You Are My Soft Spot - Bab 163 Tidak Usah Pakai Apa-Apa, Aku Lebih Suka (3)

Keduanya jalan balik ke kantor setelah makan siang. Dalam perjalanan, ponsel Tiffany Song tiba-tiba berdering. Yang meneleponnya adalah sebuah nomor rumah yang misterius. Tiffany Song mengangkat dan di seberang sana langsung terdengar suara wanita yang panik, “Mohon tanya, apa kamu Nona Song? Mamamu terluka dipukul orang di lokasi proyek sampai berdarah banyak sekali. Ia butuh transfusi darah, mohon segera datang ke rumah sakit.”

Tubuh Tiffany Song langsung kaku. Ia buru-buru bertanya, “Kalian rumah sakit mana? Aku segera ke sana.”

“Rumah Sakit Harapan Indah.”

Tiffany Song mematikan telepon dan langsung berlari ke sisi jalan. Melihat wajah sahabatnya yang pucat, Stella Han menyusulnya dan menahan tangannya, “Tiffany Song, ada apa?”

“Mamaku masuk rumah sakit. Aku harus segera ke sana.”

“Aku antar kamu ke sana deh, sangat riskan kalau kamu menyetir dalam keadaan panik.” Stella Han menuntut Tiffany Song ke parkiran.

Keduanya masuk mobil dan Stella Han langsung menyetir. Setengah jam kemudian mobil tiba di lobi rumah sakit. Tiffany Song buru-buru turun dari mobil sampai lupa pamit. Stella Han baru bergegas pergi setelah Tiffany Song sudah masuk ke dalam.

Tiffany Song berlari ke kompleks UGD. Audrey Feng duduk di kursi depan salah satu ruang pasien dengan sekujur tubuh berlumuran darah, sementara William Tang berdiri di sebelah sambil berbincang-bincang pelan dengannya. Mendengar langkah kaki yang mendekat, keduanya menoleh. Tiffany Song langsung menghampiri mereka dan bertanya panik: “Bagaimana keadaan mama sekarang?”

“Lukanya sangat serius, pendarahannya tidak berhenti-berhenti. Kakak Tiffany Song, selama berada dalam kondisi koma mama selalu memanggil-manggil Nini. Ia pasti kangen sekali denganmu, hanya kamu yang bisa selamatkan dia.” Audrey Feng bangkit berdiri dan mengenggam tangan Tiffany Song. Darah yang berlumuran di tangannya sudah kering.

Tiffany Song menoleh menatap lampu merah di dalam ruang pasien dekat mereka. Hatinya dipenuhi rasa bersalah. Ia ingin memberitahu Audrey Feng ia bukan Nini, tetapi kata-katanya tertahan di bibir.

Pintu ruang pasien tiba-tiba dibuka dan seorang perawat berjalan keluar sambil memanggil: “Kamu keluarga Callista Dong? Darahnya rhesus negatif, kebetulan sekali kamu sedang kekurangan stok darah jenis ini.”

Tiffany Song tahu darahnya bukan rhesus negatif. Meski ia tidak bisa membantu Callista Dong, ia tetap mengangkat tangan, “Aku putrinya.”

“Mari ikut aku.” Perawat mengajak Tiffany Song ke laboratorium darah.

Melihat Tiffany Song bergegas pergi, William Tang berujar ke Audrey Feng: “Aku ikut dia ya.”

Audrey Feng menahan tangan William Tang. Ia memandangi pria itu lekat-lekat seolah ingin membaca apa yang akan dilakukannya, “Willaim Tang, bisakah kamu temani aku? Aku sekarang sangat cemas.”

“Aku segera kembali.” William Tang menepuk-nepuk punggung tangan Audrey Feng lalu melepaskan tangannya. Ia kemudian menyusul Tiffany Song.

Hati Audrey Feng langsung pilu melihat William Tang bergegas pergi meninggalkannya. Ia lalu menghibur dirinya sendiri dengan berpikir pria itu masih butuh waktu untuk melupakan masa lalu dan menambatkan hatinya ke dia.

Tiffany Song berbaring di kasur laboratorium darah. Melihat perawat menghampirinya sambil membawa jarum suntik, ia sadar kalau ia tidak menyatakan yang sebenarnya sekarang ia akan membuang-buang waktu dokter dalam mencari sumbangan darah yang sesuai, bahkan membuat saat-saat terbaik untuk menyelamatkan Callista Dong terlewatkan. Ia berucap jujur: “Nona Perawat, rhesus darahku bukan negatif.”

Perawat menatap heran, “Bukannya kamu putrinya?”

Tiffany Song mengklarifikasi: “Sebenarnya bukan.”

“Mengapa tidak bilang dari awal? Kamu tahu tidak ini menghambat pertolongan kami pada pasien?” tanya perawat kesal.

