You Are My Soft Spot - Bab 135 Soal Tiffany Song, Ia Selalu Ingin Mendominasi (2)

Tiffany Song diam di tempat. Ia mengamati Tante Jiang berusaha menyalakan api dengan mata berkaca-kaca, “Nenek meninggal terlalu dini. Ia tidak keburu melihatku tumbuh dewasa.”

Mereka ngobrol sejenak di dapur. Tante Jiang akhirnya kelar menyiapkan wedang ronde campur telur bagi mereka. Ini memang budaya orang desa ketika menyambut tamu. Setelah bersantap, Tante Jiang mengatur kamar bagi mereka. Karry Lian dapat satu kamar sendiri, sementara Tiffany Song tidur dengan dirinya.

Setelah mandi, Tiffany Song duduk di sisi ranjang. Melihat Tante Jiang masuk kamar, ia ragu-ragu sejenak lalu memberanikan diri berujar: “Tante Jiang, ada sesuatu yang ingin aku tanyakan padamu.”

Melihat wajah Tiffany Song yang serius, wajah Tante Jiang relfeks ikutan serius. Ia menbalas: “Apa itu?”

Tiffany Song sangat gugup. Kedua tangannya terkepal erat-erat. Ia tidak tahu jawaban macam apa yang akan ia peroleh dari pertanyaan ini, juga tidak tahu apakah setelah mendengar jawaban itu hidupnya akan berubah total. Ia makin lama makin cemas dan makin tidak berani bicara.

Tante Jiang menghampirinya. Wanita itu duduk di sisinya. Melihat kedua tangan Tiffany Song yang terkepal kencang, ia mengulurkan tangannya untuk melepaskan kedua kepalan itu supaya Tiffany Song tidak menyakiti dirinya sendiri. Ia kemudian mempersilahkan, “Nini, katakanlah pertanyaanmu. Kalau aku tahu jawabannya, aku pasti akan memberitahukannya padamu tanpa menyembunyikan satu hal pun.”

Tangan tante Jiang penuh kerutan seperti tangan nenek. Ini membuat Tiffany Song jadi sedikit lebih nyaman. Ia pun mengutarakan pertanyaannya: “Tante Jiang, kamu kan terus-terusan tinggal di sini, aku ini bukan cucu kandung nenek ya?”

Tangan Tante Jiang gemetar. Ia menegur Tiffany Song: “Nini, kamu ini bicara apa sih? Kalau bukan kamu, lantas siapa dong cucu kandung nenek?”

Tiffany Song menatap Tante Jiang lekat-lekat. Ia bisa melihat dengan jelas ada sesuatu yang tengah disembunyikan olehnya. Dari tasnya, Tiffany Song mengambil tiga buah foto dan berucap: “Di ketiga foto ini ada bayi perempuan. Di foto satu bulanan dan foto bersama nenek, bayi itu bermata belo. Sebaliknya, di satu foto lain yang ini, bayi itu bermata sipit. Aku ini bermata sipit. Tante Jiang, aku ingin tahu fakta yang sebenarnya.”

Tante Jiang melirik sekilas foto itu. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan: “Penglihatanku sudah tidak begitu bagus. Aku tidak bisa melihat dengan jelas saat malam hari. Lagipula mata bayi itu kan masih berkembang, ada bayi yang saat kecil belo tapi ketika dewasa jadi sipit.”

Tiffany Song menggeleng, “Bukan begitu juga sih. Beberapa waktu lalu, saat aku kecelakaan, nenek hadir dalam mimpiku dan minta aku terus hidup menggantikan Nini. Aku tidak paham apa yang nenek maksudkan padaku, tetapi aku sendiri juga bukan anak kandung papaku.”

Tante Jiang menatapnya terkejut, “Apa kamu bilang?”

“Aku bukan anak kandung papaku. Tante Jiang, kalau kamu tahu sesuatu soal ini, tolong ceritakan padaku.” Tiffany Song sungguh berharap Tante Jiang bisa memberi penjelasan padanya, sedikit pun tidak masalah. Kalau ia bukan Nini, maka dia siapa?

