You Are My Soft Spot - Bab 87 Foto Lima Tahun Lalu (2)

Tiffany Song membuang nafas pasrah. Ia buka pintu sendiri dan duduk. Melihat wajah Taylor Shen muram, ia tidak berani membuatnya semakin kesal. Ia duduk tenang di kursi, lalu terpikir untuk menjelaskan: “Yang terjadi tadi tidak seperti yang kamu pikirkan. Pengacara Lian terluka karena bertengkar di pengadilan dengan William Tang ketika membelaku. Aku awalnya ingin mengantarnya ke rumah sakit, tapi ia bilang tidak perlu, jadi aku membelikannya obat oles dan membantunya mengoleskannya.”

“Kalau kamu sangat tersentuh dengan pembelaannya, mengapa kamu tidak mengajaknya berhubungan seks?” ujar Taylor Shen sambil menghembuskan asap rokoknya. Pria itu agak terbatuk karena saking banyaknya asap.

Tiffany Song mengernyitkan dahi. Orang ini seperti habis makan senjata saja, kata-katanya sangat tajam dan menusuk. Melihat Taylor Shen menghisap rokok lagi, Tiffany Song langsung berusaha merebut rokoknya, “Aku sudah bilang jangan merokok sebanyak ini, mengapa tidak dengar juga?”

Baru menjulurkan setengah tangannya, pergelangan tangan Tiffany Song dipegang Taylor Shen erat-erat. Pria itu menatapnya datar: “Tiffany Song, aku pernah bilang, hanya istriku yang boleh menegurku.”

Tiffany Song risih melihat wajah Taylor Shen. Ia berusaha menarik tangannya sekuat tenaga, namun cengkraman Taylor Shen semakin lama semakin erat. Taylor Shen menatapnya lekat-lekat. Pria itu kemudian menghirup rokok dalam-dalam, mendekatkan tubuhnya ke Tiffany Song, menempelkan bibir dia ke bibirnya, lalu menghembuskan keras-keras asap rokoknya ke dalam mulut wanita itu.

Tiffany Song terbatuk-batuk sampai air matanya keluar. Ia sungguh tidak nyaman. Ia ingin melepaskan bibir pria itu, namun setiap usahanya selalu saja gagal.

Taylor Shen membuat ciumannya semakin agresif. Ia gigit-gigit bibir Tiffany Song dengan penuh nafsu. Barusan ketika ia berhenti di pinggir jalan, ia sudah mengamati Tiffany Song dan Karry Lian cukup lama, namun Tiffany Song sama sekali tidak menyadari keberadaannya. Tiffany Song duduk sangat dekat dengan pria itu, bahkan sampai terlihat tengah berciuman. Taylor Shen cemburu setengah mati. Ia awalnya ingin menekan klakson kencang-kencang agar wanita itu tersadar dan panik, namun ia kemudian merasa tindakannya ini terlalu kekanak-kanakkan. Ia pun melajukan mobilnya dan pergi.

Bibir Tiffany Song terasa nyeri. Ciuman Taylor Shen sama sekali tidak lembut. Yang pria itu pikirkan bukanlah kasih sayang, namun nafsu birahi. Semua yang terjadi hari ini sudah mengoyahkan pertahanan dirinya, dan ciuman penuh amarah Taylor Shen ini sukses membuat pertahanan itu runtuh.

Tiffany Song ingin menutup rahangnya agar Taylor Shen tidak bisa menciumnya lagi, namun pria itu tetap memaksanya membuka mulut. Seiring dengan semakin letih dan kesalnya Tiffany Song, mata wanita itu berair dan ia pun mulai menangis.

Merasakan ada yang asin-asin di bibirnya, Taylor Shen melepaskan Tiffany Song dengan heran. Melihat wanita itu tiba-tiba menangis tersedu-sedu, Taylor Shen panik, “Ada apa, Tiffany Song? Kok kamu menangis?”

Sebenarnya lebih baik kalau Taylor Shen tidak bertanya, sebab pertanyaan ini membuat wanita itu menangis semakin keras, “Huhuhu, kamu mem-bully-ku, kamu jahat, kamu mem-bully-ku…… Huhuhu……”

Taylor Shen jadi iba dengan Tiffany Song. Pria itu memegangi tangan wanita itu, lalu mencoba menenangkan: “Baik, aku jahat, aku mem-bully-mu, jangan menangis lagi oke? Aku minta maaf, oke?”

Tiffany Song malah jadi semakin sedih. Ia tidak tahu mengapa ia menangis, yang jelas semakin ia menangis, ia merasa semakin sedih. Ia seperti tengah mengeluarkan semua kesedihannya lima tahun ini, semua kesedihannya beberapa waktu terakhir, dan semua kesedihannya di pengadilan tadi.

