You Are My Soft Spot - Bab 247 Kalau Ini Kode, Apakah Dia Bakal Paham? (3)

“Ide bagus. Urusan ini aku serahkan sepenuhnya ke kamu deh. Bikin kalung yang bentuknya sama persis.” Setelah menyerahkan kalung balik ke Shadow, Taylor Shen bangkit berdiri, merapikan kerah, dan bergegas keluar ruang teh.

“Eh…… Ini aku namanya menggali makam untuk diri sendiri loh.”

Si bos tidak meladeni panggilan Shadow. Baru masuk mobil, ponselnya berdering. Ia melihat sekilas identitas si penelepon, lalu mengangkat, “Ada urusan apa?”

“Polisi sudah menemukan pembunuh Dokter He, lalu menetapkan CEO He tidak bersalah. Sekarang dia bisa langsung bebas,” ujar Christian di seberang.

Taylor Shen menoleh menatap langit luar yang mendung. Mendengar James He akhirnya dibebaskan dengan status tidak bersalah, ia membuang nafas lega. Seperti yang Shadow bilang, tidak peduli apakah James He dan Tiffany Song benar-benar punya hubungan darah atau tidak, Tiffany Song pada kenyataannya tinggal bersama keluarga He. Dengan kondisi itu, James He sudah selayaknya ia anggap sebagai kakak ipar.

Terbayang Vero He yang gemetar kedinginan di depan kantor polisi kemarin, hatinya langsung tidak senang. Ia menjawab dingin, “Baik. Sore ini aku tidak balik ke kantor. Kalau ada keperluan mendadak, langsung telepon saja.”

Setelah mematikan telepon, Taylor Shen memacu kendaraan ke Parkway Plaza. Di tengah perjalanan, ia melintasi toko kue yang terlihat menarik. Ia pun memarkir kendaraan di sisi jalan dan mampir membeli kue pastri. Setibanya di Parkway Plaza, si pria naik lift ke lantai paling atas.

Taylor Shen keluar dari lift dan memasuki area ruang kerja. Melihat para sekretaris di ruang sekretaris berdiri untuk menyambutnya, ia langsung mengangkat jari telunjuk dan menempelkannya ke mulut sebagai tanda meminta mereka diam. Pria itu berjalan perlahan ke depan ruang kerja Vero He. Dari kaca luar, ia bisa melihat si wanita lagi sibuk telepon dan tidak menyadari kedatangannya.

Vero He kelar telepon persis ketika Taylor Shen membuka pintu. Si wanita mendongak mendengar suara pintu dibuka. Begitu melihat Taylor Shen, ia agak tercengang dan segera bangkit berdiri, “Kok kamu bisa kemari?”

“Kebetulan melintas kantormu, jadi ingin lihat-lihat kamu.” Taylor Shen berjalan masuk sambil membawa kue pastri. Tidak bertemu beberapa jam saja ia sudah kangen setengah mati. Ia berujar, “Aku bawa kue pastri. Kamu lagi ada waktu luang tidak? Kalau ada, nih makan dulu sedikit baru nanti kerja lagi.”

Vero He tadi siang tidak begitu nafsu makan. Ia hanya minum kopi dua gelas, jadi sekarang perutnya memang terasa kosong. Wanita itu pun mengangguk, “Boleh, aku sedang tidak sibuk.”

Taylor Shen mengandeng tangan Vero He dan mengajaknya ke sofa. Ia membuka kotak kue dan terlihatlah beberapa egg tart Portugis di dalam. Vero He mengambil salah satunya. Egg tart baru keluar dari oven, jadi masih agak hangat. Ia memakannya perlahan. Merasa rasanya sangat oke, ia memuji, “Enak, kamu mau coba tidak?”

Taylor Shen remahan egg tart di pinggir mulut Vero He, jadi mengelapnya dengan jari. Bukannya membuang remahan itu ke tempat sampah, Taylor Shen malah menyodorkannya ke mulut Vero He. Si wanita pun jadi agak risih karena ledekan ini.

“Aku tidak suka makan yang manis-manis. Kamu saja tuh yang makan.” Melihat Vero He suka dengan makanan ini, ia kembali mengambilkan satu egg tart dan menyodorkannya, “Tadi siang tidak makan ya?”