Tante Jiang membuang nafas panjang, “Nini, aku sudah berjanji pada nenekmu untuk tidak membongkar ini.”

Hati Tiffany Song langsung berdesir. Ia menatap nenek yang tersenyum lebar di dalam foto, lalu menggenggam tangan Tante Jiang dan menatapnya dengan penuh pengharapan: “Kamu tahu tidak? Ibuku sudah kembali dan aku sudah berkenalan dengannya. Namun, semakin aku mendekatinya, aku semakin takut, takut aku tidak punya hubungan darah dengannya. Aku bahkan tidak berani melakukan tes DNA, aku takut kehilangan mamaku. Beberapa tahun ini aku tinggal di rumah mereka dan berjuang keras meningkatkan kualitas diriku. Aku ingin jadi orang yang layak dibanggakan olehnya. Masalahnya, kalau aku bukan putri kandungnya, apa gunanya perjuanganku selama ini?”

“Kamu aneh sekali, buat apa berpikir sejauh ini?” Tante Jiang menepuk punggung tangan Tiffany Song. Jadi anak ini tidak punya hubungan darah dengan ayahnya ya…… Pasti selama ini hidupnya di keluarga Song sangat menyedihkan.

“Aku sudah berulang kali memberitahu diriku sendiri untuk berdamai dengan semua ini. Tetapi, aku tidak bisa. Aku sungguh ingin tahu identitasku yang sebenarnya.” Di dunia ini, anak-anak yang dibuang orangtuanya, meski benci setengah mati pada mereka, pasti akan melewati titik di mana mereka ingin berjumpa dengan mereka barang untuk sekali.

Mungkin inilah kekuatan ikatan darah.

Tante Jiang mendeham, lalu menguraikan, “Menjelang mati, nenekmu berulang kali memperingatkanku untuk tidak memberitahukan ini padamu. Tetapi, karena kamu terus bertanya, aku kasih tau sajalah. Kamu memang bukan Nini. Nini sudah meninggal karena tenggelam.”

Mata Tiffany Song membelalak. Ia menatap Tante Jiang dengan setengah tidak percaya. Kata-kata wanita itu barusan berulang-ulang berdengung di telinganya seperti gema. Dengan bibir bergetar ia mencoba memastikan, “Apa, apa kamu bilang?”

“Nini yang sebenarnya sudah meninggal saat masih berusia dua tahun. Ia tenggelam di kali. Nenekmu sangat putus asa, ia tiap hari menangis di pinggir kali sambil meneriak-neriakkan nama Nini. Tidak lama kemudian, ia menghilang entah ke mana.”

“Ia ke mana?”

“Aku tidak tahu, sepertinya ke kota mencari mamanya Nini. Berselang beberapa waktu, nenek pulang sambil membawa kamu. Nenek bilang ke semua orang bahwa kamu adalah Nini. Sayangnya, kami yakin seratus persen Nini sudah mati. Aku bahkan salah satu pengubur jasadnya. Setiap kali ada orang yang bilang kamu bukan Nini, nenek pasti akan memaki-makinya. Kami takut nenek gila, jadi lama-kelamaan kami ikut menganggapmu sebagai Nini yang sebenarnya.”

“Jadi aku benar-benar cucu adopsi nenek?” Sekujur tubuh Tiffany Song gemetar. Ia bukan Nini, ia anak yang diadopsi nenek untuk menggantikan Nini. Jadi, siapa diri dia sebenarnya? Siapa ayahnya dan siapa ibunya?

“Iya, kamu cucu adopsi nenek. Kamu tenang saja, cinta nenek padamu sama sekali tidak kalah dengan cintanya pada Nini yang asli kok. Saat ia sakit parah, ia takut setelah ia mati tidak ada yang merawatmu, jadi ia mengantarmu ke keluarga Song di kota. Nini, nenek luar biasa sayang padamu.”

Air mata Tiffany Song perlahan mengalir keluar. Di kasur yang ia duduki sekarang, ia ingat ia pernah pipis di atasnya dan dimarahi nenek. Melihatnya menangis tersedu-sedu karena dimarahi, nenek langsung menggendongnya dengan iba. Wanita itu mencoba menenangkannya sembari ikutan menangis.

