lalu
Beautiful Love

Beautiful Love

Stefen Lee
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Beautiful Lady

Beautiful Lady

Elsa
Percintaan
4 tahun yang lalu