“Iya. Tadi ada kejadian tidak mengenakkan, jadi aku kehilangan nafsu makan.” Ia dan Erin tadinya ingin makan berat, tetapi begitu bertemu Wayne Shen dan Angela He, rencana jadi diubah ke makan sushi. Dari awal ia sudah tidak begitu nafsu makan, lalu cerita-cerita Erin membuat nafsu makannya yang sudah rendah itu jadi benar-benar tiada.

“Kejadian apa?” tanya Taylor Shen sambil menatap Vero He lekat-lekat. Si wanita barusan makan dengan elegan, tetapi tetap ada remahan yang menempel di pinggir bibir. Namanya juga makan kue. Yang ia daritadi inginkan adalah membersihkan remahan-remahan itu dengan lidahnya sendiri. Ah, alangkah indahnya……

Vero He menyadari tatapan aneh Taylor Shen. Si wanita menjulurkan lidah dan membersihkan remahan-remahan yang ada di sekitar bibir. Tidak usah dipikir lagi apa yang dipikirkan Taylor Shen ketika melihat lidahnya. Semua orang bisa menebak, tatapannya jadi makin lekat.

Si wanita menaruh egg tart yang sudah dimakan setengah, lalu bertanya serius pada si pria: “Taylor Shen, aku mau tanya satu hal. Pria itu kalau sudah punya pasangan tetap suka lirik-lirik wanita lain ya?”

“Apa nih maksudnya?” Taylor Shen mengira Vero He bertanya begini karena ada hubungannya dengan James He. Setelah dilihat-lihat lebih seksama, nampaknya hipotesa dia salah.

Vero He mengelu-elus dagu. Tanpa menyembunyikan apa-apa, ia menceritakan pertemuan dia dan Erin dengan Wayne Shen dan Angela he tadi siang. Kelar bercerita, ia berkomentar: “Pemikirkanku agak aneh juga sih. Kalau ada sesuatu di antara Wayne Shen dan Angela He boleh-boleh saja sebenarnya, tetapi aku merasa pria seharusnya hanya fokus pada satu wanita saja. Kalau perhatiannya dibagi dua, itu kan tidak adil buat Jennifer Li.”

“Ah, mungkin mereka hanya makan bareng biasa saja tanpa maksud lain,” respon Taylor Shen. Keteguhan hati Wayne Shen pada Jennifer Li sama dengan keteguhan hati dirinya pada Tiffany Song. Keteguhan hati itu tidak bisa dipengaruhi siapa-siapa saking kuatnya. Jadi, kekhawatiran Vero He ini tidak ada gunanya. Mereka berdua paham betul apa yang mereka inginkan.

“Bisa jadi memang aku yang berpikir terlalu jauh. Aku hanya takut Angela He mengira Wayne Shen menganggap Wayne Shen tertarik lagi padanya, juga takut Jennifer Li kembali terluka,” tutur Vero He khawatir.

Taylor Shen menggeleng sambil tertawa. Ia mengelus-elus kepala Vero He, “Wayne Shen tahu persis kok apa yang dia inginkan, jadi kamu tidak perlu khawatir. Soal Angela He, dia dari dulu kan memang suka begitu. Dia tidak bakal berpikir merebut pria dari wanita lain kok.”

“Makanya kalian para pria ini…… Ah, aku tidak tahu harus bagaimana mengatakannya. Pokoknya, kalau kalian tidak punya perasaan pada seorang wanita, lebih baik bilang terang-terangan daripada tetap meladeni. Dengan begitu, si wanita tidak akan keegeran dan merasa ditaksir,” keluh si wanita. Entah mengapa, ia tiba-tiba teringat juga pertemuan dengan Angelina Lian semalam di lift. Ah, makin merusak suasana hati saja.

Taylor Shen tersenyum tipis: “Kalian? Aku juga disalahkan?”

“Tidak, tidak.”

“Marah ya kamu?” ledek Taylor Shen. Vero He jadi gemas sendiri diledek begini saat lagi cerita serius. Ia mendeham dingin, “Kamu siang memang tidak perlu kerja? Kok bisa-bisanya datang kemari?”

“Tahu kamu lapar, aku sengaja kemari mengantarkan makanan.” Melihat Vero He mengalihkan topik, Taylor Shen tidak mengungkit lagi urusan barusan. Ini biar suasana tetap terhindar dari kekhawatiran yang tidak penting. Ia teringat satu kabar baik yang wajib disampaikan, “Ada satu hal lagi. Polisi sudah menemukan si pembunuh, juga menyatakan kakakmu tidak bersalah. Ia bisa bebas dengan segera.”