Kala itu ia tidak paham mengapa nenek ikutan menangis. Kali ini ia sudah paham. Sekali pun nenek telah mengalihkan segenap kasih sayangnya dari Nini ke dia, pada akhirnya ia tetap bukan Nini yang asli.

Hati Tiffany Song putus asa dan hancur. Ia bukan Nini, mengapa ia bukan Nini? Ia berharap ia adalah Nini, jadi nenek tidak akan menangis karenanya dan tidak wafat cepat-cepat.

Tante Jiang ikut meneteskan air mata. Wanita itu mencoba memberi sedikit penghiburan, “Nini, jangan kesal apalagi dendam pada nenek. Setelah ia mengantarmu ke kota, kondisi tubuhnya langsung turun drastis. Ia mati segan hidup tak mau selama dua tahun. Setiap kali sadar, ia selalu memanggil-manggil namamu. Ia sudah menganggapmu sebagai cucu kandungnya sendiri.”

Tiffany Song menutupi kedua matanya dengan baju. Ia tidak akan kesal pada nenek, nenek adalah orang yang paling ia hormati. Selama tinggal di rumah keluarga Song, orang yang paling sering ia pikirkan juga nenek.

Beberapa lama kemudian, Tiffany Song sudah mengelap bersih air matanya. Matanya kini terlihat bersih dan bening. Ia bertanya lagi pada wanita di sebelahnya: “Tante Jiang, apa nenekku pernah cerita padamu dari mana ia mengambilku?”

Tante Jiang melipat dahi. Berselang beberapa saat, ia baru menjawab: “Aku ingat dia pernah bilang padaku, tetapi aku sudah lupa karena sudah berlalu sangat lama. Aku hanya ingat ia ada sebut panti asuhan.”

“Panti asuhan?” Tiffany Song buru-buru mengambil lagi foto yang di dalamnya ada ia dan nenek. Ia menunjuk sebuah bangunan menyerupai gereja di belakang mereka, “Ini bukan ya panti asuhannya?”

Tante Jiang mengamati bangunan itu, “Harusnya iya.”

“Kalau begitu, nenek ada sebut nama dan lokasi panti asuhannya padamu tidak?” Tiffany Song menggenggam erat-erat tangan Tante Jiang. Jantungnya berdebar kencang seolah bersiap lompat keluar dari tenggorokannya.

Tante Jiang menggeleng, “Aku sudah lupa.”

“Tante Jiang, coba ingat baik-baik. Nama panti asuhan ini akan sangat berarti bagiku.”

“Aku pikir-pikir sebentar ya, aku ingat-ingat dulu.” Tante Jiang berpikir cukup lama, lalu tiba-tiba menepuk pahanya sendiri: “Aku sudah ingat! Kalau tidak salah, nenek bilang nama panti asuhannya terdiri dari tiga kata dan dia hanya ingat kata yang paling sederhana.”

Tiffany Song tahu nenek tidak bisa baca tulis. Ia buru-buru bertanya: “Apa itu?”

“Bahagia.” Tiffany Song menatap foto yang ia pegang lagi. Di bagian atas bangunan itu tertulis enam kata. Kalau dilihat-lihat, dua kata pertama seharusnya “panti asuhan”. Kata “bahagia” sepertinya merupakan kata ketiga.

Panti Asuhan Bahagia X X X, dari sinikah nenek emngadopsinya? Mengapa ia bisa ada di panti asuhan? Apa ia dibuang oleh ayah dan ibu kandungnya?

......

Tiffany Song semalaman tidak bisa tidur. Ia berguling bolak-balik di atas ranjang. Karena takut membangunkan Tante Jiang, ia mengambil ponselnya dan turun dari ranjang. Ia sudah besar, ia sama sekali tidak takut dengan kegelapan malam di sini lagi. Kenangannya di rumah ini terlampau banyak.