Ia sebenarnya orang yang sangat simpel. Hal yang ia inginkan juga sangat simpel, yakni membangun rumah tangga bersama pria yang ia cintai dan mencintainya balik. Ia cinta pria itu dan pria itu cinta ia, itu sudah cukup. Beberapa tahun ini ia terus berjuang keras, tetapi tidak peduli seberapa keras usahanya, yang bukan miliknya pada akhirnya tetap tidak jadi miliknya.

Tiffany Song ingin melepaskan dirinya dari semua ini, namun penderitaan datang silih berganti padanya. Ia bahkan tidak tahu bagaimana ia harus menjalani hidup kedepannya.

Semakin Taylor Shen berusaha menenangkan, tangisan Tiffany Song malah semakin keras. Pria itu akhirnya berhenti menenangkannya dan hanya memeluknya dengan tenang. Mungkin, selain pelukan hangat, Tiffany Song memang sedang tidak membutuhkan apa-apa lagi.

Tiffany Song terus menangis cukup lama, dan akhirnya suara tangisnya berhenti. Taylor Shen menunduk menatapnya, ternyata kedua mata Tiffany Song sudah terpejam. Wanita itu sudah terlelap. Taylor Shen jadi geli sendiri, Tiffany Song sepertinya menjadikan dirinya sebagai guling.

Melihat Tiffany Song masih terisak meski sudah lelap, Taylor Shen lagi-lagi merasa iba padanya. Pagi ini ia baru tahu Tiffany Song akan menjalani sidang perceraian dengan William Tang, jadi ia mengejar penerbangan paling pagi untuk kembali. Ia buru-buru datang ke pengadilan, dan yang dilihatnya kemudian adalah momen Tiffany Song duduk berdua dengan Karry Lian.

Ia mengaku ia cemburu sampai terpancing untuk menciumi Tiffany Song dengan agresif. Ia bahkan berpikir untuk menjadikan Tiffany Song miliknya selamanya, agar tidak ada pria lain yang bisa mendekatinya lagi. Kalau saja air mata Tiffany Song tidak segera menghentikan keagresifannya, ia sendiri tidak berani membayangkan apa lagi yang kemungkinan akan ia lakukan.

Hatinya sudah kehilangan kontrol untuk wanita ini……

Taylor Shen mengecup bibir Tiffany Song, mendudukannya dengan baik di kursi penumpang depan, dan memasangkan sabuk pengaman untuknya. Ia kemudian melajukan mobilnya ke Sunshine City.

……

Hari sudah sore begitu Tiffany Song terbangun. Dari belakang punggungnya terdengar nafas orang sedang tidur. Tanpa perlu menengok, ia juga tahu siapa orang itu. Mencium nafas orang itu, yang penuh dengan bau pria, ia merasa tenang dan nyaman.

Cahaya matahari sore masuk menerangi kamar tempat Tiffany Song tidur melalui sela-sela tirai jendela. Ia pelan-pelan keluar dari dekapannya, lalu turun dari ranjang. Baru ia berjalan sampai dekat jendela, dari belakang tubuhnya terdengar suara malas Taylor Shen, “Tidak tidur lagi?”

Tiffany Song menghentikan langkahnya. Ia membuka tirai, dan melihat Taylor Shen kesilauan dengan cahaya matahari yang melimpah dan masuk tiba-tiba, ia tertawa, “Hei pemalas, sudah waktunya bangun.”

Taylor Shen pindah posisi dari berbaring jadi duduk. Pria itu hanya mengenakan celana dalam, sepertinya celana dalam yang Tiffany Song belikan waktu itu. Melihat tubuh gagah dan berotot pria itu, wajah dan telinganya langsung merah. Ia membuang wajahnya.

Taylor Shen melipat kedua tangannya di dada dan bertanya, “Kamu sudah berkali-kali lihat, memang masih malu?”

Tiffany Song melihat-lihat atap kamar dan lantai kamar tanpa melihat Taylor Shen.

Melihat Tiffany Song diam tidak menjawab, Taylor Shen bercanda: “Aku sudah berkali-kali pegang-pegang kamu, kamu mau pegang balik tidak?”

Tiffany Song menggeleng hebat. Baru lihat saja langsung malu, apalagi kalau pegang? Bisa-bisa ia malu sampai meleleh lagi? Pria memang lebih jago pegang-pegang daripada wanita ya? Baru sebentar pegang-pegang dia saja Taylor Shen langsung kesenangan sendiri. Tiffany Song menjawab, “Aku lapar, mau turun makan.”