“Benarkah?” tanya Vero He bersemangat.

Taylor Shen mengangguk. Si wanita langsung bangkit berdiri dengan gembira: “Aku ingin pergi menjemput dia. Di penjara, dia pasti kurang makan dan kurang tidur. Kemarin aku lihat badannya lumayan mengurus.”

Taylor Shen ikutan bangkit berdiri. Hatinya agak cemburu. Ia menahan tangan Vero He, “Sudah ada orang yang jemput dia. Kamu langsung tunggu di rumah saja.”

“Tidak. Kakak masuk penjara karena aku, jadi aku pula yang harus menjemputnya,” balas Vero He teguh. Nick He dan kakak sama-sama kena masalah karena dairinya. Ia sudah cukup merasa bersalah karena tidak bisa bantu mereka apa-apa, jadi bagaimana mungkin dia melewatkan kesempatan untuk menjemput kakak? Ini hal menyenangkan, juga mudah dilakukan.

Meski hati makin cemburu, Taylor Shen akhirnya mengiyakan, “Kalau begitu kita jemput sama-sama, oke?”

Vero He mengangguk puas permintaanya dikabulkan. Ia mengambil tas dan mantel ungu, lalu turun ke lantai bawah dengan Taylor Shen. Mobil melaju keluar dari Parkway Plaza dengan kantor polisi sebagai tujuan.

Setengah jam berselang, mobil Taylor Shen berhenti di depan kantor polisi. Di sana sudah ada banyak wartawan, maklum berita penangkapan James He diliput dimana-mana. Meski Fabio Jin keburu mengambil alih perusahaan untuk mengendalikan situasi, harga saham tetap merosot hebat. Harga saham He’s Corp dua hari berturut-turut bahkan terkena batas bawah, jadi nilai kapitalisasi pasarnya berkurang empat puluh miliar. Para pemegang saham banyak protes, bahkan ada yang mewacanakan untuk menurunkan James He dari jabatan dan mencari orang baru.

Berhubung ada banyak wartawan, Taylor Shen tidak mengizinkan Vero He turun. Ini untuk mencegah si wanita ikut diliput macam-macam.

Setelah menunggu sekitar sepuluh menit, salah satu wartawan berteriak: “Sudah keluar, sudah keluar.”

Vero He menoleh ke pintu gedung polisi. Area itu penuh oleh wartawan sampai jalannya tertutup semua. Vero He tidak menemukan James He. Yang bisa ia lihat hanya belasan pengawal pribadi berkumpul di dua barisan untuk menghadang wartawan mendekat.

Cahaya flash kamera berkilatan dimana-mana.

James He mengenakan mantel dan kacamata hitam. Auranya yang kuat menambah ketertarikan para wartawan pada dirinya. Pengacara Min dan asistennya berjalan di belakang.

Semua wartawan mengajukan pertanyaan masing-masing dengan sangat ribut, namun James He tidak menjawab satu kata pun. Pengawal pribadi terus mengawalnya sampai masuk mobil. Asisten James He menjelaskan para wartawan bahwa mereka akan mengadakan konferensi pers untuk menjelaskan kejadian ini. Ia tidak lupa berterima kasih atas perhatian media yang besar pada bosnya.

Begitu James He masuk mobil, ia menyadari sesuatu. Pria itu bangkit berdiri dan memperhatikan sedan hitam yang berhenti di sisi jalan melalui atap mobil. Kejadian itu hanya berlangsung beberapa detik. Sesudahnya, si pria kembali duduk dengan tenang.

Supir melajukan mobil meninggalkan kantor polisi. Ada beberapa wartawan yang mengejar-ngejar mereka sambi mengetuk-ngetuk kaca. Mereka masih berharap James He bisa memberikan pernyataan walau sedikit. Jelas kecepatan manusia kalah dari kecepatan mobil, jadi para wartawan dengan segera tertinggal. Mobil melaju kencang sesudahnya.

Vero He buru-buru menyuruh Taylor Shen untuk mengemudi lagi. Sebelum bergegas pergi, ia menoleh sekilas ke sisi jalan dan melihat sedan hitam. Sedan itu melaju ke arah yang berbeda dengan arah mereka.

Si wanita lalu meluruskan tatapan dengan alis terangkat.

“Kamu lihat apa?” tanya Taylor Shen.