“Aku rhesus negatif, silahkan ambil darahku.” William Tang tiba-tiba masuk laboratorium, menggulung lengan kemejanya, dan menyodorkan lengannya. Tiffany Song tercengang melihat dia. Pria itu menenangkan: “Di grup pendonor darah, aku barusan mengabarkan Rumah Sakit Harapan Indah tengah kekurangan stok darah rhesus negatif. Kebetulan di Kota Tong ada beberapa orang berdarah jenis ini, mereka tengah dalam perjalanan kemari. Kamu tenang saja, ia akan baik-baik saja.”

William Tang saat ini seperti kembali ke pembawaannya saat Tiffany Song bertemu dengannya di usia tujuh belas. Bersinar-sinar, lembut, tulis. Tatapannya pada Tiffany Song tidak ada kebencian sedikit pun.

Tiffany Song agak takut menatap matanya langsung, “Terima kasih.”

“Sama-sama,” respon William Tang datar.

Perawat mengambil sampel darah William Tang dan mengeceknya di laboratorium. Hasil pengecekan tidak lama kemudian keluar. Darahnya memang betul rhesus negatif. Perawat pun mempersilahkannya berbaring di ranjang untuk diambil darah. Tiffany Song berdiri di sebelahnya sambil mengamati darah segarnya mengalir keluar melewati pipa dan masuk ke kantong darah. Ia tidak menyangka, pada momen yang sangat penting, William Tang akan muncul membantunya.

William Tang menoleh ke dia dan tersenyum, “Jangan berdiri saja, duduklah temani aku ngobrol.”

Tiffany Song duduk di kursi sebelah ranjang, lalu bertanya, “Kamu ingin ngobrol apa?”

“Masih ingat perjumpaan pertama kita? Ketika terjadi longsor, aku melihat papa dan mamamu sibuk menyelamatkan kakakmu. Kamu tidak berusaha menyelamatkan diri sama sekali dan membiarkan dirimu terbawa arus longsor. Pada momen itu, aku melihat cahaya di matamu sungguh redup. Aku saat itu juga bilang pada dirimu sendiri bahwa aku akan menyelamatkanmu, aku tidak akan membiarkanmu mati.” William Tang memejamkan mata dalam-dalam. Ia sama sekali bukan orang yang pemberani, tetapi melihat tatapan Tiffany Song, ia memutuskan meloncat ke bawah untuk menyelamatkannya. Sekarang kalau direnungkan ia sendiri juga tidak tahu mengapa ia nekat begitu.

“Iya, ingat.”

“Beberapa waktu terakhir, aku sering sekali mengingat-ingat masa lalu, mengingat-ingat masa ketika kita baru saling berkenalan,” kenang William Tang kecut.

Tiffany Song menunduk menatap cincin pemberian Taylor Shen. Ia berujar hati-hati: “William Tang, hubungan kita sudah menjadi masa lalu. Kita tidak bisa kembali ke sana. Audrey Feng juga wanita yang baik, aku rasa kamu cocok dengannya.”

William Tang membalas: “Paham kok. Tiffany Song, aku sadar di masa lalu aku telah membuat banyak sekali kesalahan sampai kamu memutuskan meninggalkanmu. Aku dapat kabar Paman Keempat sudah melamarmu. Meski aku tidak begitu senang dengan kabar itu, aku harus mengakui bahwa Paman Keempat lebih cocok denganmu daripada aku. Kamu harus bahagia dengannya ya.”

“Terima kasih!”

Laboratorium hening sebentar. Tiffany Song memulai percakapan lagi: “Aku sebenarnya bukan anak dia.”

“Aku tahu kok,” ujar William Tang.

“Bagaimana kamu tahu?” tanya Tiffany Song bingung.

“Barusan aku sempat menguping pembicaraanmu dengan perawat. Dia sendiri belum tahu soal ini ya pasti?” William Tang sudah hidup bersama Tiffany Song cukup lama. Ia paham dengan semua gerak-geriknya. Saat perawat mengajaknya ke laboratorium darah tadi, ia bisa melihat rautnya agak ragu.

Tiffany Song bukan orang yang penakut. Wajahnya yang ragu itu jelas bukan karena ia takut menyumbang darah. Inilah yang membuat William Tang kemudian memutuskan mengikutinya.

“Iya, belum tahu. Nini yang sebenarnya sudah mati tenggelam ketika berusia dua tahun. Aku ini diadopsi oleh nenek. Aku tidak berani menceritakan ini padanya, nanti dia pasti akan sangat sakit hati.” Tiffany Song menunduk. Hatinya sangat bersalah.

Melihat Tiffany Song murung, William Tang mengulurkan tangannya. Ia ingin menggenggam tangan wanita itu, tetapi begitu melihat cincin yang terpasang di jari kelingkingnya, ia mengulurkan niat itu. William Tang berucap: “Tiffany Song, seringkali menyembunyikan sesuatu tidak akan menyelesaikan masalah.”

Tiffany Song tersenyum kecut, “Kamu sendiri pernah memintaku untuk tidak menceritakan kebenaran yang menyakitkan padamu. Kalau aku ungkapkan, ini pasti akan menjadi pukulan yang sangat telak bagi mama. Ia sudah kehilangan mamanya, juga kehilangan anaknya, ia pasti akan sangat berduka.”