Tiffany Song langsung berlari dari kamar tidur hingga ke tangga. Melihat Taylor Shen tidak mengikutinya, ia baru berhenti. Ia memukul-mukul pipinya sendiri yang merah, lalu berjalan turun.

Baru jalan sebentar, ia langsung melihat ada dua orang lain di ruang tamu. Satu berdiri, dan satunya lagi duduk. Suasana ruang tamu agak aneh, seperti ada sesuatu yang tidak beres. Mendengar langkah kakinya, pria tua berambut putih yang duduk di sofa langsung berdiri dan menoleh. Pria itu menatapnya tajam, dan melihat Tiffany Song hanya mengenakan sebuah kemeja laki-laki yang cukup panjang hingga ke paha, ia mengernyitkan alis dan memaki: “Tiffany Song, kamu sungguh memalukan. Mana harga dirimu sebagai perempuan?”

Tiffany Song mundur satu langkah, dan satu detik kemudian, ia tiba-tiba berada dalam dekapan yang sangat hangat. Taylor Shen memeluk pinggangnya agar ia tidak mundur-mundur lagi. Pria itu menatap dingin Kakek Shen, “Aku yang memaksa dia, kalau kamu ada komentar apa sini datang padaku. Kalau kamu berani menyakitinya satu kalimat saja, jangan salahkan aku kalau aku mengusirmu tanpa kasihan dan rasa hormat.”

“Anak durhaka!” Kakek Shen marah besar dan berteriak, “Kamu sebenarnya tahu tidak apa yang kamu lakukan? Ia istri kakakmu. Paman dan istri kakak berdua-duaan, kamu ingin ditertawai seluruh dunia?”

“Aku tidak peduli dengan status istri kakak dan semacamnya. Ia adalah wanita yang aku mau, aku ingin berdua dengannya. Tidak ada seorang pun bisa menghalangiku!” Suara Taylor Shen tidak besar, tetapi entah mengapa terdengar sangat tegas dan menusuk.

“Coba kamu pikirkan, kamu memang bisa membungkam mulut semua orang? Tiffany Song, kamu belum cukup menyakiti William Tang, sekarang kamu mau menyakiti dia? Sebenarnya apa dendammu pada keluarga Shen sampai kamu terus melekat dan tidak mau melepaskan diri dari kami?” Dada Kakek Shen bergerak naik-turun dengan cepat. Mendengar Taylor Shen membawa Tiffany Song ke Sunshine City, ia buru-buru datang.

Kakek Shen sudah menunggu lima jam, namun tidak ada juga orang yang turun. Membayangkan apa yang mereka lakukan di kamar, ia jadi enek sendiri. Ia saat itu tidak mendukung pernikahan William Tang dengan Tiffany Song, sebab ia tahu wanita ini akan membawa bencana. Prediksinya ternyata benar, wanita ini seperti sungguh-sungguh ingin memecah belah keluarga Shen.

William Tang sudah jadi gila karenanya. Ia sudah membaut keluarga Shen jadi tidak tenang, dan sekarang ia ingin menjadikan Taylor Shen sebagai mangsa berikutnya?

Maki-makian Kakek Shen membuat Tiffany Song terus menunduk. Ia dari awal sudah tahu ia dan Taylor Shen tidak punya masa depan bersama, tetapi ia terus saja merindukan kehangatan pria itu. Ia tahu alasan Kakek Shen terus mengerahkan segala cara untuk menghentikan kebersamaan mereka, yakni William Tang terus yang terus terobsesi dengannya. Meski mereka bercerai, pria itu pasti tidak akan memberinya kesempatan sedikit pun untuk hidup tenang. Selagi ia masih di Kota Tong, William Tang akan terus mengganggunya.

Kalau William Tang tahu Tiffany Song kini berpasangan dengan Taylor Shen, dendam pasti akan muncul di antara mereka. Pada waktunya nanti, Tiffany Song akan dianggap sebagai pemicu dendam ini. Ketika disematkan gelar seperti itu, apa dia masih punya kesempatan untuk hidup tenang dan bahagia?

Nafas Tiffany Song terasa sesak. Ia terus meneteskan air mata, tatapan matanya kabur. Tiffany Song kemudian melepaskan tangan Taylor Shen dari pinggangnya dengan perlahan.