“Tidak, tidak lihat apa-apa,” geleng Vero He. Karena jaraknya terlalu jauh, ia tidak bisa melihat dengan jelas plat sedan hitam barusan serta siapa pengemudinya. Meski begitu, tadi kakak sempat secara khusus menatapnya dari atap mobil. Itu berarti di mobil itu ada sesuatu yang menarik perhatiannya.

Taylor Shen tidak bertanya lagi. Dalam satu jam, mobil tiba di depan rumah kediaman keluarga He. Vero He berkata: “Mobil parkir di depan saja, aku masuk sendiri.”

Taylor Shen melipat dahi: “Kakak ipar keluar penjara, masak aku sebagai suami dari adiknya tidak menemui dia untuk menyambut?”

Vero He: “……”

Mobil jadinya masuk ke rumah kediaman keluarga He. Suasana di sana berbanding terbalik dengan suasana halaman kantor polisi. Kalau tadi ramenya bukan main, di sini suasana sangat tenang. Taylor Shen memarkir mobil dan turun. Langit mendung sudah hilang, kini yang ada adalah langit sore. Terkena cahaya matahari sore, vila terlihat sangat hangat dan menyejukkan mata.

Orang-orang di rumah kediaman keluarga He, yang sudah dapat kabar soal kebebasan ini, berkumpul di depan vila. Waktu turun dari mobil, James He melihat mobil Taylor Shen melaju masuk. Ia menghentikan langkahnya untuk menanti Vero He.

“Kakak!” panggil Vero He sambil berlari kecil. James He meregangkan kedua tangan dan mendekap Vero He. Ia berujar: “Aku waktu itu janji kamu akan segera keluar. Benar kan aku, tidak menipumu kan aku?”

“Iya!” angguk si adik kencang. Matanya berkaca-kaca. Akhirnya kakak kembali bisa menghirup udara segar.

James He mengelus-elus rambut Vero He. Melihat adiknya mau menangis, ia berusaha menenangkan, “Jangan menangis, aku nanti malah iba.”

“Siap!” Vero He mengangguk dan tidak berani bicara lagi. Ia takut air mata langsung menetes sekalinya buka mulut.

Sambil tetap memeluk Vero He, James He menyapa Taylor Shen datar: “Eh, datang kamu.”

“Iya, selamat ya sudah bebas.” Melihat keduanya berpelukan, Taylor Shen dengan datar menarik tangan Vero He biar gantian pelukan dengan dirinya. Tangan James He pun seketika kosong. Melihat tingkah aneh Taylor Shen, ia dalam hati memaki dasar pria cemburuan!

Bibi Yun sudah siap dengan tungku api, juga daun pisang yang akan dipercik-percikkan air ke tubuh James He. Dia bilang, ini untuk mengusir nasib sial. Si pusat perhatian tidak tahu harus tertawa atau menangis disambut begini. Tetapi, berhubung harus menghargai niat baik seorang senior, ia mempersilahkan Bibi Yun menjalankan ritualnya.

Saat ritual baru mau mulai, sebuah sedan hitam melaju masuk ke parkiran. Semua orang mengikuti mobil itu dengan tatapan masing-masing. Setelah diparkir di pekarangan, Erin keluar dari sana.

Vero He mengamati sedan hitam itu dengan seksama. Jadi, mobil yang tadi terparkir di pinggir jalan itu mobil Erin? Jadi, kakak tadi sengaja menengok dari atap mobil untuk lihat Erin?

Novel Terkait

My Perfect Lady

My Perfect Lady

Alicia
Misteri
4 tahun yang lalu
Hanya Kamu Hidupku

Hanya Kamu Hidupku

Renata
Pernikahan
4 tahun yang lalu
Sederhana Cinta

Sederhana Cinta

Arshinta Kirania Pratista
Cerpen
5 tahun yang lalu
Jalan Kembali Hidupku

Jalan Kembali Hidupku

Devan Hardi
Cerpen
5 tahun yang lalu
Pergilah Suamiku

Pergilah Suamiku

Danis
Pertikaian
4 tahun yang lalu
Gue Jadi Kaya

Gue Jadi Kaya

Faya Saitama
Karir
4 tahun yang lalu
His Second Chance

His Second Chance

Derick Ho
Practice
4 tahun yang lalu
Bretta’s Diary

Bretta’s Diary

Danielle
Pernikahan
4 tahun yang lalu