“Tiffany Song, kamu masih menyalahkanku atas semua luka yang kusebabkan untukmu beberapa tahun ini?” tanya William Tang.

Tiffany Song terdiam sejenak, lalu menjawab: “Aku tidak menyalahkan kamu. Aku menyalahkan usia kita yang saat itu masih terlalu muda.”

Kini giliran William Tang yang muram. Kalau Tiffany Song menyalahkannya, wanita itu berarti masih punya perasaan padanya. Ternyata ia tidak menyalahkan……

Proses pengambilan darah dengan cepat berakhir. Beberapa orang yang mau ikut menyumbangkan darah untuk stok cadangan juga sudah tiba. William Tang total menyumbangkan darah empat ratus cc. Wajahnya kini pucat. Tiffany Song menyuruhnya berbaring sebentar, namun ia menolak, “Audrey Feng masih di luar. Ia pasti akan curiga kalau aku tidak baik-baik juga. Kamu tunggu di sini, aku ke sana dulu.”

“William Tang……” Tiffany Song memanggilnya dan berujar sungguh-sungguh: “Terima kasih!”

William Tang menggeleng dan bergegas keluar.

Tiffany Song duduk sebentar di situ, baru kemudian bangkit berdiri dan kembali ke depan ruang perawatan Callista Dong. Ketika ia tiba, lampu di dalam ruangan berubah jadi hijau. Dokter berjalan keluar dengan para perawat. Masih dengan memakai masker, ia mengabarkan: “Operasi pasien sangat berhasil. Sekarang ia harus dipindah ke ruang ICU untuk dimonitor secara berkala.”

“Dokter, apa kami sekarang sudah boleh masuk dan menemui mama?” tanya Audrey Feng cemas.

“Belum bisa. Pasien masih dalam keadaan koma. Tunggu dia bangun dulu, baru kalian boleh masuk.” Dokter menguraikan beberapa hal penting yang harus mereka cermati, lalu bergegas pergi bersama para perawat.

Tiffany Song memandangi penampilan Audrey Feng yang berantakan dan berlumuran darah. Ia berkata: “Audrey Feng, kamu pulang dan ganti baju dululah. Ada aku di sini yang menjaga mama.”

Kepanikan Audrey Feng belum mereda. Ia menyalahkan dirinya sendiri, “Hari ini pekerja-pekerja proyek pada ribut. Tidak seharusnya aku mengajak mama ke sana.”

“Tidak ada yang menyalahkanmu. Cepat pulang, ganti baju, dan istirahat sebentar. Kamu pasti sudah kelelahan dengan semua kekagetan ini.” Tiffany Song memeluk Audrey Feng, lalu mendongak menatap William Tang. Ia mendonorkan darah lumayan banyak tadi, apa sekarang bisa menyupir?

William Tang paham apa yang Tiffany Song pikirkan. Ia menjawab: “Ada supir di depan. Kamu tenang saja, aku pasti akan mengantarkan Audrey Feng sampai di rumah dengan selamat.”

Tiffany Song mengangguk: “Baiklah, tolong ya kalau gitu.”

“Sudah seharusnya.”

Selepas mereka pergi, Tiffany Song baru pergi ke area ruang ICU. Dari jendela, ia mengamati Callista Dong terbaring di ranjang dengan iba. Ia mendesah khawatir.

Efek obat bius Callista Dong akhirnya habis beberapa jam kemudian. Hal pertama yang ia lakukan begitu bangun adalah meminta perawat memanggilkan Tiffany Song. Dengan mengenakan pakaian medis, Tiffany Song melangkah masuk ke sana. Callista Dong memberi kode pada Tiffany Song untuk membantu melepaskan masker oksigennya. Setelah dituruti, wanita itu kemudian berujar lemas sekali: “Tiffany Song, benarkah kamu bukan Nini?”

-----------------------

Terima kasih kepada para pembaca atas dukungan yang diberikan kepada author. Author mendoakan supaya para pembaca sehat selalu dan Tuhan selalu memberkati kalian dan keluarga kalian. Jika kalian suka buku ini, jangan lupa ya untuk di share ke teman kalian. Sukses selalu!

Bagi para pembaca yang ingin membaca buku berikutnya, silahkan di baca buku Labyrinth Love, ceritanya tak kalah menarik lo :))

Novel Terkait

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Cinta Dibawah Sinar Rembulan

Denny Arianto
Menantu
4 tahun yang lalu
Don't say goodbye

Don't say goodbye

Dessy Putri
Percintaan
4 tahun yang lalu
Memori Yang Telah Dilupakan

Memori Yang Telah Dilupakan

Lauren
Cerpen
4 tahun yang lalu
Precious Moment

Precious Moment

Louise Lee
CEO
3 tahun yang lalu
The Richest man

The Richest man

Afraden
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Back To You

Back To You

CC Lenny
CEO
4 tahun yang lalu
Istri kontrakku

Istri kontrakku

Rasudin
Perkotaan
4 tahun yang lalu
Unlimited Love

Unlimited Love

Ester Goh
CEO
4 tahun yang lalu