Tiffany Song berjalan ke ruang utama. Ia duduk di bangku panjang di beranda rumah. Ia menatap langit yang diselimuti awal tebal dengan perasaan sesak. Ia ternyata benar-benar bukan putri Benjamin Song dan Callista Dong. Putri kandung mereka sudah meninggal lama sekali.

Jadi, dia sebenarnya siapa? Mengapa setelah mengetahui kenyataan yang sebenarnya ia malah jadi makin bingung dengan identitas dirinya sendiri?

Tiffany Song menyalakan ponselnya. Ia ingin menelepon Taylor Shen untuk bertanya apa yang selanjutnya harus ia lakukan. Ia benar-benar bingung, sungguh bingung.

Dua puluh lima tahun ini, ia terus berjuang demi mimpinya untuk menjadi anak yang dibanggakan mama. Namun, di ujung perjuangannya, ia baru tahu ia tidak punya hubungan darah sedikit pun dengan wantia itu. Pantas saja ketika mereka berjumpa pertama kali ia tidak merasakan getaran ikatan ibu dan anak yang biasa disebut-sebut dalam novel.

Teringat pertemuan pertamanya dengan Callista Dong itu, Tiffany Song sadar nasib sebenarnya sudah memberinya petunjuk. Sayang, ia terlalu polos untuk memahaminya.

Sekarang ia harus bagaimana? Nenek selalu menyembunyikan identitasnya dan tidak mau memberitahukannya pada Callista Dong. Wanita itu pun jadi tidak tahu anak kandungnya sudah mati dari dulu.

Pikirann Tiffany Song sangat kacau. Ia mengenggam ponselnya dan memencet sederet nomor yang sangat familiar dengannya. Ia menatap nomor itu berlama-lama tanpa berani memencet tombol telepon.

Taylor Shen, aku sendiri saja tidak tahu bagaimana harus menghadapinya, apalagi kalau aku harus mengabarkannya padamu?

Tiffany Song mematikan ponselnya kembali ke tas. Ini sedang musim gugur, ia tidak boleh berdiam di luar terlalu lama. Ia pun bangkit berdiri dan kembali masuk rumah.

Karry Lian daritadi juga berbaring di ranjang tanpa terlelap. Ia menatap tiang kamar di hadapannya sembari mencoba mendengarkan suara-suara yang ditimbulkan Tiffany Song di luar. Wanita itu kini berjalan masuk dengan tergopoh-gopoh. Ia duduk dan ingin keluar kamar untuk mengecek keadaan Tiffany Song, tetapi pada akhirnya ia kurungkan niat ini.

Karry Lian kembali berbaring di ranjang. Tidak lama kemudian terdengar suara pintu rumah dikunci. Lampu di ruang utama pun dimatikan.

Suasana di luar kembali sunyi seperti sebelumnya.

Keesokan harinya, Tiffany Song dan Karry Lian berpamitan dengan Tante Jiang. Wanita itu mengantar mereka sampai cukup jauh. Sekembalinya ke rumah bata, Tante Jiang melihat selembar cek di meja makannya. Di atas cek itu tertulis nominal 400 juta. Di sebelah cek, ada selembar kertas yang punya tulisan "Ambil uang dengan cek ini dan pergi dari sini. Semakin jauh, semakin baik."

Tante Jiang menyimpan cek itu dan segera mengepak barang-barangnya.

Novel Terkait

Because You, My CEO

Because You, My CEO

Mecy
Menikah
4 tahun yang lalu
PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

PRIA SIMPANAN NYONYA CEO

Chantie Lee
Balas Dendam
3 tahun yang lalu
Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milyaran Bintang Mengatakan Cinta Padamu

Milea Anastasia
Percintaan
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Uangku Ya Milikku

Uangku Ya Milikku

Raditya Dika
Merayu Gadis
3 tahun yang lalu
Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Jika bertemu lagi, aku akan melupakanmu

Summer
Romantis
4 tahun yang lalu
Kakak iparku Sangat menggoda

Kakak iparku Sangat menggoda

Santa
Merayu Gadis
4 tahun yang lalu
Harmless Lie

Harmless Lie

Baige
CEO
5 tahun yang lalu