Melihat Tiffany Song terhina sampai seperti ini, hati Taylor Shen bergetar. Ia berbicara dengan nada gemetar: “Tiffany Song……”

Setelah melepaskan tangan Taylor Shen dari pinggangnya, Tiffany Song berbalik badan dan berlari ke atas. Taylor Shen mengepalkan tangannya kencang-kencang saking kesalnya dengan Kakek Shen. Ketika ia ingin mengejar Tiffany Song, Kakek Shen tiba-tiba menghadang: “Taylor Shen, diam di tempat! Kalau kamu berani mengejarnya, aku akan menceritakan peristiwa kamu memperkosanya lima tahun lalu padanya! Aku ingin lihat, masihkah ia mau menerima seorang pria yang memperkosanya dan membuat hidupnya lima tahun terakhir jadi tidak bahagia!”

Taylor Shen menoleh. Ia menatap Kakek Shen dengan penuh kebencian, dadanya naik turun. Ia tidak berani bertaruh soal ini. Semakin bahagia kebersamaannya dengan Tiffany Song, ia semakin tidak berani mempertaruhkannya. Ia tidak berani membiarkan Tiffany Song tahu lima tahun lalu yang mencuri kesuciannya adalah ia. Kalau itu terjadi, Tiffany Song pasti akan luar biasa benci dengannya. Berada dalam kondisi terhimpit seperti ini, Taylor Shen berteriak frustrasi, “Aaahh! Mengapa harus memaksaku?! Mengapa harus memaksaku?!”

Kakek Shen sampai mundur beberapa langkah saking kagetnya dengan teriakan Taylor Shen. Jantungnya berdebar kencang. Sebelum ini, ia hanya pernah melihat emosi Taylor Shen runtuh ketika ibunya terpanggang di rumah yang terbakar. Kala itu, Taylor Shen berlutut di depan rumahnya yang tengah terbakar sambil berteriak-teriak histeris dan menangis.

Kali ini Taylor Shen terlihat seperti hewan yang merintih karena akan disembelih. Suaranya sanggup membuat siapa pun yang mendengarnya ikut bersedih.

Kakek Shen tidak mau berbelas kasih. Ia percaya anaknya akan bisa melewati ini, seperti lima belas tahun yang lalu. Ia mencoba menjelaskan: “Taylor Shen, selain dia, aku tidak akan menolak wanita lain di bumi ini. Hanya dia yang tidak boleh bersanding denganmu.”

Tiffany Song berlari ke kamar sambil menangis. Ia mengambil pakaiannya dan langsung masuk kamar mandi. Karena pandangannya kabur karena menangis, ia tidak juga berhasil membuka kancing pertama kemeja yang ia kenakan meski sudah mencoba beberapa kali.

Ia mengusap air matanya, “Jangan menangis, buat apa sih menangis, kamu bukannya dari awal sudah tahu hubungan ini tidak akan berhasil?”

Tiffany Song merasa sangat frustrasi karena terus gagal membuka kancing kemeja itu. Ketika berdiri di hadapan Kakek Shen, keberaniannya sedikit pun tidak bisa muncul. Ia terduduk lemas di atas penutup toilet, dan dari bawah tiba-tiba terdengar suara Taylor Shen berteriak kencang. Teriakan putus asa dan kesal itu membuat tangisnya jadi semakin deras.

Ia hanya mau bahagia, mengapa sesusah ini?

……

Usai kelar berganti pakaian, Tiffany Song mengambil tasnya dan keluar kamar. Berdiri di tengah-tengah jalan tangga, Taylor Shen masih bertahan dengan posisinya yang tadi. Ia berdiri berhadap-hadapan dengan Kakek Shen. Tubuhnya agak gemetar, ia terlihat seperti pahlawan yang terjebak di jalan buntu.

Mata Tiffany Song berkaca-kaca lagi. Ia kemudian menarik pandangannya dan turun melalui tangga yang satunya lagi. Semua yang terjadi padanya selama ini membuktikan bahwa dalam setiap langkahnya pasti selalu saja ada rintangan. Pemikiran ini sangat menyakitkan, bahkan lebih menyakitkan daripada ketika ia dijebak William Tang ke jalan buntu di pengadilan.

Novel Terkait

My Only One

My Only One

Alice Song
Balas Dendam
5 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
3 tahun yang lalu
Cinta Adalah Tidak Menyerah

Cinta Adalah Tidak Menyerah

Clarissa
Kisah Cinta
4 tahun yang lalu
Your Ignorance

Your Ignorance

Yaya
Cerpen
4 tahun yang lalu
Menunggumu Kembali

Menunggumu Kembali

Novan
Menantu
4 tahun yang lalu
 Habis Cerai Nikah Lagi

Habis Cerai Nikah Lagi

Gibran
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Rahasia Seorang Menantu

Rahasia Seorang Menantu

Mike
Menjadi Kaya
3 tahun yang lalu
Awesome Guy

Awesome Guy

Robin
Perkotaan
3 tahun yang lalu